Sep 13, 2012

Efek Emisi Kendaraan : Geologi Lingkungan

EFEK EMISI GAS KENDARAAN KE LINGKUNGAN 
Oleh M. Anwar Siregar 

 Apa yang Anda lihat diatas langit kota Anda seperti Medan, Jakarta, atau juga Surabaya di saat Anda santai memandang kolong langit ini, apakah lebih banyak warna putih, biru atau hitam? Medan dan kota besar lainnya di Indonesia saat ini, jumlah transportasi kini perbandingannya 1 : 6, maksudnya, jumlah panjang jalan raya 1 kilometer terdapat 6 mobil berbagai jenis, dan diantara 6 mobil tersebut terdapat 2 atau 3 kendaraan yang telah berumur lebih 10 sampai 15 tahun, dimana kondisi pembakaran mesin telah mengalami penurunan dan barang tentu secara langsung menambah jumlah beribu-ribu polutan di udara bersama dengan zat-zat kimia lainnya. 
Kota-kota besar di dunia, sangat ini mengalami berbagai macama masalah emisi gas-gas buangan yang berasal dari kendaraan transportasi, terutama transportasi kendaraan darat yaitu motor dan mobil yang sangat ini jumlahnya telah hampir setengah panjang jalan raya yang ada di setiap negara di dunia. Pesatnya perkembangan otomatif hanya sedikit dibarengi dengan energi alternatif untuk kendaraan yang bersahabat dengan lingkungan. Penyebabnya adalah salah satu mahalnya bahan bakar alternatif ini dan jumlahnya juga masih relatif sedikit dibandingkan jumlah kendaraan yang dibuat dan jumlah permintaan konsumen terhadap kendaraan bahan bakar bensin lebih banyak. Ini menyangkut faktor selera dan kemampuan keuangan tetapi juga yang paling diinginkan alah kecepatan mobil atau motor sampai ke tujuan tapi hemat bahan bakar (yang tentunya hemat duit). 
Disamping itu, juga menyangkut banyak kendaraan yang tua (sampai ada yang menulis di kaca belakang mobilnya “Maaf, om. Lambat jalannya karena, maklumlah sudah tua) dan masih berkeliaran dengan knalpot yang memekak telinga di jalan raya serta masih memerlukan bahan bakar bensin yang emisi gasnya sangat membahayakan kesehatan dan lingkungan manusia. Pemakaian bahan bakar alternatif masih menghadapi berbagai permasalahan terutama pengadaan bahan bakar gas yaitu stasiun penjualan bahan bakar gas alam sampai saat ini masih sedikit jumlahnya. Dan juga ini merupakan salah satu yang menghambat program langit biru yang banyak dikampanyekan sekarang, baik di negara maju industrinya maupun di negara berkembang. 
EFEK EMISI GAS KE LINGKUNGAN
Program pengendalian pencemaran udara akibat transportasi di Indonesia sudah berlangsung sejak tahun 1992, lalu tahun 1993, Pemerintah melalui Menteri Lingkungan Hidup mengeluarkan kebijakan No. 35 / 1993 tentang bahan mutu emisi gas buang kendaraan bermotor. Jakarta sebagai Ibukota negara RI saat ini menyandang peringkat ke tiga sebagai kota yang tercemar akibat pemakaian bahan bakar fosil yang berlebih-lebihan di dunia ke tiga. 
Dan saat ini, belum ada gejala untuk menurunkan kondisi tersebut secara menyeluruh dari berbagai lapisan karena jumlah kendaraan kian hari meningkat tajam dan sudah mencapai (atau melewati?) angka 4,4 juta unit kendaraan. Dari hasil penelitian beberapa PT dan LSM di bidang lingkungan telah mencatat pencemaran lingkungan akan meningkat menjadi sekitar 150 % pada tahun 1988, dan lebih tinggi pada tahun 1990 yaitu mencapai 100 % atau kandungan timah hitam saat ini sekitar 1,5 Ug per meter kubik. Pada tahun 2000 diperkirakan akan lebih tinggi lagi yaitu 100 %. 
JENIS ZAT POLUTAN. 
Jakarta saat ini hampir mengandung timah hitam diatas satu mikrogram per meter kubik, yang sebagian besar berasal dari emisi gas buang kendaraan bermotor. Bahan bakar fosil selama ini menyumbangkan energi sangat besar pada umat manusia. Tetapi dengan pemakaian yang berlebihan dan daya dukung lingkungan yang semakin menurun, pemakaian bahan bakar fosil perlu dipertimbangkan kembali. Bensin adalah salah satu bahan bakar fosil yang banyak dipergunakan pada kendaraan bermotor. Bahan bakar fosil ini menghasilkan kalor yang tinggi dibandingkan beratnya. 
Hasilnya, kendaraan dapat bergerak relatif jauh dengan hanya sedikit bahan bakar. Sisa pembakaran dari mobil konvensional akan dapat menambah pencemaran polusi udara, karena sejumlah polutan dikeluarkan. Zat polutan tersebut adalah NO2 dan timah hitam (Pb) melalui knalpot. Meskipun kendaraan konvesional (kendaraan yang memakai bahan bakar bensin dan solar) telah dilengkapi perangkat-perangkat anti polusi, orang berkendaraan makin lama semakin bertambah banyak. Pada saat yang sama, kualitas udara terus memburuk dimana-mana di seluruh dunia. Medan sebagai kota metropolitas ke tiga di Indonesia harus belajar dari kejadian-kejadian yang telah menimpa pencemaran polutan udara di Ibulota Jakarta.
Pencemaran yang penting adalah menciptakan lingkungan yang bersih, menghindarkan pemakaian zat-zat kimia yang berlebihan atau juga telah menghentikan pemakaian angkutan kota yang menggunakan banyak zat-zat timbal seperti becak bermotor (dengan catatan, harus dicarikan atau ditemukan alternatif pemecahan agar mereka yang tidak mampu ini mampu tetap hidup tanpa harus menghancurkan pencaharian mereka). Jika hal tersebut dibiarkan maka berbagai jenis penyakit akan menyerang kehidupan manusia seperti kardio vaskuler dan pernafasan, tekanan darah tinggi, gangguanjiwa, penurunan IQ pada anak-anak, kanker dan infertilitas. 
Masalah ini, membutuhkan pemikiran yang sungguh-sungguh dari berbagai komponen ilmu untuk mencari solusi yang terbaik dalam mengatasi pencemaran udara melalui emisi gas buang (knalpot) kendaraan yang sangat diperlukan untuk menjaga kesehatan kita dan kemampuan ekosistim dalam beberapa tahun mendatang masih akan banyak ditemukan polutan udara kendaraan, agar ekosistim Bumi kita bisa dijaga kelestariannya. 
Maklumlah, kita cuma punya satu Planet yang indah yakni Bumi yang diciptakan Allah SWT untuk manusia sebagai kafilah yang unggul di jagad raya ini. Bukan menghancurnnya tapi menjaganya. 

M. Anwar Siregar Geolog, Pemerhati Masalah Lingkungan-Geosfer,
Tulisan ini sudah dimuat pada harian ANALISA MEDAN

FENOMENA ALAM DI DAERAH KHATUSLITIWA : Geologi Disaster

FENOMENA ALAM DI DAERAH KHATUSLITIWA 
Oleh M. Anwar Siregar

Indonesia yang terletak pada daerah khatulistiwa tiap tahun mengalami berbagai macam fenomena alam seperti badai tropis, banjir yang hebat serta fenomena alam lain yang banyak mengambil korban jiwa serta material yang tak terhitung nilainya. 
Didalam benak masyarakat awam pasti tertancap suatu pertanyaan mengenai fenomena alam yang terjadi di daerah khatulistiwa, misalnya bagaimana sebenarnya kejadian fenomena alam itu? Dimana badai tropis lahir Serta dimana badai tropis itu membesar? Dan juga apakah itu hujan salah musim yang terjadi sekali di Indonesia? Badai tropis atau dikenal dengan julukan El Lena lahir di Selatan Pulau Timor dan Nusa Tenggara Timur. Tanda-tandanya melalui citra penginderaan jauh, satelit NOAA yang di peroleh BMG (Badan Meteorologi Geofisika), gejala kehadirannya dapat diketahui melalui pengukuran dari kenaikan suhu permukaan air laut, selama kurang lebih sebulan yaitu di Samudera Indonesia, Laut Maluku dan Teluk Australia. 
Badai Lena bertekanan 980 milibar, kemudian bergerak ke arah Barat, disebelah Selatan Pulau Jawa. Badai ini kemudian menyatu dengan badai tropis lainnya yang masih muda di Australia, menghasilkan badai yang menghebat bila berada diposisi antara 17-18 derajat lintang selatan dan 129-130 derajat bujur timur, mengarah ke Baratdaya. Lena bergerak lagi ke arah timur. Biasanya Badai tropis muncul pada bulan Desember dan jalurnya dari Baratdaya ke daratan Australia karena disebabkan suhu muka air laut di Selatan dingi. Sementara itu tekanan udara yang tinggi di Utara dari daratan Asia di Selatan
PUSAT BADAI TROPIS 
Ada empat kawasan utama tempat lahirnya badai tropis yaitu Timur Tengah dan Asia Selatan, Amerika Tengah dan Amerika Utara, Australia dan Oceani serta kawasan Afrika Tenggara dekat Madagaskar. Masyarakat di daerah itu mempunyai nama tersendiri untuk fenomena alam itu, badai tropis yang terjadi di Asia diberi nama typhoon, orang Australia menjulukinya Willy-willy. Badai di Atlantik biasa disebut Hurricane. Nama yang terakhir ini lalu menjadi nama yang berlaku umum bagi badai atau siklon tropis. 

BADAI TROPIS 
Badai tropis, demikian disebut, karena lahirnya dikawasan tropis dekat khatulistiwa antara lima derajat LU dan lima derajat LS. Kawasan itu masih dipengaruhi oleh efek Carolis atau efek perputaran rotasi bumi, yang mengakibatkan perpindahan udara. Badai tropis mempunyai kecepatan antara 35 hingga 61 kno. Diatas itu, badai tropis berubah nama menjadi siklon atau typhoon. 
Siklon tropis ini setahun dapat terjadi sampai 80 kali. Kerugian akibat terjanganya dapat mencapai 25 milyar dollar AS per tahun. Menurut hukum Ferrel, angin yang bergerak dibelahan Utara jika mencapai khatulistiwa oleh karena gaya Carolis akan memblok ke kanan, sebaliknya, angin yang bertiup dibelahan Selatan menuju khatulistiwa akan dibelokan ke kiri. 
Badai ini terlihat dari satelit geostasioner berbentuk seperti spiral. Jadi di sebelah selatan khatulistiwa akan searah jarum jam, sedangkan di Utara berlawanan. Semua badai tropis lahir dari depresi di permukaan air laut di kawasan berdiameter 200-400 kilometer, yang suhunya harus melewati 27 derajat Celcius. Suhu yang tinggi pada luasan yang cukup akan mensuplai udara diatasnya dengan uap air yang banyak, kadangkala badai tropis bisa juga terjadi pada suhu permukaan air laut 23-24 derajat Celcius, asalkan udara di lintang yang lebih tinggi suhunya lebih dingin. 
Kondisi itu mengakibatkan keadaan tidak stabil pada kolom udara atau tekanan rendah permukaan laut, seringkali terjadi anti siklon (tekanan tinggi yang dikelilingi tekanan rendah) dibagian atas. Langkah selanjutnya, tidak terjadi atau hanya sedikit pergerakan angin arah vertikal atas bawah. Badai tropis yang lahir di selatan khatulistiwa tidak pernah melewati khatulistiwa ke Utara. 
Sebaliknya, badai tropis yang lahir di Utara khatulistiwa tidak pernah mencapai khatulistiwa menuju Selatan. Jadi badai tropis lahir dikwasan tropis tetapi membesar di luar kawasan tropis, biasanya pada garis lintang antara 6-20 derajat. 

UMUR BADAI TROPIS 
Umur badai tropis bervariasi mulai dari hanya beberapa jam hingga tiga minggu. Kebanyakan badai tropis hanya berumur lima sampai sepeluh hari. Kelahiran badai tropis dimulai ketika angin mencapai kecepatan antara 65-87 kilometer per jam. Jika sudah besar biasa menghasilkan angin berkecapatan 118 kilometer per jam meliputi kawasan berdiameter hingga 100 kilometer. Bayangkan, badai tropis besar mampu memindahkan masa udara lebih dari 3.500.000.000 ton per jam. Hujan lebat dan angin kencang yang terjadidi pantai utara Pulau Jawa adalah akibat angin besar akses dari badai Lena. Badai tropis umumnya adalah gerakan awan penuh air yang besar. Hujan lebat biasanya jatuh pada kawasan pesisir sepanjang 500-600 kilometer.
Gambar : Fenomena badai tropis di sekitar Jantung Australia dan Indonesia
(Sumber : Mapblog)
 
BANDELNYA EL NINO, MEMANASNYA PERMUKAAN AIR LAUT 
El Nino, hanyalah julukan bagi sebuah fenomena alam yaitu memanasnya permukaan air laut di Samudera Pasifik yang kadang muncul pada bulan Desember dekat Peru dan Ekuador di Amerika Selatan. Gejala ini kemudian berkembang menjadi arus panas yang menjalar sepanjang khatulistiwa mendekati Indonesia, sampai ke sebelah Timur Pulau Irian. Ulah El Nino itu mengakibatkan munculnya berpuluh-puluh kali musim kemarau kering dan panjang, yang tercatat sejak tahun 1500-an di bilahan Baratdaya Pasifik. 
Kekeringan yang tergolong parah dilamai Indonesia dan Australia pada tahun 1982-1983. El Nino terjadi karena suhu laut diwilayah Pasifik Tengah dan Timur naik, akibatnya di kawasan itu turun banyak hujan dan badai, lebih dari itu angin dan awan bergerak ke kawasan tersebut, berakibat yang ditinggalkan mengalami musim kemarau. 
Gejala El Nino memang terjadi setiap tahun, biasanya selama tiga, empat sampai enem bulan, El Nino sudah dimulai sekitar bulanNovember dan Desember, yang berkaitan erat dengan perputaran bumi dan sistim arus laut. Pada saat El Nino merajalela, bukan hanya bagian Barat Pasifik yang terkena dampaknya tetapi juga di sebalah Timurnya. 
Jika Indonesia dan Australia mengalami musim kemarau yang kering, sebaliknya Peru dan Ekuador mendapat hujan yang sangat lebat sehingga menyebabkan banjir yang hebat. Pada saat itu datang segerombolan badai mengamuk di California, Amerika Serikat atau juga bersamaan dengan munculnya topan Betty dan carry yang melanda belahan Timur Philipina. Topan itu mengakibatkan gelombang udara bergerak ke arah Barat melewati Cina Selatansampai Bangladesh. 
Hal itu pula mengakibatkan terjadinya banjir besar merenggut ratusan jiwa di Bangladesh. Fenomena alam yang meluas ini memang menganut hukum sebab akibat. Para ahli meteorologi dan geofisika berkeyakinan bah wa El Nino akrab hubungannya dengan pola perpindahan udara di daerah tropis Samudera Pasifik.
Mereka menjelaskan perubahan arah angin yang menyebabkan perubahan suhu dan sirkulasi di Samudera ini kemudian mengalami gangguan pergerakan udara dan arus samudera. Perubahan ini tidak lain dari posisinya di 23,5 derajat lintang selatan yang bergeser kearah Utara dan intensitas pemanasan meningkat. Pendek kata, selama sebagian belahan bumi ini dilanda kekeringan sebagian bumi lain kebanjiran. Kedua musibah itu adalah bencana alam yang tak bisa dipastikan kemunculannya.

FENOMENA HUJAN SALAH MUSIM
 “hujan salah musim” didaerah Indonesia bisa disebabkan olek faktor terjadinya gangguan permanen yaitu adanya lembah atau palung tekanan udara di Selatan Jawa yang menerobos jantung Benua Australia. Karena gangguan permanen, artinya tak perlu dicemaskan berlama-lama, karena akhirnya akan hilang sendiri. Implikasinya yang ditimbulkannya yang justru diperhitungkan serius. 
ENSO El Nino Seoul Ossilation tengah mengalami desingtegrasi, akibatnya akan terjadi arus balik penumpukan energi di kawasan Indonesia.
 Gambar 25 : Fenomena Angin dan Badai di Khatulistiwa Indonesia

(sumber dari berbagai sumber)
PALUNG SELATAN 
Palung selatan lahir sebagai akibat pergerakan ke Timur rangkaian sistim tekanan tinggi dan tekanan rendah udara sub tropik belahan Bumi Selatan. Formasinya yang berorientasi paralel garis lintang, tidak jarang jika intensitas hujan dukup dalam, ujung dari ekornya menggapai Ekuador. Jika kebetulan eksistensinya sefase dengan perengganan dingin (cold-front) di belahan Utara Bumi, intensitasnya biasanya meningkat. Pergerakan udara yang terperangkap palung selatan, cirinya menjadi sinklinal dan sifatnya konveksi atau meningkat. 
Akibatnya udara di dalam dan sekitarnya mengalami destabilitasi. Ini identik dengan cuaca jelek. Pada hasil rekaman cuaca, keberadaan palung ini ditandai oleh bentangan awan putih yang tebal, dan menyerupai lengan biola atau sirip ikan hiu. Tahun ini, selain frekuensinya cukup rapat, sering pulamenerobos jantung Benua Australia sehingga ekornya leluasa melibas Sumatera Selatan dan jawa. 
Mengapa palung selatang bisa leluasa menerobos jantung Benua Australia? Penyebabnya adalah tekanan udara di Benua Australia terus turun dengan dratisnya sejak bulan April 1992 lalu, yang sebelumnya bergerak naik. Implikasinya, ossilasi selatan loyo, ENSO terpaksa kehilangan salah satu tenaga pembangkitnya dan berangsur beralih rupa menjadi El Nino. 
Samudera Hindia sejak pasca monsum musim panas tahun 1991 memiliki cadangan energi yang sangat besar. Limpahannya sangat menjamin keberadaan awan tebal dan cuaca buruk di atas Pulau Sumatera, para ahli sulit menerapkan apakah medan awan ini bagian dari sistim palung monsum panas atau bukan, sebab bipolarisasi tekanan udara antara Teluk Persia dan Australia sebagai ciri utama hadirnya sistim monsum tidak jelas wujudnya. 
Penyebab lain dari terjadinya tekanan rendah adalah keterlambatan laju pemerosotan ossilasi selatan dan besar variasi yang ada sampai menimbulkan depresiasi. Yang sebab musabahnya tidak diketahui, dimana ossilasi selatan berbalik haluan ditengah jalan menimbulkan fase puncak (peak fhase) ketika intensifikasi pemanasan terjadi di Pasifik Tengah dan bukan fase dewasa, tak kala intensifikasi itu terjadi di Pasifik Timur (Pantai Peru da Equador) yang menyebabkan kebanjiran hebat (musim hujan lebat) dan musim kemarau di Indonesia dan Australia.

Diterbitkan oleh Tabloid “SAINTEK ITM” Medan Edisi Maret 1997.
M. Anwar Siregar Geolog, pemerhati Masalah Lingkungan dan Geosfer

TSUNAMI DAHSYAT ANCAM JAKARTA : Geologi Gempa

TSUNAMI DAHSYAT ANCAM JAKARTA 
Oleh : M. ANWAR SIREGAR 
Eskalasi gempa bumi masih terus berlangsung disegala penjuru permukaan bumi Nusantara, akibat giatnya gaya geologi endogen terus menerus membangun dan mendorong kegiatan blok batuan dengan adanya pemekaran di Samudera Hindia. 
Menggerakan lempeng-lempeng dunia yang ada disekitar wilayah Indonesia untuk terus melakukan tekanan dan penghancuran kerak bumi yang berakhir dengan rentetan gempa-gempa besar mengancam wilayah yang dianggap aman dari ancaman tsunami seperti kota Jakarta melalui strategis gempa berskala sedang hingga puncak tahapan satu telah dimulai dari Aceh-Nikobar menuju Yogya lalu sebagian Jateng dan Jabar kemudian wilayah Lampung dan Banten di Selat Sunda. 
Jakarta diperkirakan masuk tahapan kedua, bersiaplah. Peristiwa gempa besar yang terjadi di Pantai Barat Sumatera pada tahun 2004-2005 telah memberikan efek tekanan yang kuat terhadap Blok Patahan Jawa, karena arah gempa dan penyaluran energi seismic telah mendesak dan menyalurkan energi ke ruas-ruas patahan yang sudah lama tidak menghasilkan fenomena kegempaan besar di Selat Sunda. 
Terjadinya gempa bumi merusak dan disertai tsunami di Jawa dalam waktu dua hari, dari tanggal 17 Juli 2006 dengan tiga kali gelombang gempa cukup kuat dengan jarak episentrum cukup dekat ke daratan Jawa sekitar 100-150 km dengan kekuatan 6,8 Skala Richter (SR) dengan kedalaman 30 km. 
Sebenarnya adalah akibat dari kumpulan energi yang tertekan pada kejadian gempa Yoyakarta tanggal 27 Mei 2006, lalu menekan blok-blok batuan yang belum stabil dari berbagai rak tekanan, tegangan dan regangan dengan melalui jalur patahan kea rah Timurlaut, menuju kearah Jawa Barat dengan terjadi lagi gempa kedua yaitu tanggal 19 juli 2006 di Selat Sunda akibat belum stabilnya pergerakan lempeng dari akumulasi gempa Yogya dan Jawa Tengah serta Jawa Barat di Selatan Jawa. 
Kondisi geologi didaerah Jawa dan Sumatera merupakan zona pertemuan dua Lempeng Benua Indo-Australia dan Eurasia pada kedalaman lebih 30 km, yang diikuti tsunami karena focus gempa sangat dangkal dengan intensitas 6,8 SR (7,2 SR menurut USGS) sudah termasuk gempa kuat, pola sesar di zona subduksi ini adalah gerakan sesar naik dan mengalami deformasi keretakan besar dapat mencapai 100 km hingga 1000 km, untuk mengguncang wilayah yang luas. Gaya tekan menekan dalam blok batuan dipinggir perbatasan antara dua lempeng Benua itu dapat menyebabkan gempa, karena Bumi tidak membesar, maka diperlukan “ruang” yang cukup agar lempeng bias tetap aman ditempat dengan cara bergerak mendesak atau “mengusir” lempeng kecil seperti Lempeng Sunda. 
Selama “kelakuan” ini berlangsung, maka tidak ada wilayah yang aman atau luput dari ancaman gempa bumi. Sebagai bukti untuk menegaskan hal tersebut dapat dilihat dari bencana di Kota Agadir hanya berkekuatan sedang 5.8 SR, kota yang dianggap aman dari bencana gempa bias hancur. Begitu juga kota Meksiko akibat durasi kegempaan yang tinggi di Pantai Barat Amerika, kota Meksiko daerah aman dengan zonasi kegempaan III, seperti kota Jakarta ternyata hancur oleh kegempaan besar dengan kekuatan 8.0 Skala Richter. 
ANCAMAN TSUNAMI 
Mewaspadai fenomena kegempaan strategis yang dapat menghancurkan kota Jakarta yang meliputi areal yang sangat luas, dapat dilihat dari posisi geografis kota Jakarta yang berada di batas pertemuan konvergen antar lempeng-lempeng dunia yang saling bertumbukan. Yang merupakan sumber ancaman utama bagi kota Jakarta, baik dalam wujud gempa tektonik didaratan melalui keaktifan sesar-sesar Jawa dan tsunami dilautan melalui Pantai Barat dan gempa super vulkanik di Selat Sunda serta kegempaan yang terus menerus di Selatan Jawa. 
Yang mesti diwaspadai bagi kota Jakarta dan Lampung adalah sumber gempa yang terjadi di Lautan. Karena umumnya gempa di Indonesia selalu terjadi di Samudera Hindia yang selalu mengancam wilayah disekitarnya, rata-rata kedalaman gempa sekitar 40 km dibawah permukaan laut dengan efek goncangan dapat mencapai kawasanradius 100-300 km dengan intensitas kekuatan gempa diatas 6,5 SR. Telah diketahui juga, bahwa Laut Jawa tidak aman bagi tata ruang wilayah Jakarta, karena disekitar Kepulauan Seribu dapat dilihat adanya gejala patahan yang berbentuk garis lurus dengan patahan bercabang, dapat berfungsi sebagai sarana jalan bagi tsunami ke daratan pantai Utara Jakarta. 
Bila arah gempa menerus kearah Laut Jawa dari Selat Sunda, gejalannya telah dimulai pada gempa tanggal 19 Juli 2006 di Ujungkulon dengan kekuatan gempa 6,2 SR. Melihat arah kejadian gempa tanggal 19 Juli 2006, yang menyerong kearah Baratlaut dari arah Timurlaut ke Selat Sunda, dengan efek perambatan gelombang mencapai 200 kilometer ke daratan Jabotateka dengan kekuatan gempa antara 6-7 SR dengan posisi pusat gempa pada titik 6,54o Lintang Selatan dan 105,2o Bujur Timur, dengan episentrum di Selatan Ujungkulon di Selat Sunda (Sumber BMG), sudah termasuk gempa dangkal dengan kedalaman 48 km, dengan jarak ke kota Jakarta hanya sekitar 192 km, sangat dekat dan sepertinya ancaman tsunami sedang “mengincar” kota Jakarta, ini tidak jauh beda dengan kota Meksiko melalui durasi kegempaan yang terus menerus di Pantai Barat Amerika dan penumbukan antar lempeng benua dan penggerakan Lempeng Juan de Fuca dan Patahan San Andreas yang terus mengalami gangguan akibat gerak Lempeng Pasifik-Carolina di Amerika Serikat. 
Bila Terjadi lagi gempa disekitar Selat Sunda, dapat dipastikan akan menghasilkan gempa yang lebih besar, gempa yang terjadi dalam kurun 2 bulan ini dimulai dari gempa Yogya hingga ke Selat Sunda adalah awal dari gempa berskala lebih besar, dan kini telah mendesak kea rah Selatan di Selat Sunda diantara dua pulau besar Indonesia. Dapat menghasilkan gempa strategis bagi kawasan Propinsi Banten dan DKI Jakarta.
Strategis tsunami di Selat Sunda ke Jawa Barat bagian Tenggara melalui berbagaitekanan terhadap dua lempeng di bumi Indonesia (Sumber Dongeng Geologi)

GEMPA SELAT SUNDA 
Bahwa subduksi dapat menyebabkan gempa bumi bisa saja segera diikuti oleh gempa lainnya yang berlokasi dekat dalam patahan regional, yang kini baru saja terjadi di Selatan Jawa dengan tiga kali gelombang yang cukup kuat dan dua hari kemudian terjadi lagi gempa di Selat Sunda yang dapat menekan kestabilan dapur magma gunung berapi super Krakatau yang telah berumur 123 tahun dapat menghasilkan gempa bumi strategis pada kawasan subduksi dengan ketebalan lempeng yang sangat tipis dan daerah yang sering mengalami gempa adalah daerah kerentanan geologis yang tinggi. 
Kondisi gempa seperti ini sedang mengancam wilayah Jakarta hingga Baratl Laut Jawa, yang harus diwaspadai Jakarta, Sumatera Selatan serta Banten dan Lampung. Doprediksi gempa di Selat Sunda dapat mencapai kekuatan diatas 8.0 SR dengan pola sesar geser vertikal dan disertai tsunami dahsyat. Faktor kondisi strategis geologi seperti ini dapat saja terjadi yaitu : Pertama, belum stabilnya kondisi batuan dari gempa-gempa terdahulu dalam kurun 2 tahun terakhir di Pantai Barat Sumatera hingga ke Selatan Blok Patahan Jawa, efek gempa besar telah dimulai tahapan I di Aceh-Nikobar dan telah mendesak Lempeng Daratan Sumatera dan memicu 11 dari 21 lembah tektonik dengan konsentrasi pada patahan besar Sumatera pada segmen di Patahan Renun-Toru-Toba-Sumpur dengan adanya gempa di wilayah Tapanuli serta pada segmen di Patahan Semangko dan Selat Sunda yang embujur sepanjang Pulau Sumatera dengan terjadinya gempa berskala sedang di Lampung dan Bengkulu selama dua bulan terakhir ini. 
Kedua, penekanan Lempeng Samudera terhadap Lempeng Jawa dapat menambah tekanan energi gempa yang berada di sesar aktif Jawa akibat aktivitas dua lempeng di ujung Sumatera di Selat Sunda yang saling menumbuk dengan menimbulkan patahan naik di ujung Lempeng Eurasia, dapat menggangu dapur magma gunungapi Krakatau yang dapat menyebabkan instabilitas pada kawasan subduksi yang berjarak dekat. Dan jarak sesar di Jawa seperti Sesar Opak, Sesar Cimandiri dan Sesar Baribis antara 40-60 km. 
Ketiga, gempa tsunami masih berlangsung di wilayah Indonesia di Selat Sunda, dengan berbalik gerak tekanan energi seismik menuju ke Utara Laut Jawa dapat membangkitkan energi gempa terdahulu terutama pada patahan di Selat Sunda, hal ini dapat diketahui oleh pola pergerakan sesar geser naik di 2 (dua) ujung pulau, merupakan kelanjutan dari gempa disebelah Selatan Jawa dengan model penunjaman lempeng, dari Barat Lempeng Sumatera kearah Tenggara Selat Sunda menuju Selatan Pulau Jawa ke Timur arah Bali selanjutnya menuju NTT dan NTB, lalu berbalik arah lagi kearah Timur yang datang dari Lempeng Samudera Pasifik ke arah Lempeng Eurasia untuk melakukan tekanan lebih instensif di Selat Sunda, guna menekan blok batuan di wilayah Lampung dan Banten. 
Dengan mengalami deformasi patahan akan terus bergerak menimbulkan getaran gempa karena terus mencari keseimbangan baru. Syarat gempa tsunamis di Selat Sunda sudah memenuhi ketentuan gempa strategis karena adanya patahan hingga 4.000 m dengan palung dalam dengan kedalaman 6.500 meter serta pola sesar naik, fokus gempa dangkal dan magnitudo yang besar, terjadi dislokasi (perubahan arah pergerakan) di dasar laut, cukup untuk ”mengincar” Jakarta, lewat Tangerang dan Laut Jawa. 
Dipastikan Propinsi Banten belum mempersiapkan sistem peringatan dini dan memudahkan gelombang tsunami semakin jauh kedalam wilayah Jakarta. Dan diwilayah Jakarta itu banyak ditemukan kanal-kanal banjir yang berhubungan langsung dengan ke Teluk Jakarta, akan ada jalan tol bagi tsunami ke daerah dalam Jakarta.  
SIAPKAH JAKARTA 
Jakarta sudah harus mempersiapkan sistem pembangunan tata ruang wilayah yang berbasis kegempaan lokal dalam mengantisipasi kerawanan bencana gempa. Wilayah Jakarta termasuk kategori zonasi III bencana, bukan berarti aman terhadap bencana maut gempa dan terutama gempa tsunamis dari berbagai arah yang melingkupi daratan Jakarta yang terbuka dari arah Laut Jawa. Sudah siapkah Jakarta menghadapi ancaman bencana maut? 
Diterbitkan oleh Surat Kabar Harian ”WASPADA” Medan, tanggal 22 Juli 2006

PELAJARAN DARI GEMPA BUMI YOGYA : Geologi Gempa

PELAJARAN DARI GEMPA BUMI YOGYA 
Oleh : M. ANWAR SIREGAR
Kerentanan geologis dari tubuh bumi Indonesia sangat embutuhkan perhatian ekstra dalam usaha mengendalikan jumlah korban-korban bencana, serta diperlukan kesadaran masyarakat untuk memahami jenis-jenis bencana yang ada dalam satu wilayah di daerah masing-masing karena siklus geologi masih terus berlangsung. Seperti yang sudah disepakati oleh ahli Geologi Asia Pasifik salah satu daerah di Sumatera akan mengalami bencana dahsyat baik dalam wujud gempa bumi tektonik di daratan maupun di lautan. Daerah ini berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Disini Pemerintah Pusat dan Daerah wajib membangun kota dengan bertumpukan informasi geologi yang dianggap perlu sebelum pembangunan fisik dimulai agar efek traumatic bencana tidak terus menerus menjalar ke daerah yang lain. Perlu diketahui juga di wilayah Indonesia tidak aman dari berbagai ancaman alam. Sekali lagi ditegaskan, perlunya informasi geologi untuk pembangunan agar dapat mengurangi jumlah kehancuran bangunan dan manusia. Pembangunan yang berbasis kerentanan geologis sangat diperlu di era globalisasi sekarang ini.
PERLUNYA SABUK HIJAU 
Untuk pembangunan kawasan hunian di Nias, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Padang, Bengkulu, Lampung, Liwa, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Bali, NTB, NTT, Kepulauan Maluku, Manado, dan Minahasa, Palu dan Irjabar sebaiknya berkoordinasi dengan dinas ESDM dan Bappeda guna mendapatkan data-data geologi detail ruang wilayah, penentuan zonasi wilayah yang layak atau tidak untuk dibangun. Sebab, hamper 70 persen bangunan di Indonesia dibangun didaerah bahaya dan banyak menelan korban. Selain gempa, gerakan tanah (longsoran) termasuk bencana alam yang banyak terjadi di Indonesia karena tanah di Indonesia umumnya jenis tanah lempung yang berkarakteristik mudah lepas. 
Untuk pembangunan kawasan bisnis pada daerah pantai sekarang ini, sudah harus diwajibkan adanya kawasan penyangga (buffer zone) yang berfungsi sebagai “sabuk hijau” yang ditanami mangrove untuk kawasan pantai berawa, memiliki serabut akar yang kuat dan mampu meredam dan memecahkan gelombang (break water). Penegakan hukum lingkungan dan perizinan bangunan sebaiknya diperketat lagi agar hutan dan terumbu karang tidak mengalami penghancuran yang lebih parah. Terbukti Aceh dan Nias hampir hancur karena tidak adanya pengaman bencana. 
Dan sekarang berlanjut dengan musibah banjir dan bencana longsor akibat dari kebandelan kita yang menghancurkan ekologi bumi yang berfungsi sebagai keseimbangan ekosistim. Ini sudah harus dijadikan pelajaran yang berharga dalam merencanakan pembangunan infrastruktur dan pemanfaatan hasil alam. Salah satunya adalah tidak melakukan penghancuran kawasan hijau terutama hutan mangrove disekitar pantai dalam mengantisipasi bencana yang lebih dari kehancuran Aceh dan Nias. Hutan mangrove (hutan bakau) dapat digunakan sebagai pengaman bencana, karena kemampuan akar yang rapat dapat meredam 50 % energi gelombang, lebar jalur mangrove dapat sekitar 200 meter dari pantai dengan ketingginya sekitar 10-15 meter. Hutan mangrove di Indonesia sangat ini sama dengan terumbu karang mengalami tahap penghancuran fisik dan pertumbuhannya karena pembangunan hotel menjorok ke laut. Jarak atau lebar untuk pembangunan fisik yang ideal ke pantai minimal 5 kilometer sebagai daerah sanggahan yang tidak boleh di huni. Dan berfungsi sebagai media jalan bagi penduduk ke daerah amandari tsunami. 
Yang perlu diwaspadai adalah terumbu karang. Terumbu Karang dapat menceritakan sejarah gempa bumi dan naik turunnya pulau karena gempa dan pergerakan lempeng. Pemantauan sejarah gempa di pantai dapat dilihat dari bentuk karang-karang laut yang disebut mikroatol yang tumbuh di perairan dangkal seperti pantai. Tetapi kenyataan yang terjadi sekarang, terumbu karang di Indonesia justrunya telah mengalami kehancuran akibat bisnis penjualan karang untuk keindahan taman di suatu kimpleks perumahan elite tertentu.
Seharusnya terumbu karang di Indonesia dapat memberikan aset yang berharga bagi keterlindungan dan meredam (pemecah gelombang) dari pembunuh alamiah seperti tsunamis ke daratan. Terumbu karang juga dapat memberi keterlindungan tanah-tanah di dekat pantai dari kekuatan erosi laut. Terumbu Karang memang akan mati bila dasar laut tempatnya berpijak terangkat ke atas permukaan air. Namun bila masih ada bagian dibawah air, maka karang yang terendam itu akan tumbuh . Bila permukaan air laut turun hingga meredam seluruh karang karena proses geologis dan tektonis, maka bagian atas koral tumbuh lagi.
KERENTANAN GEOLOGIS 
Pelajaran dari gempa tsunami di Aceh dan Nias telah mengingatkan kita untuk mempersiapkan segalanya, karena bencana sebenarnya sudah sering berlangsung di Indonesia ternyata kita masih lamban. Akibatnya banyak korban, kehancuran ekologi, kehancuran infrastruktur dan menambah beban keuangan untuk pembangaunan serta menumpukkan beban utang Negara menyebabkan jurang kemiskinan semakin tinggi dan berakhir dengan kemerosotan sumber daya manusia. 
Sekarang Yogyakarta mengalami bencana, bukan karena kedahsyatan tsunami, melainkan kelemahan bangunan dan kekuatan tanah tempat berpijaknya bangunan itu, mengalami amplifikasi seismik karena jenis tanah umumnya dari lapisan tanah lempung dan skiss yang mudah rapuh. Padahal sudah ada data-data geologis daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah yang detail dari hasil penelitian dan pemetaan kerentanan geologis, bahwa di daerah ini ada zona batuan yang mengalami penguncian, kalau di Sumatera gerak lempeng daratan terdorong dari Selatan kea rah Utara hingga ke batas Aceh-Sumatera Utara, maka di Jawa berarah dari Barat- Baratdaya ke Timur-Timurlaut di Jawa Timur, akibatnya Yogyakarta yang ada di wilayah ini mengalami pendesakan, seperti yang dialami Aceh terutama di daerah Tapak Tuan dan Kutacane, dan arah pusat gempa ada dilautan dengan pusat kedalaman gempa sekitar 33 km dan termasuk gempa dangkal yang sangat merusak.
MENINGKATKAN SDM 
Pemerintah harus mendorong semangat pemuda untuk meningkatkan SDM dibidang penelitian, dengan meningkatkan anggaran pendidikan dan kesejahteraan para peniliti agar mau terjun ke bidang pekerjaan yang “kering” karena untuk bidang penelitian kebumian masih rendah terutama di bidang disiplin ilmu geologi dan geofisika. 
Lulusan sarjana di dua bidang ini di Indonesia sekitar 90 persen hanya mau bekerja di bidang yang berkaitan dengan pertambangan dan perminyakan pada perusahaan perminyakan yang banyak menyebar di wilayah tanah air, karena suatu bidang “basah” yang menjanjikan kehidupan mewah karena pendapatan yang melimpah. Sedangkan penelitian tentang gempa bumi dan gunung berapi yang berisiko tinggi menjadi lapangan yang gersang. Sangat berbanding terbalik dengan bencana yang terjadi sekarang dan menyebabkan negeri ini makin tertinggal jauh dengan Negara-negara tetangganya.

Diterbitkan oleh Surat Kabar Harian “WASPADA” Medan, Tanggal 5 Juni 2006

TITIK LEMAH BUMI INDONESIA : Geologi Gempa

TITIK LEMAH BUMI INDONESIA 
Oleh : M. ANWAR SIREGAR



Gambar 16 : Peta sebaran lempeng tektonik di dunia yang mengepung dan mengubah kondisi geologis wilayah Indonesia setiap tahun dengan zona subduksi dan konvergensi
 
Bumi Indonesia sejak awal pembentukannya telah mengalami aktivitas pergerakan lempeng yang terus menerus sepanjang tahun dan menghadirikan fenomena kegempaan serta perluasan Samudera Hindia. Hal itu mengubah terus menerus posisi letak geologis Indonesia terhadap pembentukan bumi dalam menuju keseimbangan pergerakan lempeng-lempeng di permukaan bumi. 
Bumi Indonesia juga sebagai pusat aktivitas segala yang berhubungan kegempaan, tsunami dan kegunungapian. Anomaly negative dan anomlai positif (penurunan dan pengangkatan permukaan Pulau), pemekaranan lantai/dasar samudera, pusat-pusat subduksi gempa besar dunia berada di kawasan laut dan daratan Indonesia. 
Dan Indonesia juga merupakan sebuah laboratorium yang sangat dinamis dalam mempelajari dinamika bencana dimuka bumi. Dan diramalkan suatu kelak Indonesia akan menghasilkan fenomena gempa benumi strategis yang meliputi kawasan ribuan kilometer. Sekarang ini, Bumi Indonesia semakin terkoyak setelah terjadinya gempa besar di awal abad 21 yang mampu merenggut korban jiwa mencapai 200.000 jiwa di Aceh dan termasuk gempa tsunami terbesar tercatat dalam sejarah manusia modern. 
Gejala-gejala gempa kuat kini mulai terasakan kearah Selatan menuju Mentawai, Jawa, dan NTT serta Papua dan Irjabar dalam kurun enam bulan terakhir ini termasuk pada hari sabtu, 27 Mei 2006 terjadi gempa yang cukup kuatdirasakan didua Propinsi di Pulau Jawa yaitu Yoyakarta dan Jawa Tengah yang menewaskan ribuan orang dan merusak ratusan ribu rumah penduduk, sekolah, mesjid, perkantoran dll. 
BLOK BATUAN RAPUH 
Indonesia dikatakan sebagai Negara yang rawan gwmpa dan sebagai kawasan titik lemah bola bumi adalah disebabkan oleh karena kerapuhan struktur blok batuannya, akibat dari pembenturan lempeng-lempeng raksasa yang ada disekitar wilayah Indonesia. Ini bias terlihat dari struktur kerah bumi Indonesia yang merupaka struktur lapisan blok batuan yang sangat rapuh dengan ketebalan antara 40-120 kilometer dan mdah mengalami pematahan oleh aktivitas lempeng yang selalu bergerak mendesak Lempeng Sunda dan Lempeng Sahul. 
Dengan struktur blok batuan yang tipis dapat mengakibatkan terjadinya deformasi (perubahan bentuk) yang mudah mengalami penghancuran akibatnya adanya pembentukan batuan yang lebih mudah untuk menggantikan batuan yang lebih tua. Batuan yang lebih muda belum mengalami pemadatan karena terus menerus mengalami gangguan oleh pergerakan beberapa lempeng dalam menuju proses keseimbangan yang tetap. 
Akibat pergerakan lempeng-lempeng di kawasan bumi Indonesia, blok batuan mengalami tarikan dan tekanan yang menimbulkan ketegangan di antara blok batuan diperbatasan lempeng antara dua lempeng maupun pemisahan lempeng yang dapat menyebabkan terobeknya perut bumi Indonesia dalam bentuk akumulasi energi. Pelepasan energi dapat berlangsung dalam hitungan waktu tertentu, bias oleh peristiwa jangka 5,10, 50,100-200 tahun kemudian. Yang kemudian dirasakan sebagai gempa yang merusak. 
ZONA RAWAN TABRAKAN 
Bagai sabuk penyalur raksasa, wilayah Indonesia di anggap lebar dan merupakan tempat pertemuaan dan persinggungan lempeng-lempeng besar dan kecil, karena bumi tidak membesar maka pergerakan lempeng di wilayah Indonesia akan saling bertabrakan. Dan akan membentuk zona subduksi yang banyak ditemukan di sepanjang Pantai Barat Sumatera, Laut Jawa, Laut Flores, Kepulauan Maluku dan Irjabar, dan berdampingan dengan zona lingkaran api atau rangkaian gunung berapi. 
Kerawanan tabrakan antar lempeng di wilayah Indonesia akan mengakibatkan perubahan-perubahan geologis yang terjadi dan dapat menimbulkan bencana hebat bagi Indonesia dan Negara-negara yang ada disekitarnya. Hal ini dikondisikan oleh faktor geografis dimana negara-negara tersebut berada dalam tatanan geologis yang sama atau berdekatan dengan zona subduksi sebagai pusat dan sumber gempa yang terjadi.
Perubahan geologis yang dapat terjadi di wilayah Indonesia akibat “perkelahian” lempeng adalah : Pertama, pinggiran lempeng dapat saling bergeser dalam serangkaian kejutan, yang menyebabkan terjadinya gempa bumi. Seperti terjadi pada Lempeng Carolina (Amerika Utara) dengan Lempeng Pasifik di Selatan Kawasan Indonesia Timur, maupun antara Lempeng Eurasia dengan Lempeng Indo-Australia, serta Lempeng Pasifik dengan Lempeng Eurasia. Terdapat 15 lebih zona subduksi besar, tidak jauh dari lokasi ini terdapat rangkaian gunung berapi aktif (berada dipinggir Lempeng Pasifik). Perubahan geologi yang dialami pada wilayah Kepulauan Nias, Kepulauan Simeulue, Kepulauan Maluku dan Irian Jaya Barat dan Papua dengan adanya pengangkatan dan penurunan pulau-pulau vulkanik. 
Kedua, Satu lempengan yang dapat dipaksa ke bawah yang lain atau saling menekan dengan menumbukan bagian pinggiran lempeng. Gerakan ini dapat juga menyebabkan terjadinya gempa bumi di Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia. Kawasan yang teraktif mengalami perubahan geologis adalah Kawasan Pantai Barat Sumatera yang “dikerjakan” oleh aktivitas Lempeng Indo-Australia berhadapan dengan Lempeng Eurasia. Bencana di sepanjang patahan regional Pantai Barat Sumatera ini menyebabkan daratan Aceh hingga Flores telah bergeser sejauh 2-4 cm per tahun untuk mendekati Benua Asia. 
Ketiga, lempeng dapat bertabrakan sedemikian rupa sehingga pinggiran lempeng membentuk kericut dan terdorong ke atas yang menyebabkan letusan dan gempa serta pembentukan pegunungan baru dalam wilayah yang sempit. Lempeng itu mencair dan menciptakan magma naik melalui gunung-gunung yang terbentuk di daerah pertemuan lempeng karena Lempeng Pasifik memiliki ketebalan sangat tipis 40-120 km yang maju akan dihancurkan karena ketebalan Lempeng Eurasia relative berat dan tebal. Di daerah ini akan terbentuk rangkaian pegunungan atau busur-busur kepulauan seperti Pulau di sekitar Kepulauan Maluku, Pulau-pulau vulkanik di Asia Pasifik hingga ke Hawaii dan Pulau-pulau di Jepang. 
ZONA KEGEMPAAN BESAR 
Akibat pergerakan lempeng-lempeng besar dari Lempeng Indo-Australia, Lempeng Carolina-Pasifik-Philipina dan Lempeng Eurasia maka di wilayah perairan Laut Pasifik, laut Sulawesi dan Samudera Indonesia akan ditemukan lokasi pembangkit aktivitas vulkanik dan tektonik yaitu zona subduksi sebagai pusat dan sumber gempa bumi. Sehingga tidaklah mengherankan bahwa Indonesia merupakan daerah titik lemah bumi yang sering mengalami gempa dan banyak ditemukan gunung berapi yang masih aktifbaik didaratan maupun dibawah permukaan laut. 
Zona kegempaan besar di Indonesia dimulai dari jalur pertemuan konvergen antara Lempeng Sunda dari Palung Nikobar, Burma Utara sampai dimana Benua Australia dan Indonesia Timur saling bersentuhan pada paparan Lempeng Sahul. Dan menerus ke Kepulauan Maluku, Sulawesi hingga Lempeng Fhilipina dan Pasifik. Zona-zona subduksi kegempaan besar itu terdapat di utara Aceh, di Kepulauan Nias dengan Pulau Banyak (Simeulue), Pulau-pulau di Mentawai, Pulau Enggano dengan Samudera Hindia, Selat Sunda di sekitar Gunungapi Krakatau, sepanjang perairan laut Samudera Indonesia di sekitar Pulau Jawa menerus ke Selat Bali dan Nusa Tenggara Barat dan Timur, di Laut Timor Leste, melingkar ke Kepulauan Tanzibar, menerus ke Kepulauan Banda Neira, Ambon dan halmeheira hingga ke Palung Laut Dalam di Fhilipina Selatan. 
Dengan memperhatikan geografis subduksi Indonesia, diharapkan Pemerintah Daerah dapat mempersiapkan pembangunan ke ruangan wilayah yang berbasis kegempaan lokal dan setiap perencana pembangunan infrastruktur harus berlandaskan informasi kerentanan geologis dalam mempersiapkan mitigasi sedini mungkin untuk menghindari kemungkinan jatuhnya korban yang besar.
Tulisan ini sudah pernah diterbitkan HARIAN WASPADA MEDAN

Related Posts :