Dec 3, 2012

Gempa Mentawai Masih Ancam Padang : Geologi Gempa

GEMPA MENTAWAI MASIH ANCAM PADANG 
Oleh M. Anwar Siregar 
Gempa Sumatera Barat 30 September 2009 dan Gempa Mentawai Oktober 2010, merupakan gempa dengan titik bidik yang lebih kuat di tujukan ke tata ruang kota-kota besar di Pulau Sumatera terutama Padang yang memiliki kontur topografi yang rendah dimasa mendatang. Dalam rentang dua tahun kejadian gempa, ancaman gempa Mentawai belumlah final, melainkan masih dalam taraf pemanasan, diperkirakan sebelum tahun 2033, siklus pelepasan energi yang hebat sebenarnya menunggu waktu, dalam rentang waktu itu pemerintah Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Bengkulu maupun NAD sebaiknya mempersiapkan tata ruang pesisir yang berbasis kegempaan lokal. 
Banyak faktor yang membuktikan hal tersebut bisa saja terjadi dengan tsunami maut terjadi lagi di Pantai Barat Sumatera dalam jangka waktu yang belum dipastikan dengan berbagai asumsi ilmiah yaitu asumsi pertama menyebutkan terlebih dahulu terjadi pematahan kulit bumi Palung Laut Jawa khususnya dalam koridor sepanjang patahan regional Pantai Barat Indonesia dengan adanya gempa gunung vulkanik di bawah laut yang masih aktif dengan memberikan tekanan efektif dan kuat ke patahan Mentawai dari Pagai Selatan ke Utara lalu megatrush gempa Nias ke patahan megatrush Aceh-Nikobar, 
Hal tersebut dipicu oleh pengaruh tektonik jalur Andaman-Nikobar yang memanjang dari Utara Pulau Sumatera hingga ke Pantai Timur. Terlebih kota Padang yang berjarak 100 kilometer dari zona patahan Mentawai diantara Pulau Pagai Utara dan Pagai Selatan dan sebagai zona penahan (locking zone) terhadap desakan subduksi di jalur Benioff (jalur bergempa) di Lempeng Australia disebelah selatannya dan ketinggian topografi kota Padang mulai 5-25 meter dari permukaan air laut (dpl).

 Gambar : Ancaman Mentawai megathrust ke Daratan Padang dan Sumatera, jalur Sunda Megathrust yang memanjang dari utara Simeulue ke Enggano, cermin begitu kuatnya enerhi gempa yang akan dilepaskan
(sumber gambar dari berbagai literatur)

Tsunami Mentawai dapat ditimbulkan jika pusat gempa tersebut terjadi ke arah timur ke Padang dengan kedalaman 10 kilometer dibawah dasar laut. Asumsi kedua, gempa yang terjadi tahun 2010 lalu masih merupakan gempa dengan pelepasan energi skala kecil, energi yang dilepaskan itu tidak menerus ke utara Pulau Pagai Utara karena kejadian gempa Mentawai tahun 2010 terjadi di selatan dan tertahan berbagai rangkaian pulau-pulau kecil dan terserap oleh energi penahan gempa di sekitar Siberut dan tidak menggeser ke zona tranch java-sumatera, sebab pergeseran dan pergerakan dari segmen-segmen patahan di Pagai Selatan ke arah barat Pulau Simeulue bergeser lebih aktif ke arah Pagai Utara. 
Energi kerentanan seismik di Pagai Utara itulah yang paling membahayakan wilayah Sumatera Barat terutama ancaman bagi tata ruang Padang dan sekitarnya sebagai penahan energi yang paling matang. 
SEBELUM 2033 
Berdasarkan penilaian siklus gempa dari data sejarah gempa disekitar Mentawai, Danny Hilman Natawijaya dari LIPI menjelaskan didapatkan siklus seismik gempa bumi besar tahun 1381, tahun 1608 dan terakhir 1883, para ahli geologi dunia memprediksi bahwa gempa berkekuatan besar strategi akan terulang di wialayah Sumatera bagian utara dari zona patahan Mentawai. 
Diprediksi terjadi lagi gempa Mentawai pada tahun 2033, namun ada kesepakatan dan akurasi perkiraan ini dalam geologi gempa besar itu bisa terjadi dengan pelepasan eenergi pemanasan dan rentang waktu kisarannya tidak lebih dari 30 tahun sebelum tahun 2033. Aktivitas seismik di zona subduksi itu telah mengangkat naik pulau-pulau Mentawai sekitar 2 meter. Melihat siklus kegempaan Mentawai, yang telah berada diujung pelepasan energi gempa yang lebih besar dari tahun 2010. Hanya saja energi yang besar yang berkekuatan 9.0 SR itu belumlah lepas. Jadi ancaman pelepasan energi ini yang harus diwaspadai. 
Gempa tahun 2010 hanyalah bagian pelepasan energi kecil. Ini bukan berarti gempa 2010 adalah akhir dari siklus gempa di kawasan tersebut, tetapi energi yang tersimpan sejak 1797 dan 1833 telah berkurang. Sisa dari energi yang terakumulasi ini masih cukup besar yang kemudian akan dilepaskan dalam waktu dekat.
Dengan kata lainnya, periode kegempaan di Mentawai relatif masih ada karena kemampuan menyimpan energi lebih tinggi. Yang terendah adalah kepulauan Batu diantara Nias dan Siberut dengan daya menahan dibawah 30 persen. Karena daerah itu tidak ada pengumpulan energi gempa. 
Ini ditunjukkan oleh frekuensi gempa yang banyak namun intensitas rendah, dan gempa 26 Desember 2004 telah menimbulkan pergeseran yang bervariasi pada segmen-segmen sesar di Barat Sumatera akibat mobilisasi kerak lempeng berubah menjadikan robekan. Adanya potensi gempa dan tsunami terbesar di segmen Mentawai disebabkan oleh potensi pergerakan bidang lempeng yang belum terlepaskan melalui kejadian gempa di P. Siberut dan P. Sipora (Pagai Utara). Posisi Sumatera tidak menguntungkan seperti semacam “engsel” naik turunnya gugusan pulau di Mentawai dari keganasan tsunami ke daratan dengan pusat gempa tepat di bawah Selat Mentawai terutama di Pagai Utara yang sangat berdekatan dengan Patahan Pulau Nias yang memiliki anomali gravitasi dari energi gempa yang terkumpul, daya tahan patahan per segmen juga berbeda-beda. Patahan Mentawai merupakan zona penahan dengan daya serap energi mendekati 100 persen karena desak-desakan yang terus menerus akibat gempa yang berlangsung dari utara Sumatera dan Selatan dari Jawa dan pendesakan kuat dari Lempeng Indo-Australia memungkinkan akan ada pelepasan energi gempa mendekati kekuatan 9.0 SR atau setara energi gempa Aceh yaitu 10.000 giga ton bom atom. 
PADANG HARUS SIAP 
Mengapa Mentawai masih dianggap mengancam? Dari data tersebut dapat disimpulkan pertama, bahwa efek gempa Aceh itu telah memobilisasi arah pergerakan lempeng bumi sedemikian rupa sehingga ada perubahan dan anomali koordinat pulau-pulau di busur vulkanik cekungan busur belakang sumatera akibat tumbukan lempeng dengan sesar geser vertikal, merobek kerak patahan sepanjang 600 km sehingga membentuk rangkaian sembulan bawah laut disepanjang selatan Bengkulu hingga Sumatera. 
Selain dua segmen di utara patahan Aceh-Simeulue juga ikut bergerak dan robek, melepaskan energi. Pergerakan di segmen Patahan Andaman memicu gerakan tekanan daya tekan pada segmen Nikobar. Maka ada elastis rebound pada segmen tersebut, bersama melepaskan energi karena ketiga segmen tersebut itu berelaksasi ke arah selatan Mentawai. 
Dengan terjadinya gempa tahun 2010. Kedua, segmen patahan dibagian selatan Mentawai meliputi patahan di blok Jawa Timur saat bergerak ke arah patahan blok Jawa Barat dengan pemusatan energi di Selat Sunda. Segmen patahan ada saling menekan dan membentuk poros kesatuan kesamaan gerak ke Pagai Selatan. Kejadian gempa di lokasi kepulauan seperti ini dapat membangkitkan tsunami di sepanjang Pantai Barat Pulau Sumatra. Kota besar seperti Padang dengan penduduk yang padat (900 ribu jiwa) memiliki resiko yang sangat tinggi jika tsunami besar terjadi. Bandingkan dengan populasi Aceh sebelum tsunami yang kira-kira 400 ribu jiwa dimana pada tahun 2004 gempa berkekuatan 9.2 membangkitkan tsunami dan menelan korban jiwa hampir 130 ribu orang. 
Padang dan kota-kota besar di Sumatera harus lebih siap menata tata ruangnya, bahwa pelajaran bencana terdahulu telah memberikan gambaran kehancuran sarana infrastruktur lebih disebabkan oleh peletakan tata ruang berada dalam radius ancaman gempa, atau tepatnya berada dalam kawasan zona patahan gempa, contohnya untuk kota Padang berada dalam sub segmen patahan sianok bagian dari patahan sumatera. Padang harus memadukan aspek teknologi deteksi dini gempa (early earthquaked warning) dan tsunami, seismograf gempa dan vulkanik, stasiun sensor broadbank di darat dan kepulauan, infrastruktur fisik tahan gempa dengan peredam guncangan, penambahan kekuatan struktur bangunan yang telah ada (refrofit), pemetaan daerah kegempaan lokal untuk basis aturan zonasi rehabilitasi keruangan, taman dan jalur lintasan evakuasi yang jelas, sistim sirene diberbagai tempat serta kesiapsiagaan masyarakat lebih intensif dengan meningkatkan pelatihan mitigasi secara berkala 4 kali dalam setahun maupun pusat penyebaran informasi dan komunikasi pada interval 10 km dalam tiap kecamatan. 
Karena gambaran gempa tahun 2007, 2009 dan 2010 belum mencerminkan kemampuan pemerintah daerah mengendalikan kehancuran infrastruktur dan pelatihan simulasi tsunami dan gempa masih belum optimal sehingga masih banyak korban bencana. Jadi Padang sudah harus siap menghadapi Mentawai sebelum tahun 2033 atau mungkin lebih cepat? 

M. Anwar Siregar Pemerhati Tata Ruang Lingkungan-Geosfer

Related Posts :