Apr 2, 2013

Etika Pembangunan Banjir Madina : Geologi Lingkungan :

BANJIR MADINA, DAMPAK ETIKA PEMBANGUNAN
Oleh M. Anwar Siregar

Bencana banjir di Madina [Mandailing Natal] merupakan kejadian yang berlangsung setiap tahun, seperti hal pada kejadian banjir di Jakarta. Banjir di Madina lokasi kejadian ada kalanya di tempat yang sama, bahwa hilangnya keseimbangan alam dapat terjadi dan dipengaruhi oleh kegiatan manusia, sehingga menimbulkan bencana alam banjir. Contoh yang paling jelas dan sudah banyak diketahui tetapi masih berulangkali dilakukan yaitu penebangan hutan akibat ilegal mining yang semena-mena dengan menganggap hutan sebagai sumber daya tidak terbatas.
BANJIR MADINA
Terkait dengan proses-proses yang menyebabkan banjir di Madina, tidak terlepas akibat dari gangguan tata ruang siklus geohidrologi yang lebih dominan terjadi akibat perubahan pola ruang hutan di sisi hulu, yang ditimbulkan dari berbagai aktivitas fisik terutama oleh intervensi dari manusia dapat menyebabkan bencana banjir, merupakan suatu peristiwa di mana air meluap ke daratan lebih rendah hingga mendekati daratan yang tinggi dengan batas tertentu, menyebabkan dan menimbulkan kerugian fisik dan berdampak pada bidang sosial dan ekonomi.
Banjir yang terjadi di Madina antara lain beralih fungsinya hulu DAS menjadi kawasan hunian kumuh oleh pertambangan tradisional, yaitu sebagai wilayah fungsi peresapan dan wilayah pengatusan [dranaise], sehingga menimbulkan banjir-banjir lokal karena tersumbatnya saluran drainase sungai oleh timbunan tanah dan terbawa ke muara sungai, galian-galian tambang dangkal di sekitar bantaran sungai yang tidak kunjung selesai oleh kegiatan pertambangan illegal yang menimbulkan longsoran tanah yang dilakukan dengan aktivitas yang tinggi dan rutinutas.
Beralih fungsinya kawasan resapan air di hulu hutan oleh berbagai peruntukkan, yang berperan penting dalam siklus hidrologi di suatu DAS, ketika terjadi hujan maka banjir merata di semua tempat dengan intensitas yang tinggi, vegetasi penutup yang ada tidak lagi mampu mengendalikan aliran permukaan dan di dukung geologi topografi terjal di daerah hulu yang berubah menjadi datar di daerah hilir sehingga menjadi sangat responsibilitas dalam mengalirkan aliran permukaan, menyebabkan banjir dan meluap menggenangi daerah sekitarnya, dapat dilihat di sekitar daerah pertambangan lokal di berbagai kawasan di Madina.
Peningkatan pertumbuhan penduduk Madina ke hulu sejak terbentuk menjadi Kabupaten adalah salah satu faktor perusak sistim tatanan aliran sungai dengan beralih fungsinya tata guna lahan pada lereng hutan yang terjal sebagai kawasan resapan akibat dampak pertambangan terutama penemuan bahan tambang emas disis hulu dan hilir sungai, serta ditemukan endapan timah hitan di daerah hutan terutama pada morfologi agak terjal. Maka akhir dari perilaku ini adalah terjadinya penderasan air menuju ke daratan rendah, tak terbendung dan menimbulkan bencana banjir bandang tiap tahun
DAMPAK ETIKA
Yang membuat semakin rawan kondisi banjir di Madina adalah dorongan kuat dalam pemanfaatan kondisi alam akibat egosntris diri dalam memanfaatkan potensi sumber daya geologi pertambangan dan kehutanan dalam menjaga harmonisasi dengan alam akibat rasionalistas kebutuhan ekonomi manusia di Madina dalam bentuk kehidupan konsumtif pembangunan sehingga daerah yang telah diidentifikasi sebagai keseimbangan alam berakhir pada kondisi alam murka, memberikan pembalasan akibat kesombongan dan keserakahan manusia dalam mengeksploitasi sumber-sumber daya geologi yang terbatas.
Contoh kasus bencana banjir serupa banyak ditemukan, masih berlangsung dan selalu hadir dalam ruang kehidupan masyarakat, yaitu di kawasan Puncak [Jawa Barat] berubah menjadi hunian elite, kawasan inti kota di Medan menjadi kawasan heritage-kuliner, kawasan Pantai di Padang berubah menjadi lokasi perhotelan tanpa perisai, faktor dorongan komoditas dengan mengorbankan daerah hijau sebagai keseimbangan alam itulah penyebab kondisi banjir musiman yang terjadi di Madina 2013 dan diperparah oleh ketidakmampuan menyiapkan pembangunan suatu tata ruang yang ideal bagi sebuah kota yang aman, menata kelestarian ruang ekologi banjir, membangun sumber daya geo-biodiversity serta menegakan aturan zonasi fisik sehingga meninggalkan gangguan tragedy of common setiap tahun di masa mendatang.
Keadaan ini masih diperparah dengan rendahnya etika kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian RTH oleh berbagai latar belakang pendidikan yang tinggi dan mereka pasti paham arti pentingnya sistim ekologi hijau di daerah hulu yang menjadi basis pertambangan illegal sebagai pengendali banjir, yang justrunya menunjukkan ego kepentingan penyebab utama kerusakan lingkungan, tingkat laku dapat diperlihatkan oleh penghancuran hutan lindung, perkebunan dan persawahan, namun dianggap “angin lalu” dengan prinsip keuntungan bisnis lebih dulu dan kerugian alam urusan belakangan di pikirkan. Itulah yang terjadi di Madina, bahwa pelajaran bencana banjir 2011 dan 2012 belum di refleksikan dalam kehidupan harmonisasi dengan alam.
Perlu diingat, kondisi tata ruang kehidupan masyarakat di Madina termasuk paling rentan menimbulkan berbagai kerawanan dan menyebabkan ancaman bencana, sikap egosentris masih dapat dilihat dari kondisi pertumbuhan sosial ekonomi kehidupan masyarakat dalam tata ruang yang telah direncanakan lebih berorientasi pada pemusatan pembangunan di kota, dapat menimbulkan jurang konflik horizontal. Karena wujud kota hanya ditekankan kepada kemampuan masyarakat yang telah mapan sehingga tidak akan terpengaruhi perubahan.
Dimana sistim penunjang hanya berorientasi kepada kalangan masyarakat ekonomi mampu sehingga menjadikan kota sangat egois, kurang manusiawi dan menimbulkan kecemburuan sosial, tingkat keamanan berkurang. Dampak ini, mendorong masyarakat kecil semakin termarginalkan oleh ketidakmampuan mendapatkan sumber kehidupan layak sebagai kepanjangan ekonomi masyarakat mapan untuk melakukan tindakan illegal mining berupa penggalian tambang di kawasan dan bantaran ruang banjir seperti di kawasan hutan dan bantaran hulu dan hilir sungai yang menyebabkan salah satu faktor penyebab banjir di Madina.
PENGENDALIAN PEMBANGUNAN
Ada beberapa introspeksi agar menjadikan wujud etika yang baik dalam membangun tata ruang banjir di Madina untuk mencegah atau mengurangi korban banjir tahunan antara lain : pertama, mempertahankan dan meningkatkan lahan pertanian subur menjadi lahan pertanian abadi sebagai kawasan RTH yang banyak terdapat di jalur-jalur transportasi antar wilayah [studi kasus di Kec. Batahan dan Siabu]. Kedua, lokasi pertambangan illegal sebagai satu sumber perusak lingkungan harus diperketat dan diadakan pendekatan persuasif dan preventif setiap bulan di lokasi yang mengandung bahan jebakan tambang melalui penggambaran dan penjabaran kondisi tata ruang kewilayahan
Ketiga, menata kembali  izin pembangunan serta kebijakan penegakan hukum yang tegas yang harus dipatuhi oleh segenap stake holder, pemerintah dan masyarakat agar terjadi keserasian peraturan daerah yang telah ditetapkan bila suatu peruntukan lahan telah ditetapkan sebagai zona kawasan terbuka hijau sebagai zona sanggahan bencana dan begitu juga sebaliknya sebagai daerah yang diijinkan untuk kawasan pemukiman.
Keempat, peningkatan pengetahuan masyarakat yang kurang sadar akan bahaya banjir lingkungan terus ditingkatkan serta kelima, pemerataan pembangunan untuk semua rakyat harus menjadi introspeksi bagi pemerintah agar tidak terjadi berbagai konflik rakyat dengan pemerintah.
Introspeksi ini perlu dibudayakanh agar efek bencana banjir di Madina dapat dikendalikan dan peran pemerintah kabupaten agar dapat menekan egosentris etika agar ditemukan keselarasan, tetapi itu yang terjadi dan berlangsung sampai sekarang, banjir tiada surut tanpa tahun terlewat, kerugian dan kemiskinan terus bertambah.
M. Anwar Siregar
Geologist, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer

Related Posts :