DILEMA TDL DAN PANAS BUMI
Oleh M. Anwar Siregar
Kebijakan pemerintah tentang kebutuhan energi untuk pembangkit listrik dan transportasi, merupakan kebijakan yang tidak elok di mata masyarakat karena akan sering berdampak luas terhadap kepentingan masyarakat, dipastikan akan ada kenaikan sembako dan TDL, keduanya seperti “kekasih” yang tidak terpisahkan
DILEMA
Investasi pembangunan ketenagalistrikan untuk beberapa daerah yang belum dialiri listrik hingga ke tahun ini membutuhkan pembangunan jaringan tegangan listrik rendah sepanjang 6.200 km dan 25.495 km jaringan listrik tegangan menengah. Dari sebaran panjang jaringan listrik tersebut memerlukan biaya investasi yang besar.
Permasalahannya adalah iklim investasi energi listrik non fosil yang dapat mengurangi kesenjangan energi listrik seperti panas bumi mengalami dilema karena kebijakan pemerintah, menghambat laju investasi dengan rendahnya insentif yang diberikan dengan menetapkan harga pembelian pabum seharga 4,5 sen dollar AS per kWh dari harga yang layak 16-21 sen dollar ditingkat pasaran internasional [data tahun 2012] sehingga eksplorasi pabum tidak menunjukan investasi yang signifikan karena modal balik didapat investor sangat jauh dari dana investasi yang dikeluarkan, dapat mencapai 6-7 juta dollar US dengan tingkat keberhasilan 50 persen untuk satu dari dua sumur yang diuji sehingga dapat menghasilkan geologi produksi untuk sumber pembangkit listrik dari panas bumi. Hasil dari keberhasilan tersebut dilanjutkan lagi pembangunan pemipaan dan instalasi pembangkit listrik geothermal dengan modal dasar diperkirakan antara 1-2,5 juta dollar US per GW
Untuk mengatasi kelangkaan dan dilema energi dari minyak dan gas bumi, pemerintah harus mengubah paradigma dalam menarik investasi dengan memberi insentif bagi investor pabum yaitu memberikan kebebasan pajak gratis selama masa tahap penelitian, pengembangan, pembangunan fisik hingga ketika tahap produksi, yaitu membebaskan semua jenis pajak pembangunan dan ketika masa produksi baru dikutip biaya pajak dengan besarnya sudah diatur sesuai peraturan yang ditentukan pemerintah, hal ini akan mendorong pembangunan energi alternatif semakin cepat dan memberikan kelapangan kerja yang pasti.
Bukan cara seperti sekarang, dimana pihak investor terlebih dulu dikutip biaya-biaya yang resmi dan tidak resmi, target produksi belum jelas, kepastian usaha keberhasilan atau balik modal belum jelas, sehingga memberatkan pihak investor, karena banyak faktor yang mempengaruhi hal ini, antara lain, kondisi politik, kebijakan ekonomi dalam dan luar negeri, serta krisis ekonomi global.
Pemerintah harus mengubah iklim investasi panas bumi dengan memberikan dukungan politik yang kuat agar dapat bersaing sehingga para investor asing dan dalam negeri dapat mengembangkan eksplorasi dan eksploitasi pabum untuk mengatasi krisis energi listrik. Serta target kebutuhan energi pabum sebesar 6.000 hingga tahun 2020 dapat direalisasi karena target 3.500 MW hingga ke tahun 2012 belum terealisasi disebab iklim investasi dan pajak dari pengembangan lapangan pabum bisa mencapai 43 persen yang berlaku sejak investor memulai kegiatan eksplorasi.
MASSALKAN
Kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) akan memberatkan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan menimbulkan dilematis karena kebijakan pemerintah yang masih setengah hati meregulasi produksi massal potensi energi non fosil, maka pemerintah harus melepaskan ketergantungan pada BBM fosil untuk pasokan energi listrik diantara beberapa energi terbarukan yaitu energi panas bumi (pabum), energi yang terpendam dalam perut bumi Indonesia dengan kapasitas cadangan mencapai 219 juta BOE atau 27 GW, setara dengan 27.000 Mega Watt (MW) atau sekitar 40 persen dari kapasitas cadangan panas bumi dunia. Namun penggunaan terpasang energi pabum baru mencapai sekiatar 4,2 persen atau 1.189 Megawatt electric (MWe), atau saat ini 800 MW. Dan Indonesia baru dapat memproduksi 240 MW ke rumah dari cadangan pabum sebesar 27.000 MW, dan membutuhkan investasi pengembangan energi sebesar  3.500 MW hingga pada tahun 2012, namun target itu terasa berat direalisasi karena faktor iklim investasi energi.
Sangat tragis sekali mengingat potensi sebesar itu belum maksimal memberikan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia, malah memberikan lagi dilema bagi energi-energi alternatif selain panas bumi, yaitu energi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut Sistim Bendul (PLTGL-SB), Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Angin/kincir angin (PLTGA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap dari gambut. Pembangkit Listrik Panas Air laut, dan Biodisel dari tanaman hijau serta berbagai penemuan energi terbarukan oleh putra-putri terbaik bangsa.
Investasi energi alternatif perlu di regulasi massal bagi kepentingan yang luas untuk peningkatan dan penyerapan lapangan kerja baru dan memberikan bantuan regulasi paten hasil penemuan energi terbaru non hayati di berbagai Perguruan Tinggi di Indonesia yang telah siap diproduksi dalam jumlah besar serta menghilangkan liberalisasi migas, yang merupakan pesanan pihak luar, menyebabkan kekisruhan BBM, sering menyebabkan antrian panjang di beberapa SPBU, ada selalu ketegangan di masyarakat sehingga tidak terus menerus menggeroti berbagai kebijakan undang-undang Migas yang sudah sangat jelas merugikan Indonesia.

M. Anwar Siregar
Geologist-Enviromentalist, Pemerhati Masalah Tata Ruang-Lingkungan dan Energi-Geosfer. Diterbitkan HARIAN MEDAN BISNIS Bulan Februari 2013