MERDEKA BERDAULAT DI LAUTAN KONFLIK PERBATASAN
Oleh M. Anwar Siregar


“Bukan lautan hanya kolam susu, Kail dan jala cukup menghidupimu, Tiada badai tiada topan kau temui, Ikan dan udang menghampiri dirimu”
Lagu Kolam Susu ciptaan grup band Koes Plus yang terkenal di tahun 70-an itu memang mencerminkan keadaan sumber daya geologi di lautan Indonesia yang melimpah ruah sehingga mengundang keinginan bangsa lain untuk mengeskplorasi dengan segala cara baik melalui aturan regulasi undang-undang pemanfaatan sumber daya minyak dan gas bumi di darat dan laut maupun upaya pengambilan/pencaplokan pulau-pulau terpencil di perbatasan dengan mengklaim sebagai wilayah integrasi dari Negara mereka dengan melalui invasi kekuatan militer dan diplomasi “manis-manis di bibir” yaitu sebagai semangat persahabatan ASEAN yang lebih banyak merugikan Indonesia seperti yang telah dilakukan oleh beberapa Negara ASEAN dan pencurian sumber-sumber daya geologi dan perikanan di lautan Indonesia hingga mengusik kedaulatan RI dengan memasuki wilayah teritorial Republik Indonesia (RI).
PEMBANGUNAN PERBATASAN
Berlandaskan dari urgensi permasalahan sumber daya geologi dan sumber daya alam lainnya di perbatasan maka diperlukan suatu paradigma pembangunan pulau perbatasan yang lebih difokuskan pada orientasi kebijakan pembangunan dari dalam ke luar untuk mengembangkan kawasan pulau terdepan menjadi suatu kawasan usaha pertumbuhan yang baru dengan melihat potensi yang dapat dikembangkan bagi tiap pulau-pulau terluar Indonesia sebagai gerbang ekonomi dan perdagangan dengan pendekatan kesejahteraan, pembangunan sarana dan prasarana pelabuhan laut (hub port) yang terdekat dengan kawasan pertumbuhan di negara tetangga dan tidak meninggalkan pendekatan keamanan dalam kerangka NKRI.
Strategis yang diperlukan dalam pembangunan perbatasan melalui pendekatan penanganan perbatasan secara komprehensif dan bukan secara parsial, terpadu dalam mengembangkan potensi-potensi geologi kelautan, pengendalian ancaman bencana serta diperlukan sistim pengadministrasian wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan lautan, menjadikan pulau-pulau terdepan tertentu sebagai pusat mega geo-biodiversity karena memiliki kandungan mineral-hayati yang luar biasa besar.
Memberikan peluang yang besar bagi propinsi yang berbentuk kepulauan dalam mengembangkan potensi geografisnya dengan mengembangkan sistim pengelolaan konservasi kelautan yang berkelanjutan yang berdasarkan ekosistim, wisata dan pertambangan serta mengembangkan sarana infrastruktur yang lengkap agar memiliki daya saing tinggi sebagai pengembangan pasar tunggal regional dan global yang berbatas dengan Negara tetangga.
KONFLIK PERBATASAN
Ada beberapa wilayah yang menjadi lautan konflik ekonomi sumber daya geologi bagi RI di masa depan dengan beberapa negara sangat krusial dan memerlukan penanganan serius sekarang, antara lain, pertama, wilayah geologi landas kontinen RI yang berbatasan langsung dan merupakan sumber ancaman serius bagi keberlanjutan integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) antara lain Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan Timor Leste. Kawasan perbatasan kontinen Indonesia terdapat di tiga pulau, 4 Propinsi dan 15 Kabupaten/Kota yang masing-masing wilayah memiliki karakteristik geologi kawasan perbatasan yang berbeda-beda, demikian juga dengan Negara tetangga yang berbatasan dengan RI, serta Negara-negara disekitar RI merupakan Negara  yang haus  invansi perluasan kekuasaan seperti RRC, Malaysia, Jepang, Vietnam, Singapura dan Australia, semua merupakan Negara yang sangat menginginkan kelemahan dan keruntuhan NKRI.
Wilayah geologi landas kontinen sangat penting dipertahankan karena ini menyangkut integritas menyeluruh wilayah RI yang ada sekarang, menyangkut aspek dari dalam dan luar kondisi alamiah pulau-pulau yang ada, sekali ada lepas maka akan ada peninjauan deklineasi pengukuran batas-batas yang sudah dipatokan, contoh ini bisa dilihat pada keinginan Malaysia atas wilayah Ambalat akibat Sipadan-ligitan lepas.
Kedua, wilayah maritim Indonesia berbatasan dengan 10 negara yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan PNG. Kawasan perbatasan maritim sangat penting ditingkatkan kesejahteraannya, karena pada umumnya berupa pulau-pulau terluar yang berjumlah 92 pulau memiliki potensi sumber daya geologi kelautan berupa migas dan mineral laut, mencapai diatas 1 miliar kubik per barrel dan lebih 1 juta ton potensi mineral yang bisa dikembangkan.
Selain potensi sumber daya geologi kelautan dibatas laut teritorial masih ada masalah yang harus diselesaikan yaitu beberapa pulau-pulau kecil yang masih memerlukan penanganan administratif nama pulau yaitu sebanyak 9.634 pulau dan masih ada 12.000 pulau belum berpenghuni.
Ketiga, kebijakan strategis pengembangan kawasan perbatasan antara Negara untuk mengatasi ketertinggalan di wilayah perbatasan, tiap perbatasan wilayah RI memiliki karakteristik geologi yang berbeda pada tiap pulau misalnya batas maritim dan geologi kontinen sunda kecil (NTB dan NTT, Bali) dengan Australia, begitu juga dengan blok Ambalat dengan Malaysia.
MERDEKA-BERDAULAT

Pulau-pulau diperbatasan harus dapat diklaim baik dalam tataran hak berdaulat (souvereign right) maupun dalam tataran hak berdaulat penuh (souvereignity). Kawasan perbatasan merupakan halaman rumah Indonesia yang tidak bisa diabaikan. Daerah perbatasan merupakan kawasan yang rentan terhadap lautan konflik di masa depan seperti pencaplokan wilayah oleh negara tetangga, pencurian dan penyeludupan sehingga perlu dimekarkan dengan menata potensi ekonomi untuk mengelola potensi ekonomi secara maksimal sehingga masyarakat di perbatasan tetap merasakan merdeka sebagai dari bagian NKRI.
Wilayah perbatasan merupakan cerminan dari wajah bangsa kita, ini menyangkut kepercayaan terhadap pemerintah, apalagi bila dilatarbelakangi oleh sesama budaya, adat dan agama akan sagat membahayakan keutuhan bangsa bila terjadi ketimpangan pembangunan di pulau perbatasan sehingga menimbulkan ketidakpercayaan kepada pemerintah.
Rakyat di perbatasan belum merasakan kemerdekaan penuh, dalam arti kesejahteraan masih jauh dari harapan yang dicita-citakan, karena itu, pemerintah wajib memperhatikan dan meningkatkan “kue” pembangunan sehingga integritas NKRI semakin kuat di pulau perbatasan.
Dengan masalah kesejahteran tersebut, serta beberapa persoalan perbatasan lainnya sudah harus dituntaskan dengan ”memaksa” negara tetangga itu diajak ke meja perundingan, pemerintah harus tegas dan keras karena selama ini mengulur waktu agar tidak menimbulkan ketegangan dan emosi publik (warga Indonesia) menjadi geram, unjuk rasa sering berakhir dengan bentrok dan penghancuran propertis kantor dubes negara jiran dan salah satu spanduk akan selalu ada berisi seruan “ganyang Malaysia” atau “habisi Singapura”.
Khususnya di blok Ambalat, apabila jatuh ke wilayah Malaysia suatu saat akan menimbulkan dampak yang luar biasa bagi keutuhan NKRI, akan ada ancaman yang lebih luas bagi konflik-konflik dimasa depan
Dalam usia 67 tahun kemerdekaan RI perlu pembangunan yang terintegrasi secara luas dan selaras dengan penataan ruang antar pulau-pulau di perbatasan karena terdapat 17.000 pulau yang masih memerlukan penanganan pembangunan. Maka pemerintah tak perlu ragu memanfaatkan potensi sumber daya bio-geologi kelautan sebagai jembatan emas kesejahteraan dan keutuhan bangsa karena dilaut kita dapat berjaya.

M. Anwar Siregar
Pemerhati Masalah Tata Ruang-Lingkungan dan Energi-Geosfer.Berminat juga dengan permasalahan Geologi Lingkungan  Kelautan, Tulisan ini sudah dimuat Pada Harian ANALISA MEDAN AGUSTUS 2012