Oct 9, 2013

Mencegah Bencana Energi :Geologi Recources

MENCEGAH BENCANA ENERGI 
Oleh M. Anwar Siregar
Harga minyak bumi dunia masih tinggi hingga akhir tahun 2012, menembus  95 dollar US/barel, yang telah memberikan dampak besar bagi perekonomian Indonesia . Dampak ini telah kita lihat dengan meningkatnya antrian panjang di beberapa SPBU, bagian dari kelemahan kebijakan energi pemerintah yang belum juga mau membangun infrastruktur energi yang lebih baik dari yang ada sekarang.
Infrastruktur energi dan diverifikasi serta konservasi energi baru terbarukan merupakan titik lemah bagian dari penyediaan sumber-sumber energi baru bagi kemaslahatan umat yang menjadi sorotan bagi keberlanjutan pembangunan sektor ekonomi energi dan merupakan bagian dari bom waktu jika tidak diupayakan pembangunan infrastruktur energi yang lebih baik.
EFEK BENCANA
Bayang-bayang kehancuran pondasi energi mulai terlihat kentara dari sejak orde reformasi dengan puncaknya adalah dengan lahirnya UU Migas tahun 2001 yang merupakan puncak awal kehancuran pondasi energi Indonesia, dengan telah terjadinya penguasaan sumber-sumber daya alam energi, pertambangan migas dan kehutanan serta kelautan di Indonesia baik di hulu maupun di hilir oleh pihak asing.
Kebijakan pemerintah yang patuh pada intervensi asing itu telah menimbulkan berbagai persoalan ekonomi di dalam negeri, antara lain gonjang-ganjing politik yang berdampak luas pada kehidupan riil rakyat Indonesia, karena kondisi ini memperparah kondisi ekonomi maupun yang lainnya, salah satunya adalah privatisasi BUMN, lepasnya berbagai BUMN ke pihak asing akibat dampak tindakan dari salah satu point LoI IMF yang berisikan 1.243 tindakan yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah di dalam berbagai bidang maupun tekanan Negara pendonor keuangan seperti Bank Dunia, efek domino liberalisasi dapat dirasakan oleh peningkatan kenaikkan penambahan utang luar negeri dalam jumlah besar mencapai 35 miliar dollar AS hingga ke tahun 2009, utang Negara terus bertambah tanpa surut waktu hingga mencapai 1.000 triliun rupiah akhir tahun 2010, tidak secara langsung Indonesia terjajah secara fisik.
Dalam periode penghancuran pondasi ekonomi energi akibat tekanan liberalisasi migas dari tahun 2001 hingga ke tahun 2007, maka sejak itu Indonesia harus membayar utang Rp 150-170 triliun yang difungsikan untuk pembangkrutan keuangan ekonomi sehingga pembangunan infrastruktur fisik dan SDM mengalami kendala yang sangat signifikan dengan lemahnya kemampuan pemerintah dalam membangun jaringan infrastruktur energi, kemiskinan yang semakin tinggi berdampak pada kualitas sumber daya manusia yang semakin terpinggirkan dan kualitas daya saing rendah di dunia kerja global.
Kenaikkan harga BBM-TDL serta efek dari kenaikkan tersebut merupakan bencana energi tahap ke dua mulai terasa sejak tahun 2008 ke lima tahun depan ini setelah penguasaan saham-saham BUMN, sumber daya migas, air dan hutan yang telah mencapai 80 persen oleh pihak asing dengan munculnya peningkatan kemiskinan, pengangguran, penurunan kualitas infrastruktur fisik dan utang Negara telah menembus diatas 1.100 triliun rupiah [data tahun 2012].
Gejala malapetaka ini akan terus berlanjut dengan hilangnya kemampuan negeri ini dalam “merecovery” sumber-sumber energi terbarukan serta dalam membangun jaringan infrastruktur akibat dampak liberalisasi penguasaan sumber daya alam oleh invasi asing menguasai konsesi hingga mencapai 80 persen, kehancuran lingkungan sangat berbanding terbalik dari keuntungan yang di dapat oleh Pemerintah dan Rakyat Indonesia. Bukti ini dapat dilihat di Papua, Riau maupun di Aceh dan Kaltara.
Jaringan infrstruktur energi di Indonesia sangat kontras dan tidak menunjukkan identitas sebagai Negara yang memiliki potensi energi yang berlimpah, perbandingan yang tidak seimbang antara lain : 1] jumlah sebaran potensi energi dengan panjang jaringan penyaluran atau pipa ke pusat-pusat distribusi energi migas ke lokasi industri. 2]. Gas bumi dan panas bumi merupakan bahan bakar energi yang terbesar cadangannya dibanding energi dari bahan bakar fosil lainnya seperti batubara dan minyak bumi masih tertinggal dalam pembangunan jaringan infrastruktur energi.
3]. Selain itu, hilangnya kemampuan Negara sebagai pengekspor migas dunia akibat dampak tahapan pertama sejak mulai tahun 2007 dengan terjadinya penurunan produksi migas, puncaknya memasuki tahun 2011 Pertamina terus terdesak untuk melakukan kebijakan impor migas akibat over kuota. Over kuato yang di lakukan pemerintah melalui Pertamina dengan cara mencicil belum juga mampu mengurangi kekurangan pasokan BBM sebagai sumber energi utama bagi kelangsungan industri, tranportasi dan rumah tangga. Penyebabnya, sering mengalami kebocoran akibat lemahnya pengawasan lapangan. Mendorong Indonesia sebagai Negara pengimpor migas terbesar di Asia Tenggara sejak tahun 2008.
MENCEGAH BENCANA ENERGI
Dari gambaran tersebut, sudah saatnya Indonesia mengubah sistim pemakaian energi konvensional ke energi baru terbarukan jika melihat kondisi penurunan produksi minyak dan gas bumi dan saat ini telah mengubah posisi Indonesia dari Negara pengekspor migas menjadi negara pengimpor migas, bencana energi dapat terjadi jika cadangan migas tidak memenuhi kebutuhan energi masyarakat terutama yang paling besar dalam pemakaiannya sehari-hari adalah industri transportasi dan industri produktif.
Kenaikkan harga minyak bumi yang tinggi dapat juga menimbulkan ketegangan karena menimbulkan anarkis akibat pengurangan jam kerja dengan kata lain pemecatan hubungan kerja sebagai akibat dari kian sulitnya stok bahan bakar minyak dan gas dapat juga mendorong sebuah bencana akibat kelangkaan energi gas, semata disebabkan oleh pemenuhan kebutuhan ekonomi. Pasokan di sebuah Negara selalu dalam stabil ataupun ada peningkatan, sedangkan di Indonesia kebalikan, yang ada pengurangan, penyeludupan, dan penimbunan sehingga melambungkan harga dan berefek kepada kepentingan masyarakat luas.
Terlepas dari hal tersebut, kini harus menjadi pemikiran pemerintah dalam mengatasi gejala-gejala kemunduran pasokan energi pasca kenaikkan BBM yang dapat menyebabkan bencana krisis energi dan berdampak pada perkembangan dan kemajuan ekonomi pembangunan jika tidak diupayakan pencegahan, beberapa harapan yang dapat mengurangi ketergantungan pada energi konvensional yang menjadi tugas kerja pemerintah sebagai berikut :
Pertama, mekanisme pengembangan energi alternatif harus dimassalkan sekarang dengan memberikan intensif kemudahan pajak dan perizinan bagi investor, masa pembayaran pajak pengembangan energi baru bagi investor dapat dikutip setelah berhasil memasarkan produksi. Hal ini penting, agar ada kenyamanan dan kepastian berusaha bagi iklim investasi, sehingga pungutan liar dapat dicegah.
Kedua, melakukan efisiensi kebijakan distribusi BBM dengan biaya produksi, aspek pemakaian, ketersediaan dan nilai komersial sesuai kondisi geografis suatu daerah di Indonesia . agar dapat menghasilkan nilai input atas produksi. Karena di masa sekarang distribusi BBM berasal dari kran impor minyak maka pemerintah khususnya Pertamina wajib memperketat pengawasan dari dalam tubuh maupun di luar lapangan.
Ketiga, pengawasan pemakaian konsumsi dengan ketersediaan [stock], yaitu pengawasan secara melekat mulai dari pengendalian harga ditingkat eceran, bertujuan untuk menekan penyeludupan minyak ke negara lain walau harga telah dinaikkan tetapi untuk ukuran antar Negara Asia Tenggara masih dianggap rendah, yang dapat berakibat pengurangan pasokan minyak di dalam negeri. Pengawasan harus dilakukan secara kontinu bukan di saat kondisi normal, terutama didaerah perbatasan dengan membentuk satuan tugas pengawasan penertiban dan pengendalian ataupun pusat pengawasan pemberantasan illegal migas yang bertugas secara terus menerus.
Keempat, menyiapkan dan membentuk Undang-undang Konservasi Energi untuk menggalakkan pemakaian energi ramah lingkungan, hemat energi untuk kehidupan dan kesejahteraan, menyusun landasan teknik konservasi di berbagai daerah, efisiensi pemakaian energi yang lebih besar dengan memberikan insentif yang berujung pada peningkatan bobot peran pemakaian energi terhadap perekonomian nasional.
Point terakhir inilah yang perlu diperhatikan pemerintah karena gaungnya belum terlalu bergema dan penolakkan kenaikkan harga BBM-bahan bakar minyak akan terus selalu hadir dengan demo yang besar-besaran dan kadang berakhir anarkis.
 
M. Anwar Siregar
Geolog, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi-Geosfer, Tulisan ini Sudah di Publikasi pada HARIAN WASPADA, MEDAN, BuLAN Juni 2013

Investasi Lahan Terabaikan : Geologi Mitigasi

PEMULIHAN LAHAN, INVESTASI TERABAIKAN
Oleh M. Anwar Siregar
Pentingnya dilakukan kajian lahan yang detail dan memiliki nilai investasi ekonomi bagi perencanaan tata ruang lahan untuk menghindari risiko kerugian yang ditimbulkan akibat bencana alam. Bahwa memahami keadaan lingkungan adalah faktor utama yang menentukan kerentanan terhadap bahaya alam dan pembangunan di masa mendatang. Kerusakan lingkungan akibat laju pembangunan fisik telah diakui sebagai salah satu dari faktor-faktor kunci yang berperan meningkatnya korban jiwa manusia, kerugian harta benda dan ekonomi yang ditimbulkan oleh bahaya dan merupakan kajian georisk.
TERBATASNYA LAND RECOVERY
Globalisasi industri telah membawa perkembangan sosial ekonomi maupun fisik pada tata ruang perkotaan dan antar wilayah di berbagai kota di Indonesia, konsumsi pertumbuhan kebutuhan primer dan sekunder telah membawa berbagai dampak bencana. Hal ini tercermin antara lain dengan semakin meningkatnya permintaan lahan untuk kawasan industri dan pemukiman-pemukiman baru, serta pembukaan areal perkebunan baru sebagai konsekuensi dari laju peningkatan penanaman modal berbagai usaha dan jasa, yang suatu kelak menimbulkan ironisasi bencana yang kini melanda berbagai masyarakat dan tata ruang kota di Indonesia.
Kajian dan pengelolaan kerentanan fisik bencana harus dijadikan PR kota-kota di Sumut dan Indonesia, bahwa pengelolaan tata ruang lahan daerah yang telah mengalami bencana alam harus diupayakan juga zonasi lahan rehabilitasi sebagai keberlanjutan tata ruang, mengingat tata ruang yang ada lebih difokuskan pada pengadaan master plan tata ruang baru tanpa mempersiapkan agunan tata ruang rehabilitasi, mengingat terbatasnya zonasi lahan yang ada di tiap kota di Sumut maka perlu mempertimbangkan aspek bahaya dari berbagai investasi proyek besar, perlu dilakukan kajian seleksi prioritas pembangunan dalam tata ruang, perlu dilakukan survey investigation design komprehensif yang di lengkapi dengan detail engineering design tata guna lahan yang terbatas yang sesuai dengan kondisi geologi bawah permukaan dan geologi permukaan setempat secara terukur serta menata kaji ulang tata ruang kumuh di sekitar dan bantaran DAS sebagai investasi land recovery terbatas.
KAJIAN LAHAN
Dari terbatasnya lahan untuk pemulihan akibat tata ruang yang diprioritaskan mengalami kehancuran bencana maka perlu dilakukan kajian sistimatika tata ruang untuk aktivitas industri dan pemukiman manusia serta tata ruang untuk kawasan lahan pertanian abadi bagi penopang kebutuhan dan ketahanan pangan bagi manusia, disingkapi secara serius, mengingat semakin terbatasnya lahan yang ada dan di faktor kondisikan lagi oleh keadaan tingkat kerawanan dan kerentanan tatanan geologi daerah di Indonesia yang erat kaitannya dalam pemanfaatan dan perencanaan master plan tata ruang wilayah secara detail.
Mengkaji tingkat kerentanan dan kerawanan infrastruktur fisik dalam lingkungan tata guna lahan dari risiko bencana sangat penting, karena dengan mengetahui tingkat kerentanan infrastruktur suatu sarana kawasan tertentu dalam tata ruang lahan akan dapat memberikan gambaran perkiraan tingkat kerusakan terhadap hasil pembangunan fisik bila ada faktor berbahaya tertentu.
Sebagai contoh, penggundulan hutan di sekitar bantaran dan daerah aliran sungai oleh proses pelebaran pembangunan lantai dan lahan ruang parkir suatu pembangunan fisik akan mengakibatkan adanya pengendapan di dasar sungai, sehingga menyebabkan bahaya kekeringan dan banjir yang lebih parah. Pengelolaan reklamasi sungai yang tidak baik dan pengurugan tebing sungai untuk pelebaran dan penutupan ekologi hutan di bantaran sungai merupakan kunci “penyakit bahaya bencana banjir” tahunan. Studi kasus di Jakarta dapat dilihat pada tata ruang pantai utara dan kawasan Ciliwung yang membelah Jakarta. Gambaran serupa ada juga di Medan, dapat dilihat di lokasi banjir daerah elit perumahan Gubernur menerus ke kawasan Medan Maimun yang di belah oleh Sungai Deli dan Sungai Kwala.
Bencana tersebut bisa ditimbul oleh berbagai proyek-proyek besar dan setiap bantaran sungai telah kehilangan akar hijau, dan hal ini merupakan bagian dari proses pengkajian lingkungan dan perlu diperhitungkan lagi bagi ruang lahan hijau yang masih “perawan” dalam perancangan dan perencanaan tata ruang di masa mendatang. Mengukur berbagai manfaat-manfaat pengurangan risiko dalam pemberian izin kelayakan fisik proyek yang stabilitas tanahnya telah diidentifikasi rentan bencana untuk mendukung manajemen lingkungan yang lebih baik.
Bantaran DAS dan sekitar areal pemukiman ke zona ekologi tata ruang air atau daerah tangkapan air dijadikan zona pemulihan lahan, zona ekologi hijau terbuka, zona rehabilitasi sebagai agunan tata guna lahan di masa depan, sebagai cadangan multifungsi dan berdaya guna dalam mengatasi perubahan dinamika pertumbuhan dan laju eksponsional penduduk dan industri dalam suatu kota.
RECOVERY INVESTASI
Rehabilitasi lahan di Indonesia sampai sekarang belum termasuk bagian terpenting dalam pembangunan dan pemetaan tata ruang wilayah kota, yang lebih difokuskan pada inti dan pemanfaatan tata ruang fisik, sehingga rehabilitasi ruang masih terabaikan.
Perlu dilakukan langkah-langkah pengendalian keterbatasan tata ruang yang telah mengalami dampak bencana sebagai rujukan untuk mendukung pemulihan tata guna lahan yang telah mengalami penghancuran akibat laju pembangunan dan bencana alam dalam ekologi ruang terbuka hijau, yang akan mengukur kemampuan lingkungan dalam mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, khususnya dalam mendukung kapasitas pengadaan tata guna lahan dimasa depan oleh arus pembangunan agar tidak berdampak terhadap penurunan fungsi lingkungan itu sendiri, baik dalam bentuk kerusakan maupun pencemaran, maka rehabilitasi lahan perlu disusun berdasarkan pemetaan zonasi yang rinci lalu dibuat dalam peraturan zonasi yang wajib ditaati sebagai pengendalian kerusakan lingkungan yang kebih parah.
Pemetaan investasi land recovery dan penyusunan peraturan zonasi didasarkan pada rencana tata ruang harus berkorelasi dengan kondisi fisik yang ada. Tujuan akhir dari pemulihan tata guna lahan adalah 1, untuk menghindari kerusakan lingkungan dalam tata ruang yang telah ada dan memberikan pemulihan bagi tata guna lahan yang telah mengalami kehancuran bencana untuk mencapai kesehatan, keseimbangan dan perlindungan kualitas lokal sebagai investasi masa depan.
Kedua, untuk mengendalikan pemanfaatan lahan hijau secara berlebihan agar tidak mengganggu zona hijau, kasus kejadian bencana kabut asap adalah salah satu penyebab berlebihan dalam mengejar keuntungan bisnis sehingga konsesi yang diberikan diabaikan, dampak yang ditimbulkan sudah jelas, merusak properti yang ada, mengganggu laju pertumbuhan ekonomi, terjadinya degradasi daya dukung lingkungan, tidak adanya lahan untuk zona air berkelanjutan.
Ketiga, pemulihan lahan juga dapat fungsikan untuk memelihara dan memantapkan kondisi lingkungan sebagai upaya pelestarian kualitas yang ada sehingga dapat memberikan sumbangsih untuk pemeliharaan properti sebagai investasi jangka panjang, menghindarkan tumpang tindih penggunaan lahan untuk sarana fisik ringan dan berat dalam mencegah bahaya dan ancaman bencana. Keempat, pemulihan lahan juga sabagai berfungsi sebagai cadangan tata guna lahan bagi kebutuhan manusia untuk keberlanjutan dan ketahahanan pangan, keseimbangan air bersih dan kebutuhan publik lainnya.
Membangun suatu kawasan dengan bangunan industri yang ada harus tersedia pula lahan yang kosong sebagai zona pembeda, fungsinya harus ada zona keseimbangan untuk menjaga kota dari ancaman kekeringan, banjir dan zona sanggahan bencana yang luas arealnya harus seimbang dengan luas penggunaan lahan yang ada atau yang difungsikan sebagai tata ruang aktivitas publik.
Membangun suatu kawasan investasi untuk aktivitas pelayanan masyarakat umum dengan gedung kantor pemerintahan harus dibangun secara terpisah dengan menyediakan dan harus ditemukan ada ruang terbuka hijau sesuai luas areal peruntukan kegiatan umum dan pemerintahan, sehingga ditemukan keselarasan pemulihan kegiatan alam.
M. Anwar Siregar
Geolog, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi-Geosfer. Tulisan ini sudah di Publikasi di HARIAN ANALISA MEDAN, Bulan Agustus 2013

Building Code Aceh-China :Geologi Mitigasi

PEMBELAJARAN BUILDING CODE GEMPA ACEH-CHINA
Oleh : M. Anwar Siregar
               
Efek penjalaran seismik dari gerak lempeng bumi terus berdenyut untuk mencari keseimbangan maka akan ada pijakan batuan bergeser dengan terjadi lagi bencana gempa kembar di wilayah Tiongkok barat laut hari senin 22 Juli 2013, gempa berkekuatan 6.6 SR dan 5.6 SR dengan kedalaman yang sangat dangkal, semuanya di bawah 11 kilometer [versi USGS], sehingga bangunan diatas mudah mengalami distabilitas pondasi dan pilar konstruksi mengalami keretakan kekuatan, dan telah menewaskan lebih 73 orang dan melukai 600 orang lainnya [dari berbagai sumber].
GEMPA ACEH-CHINA
Gempa kuat yang terjadi di Aceh Tengah menjelang ramadhan 03 Juli akibat pergeseran Sesar Sumatera pada segmen Aceh-Tripa yang membelah daratan tinggi Aceh bagian dari pergerakan Lempeng Eurasia sekitar 10-27 mm/tahun, bila diasumsikan bahwa Sesar Sumatera yang memiliki potensi gempa adalah 15 km, maka akan bisa dihitung kekuatan gempa untuk akumulasi energi 100 tahun dan 200 tahun dengan anggapan zona kunciannya mencapai 100 persen. 

 Gambar : Sisa-sisa jalan menuju Calang, Aceh Barat yang menyusuri tebing di tepi pantai. Perlu rekonstruksi building code dan pemetaan daerah rawan tsunami untuk pembangunan infrastruktur jalan berbasis building code di Aceh (Sumber gambar : Foto: SR. Wittiri, Geomagz, edisi bulan Desember 2011)
Dari beberapa literatur, menyebutkan sejak dari tahun 1892-2013, telah terjadi 26 kali gempa darat dengan skala 6 Magnitudo sepanjang Sesar Sumatera dan 8 diantaranya pernah berlangsung di daratan Gayo Lues. Memberikan catatan peringatan bahwa di zona tersebut masih akan terjadi pengumpulan energi gempa yang perlu diwaspadai karena ada dua faktor jenis gempa terbaru akibat efek dari gempa besar Samudera pada tahun 2004 yaitu pertama terdapat seismik gap dalam bentuk zona a-seismik normal yang bergerak lambat dalam ratusan tahun, lalu mengalami penguncian hampir sempurna akibat berbagai tekanan dan kedua dalam bentuk a-seismik robekan dampak dari penekanan per area yang membentuk kawasan seismik gap baru serta berhubungan langsung dari pecahan lempengan yang bergeser, mengubah deformasi pusat gempa daratan terdahulu, sewaktu-waktu dapat melepaskan energi gempa di daratan yang lebih besar akibat dari pergerakan aktif Lempeng Indo-Australia ke Utara Asia.
Gempa di daratan Pulau Sumatera sering berlangsung di bagian Utara wilayah Aceh, semakin mendesak melengkung mendekati daratan Semananjung Asia sehingga akan selalu ada daya rusak gempa karena Patahan Seumelium di Timur Aceh terpisahkan oleh Selat Malaka yang memiliki karakteristik hantaran seismik yang kencang menuju ke patahan besar Burma. Bukti sejarah dalam tahun 2008-2013 Aceh berulang kali dicabik gempa antara lain gempa kembar April 2012 dengan kekuatan mencapai 8.6 SR dengan pola sesar geser, gempa Pidie bulan Mei dengan intensitas mencapai 6.0 SR, lalu disusul gempa Gayo Lues dengan kekuatan 6.6 SR di Bulan Juli. Semua gempa tersebut merusak bangunan dan menelan korban jiwa.
Karakteristik gempa daratan Sumatera ternyata hampir mirip dengan gempa yang terjadi didaratan China, di Tiongkok terdapat beberapa zona patahan besar daratan antara lain Patahan Besar Postdam yang meliputi India, Pakistan, China dan sebagian Burma yang membelah tinggian Tibet, patahan besar Longmen Shan dan Patahan Lembah Sichuan. Pusat gempa yang terjadi hari Senin itu berada di daratan antara batas daratan Tinggi Tibet dengan Lembah Sichuan [sumber USGS], dampak dari relaksasi pergerakan lempeng tektonik terhadap patahan Longmen Shan sepanjang 242 km yang menghasilkan getaran sejauh 150 kilometer di lembah Gunung Longmen Shan.
Gempa yang sering berlangsung di daratan China merupakan akumulasi dari tabrakan antara Lempeng India yang bergerak ke Utara ke daratan Benua Asia menimbulkan medan energi stress diperbatasan antara Lempeng Longmen Shan dengan Patahan Tinggi Tibet untuk menperpendek jarak kawasan antar lembah, merupakan bagian rangkaian plateau [daratan tinggi dengan lembah yang curam serta sempit], menuju Asia sehingga dataran tinggi Tibet bergeser ke Timur daratan China dengan menekan ruas patahan lembah Sichuan, segmen-segmen patahan di China umumnya dicirikhaskan oleh lembah-lembah terjal dengan tebing terpisah dekat, membentuk jalur daratan curam. Gempa daratan dikontrol juga oleh pergerakan beberapa lempeng kecil, dipisahkan oleh berbagai lembah kecil yang terjal dengan kedalaman dangkal sebagai zona terlemah dan terkunci.
Pusat gempa daratan di China selalu berlangsung di segmen Patahan Sichuan dan segmen Patahan Longmen Shan dengan kekuatan gempa diatas 6.0-8.0 SR. Bukti sejarah dapat dilihat pada kejadian gempa Lushan mei 2008, kekuatan mencapai 7.9 SR lalu tiga bulan kemudian terjadi gempa Sichuan dengan kekuatan gempa 6.1 SR. Pada tahun 2010 terjadi gempa Yushu dengan 7.1 Mw serta gempa Yunnan-Guizhaou tahun 2012 dengan kekuatan 5.7 SR dan April 2013 terjadi gempa Sichuan berkekuatan 7.0 SR.
BUILDING CODE GEMPA
Dari gambaran antara kedua zona gempa daratan yang berbeda, seharusnya kita telah belajar sejarah gempa, bahwa setiap terjadi bencana gempa bumi akan selalu ada korban dan meluluhlantakan kota dan menghancurkan sendi kehidupan sosial budaya masyarakat akibat hilangnya elemen kapasitas SDM, untuk melepaskan diri dari trauma psikologis gempa dalam hitungan detik.
Gambaran gempa yang terjadi di Aceh dan China sangat kontras dengan apa yang terjadi jika gempa bumi berlangsung di Jepang, umumnya bangunan di Jepang di buat dengan teknologi building code, tingkat daya rusak gempa di Jepang adalah paling tertinggi di muka bumi. Memang Jepang telah mengalami pukulan telak dalam kejadian serangan gempa bulan Maret 2011 yang meluluhlantakan kawasan Pantai Timur Jepang oleh terjangan tsunami diatas kekuatan 8.9 SR.
Namun, jika dibandingkan dengan gempa Aceh dan China, hal itu tidak seberapa, baru gempa kecil saja kedua negara ini langsung mengalami kehancuran fisik, coba jika diatas 8.0 SR maka dipastikan Lembah Gayo dan Lembah Sichuan akan mengalami penghancuran akibat longsoran yang maha dahsyat, memotong geometri lereng gunung Longmen Shan sebagai pengganti tsunami ke dasar sungai untuk menenggelam wilayah yang tidak berbasis mikrozonasi kegempaan lokal yang tercakup dalam zoning regulation map dan bangunan tidak berbasis building code.
Maka Jepang sudah harus dijadikan model bagaimana menghadapi gempa sepanjang hari dengan membangun hunian tetap dengan konstruksi bangunan tahan gempa dengan selalu belajar dari pengalaman sejarah bencana gempa sehingga Jepang sangat ini terbaik dalam pembangunan infrastruktur gedung bertingkat tahan gempa, selalu berbasis building code yang dilandaskan dengan kondisi tatanan geologi percepatan puncak batuan dasar dengan kekuatan bangunan yang membentuk wilayah dimana bangunan fisik yang akan dibangun.
Sebenarnya China pernah mencatat sejarah hebat dalam gempa besar daratan Tangshan tahun 1976 yang mampu mendeteksi datangnya gempa dan mengevakuasi penduduk tanpa ada korban namun beberapa tahun kemudian kejadian gempa datang menghancurkan kota industri di Tangshan dengan korban diatas 200 ribu jiwa karena tidak dikontrol oleh konstruksi building code.
Standart operating procedure [SOP] adalah salah satu bagian penerapan untuk building code yang dapat disosialisasikan dalam bentuk kegiatan non fisik yaitu kepada setiap masyarakat, baik pemilik rumah dan gedung bertingkat untuk mengetahui tingkat resiko yang ditimbulkan apabila bangunan tidak berstandart building code maka pentingnya SOP harus dipraktekan jika bangunan sudah terlanjurkan terbangunkan dan begitu juga pelaksanaan evakuasi dilapangan.
Penerapan rekonstruksi berbasis building code dalam bentuk fisik yaitu dimulai ketika membedah rumah yang rusak serta perkuatan bangunan bagi bangunan yang masih utuh pada pembangunan konstruksi pondasi dan elemen bangunan lainnya dan harus menjadi prioritas utama dalam setiap bantuan dana gempa.
Jadi Aceh dan China rupanya belum mengimplementasikan pelajaran sejarah bencana di masa lalu, maka kita lihat pada kejadian gempa sekarang bahwa kaidah building code belum membumi dan masyarakat masih beranggapan bahwa gempa bumi adalah pembunuh alamiah nomor satu yang sangat ditakuti, sebenarnya tidak. Yang berbicara adalah kualitas dan kemampuan bangunan berlandaskan peta seismik batuan dan konstruksi building code
Rehabilitasi dan rekonstruksi tata ruang Aceh akibat tsunami 2004 sebenarnya masuk kedalam tiga patahan daratan yaitu Aceh-Tripa-Seumelium belum berketahanan gempa, maka akan selalu ada korban dan kerugian harta benda yang mahal jika Aceh tercabik gempa lagi.
M. Anwar Siregar
Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi-Geosfer. Tulisan ini Sudah di Publikasi di HARIAN ANALISA MEDAN, Agustus 2013

Related Posts :