Jul 15, 2014

Membumikan Mitigasi Hijau Bumi : Geologi Lingkungan


MEMBUMIKAN MITIGASI HIJAU DI BUMI
Oleh M. Anwar Siregar
Sudah selayaknya semua merenungkan sejenak untuk melihat secara jernih persoalan-persoalan yang ada, bagaimana masa depan tata ruang jika tidak melakukan tindakan mitigasi tata ruang hijau terhadap bumi bagi generasi dalam menghadapi tantangan bencana di masa mendatang, bahwa banyaknya terjadi bencana alam adalah salah satu penyebab dari krisis ekologi hijau, krisis etika lingkungan, krisis moral pemanfaatan sumber daya alam dalam pembangunan.
Membumikan mitgasi dalam pembangunan tata ruang hijau harus memahami berbagai elemen kehidupan lingkungan. Prinsip etika lingkungan hidup dan pemerataan pembangunan ekonomi dan sosial harus dimulai dipakai sebagai dasar pertimbangan utama yang sejajar sebagai parameter yang penting dalam melakukan pengendalian kebencanaan tata ruang khususnya pengendalian ruang-ruang hijau sebagai upaya mencegah kerusakan yang lebih global dipermukaan bumi.
ETIKA LINGKUNGAN
Sonny Keraf [2003], dalam bukunya Etika Lingkungan, menyebutkan 9 prinsip etika lingkungan sebagai upaya yang harus dilakukan oleh semua komponen manusia Indonesia dalam membangun dan membumikan pembangunan hijau di Indonesia, meliputi : 1. Hormat terhadap alam. 2. Bertanggungjawab kepada alam. 3. Solidaritas kosmis. 4. Tidak merugikan. 5. Peduli kepada alam. 6. Hidup selaras dengan alam. 7. Keadilan. 8. Demokrasi. 9. Integritas moral.
Semua prinsip etika tersebut harus dipahami dalam perencanaan pembangunan fisik, agar daya dukung dan keseimbangan ekologis lingkungan di bumi tetap terjaga untuk memberikan rasa aman dan harmonisasi dalam aktivitas kehidupan manusia dalam lingkungan kota yang sedang berkembang, menekan multikrisis dimensi lingkungan global dengan tetap memperhatikan dan tidak mengabaikan kepentingan dan kearifan budaya masyarakat lokal sehingga keseimbangan ekosistim akan menghasilkan esensi dari keberlanjutan pembangunan [sustainable development] terutama faktor manajemen pembangunan sumber daya alam sebagai yang utama dengan pertimbangan lingkungan,                                         
Artinya, bagaimana memanfaatkan sumberdaya yang sesuai dengan memperhatikan daya dukung lingkungan untuk di rumuskan dalam pembangunan fisik di permukaan bumi karena berbagai kasus lingkungan yang akhir-akhir ini telah menimbulkan berbagai bencana beruntun dan menimbulkan kerugian yang luar biasa baik oleh faktor alam maupun juga oleh faktor manusia.
Selain etika lingkungan, meminjam istilah Eko Budihardjo, dalam bukunya Kota Yang Berkelanjutan untuk pembangunan ada 7 prinsip plus dua tambahan yang perlu dihayati oleh berbagai kalangan antara lain, Pertama, aspek environment atau ekology yang merupakan faktor penting tetapi sering terabaikan dalam perencanaan dan pembangunan kota. Kedua, aspek emplyoment atau economy, harus memperhatikan semua ruang yang ada dalam kota sehingga tidak terjadi penggusuran terhadap masyarakat marginal. Ketiga, engagement atau partisipasi, paradigama dalam pembangunan yang memperioritaskan keikutsertaan berbagai elemen untuk menujukan sinergis dan dinamika yang kompak. Keempat, equity atau persamaan hak, kesetaraan dan keadilan, yang berkaitan dengan penggunaan sumber-sumber daya kota, dapat dimanfaatkan secara posistif oleh segala lapisan masyarakat kota.
Kelima, energy conservation terhadap penggunaan infrastruktur transportasi. Keenam, etika membangun, memahami fungsi daya dukung lingkungan terhadap pembangunan fisik. Ketujuh, estetika atau keindahan serta tambahan untuk pengendalian kerusakan lingkungan yaitu enforcement atau penegakan hukum yang semakin terabaikan dalam menegakan aturan tata ruang serta enjoyment atau kenikmatan dan kenyamanan dalam lingkungan sekitarnya.
Faktor alam, sesungguhnya tak bisa dihindarkan, akan tetapi apabila kita memiliki kesadaran budaya atas kepentingan hidup kolektif baik untuk hari ini dan masa depan bagi generasi kita maka bencana alam tak akan membawa banyak kerugian. Kerugian itu justru paling banyak diakibatkan oleh manusia dari kecerobohan dan keserakahan manusia sendiri. Alam bukan merupakan sesuatu hal yang misterius. Alam telah terbukti menjadi sahabat sejati yang tidak pernah berbohong jika manusia bersahabat dan mengakrabinya. Alam akan selalu memberikan penanda tentang apa yang akan terjadi. Kita telah menganiaya alam dan alam telah memberikan respons seperti sekarang.
POLITIK BUMI
Pembangunan ‘environmental justice’ merupakan suatu landasan moral sekaligus landasan epistemologis dalam menyusun metode pembangunan sosial yang berkelanjutan jika ingin membumikan mitigasi hijau di bumi, bukan hanya sekedar pembangunan ekonomi. Pembangunan sosial memiliki karakter yang mengintegrasikan seluruh aktivitas produktif manusia dengan pelembagaan sistem nilai dan norma yang mengutamakan distribusi keadilan khususnya bagi kesejahteraan warga masyarakat dengan harmonisasi lingkungan alam.
Hal ini dapat tercapai apabila perumusan kebijakan pembangunan yang mengutamakan keseimbangan pemanfaatan sumber daya alam dengan keuntungan, mempertimbangkan aspek distribusi kesejahteraan untuk meminimalisasi jurang perbedaan ekonomi dan sosial yang terlalu dalam (jauh) agar ada kondisi harmonisasi pemanfaatan hasil sumber daya alam. Tetapi, karena kita telah banyak meninggalkan pengetahuan lokal tentang alam, isyarat alam itu kurang atau bahkan tidak ditangkap. Seandainya kita masih mengakrabi pengetahuan tradisional tentang cuaca laut, mungkin korban dapat diminimalkan serta mengakomodasi bentuk-bentuk kearifan budaya lokal bangsa yang menyebar merata di Nusantara dalam berekonomi dan beraktivitas lainnya dalam kaitannya dengan eksploitasi alam.
Politik Lingkungan harus meletakan pondasi kuat dalam membangun mitigasi hijau untuk membatasi emisi CO2 sebagai syarat utama dalam pembangunan di berbagai negara di dunia khususnya Indonesia yang merupakan paru-paru utama dunia harus berperan kuat untuk mendorong negara-negara maju seperti Amerika Serikat meratifikasi protokol Kyoto bersama negara berkembang dalam membatasi emisi CO2.
Pembangunan politik terhadap lingkungan bumi harus memuat kebijakan keadilan terhadap kemampuan daya dukung ekologi bumi, memuat unsur keadilan sebagai berikut : 1. Keadilan Distributif untuk menjaga keseimbangan pengelolaan sumber-sumber daya lingkungan dari berbagai eksploitasi dan langkah-langkah perlindungan yang aman dari dampak bencana eksploitasi pembangunan ekonomi misalnya pencemaran alam oleh aktivitas limbah industri, aktivitas kegiatan pertambangan yang sering memberikan beban bagi lingkungan yang tidak dikehendaki oleh masyarakat sehingga menjadi beban yang harus ditanggung oleh warga masyarakat sekitarnya.
2. Kebijakan regulasi merupakan kebijakan politik terhadap aspek transparansi peraturan-peraturan kebijakan lingkungan yang tidak boleh bertentangan dengan isu-isu lingkungan keadilan prosedural dan terutama akses masyarakat dalam mendapatkan informasi dalam pengambilan keputusan yang memiliki dampak pada lingkungan. 3. Keadilan Korektif, upaya menerapkan aturan legal formal melalui legislasi, aturan dan regulasi atau proses hukum yang memungkinkan upaya-upaya untuk mendapatkan keadilan formal sebagai dampak lingkungan, misalnya melalui perwujudan kompensasi bagi warga masyarakat yang dirugikan dan hukuman bagi mereka yang terbukti melakukan kerusakan lingkungan alam. (sumber : politik bumi dalam pembangunan lingkungan).
4. Keadilan Sosial, mengupayakan keadilan pembangunan bagi semua segenap sosial masyarakat yang difokuskan pada upaya pembangunan kesejahteraan dengan memberikan pengertian dan pengetahuan tentang kemampuan daya dukung sumber daya alam melalui mekanisme keadilan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan perencanaan tata ruang kota yang berkelanjutan oleh berbagai kepentingan ekonomi dan bisnis untuk menghindari eksploitasi secara berlebih-lebihan, penerapan kajian dampak lingkungan, penerapan pertambangan dan ekonomi ramah lingkungan untuk di distribusikan dalam memberikan berbagai peluang dan akses kesempatan hidup bukan saja hanya mempertimbangkan keselarasan antara manusia dengan alam tetapi sekaligus keselarasan didalam berhubungan aktivitas produktif memanfaatkan sumber daya alam sebagai tanggung jawab sosial bagi kesejahteraan masyarakat, yang diakomodasi melalui sistem demokrasi yang menghargai nilai-nilai budaya yang bersifat multikultur.
M. Anwar Siregar
Enviroment-Geologist, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer, Tulisan ini sudah dipblikasi pada HARIAN ANALISA MEDAN, Bulan April 2014

No comments:

Post a Comment

Related Posts :