Oct 29, 2014

Tantangan Alam Urbanisasi dan RTH

TANTANGAN ALAM SUMUT 2014 : URBANISASI DAN RTH BANJIR
Oleh : M. Anwar Siregar
Salah satu renungan untuk menekan kerugian akibat kebijakan pembangunan di Sumut untuk tahun 2014 adalah bencana banjir dan gerakan tanah yang silih berganti, menunjukkan bahwa bencana alam terjadi tidak semata-mata dipengaruhi oleh faktor alam, tetapi juga oleh faktor kegiatan manusia yang mengabaikan faktor menjaga keseimbangan keserasian lingkungan, yaitu urbanisasi dan penghancuran ruang terbuka hijau yang merupakan penyumbang utama kerusakan lingkungan. 

Sumber Ilustrasi gambar :  http://analisadaily.com/opini/news/
URBANISASI
Eskalasi urbanisasi ke pusat-pusat pertumbuhan kota besar di Sumut kini menambah keruwetan masalah kependudukan dan penataan ruang wilayah hijau yang berdampak pada perkembangan fisik ruang kota di Sumut. Perkembangan urbanisasi di Indonesia dan Sumut khususnya dapat diamati dari tiga aspek, pertama, jumlah penduduk yang tinggal di kawsan perkotaan meningkat secara eksponensial. Kedua, sebaran penduduk yang tidak merata antar pulau di Indonesia secara umum, sedang di Sumut lebih fokus atau terkonsentrasi di wilayah pantai timur serta ketiga, laju urbanisasi umumnya di kota-kota metropolitan seperti Mebidang, Jabodetabek serta Gerbangkertasula merupakan magnet utama dengan peningkatan fraksi penduduk perkotaan di Indonesia meningkat dari 17,4 persen pada tahun 1970 meningkat menjadi 22,3 persen pada tahun 1980. Pada tahun 1990 ada peningkatan penduduk menjadi 30,9 persen dan tahun 2002 menjadi 43,99 persen dan pada akhir tahun 2010 meningkat menjadi 52,03 persen. Artinya dalam waktu 40 tahun urbanisasi telah melipatgandakan penduduk perkotaan tiga kali lebih besar (disari dari berbagai sumber).
Urbanisasi dipandang sebagai pilihan rasional masyarakat untuk meningkatkan taraf hidupnya, dengan kata lain, upaya untuk menjadikan hidupnya lebih layak dan sejahtera. Tetapi disatu sisi lain, ketika kota-kota bertransformasi menjadi lebih modern, secara bersamaan kualitas lingkungan perkotaan ikut menurun secara signifikan. Hal inilah mendorong terjadinya penyimpangan tata ruang sehingga mendesak ke tata ruang hijau di beberapa kota yang sedang berkembang modern di Sumut, yang menimbulkan bencana banjir musiman dalam skala bahaya sedang, sedang kondisi penurunan dan merosotnya kualitas sumber daya air dapat dilihat gambaran pelajaran banjir di Jakarta, Semarang dan Bandung.
Faktor yang menyebabkan penurunan kualitas lingkungan diperkotaan terutama hilangnya luasan daerah ekologi hijau, peningkatan jumlah transportasi menyebabkan kemacetan akut, hilangnya sumber daya hayati bagi peresapan air sehingga banjir akan berulang dan semakin parah seperti kejadian banjir tahun 2013, akibat laju pesat pembangunan fisik terjadi penurunan permukaan tanah oleh pemompaan air secara berlebihan berdampak pada keterbatasan dan ketersedian air yang layak minum dan terbentuknya "tata ruang kumuh di sungai" di pusat perkotaan hingga menuju ke daerah pinggiran. Terbentuknya tata ruang kumuh di luar dari rencana awal pembangunan tata ruang dapat dilacak dari kemampuan sumber daya pendatang yang masih berpola pikir perdesaan yang tercermin dari tingginya pengangguran dan kemampuan dalam mendapat penghidupan layak di daerah perkotaan
KEBERLANJUTAN RUANG HIJAU
Dengan melihat beberapa faktor geologis dan geografis kota di Sumut terutama ibukota Propinsi yaitu Medan yang bertumpuk pada kajian geohazard dan georisk dengan memanfaatkan sistim informasi data penginderaan jauh sebagai aspek dari pertimbangan penyusunan peta spasial ruang daerah banjir, dan manajemen sistim alam atau geologi lingkungan yaitu manajemen sumber daya alam untuk mendukung pembangunan ekonomi dan sosial berkelanjutan yang berkaitan dengan sumber daya air untuk dijadikan  sebagai sumber daya terbarukan dan upaya menimalisasi dampak dari pengambilan dan penggunaan sumber daya alam tak terbarukan yang memperhatikan tata ruang hijau berbasis mitigasi bencana banjir yang meliputi aspek hidrometeorgeologi, penyebaran penduduk di kawasan padat, dan garis patahan lempeng bumi di kawasan tengah Propinsi Sumatera Utara.
Dalam kaitan ini, maka perlu dipikirkan ruang-ruang hijau terbuka dan ruang publik untuk pusat perekonomian, ruang hijau atau taman lokasi pemukiman, taman daerah perkantoran, taman sanggahan bencana di kawasan industri, serta publik space khusu yang bukan sekedar ruang hijau terbuka untuk peningkatan pendapatan sumber daya ekonomi pembangunan maupun keperluan peningkatan ekonomi masyarakat tetapi sebagai ruang penyelamatan, taman dan jalur evakuasi, depot bencana serta ruang hijau  abadi untuk berbagai keperluan sandang-pangan, harus dijaga ketat dan ditindak secara tegas dengan partisipasi masyarakat yang sadar untuk kepentingan mereka.
Keberlanjutan ruang terbuka hijau di wilayah daerah yang telah diidentifikasi sebagai daerah rawan banjir memerlukan konsep kota hijau berbasis banjir maka ada dua tahapan diperlukan. Tahap jangka pendek yaitu kawasan perlinduangan hijau dan air yaitu DAS atau sungai-sungai yang membelah tata ruang Medan, dan kota satelitnya yang telah kehilangan ekologi hijau dan memerlukan reboisasi dengan membongkar kawasan kumuh sesuai aturan UU tata ruang dan UU pengairan harus terdapat kawasan lindung hijau sejauh 50 meter dari kiri dan kanan bantaran dan DAS sungai. Kawasan budidaya (yang ini di Medan tidak ada dan terkikis oleh kemajuan pembangunan fisik), kawasan hutan konservasi pantai berupa hutan mangrove.
Sedangkan tahapan jangka penjang diperlukan adalah pertama, manajemen penataan sistim kelembagaan pengelolaan DAS untuk mengontrol aktifitas sosial dan pembengunan fisik oleh masyarakat agar dapat melaksanakan perencanaan dan mengimplementasikan yang berkaitan dengan pengelolaan DAS.
Kedua, pengembangan hutan di kawasan DAS bagian hulu untuk meningkatkan fungsi hutan dalam hal pengendalian banjir. Ketiga, mengupayakan pemerataan pembangunan antar wilayah dalam kota untuk mengurangi konsentrasi penyebaran penduduk di perkotaan agar dapat mencegah berkurangnya daerah rawa dan daerah taman kota serta keempat, menyusun strategi penyuluhan lingkungan bagi masyarakat terdidik untuk menjadikan kawasan hijau sebagai ekonomi produktivitas melalui konsep pertanian abadi dengan sumber dana dan fasilitasi manajemen dari Pemko Medan dengan melakukan pendataan lahan tidur sebagai sumber ekonomi daerah agar dapat dijadikan fungsi ekologis air, fungsi perluasan taman dan areal perkebunan produktif melalui instansi terkait.
TANTANGAN BANJIR
Hukum geologi lingkungan menyebutkan bahwa kejadian bencana-bencana masa lalu merupakan gambaran ke masa kini dan merupakan introspeksi gambaran ke masa mendatang, bahwa kejadian bencana alam yang sering terjadi sekarang dapat di tekan jika belajar dari sejarah bencana yang pernah terjadi, sebagai contoh gempa tsunami, terekam dari jejak pengangkatan pulau-pulau karang, sehingga upaya menimalisasi luasan kerusakan tata ruang dapat diketahui, berapa luas lahan yang akan hancur dan dimanakah perlu diletakan suatu pusat distribusi dan aktivitas kehidupan manusia.
Begitu juga gambaran tentang bencana banjir dan gerakan tanah, semua elemen kejadian bencana sebenarnya ada sumber pelajarannya, namun manusia sekarang alpa, masalaha klasik terletak pada bagaimana mengupayakan keselarasan ruang hijau dengan kekuatan ekonomi dalam tata ruang di kota besar Sumut yang berlangganan banjir seperti Medan, Tebing Tinggi, Rantau Parapat serta kota sedang berkembang seperti Sibuhuan dan Gunung Tua serta Panyabungan. Sebuah tantangan 2014 untuk menekan bencana banjir dan sekali disertai batu Sinabung atau mungkin giliran Sibual-buali yang menyertai pemikiran para perencana pembangunan di tahun 2014.

M. Anwar Siregar
Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi-Geosfer. Tulisan ini sudah di Publikasi di Harian ANALISA MEDAN Tahun 2013

Agenda Coklat vs Agenda Hijau : Geologi Lingkungan

AGENDA COKLAT VS AGENDA HIJAU
Oleh M. Anwar Siregar
Untuk menelaah mengapa terjadi penghancuran di permukaan dan diatas bumi oleh seluruh bangsa di dunia ada beberapa penyebab yang penting perlu diperhatikan antara lain : kemampuan daya dukung lingkungan dalam pemakaian sumber-sumber bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui sebagai agen utama dalam memperparah kondisi geosfer, penghancuran sumber daya hutan yang terbatas dan kemampuan recoveri lahan dalam memberi keberlanjutan sumber daya kehidupan bagi manusia dan makhluk lainnya. Serta kebijakan faktor ekonomi global dalam mengejar manfaat ekonomi sematanya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat secara sosial sehingga untuk memulihkan daya dukung lingkungan dalam era pembangunan modern dimasa sekarang di Indonesia semakin susah untuk mencapai keseimbangan lingkungan.
Kondisi daya dukung lingkungan yang semakin menurun di beberapa wilayah di Indonesia kini telah memasuki diambang bencana universal, Pemerintah saat ini menghadapi dilemma sosial akibat peningkatan laju penduduk yang semakin bertambah sedang dilain pihak terbatasnya tata guna lahan rehabilitasi untuk segala aktivitas kehidupan manusia. Perbandingan antara jumlah penduduk Indonesia saat ini dengan daya dukung sumber daya alam untuk kebutuhan hidup sudah tidak ideal lagi, dalam arti akibat besarnya kepadatan jumlah penduduk tidak lagi memungkinkan peningkatan produktivitas lahan per kapita untuk menjamin kesejahteraan minimal masyarakat. Perlu program lingkungan untuk menekan aspek laju kerusakan lingkungan.
EFEK GLOBAL COKLAT
Alam telah menyediakan sumber-sumber energi untuk menunjang kehidupan dimuka bumi, sumber energi yang paling utama adalah bahan bakar fosil atau BBM, hampir seluruh dunia menggunakan BBM konvensional untuk memenuhi kebutuhan energi sehari-hari, manusia harus mengolah sumber-sumber energi menjadi bahan bakar dan energi listrik ini dalam kondisi terkendali di era sekarang, namun pemaksaan masih nampak kuat dalam pemenuhan kebutuhan energi yang berlebihan sehingga kita telah merasakan terganggunya keseimbangan lingkungan Bumi, yaitu penipisan lapisan ozon, hujan asam dan pemanasan global yang merupakan efek global coklat sangat membahayakan kelangsungan kehidupan di Bumi.
Efek konsumsi bahan bakar fosil secara global yang terus meningkat membawa dua akibat terhadap lingkungan hidup manusia yaitu penurunan tingkah taraf hidup manusia dan menyebabkan kondisi lingkungan yang tidak layak dihuni dengan berbagai efek yang telah kita ketahui. Salah satu konstribusi bagi kenaikan efek rumah kaca bagi Indonesia adalah CO2, mayoritas 83 persen bangsa Indonesia menggunakan BBM, yang terbesar dalam pemakaian ini, lalu bahan bakar dari Batubara dan bahan bakar gas cair alam, pengguna terbesar bahan bakar ini adalah kendaraan, lalu pabrik industri dan PLN.
Penyumbang perubahan kondisi iklim, cuaca, suhu dan lingkungan geobiosfer Bumi dapat dilihat dari aktivitas manusia melalui kelompok polutan kimia, biologi dan fisika sebagai faktor pencemaran udara melalui tebaran debu-debu organik dan polutan gas dari cerobong rumah tangga dan pabrik industri dan polutan kendaraan di kota-kota besar dunia dengan mencapai 150 ton polutan asam yang mudah menguap, 500 ton subtansi nitrogen, 400 ton komponen belerang/sulfur serta 1500 ton mineral-mineral organik lainnya serta pembakaran hutan yang menghasilkan Smog, seperti sering berlangsung di kawasan hutan Indonesia.
Eksploitasi hutan yang berlebihan secara illegal tanpa diikuti reboisasi juga dapat berakibat keruskan lingkungan, banjir dan tanah longsor serta menambah keturunan efek coklat global terutama di Indonesia yang sedang berjuang keras dalam mengurangi efek CO2 sebesar 45 persen sebelum tahun 2025. Pembangunan industri dengan penerapan teknologi maju yang tidak disertai wawasan lingkungan berpotensi terhadap lingkungan hidup seperti pencemaran udara dan pencemaran tanah akibat limbah yang tidak diolah. Hutan memberikan banyak manfaat dengan fungsinya antara lain sebagai pemasok oksigen, paru-paru dunia, penyeimbang lingkungan disamping dapat menghasilkan devisa. Sekarang kondisi hutan di dunia kini semakin berkurang.
Salah satu peristiwa yang selalu menjadi bahan pembicaraan dunia internasional terhadap injeksi coklat di angkasa dan terbesar di Asia Tenggara adalah peristiwa kabut asap, di mana pembakaran hutan itu telah memberikan sumbangan polutan di atmosfer mencapai 3 milyar ton, perusakan hutan dan perizinan perkebunan merupakan aktivitas yang paling menonjol dalam memberikan tatanan perubahan iklim global di Asia Tenggara.
Perlu strategi pembangunan berwawasan lingkungan, dalam mengendalikan aspek kerusakan lapisan udara, Pemerintahan di Indonesia harus memastikan daerahnya memiliki agenda pengendalian kerusakan geosfer yang disebabkan oleh unsur-unsur polutan (coklat), yang kini semakin parah dengan banyaknya jenis kendaraan yang masih menggunakan bahan bakar konvensional mengandung timbal serta industri masih menggunakan bahan bakar batu bara, program agenda coklat dapat memanfaatkan energi alam yang lebih baik seperti panas bumi, gas cair alam, bahan bakar biofuel dan nabati untuk dijadikan isu-isu strategis pembangunan, isu ini penting dalam menjaga keberlangsungan sumber daya lainnya yaitu sumber daya laut yang berbasis ekonomi biru dan ekonomi hijau.
BENCANA HIJAU
Salah satu andil penyebab bencana hijau, adalah banyaknya hutan dikorbankan menjadi kawasan peruntukan lahan kelapa sawit. Hutan yang dibuka dengan pengusulan secara langsung sudah sebanyak 6,2 juta hektar. Sementara hutan yang dibuka secara kolektif dan transaksional antara tahun 2009 hingga 2013 mencapai 12,35 juta hektar (Sumber Walhi Riau).
Banyaknya pengeluaran izin di kawasan hutan yang berdasarkan kajian lingkungan kurang memadai, namun dalam penerapan kaidah lingkungan untuk mengendalikan bencana hijau terutama dalam praktik industri di hutan-hutan Indonesia dan perkebunan masih jauh dari sikap tanggung jawab mengikuti standart SOP dan standart pelayanan minimun. Menimbulkan problematika lingkungan hutan, penurunan kualitas hutan karena berbagai faktor yang bersifat kompleks, konfigurasi hutan tropis di Indonesia telah mengalami penurunan signifikan dengan luasan hutan yang rusak di dalam suatu kawasan hutan telah mencapai 59,62 juta hektar, luasan hutan rusak di luar kawasan hutan mencapai 42,11 juta hektar (sumber Badan Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan, 2000).
Pemerintahan di Sumut memerlukan agenda hijau untuk mengendalikan bencana banjir di masa mendatang. Eksplorasi kehancuran hutan itu salah satu penyebab kondisi anomali cuaca, banjir sekarang merupakan kelanjutan banjir pada semester pertama tahun 2013 yang telah berlangsung sebelumnya di Medan, Madina, Palas serta Labuhan Batu.
AGENDA HIJAU
Tindakan-tindakan pelestarian RTH untuk mencegah bencana ekologi hijau perlu diidentifikasi sampai pada tingkat yang dapat diterima dengan mempertimbangkan berbagai aspek kebijakan, hukum dan kelembagaan serta alternatif dalam pengendalian dampak lingkungan akibat laju pembangunan fisik oleh analisis kerentanan dari berbagai jenis proyek yang dapat mengokupasi ruang hijau terbuka sehingga dapat mencegah bencana banjir, meminimalisasi rasio kekurangan daerah tata ruang air serta langkah-langkah pelestarian lingkungan. Faktanya, bencana banjir di Sumatera Utara semester kedua sekarang sedang berlangsung di Kabupeten Langkat, Sergai, Tebing Tinggi, Deli Serdang dan Batubara akibat berbagai perusakan kawasan hutan di pinggiran kota, berbagai penghancuran habitat lahan hijau di wilayah perkotaan, semakin menurun daya tahan fisik tata ruang kota, yang tercermin dari semakin menurunnya permukaan tanah, degradasi kekuatan fisik tata ruang air baik secara kuantitas dan kualitas diberbagai areal pemukiman dan infrastruktur fisik kawasan kantor dan jalan jembatan serta kemampuan daya serap oksigen tanah hutan alam semakin berkurang karena hutan Sumut diidentifikasi telah berkurang sekitar menjadi 11 juta hektar sehingga mengakibatkan terjadinya penumpukan polutan di udara yang menimbulkan hujan asam.
Untuk memastikan hal ini masih akan terjadi musibah banjir tahunan, Anda dapat melihat dari udara bagaimana morfologi “hutan yang botak” di sepanjang pesisir barat Tapanuli dan tinggian Tanah Karo hingga menurun ke daratan morfologi rendah di pesisir pantai timur Langkat-Sergai.
M. Anwar Siregar
Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer. Tulisan ini sudah di Publikasi di HARIAN ANALISA MEDAN JULI 2014

http://analisadaily.com/lingkungan/news/agenda-coklat-vs-hijau/51402/2014/08/03 

Oct 28, 2014

Tak Berdaya Hutanku



AKU TAK BERDAYA KARENA LINGKUNGAN HUTANKU
Oleh M. Anwar Siregar

Pembunuhan gajah akhir-akhir ini telah menimbulkan dilema bagi masyarakat, betapa tidak, hal ini disebabkan salah satunya harus melindungi gajah yang semakin langka, tetapi dilain waktu, gajah menimbulkan masalah bagi masyarakat terutama bagi petani harus melindungi kebun mereka. Karena gajah-gajah yang liar ini banyak berkeliaran di ladang-ladang dan persawahan yang bersentuhan dengan hutan dan alang-alang liar. Akibatnya, menimbulkan malapetaka hasil pertanian yang seharusnya sudah panen pada saatnya. Namun, justrunya terbalik karena ulah si gajah liar ini memperondakan dan merusak apa saja yang sudah ditanam, kadang-kadang menghancur gubuk dan tempat tinggal petani dan membahayakan keselamatan jiwa.
Si Gajah mana mau tahu! Karena mereka juga kehilangan habitat akibat ulat si manusia itu juga, yang membabat habis hutan sepanjang tahun hampir 1,4 juta hektar. Jadi bagaimana kami bisa hidup kalau kau manusia seenaknya membakar, membabat, entah apalagi kalian lakukan untuk memenuhi isi otak dan perutmu itu, ini pasti kata yang akan diucapkan si Gajah bila ia pandai bicara seperti manusia, tetapi tanpa bicara pun mereka sudah menunjukan bagaimana sebenarnya mereka “unjuk bicara” dengan menghancurkan peladangan manusia yang katanya berakal.
HEWAN PUNAH
Tak kala populasi manusia bertambah dan masyarakat mulai modern, menurunnya produktivitas tanah, penggundulan hutanm pengembangan wilayah pantai dan gangguan lingkungan seperti hujan asam mempercepat kepunahan species tumbuhan dan binatang.
Jutaan tumbuha, binatang dan berbagai jasad renik (jenis organisma) di dunia dewasa ini merupakan produk evolusi alamiah yang berlangsung tanpa putus 3,5 milyar tahun. Selama jangka itu, tumbuhan dan hewan cenderung menghasilkan keturunan lebih daripada yang dapat ditopang oleh lingkungan sehuingga makhluk hidup yang sifat pembawaannya (genetik) memungkinkan dia dapat berkembang biak dengan hasil yang bisa bertahan hidup. Perubahan lingkungan telah berulang kali, dan species mampu menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan sehingga ada banyak sekali bentuk kehidupan yang benar-benar dapat menyesuaikan diri dengan kondisi mereka hadapi.
Sejak zaman Darwin, ahli biologi telah mengetahui bahwa species menjadi langka sebelum punah dan bahwa kalau sudah langka species mudah punah. Hutan tropis sangat ini mengalami penggundulan demi mengejar keuntungan ekonomi tanpa memperhitungkan waktu reklamasi hutan, selain itu, juga terdapatnya penundaan aliran dana dalam melakukan penghijauan kembali.
Kenyataan, banyak mengalami tantangan, juga disebabka meningkatnya pertumbuhan manusia menuntut disediakannya bahan makanan berupa daging, sepertidiketahui manusia termasuk golongan makhluk hidup pemakan tumbuhan dan daging (carnivora), maka konsumsi daging harus tersedia di meja maka mereka. Tentu, untuk memenuhinya harus buru dan bunuh binatang itu, atau juga ambil kulit binatang langka itu buat dipamerkan dan meningkatkan presetise pribadi seperti yang banyak kita saksikan dilayar televisi oleh para selebritis yang gemar berpakaian wah!
Itu salah satu yang menyebabkan hewan-hewan langka ini menghilang dikehidupan manusia modern bersama dengan berkembangnya bumi melalui periode-periode geologi yang berlangsung di bumi sejak ratusan tahun.
HUTAN HANCUR DAN TERBAKAR
Ditingkat lainnya dari keanekaragaman, ekosistim hutan yang utuh akan memainkan peranan penting dalam mempertahankan kondisi-kondisi yang menopang kehidupan di Bumi. Hutan alam terdapat berbagai jenis spesies memberikan sumbangan penting ditempat-tempat tertentu. Hutan alam dapat mencegah derasnya aliran air di wilayah punggung pembatas antar daerah aliran sungai, dapat membersihkan udara kota dari zat pencemar dan partikel kecil, mengindari terjadinya banjir ganas, juga dapat mempertahankan populasi burung dan serangga pemangsa yang dapat mengendalikan hama-hama tanaman.
Tetapi kenyataan sekarang ini, hutan alamiah telah mengalami penghancuran yang luar biasa. Setiap tahun ada saja kebakaran hutan di Sumatera, Kalimantan dan juga di daerah lainnya, penggundulan hutan tanpa memperhitungka efek yang terjadi kelak. Padahal hutan juga berjasa penting dalam penyediaan makana dan menjaga species-species langka akibat yang ditimbulkan oleh kemajuan teknologi modern.
Banyaknya hewan langka mengalami kepunahan akibat penggundulan dan pembakaran hutan demi kepentinga manusia membuat binatang ini tak berdaya dabn nyaris tak mengancam kehidupan manusia karena ulat manusia itu juga karena menghancurkan “rumah” mereka. Seperti baru-baru ini terjadi di daerah Kabupaten Kampar-Riau, dalam tiap bulan ada satu gajah liar terkena “pelor”, walau gajah ini termasuk binatang yang dilindungi. Namun, seperti kita ketahui, di Propinsi Riau terdapat banyak industri kertas dan pergergajian kayu, maka jangan heran lagi bila hutan-hutan di sana banyak mengalami penggundulan lebih 10 hektar setiap tahun demi mengisi “perut bubur” pabrik kertas di sana.
Seperti sudah disebutkan diatas, bahwa tangan manusia yang paling “berjasa” dalam menyebabkan bencana alam ini. Dalam tingkatan ini, manusia secara langsung telah menghancurkan mata rantai makanannya sendiri, karena didalam hutan itu banyak terdapat sumber-sumber hayati bagi makhluk hidup seperti manusia. Seperti kita ketahui bahwa jenjang yang menuju munculnya tumbuhan biji, akar umbi dan buah yang dapat di makan berasal dari hutan, dengan adanya perubahan (evolusi) telah mengubah dunia kehidupan dengan menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan manusia dan binatang menyusui dapat hidup menikmati hasil dari jenjang pertumbuhan rantai makanan.
AIR HITAM
Banyak sekali air dipermukaan tanah meresap pelan-pelan ke dalam tanah melalui pori-pori dan lapisan geologi yang disebut akifer atau lapisan pembawa air. Beberapa diantaranya mengandung air berusia ribuan tahun dan sedikit memperoleh tambahan tiap tahun dari curah hujan, sama dengan persedian minyak, air didalam “akifer fosil” ini pada dasarnya tidak dapat diperbaharui jika disadap, pada suatu saat akan kosong. Biarpun dapat diisi kembali, air tanah sering dipompa dengan kecepatan tinggi yang melebihi penambahan sehingga permukaan air tanah menurun dan cadangan air untuk masa depan habis, pemompaan air yag berlebihan ini akan mengakibat air akan menjadi asin untuk dipakai dan menjadi kering sama sekali.
Berbeda dengan batubara, minyak bumi, kayu sebagian besar sumber daya penting lainnya, air biasanya dibutuhkan dalam jumlah yang sangat besar sehingga sulit untuk dapat diperdagangkan antar negara. Apabila air mengalami pengotoran melampaui batas kualitas air akan menyebabkan kelestariannya akan hilang. Air itu akan mengancam segala macam sumber hayarti da menyebabkan kekurangan, wabah penyakit, bagi manusa akan terjangkit dehidrasi.’
Tiap air yang tercemar/tertekan polusi biasanya dibuang begitu saja tanpa dinetralisasi terlebih dahulu akan menyebabkan air yang terdapat disekitar sungai maupun sumur pompa air mengalami dekominasi kimia sintesis, seperti limbah-limbah beracun rumah tangga yang dibuang seenaknya ke sungai.
Kotornya air di dunia ini, diakibatkan meningkatnya pembangunan industri, dimaa industri itu lebih banyak disekitar hilir yang pada akhirnya lebih banyak membuang limbah ke sungai tanpa dijernihkan terlebih dahulu. Industri pulp dan kertas serta industri baja adalah salah satu faktor penyebabnya manusia banyak mengalami berbagai penyakit dan membuat makhluk hidup tak berdaya karena mereka ini telah kehilanga sumber yang vital bagi kelangsungan hidupnya.
Hancurnya tanah akibat penambangan galian yang tertunda reklamasinya, juga salah satu unsur penyebab kotornya air, air menjadi hitam karena hasil pembakaran tambang seperti tambang batubara akan meresap ke dalam pori-pori tanah. Dimana secara geologis, biasanya air berada dibawah hasil-hasil tambang, bila mengalami peretakan didalam terowongan tambang akan menghasilkan difusi antara air dan hasil tambang. Selanjutnya aka menyebar cepat ke daerah resevoir yang ada dibawah permukaan bumi.
Peningkatan sumber-sumber energi dunia yang semakin tinggi sehingga mengantarkan kondisi lingkungan juga semakin buruk. Hal ini disebabkan peningkatan zat-zat kimia da emisi gas kendaraan ke udara dari tahun ke tahun tidak pernah turun, secara langsung menimbulkan efek-efek kimia yang lepas ke udara akan menghasilkan hujan asam.
Akibat hujan asam ini, hancurnya hutan tropis yang ada di Asia, misalnya di Indonesia. Dimana pembakaran huta tropis telah mencapai angka di atas 1,4 juta hektar, hasil pembakaran beberapa poluta CO2 di udara akan berubah menjadi asam CO2 adalah salah satu unsur proses dari zat kimia yang menimbulkan hujan asam.
Tekanan yang ditimbulkan dari hujan asam adalah hancurnya habitat yang bermukim di hutan-hutan tropis, seperti hutan tropis Amozon, Kalimantan dan Sumatera dimana banyak terdapat binatang langka seperti Orang Utan, Harimau, Badak, Kera dan lain-lain. Penghancuran ini pada akhirnya akan menimbulkan malapetaka bagi kehidupan bagi manusia itu sendiri. Betapa tidak, dengan kotornya udara maka implikasinya adalah pemberosan biaya umbangan untuk kesehatan, pembersihan lingkungan, melakukan reboisasi dengan dana yang besar, hilang seribu ekosistim dan margasatwa yang sangat penting bagi manusia itu sendiri dan juga dapat dimanfaatkan untuk ilmu pengetahuan terutama di bidang kedokteran.
PENUTUP
Mawas diri dalam mengeksplorasi hutan-hutan terutama bagi kepentingan dan kemaslahatan umat di muka Bumi, bukan hanya mementingkan keuntungan pribadi dan perusahaan, tetapi mengamati dan mengawasi segala aspek yang terdapat didalam hutan-huta tropis, basah dan hutan hujan yang berguna dalam menjaga keseimbangan lingkunga di Bumi.
Selamat hari Bumi, semoga Bumi senantiasa segar dan segar awet muda he.. hee


M. Anwar Siregar
Geologist, Pemerhati Masalah Lingkungan dan Geosfer. Tulisan ini sudah dipublikasi di HARIAN ANALISA

Related Posts :