Oct 29, 2014

Agenda Coklat vs Agenda Hijau : Geologi Lingkungan

AGENDA COKLAT VS AGENDA HIJAU
Oleh M. Anwar Siregar
Untuk menelaah mengapa terjadi penghancuran di permukaan dan diatas bumi oleh seluruh bangsa di dunia ada beberapa penyebab yang penting perlu diperhatikan antara lain : kemampuan daya dukung lingkungan dalam pemakaian sumber-sumber bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui sebagai agen utama dalam memperparah kondisi geosfer, penghancuran sumber daya hutan yang terbatas dan kemampuan recoveri lahan dalam memberi keberlanjutan sumber daya kehidupan bagi manusia dan makhluk lainnya. Serta kebijakan faktor ekonomi global dalam mengejar manfaat ekonomi sematanya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat secara sosial sehingga untuk memulihkan daya dukung lingkungan dalam era pembangunan modern dimasa sekarang di Indonesia semakin susah untuk mencapai keseimbangan lingkungan.
Kondisi daya dukung lingkungan yang semakin menurun di beberapa wilayah di Indonesia kini telah memasuki diambang bencana universal, Pemerintah saat ini menghadapi dilemma sosial akibat peningkatan laju penduduk yang semakin bertambah sedang dilain pihak terbatasnya tata guna lahan rehabilitasi untuk segala aktivitas kehidupan manusia. Perbandingan antara jumlah penduduk Indonesia saat ini dengan daya dukung sumber daya alam untuk kebutuhan hidup sudah tidak ideal lagi, dalam arti akibat besarnya kepadatan jumlah penduduk tidak lagi memungkinkan peningkatan produktivitas lahan per kapita untuk menjamin kesejahteraan minimal masyarakat. Perlu program lingkungan untuk menekan aspek laju kerusakan lingkungan.
EFEK GLOBAL COKLAT
Alam telah menyediakan sumber-sumber energi untuk menunjang kehidupan dimuka bumi, sumber energi yang paling utama adalah bahan bakar fosil atau BBM, hampir seluruh dunia menggunakan BBM konvensional untuk memenuhi kebutuhan energi sehari-hari, manusia harus mengolah sumber-sumber energi menjadi bahan bakar dan energi listrik ini dalam kondisi terkendali di era sekarang, namun pemaksaan masih nampak kuat dalam pemenuhan kebutuhan energi yang berlebihan sehingga kita telah merasakan terganggunya keseimbangan lingkungan Bumi, yaitu penipisan lapisan ozon, hujan asam dan pemanasan global yang merupakan efek global coklat sangat membahayakan kelangsungan kehidupan di Bumi.
Efek konsumsi bahan bakar fosil secara global yang terus meningkat membawa dua akibat terhadap lingkungan hidup manusia yaitu penurunan tingkah taraf hidup manusia dan menyebabkan kondisi lingkungan yang tidak layak dihuni dengan berbagai efek yang telah kita ketahui. Salah satu konstribusi bagi kenaikan efek rumah kaca bagi Indonesia adalah CO2, mayoritas 83 persen bangsa Indonesia menggunakan BBM, yang terbesar dalam pemakaian ini, lalu bahan bakar dari Batubara dan bahan bakar gas cair alam, pengguna terbesar bahan bakar ini adalah kendaraan, lalu pabrik industri dan PLN.
Penyumbang perubahan kondisi iklim, cuaca, suhu dan lingkungan geobiosfer Bumi dapat dilihat dari aktivitas manusia melalui kelompok polutan kimia, biologi dan fisika sebagai faktor pencemaran udara melalui tebaran debu-debu organik dan polutan gas dari cerobong rumah tangga dan pabrik industri dan polutan kendaraan di kota-kota besar dunia dengan mencapai 150 ton polutan asam yang mudah menguap, 500 ton subtansi nitrogen, 400 ton komponen belerang/sulfur serta 1500 ton mineral-mineral organik lainnya serta pembakaran hutan yang menghasilkan Smog, seperti sering berlangsung di kawasan hutan Indonesia.
Eksploitasi hutan yang berlebihan secara illegal tanpa diikuti reboisasi juga dapat berakibat keruskan lingkungan, banjir dan tanah longsor serta menambah keturunan efek coklat global terutama di Indonesia yang sedang berjuang keras dalam mengurangi efek CO2 sebesar 45 persen sebelum tahun 2025. Pembangunan industri dengan penerapan teknologi maju yang tidak disertai wawasan lingkungan berpotensi terhadap lingkungan hidup seperti pencemaran udara dan pencemaran tanah akibat limbah yang tidak diolah. Hutan memberikan banyak manfaat dengan fungsinya antara lain sebagai pemasok oksigen, paru-paru dunia, penyeimbang lingkungan disamping dapat menghasilkan devisa. Sekarang kondisi hutan di dunia kini semakin berkurang.
Salah satu peristiwa yang selalu menjadi bahan pembicaraan dunia internasional terhadap injeksi coklat di angkasa dan terbesar di Asia Tenggara adalah peristiwa kabut asap, di mana pembakaran hutan itu telah memberikan sumbangan polutan di atmosfer mencapai 3 milyar ton, perusakan hutan dan perizinan perkebunan merupakan aktivitas yang paling menonjol dalam memberikan tatanan perubahan iklim global di Asia Tenggara.
Perlu strategi pembangunan berwawasan lingkungan, dalam mengendalikan aspek kerusakan lapisan udara, Pemerintahan di Indonesia harus memastikan daerahnya memiliki agenda pengendalian kerusakan geosfer yang disebabkan oleh unsur-unsur polutan (coklat), yang kini semakin parah dengan banyaknya jenis kendaraan yang masih menggunakan bahan bakar konvensional mengandung timbal serta industri masih menggunakan bahan bakar batu bara, program agenda coklat dapat memanfaatkan energi alam yang lebih baik seperti panas bumi, gas cair alam, bahan bakar biofuel dan nabati untuk dijadikan isu-isu strategis pembangunan, isu ini penting dalam menjaga keberlangsungan sumber daya lainnya yaitu sumber daya laut yang berbasis ekonomi biru dan ekonomi hijau.
BENCANA HIJAU
Salah satu andil penyebab bencana hijau, adalah banyaknya hutan dikorbankan menjadi kawasan peruntukan lahan kelapa sawit. Hutan yang dibuka dengan pengusulan secara langsung sudah sebanyak 6,2 juta hektar. Sementara hutan yang dibuka secara kolektif dan transaksional antara tahun 2009 hingga 2013 mencapai 12,35 juta hektar (Sumber Walhi Riau).
Banyaknya pengeluaran izin di kawasan hutan yang berdasarkan kajian lingkungan kurang memadai, namun dalam penerapan kaidah lingkungan untuk mengendalikan bencana hijau terutama dalam praktik industri di hutan-hutan Indonesia dan perkebunan masih jauh dari sikap tanggung jawab mengikuti standart SOP dan standart pelayanan minimun. Menimbulkan problematika lingkungan hutan, penurunan kualitas hutan karena berbagai faktor yang bersifat kompleks, konfigurasi hutan tropis di Indonesia telah mengalami penurunan signifikan dengan luasan hutan yang rusak di dalam suatu kawasan hutan telah mencapai 59,62 juta hektar, luasan hutan rusak di luar kawasan hutan mencapai 42,11 juta hektar (sumber Badan Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan, 2000).
Pemerintahan di Sumut memerlukan agenda hijau untuk mengendalikan bencana banjir di masa mendatang. Eksplorasi kehancuran hutan itu salah satu penyebab kondisi anomali cuaca, banjir sekarang merupakan kelanjutan banjir pada semester pertama tahun 2013 yang telah berlangsung sebelumnya di Medan, Madina, Palas serta Labuhan Batu.
AGENDA HIJAU
Tindakan-tindakan pelestarian RTH untuk mencegah bencana ekologi hijau perlu diidentifikasi sampai pada tingkat yang dapat diterima dengan mempertimbangkan berbagai aspek kebijakan, hukum dan kelembagaan serta alternatif dalam pengendalian dampak lingkungan akibat laju pembangunan fisik oleh analisis kerentanan dari berbagai jenis proyek yang dapat mengokupasi ruang hijau terbuka sehingga dapat mencegah bencana banjir, meminimalisasi rasio kekurangan daerah tata ruang air serta langkah-langkah pelestarian lingkungan. Faktanya, bencana banjir di Sumatera Utara semester kedua sekarang sedang berlangsung di Kabupeten Langkat, Sergai, Tebing Tinggi, Deli Serdang dan Batubara akibat berbagai perusakan kawasan hutan di pinggiran kota, berbagai penghancuran habitat lahan hijau di wilayah perkotaan, semakin menurun daya tahan fisik tata ruang kota, yang tercermin dari semakin menurunnya permukaan tanah, degradasi kekuatan fisik tata ruang air baik secara kuantitas dan kualitas diberbagai areal pemukiman dan infrastruktur fisik kawasan kantor dan jalan jembatan serta kemampuan daya serap oksigen tanah hutan alam semakin berkurang karena hutan Sumut diidentifikasi telah berkurang sekitar menjadi 11 juta hektar sehingga mengakibatkan terjadinya penumpukan polutan di udara yang menimbulkan hujan asam.
Untuk memastikan hal ini masih akan terjadi musibah banjir tahunan, Anda dapat melihat dari udara bagaimana morfologi “hutan yang botak” di sepanjang pesisir barat Tapanuli dan tinggian Tanah Karo hingga menurun ke daratan morfologi rendah di pesisir pantai timur Langkat-Sergai.
M. Anwar Siregar
Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer. Tulisan ini sudah di Publikasi di HARIAN ANALISA MEDAN JULI 2014

http://analisadaily.com/lingkungan/news/agenda-coklat-vs-hijau/51402/2014/08/03 

No comments:

Post a Comment

Related Posts :