Nov 27, 2015

Bulutangkis : Bukan Terhebat


BULUTANGKIS KITA BUKAN TERHEBAT SAAT INI
Oleh M. Anwar Siregar

Mengapa dalam segala hal dan segala bidang negeri ini bukannya semakin maju, malah semakin mundur? Bahkan dalam bidang olahraga bulutangkis yang dahulunya masih bisa saling mengalahkan apabila bertemu dengan negara China, sekarang seperti negara yang baru belajar bermain bulutangkis saat bertemu dengan negara China? Apakah kita sedang menuju ambang kehancuran?? Saya jadi kuatir apabila nanti Indonesia berencana untuk memproduksi alat transportasi sendiri. Yang ada nanti alat transportasinya bukan berjalan maju, malah berjalan mundur seperti trend sekarang ini. Jadi kalau mobil produksi Indonesia itu nanti gigi majunya cuma satu sedangkan gigi mundurnya ada lima. Apakah seperti itu masa depan kita??? (SUMBER : Mengapa Mundur, Bukannya Maju??? Oleh : Lord-Voldemort, Bulutangkis. Com.)
 Gambar : Kapan Atlet kita berjaya seperti juara di berbagai turnamen?
(Sumber : Pratamasite.Blogspot.com)
PEMBINAAN LATIHAN
Kutipan tersebut diatas ada benarnya, kita memang bukan terhebat dalam adu bulu angsa, saat ini Tiongkok dengan kekuatannya yang ada telah membuat siapa pun menjadi begitu getir. Pembinaan bulutangkis yang terpusat itu belum lagi menghasilkan pemain yang berkualitas mumpuni, atlet yang dikirim itu-itu saja, jadi gak mengherankan menjadi sasaran empuk karena sudah diketahui kualitasnya dan dilain pihak, lawan justrunya berjaya menghasilkan kualitas pembinaan yang baik karena konsistensi penerapan pelatihan yang spartan dan tidak memotong metode yang belum terserap.
Dalam latihan kadang pelatih tidak bebas dari tekanan dan intervensi pengurus, diketahui dari sistim latihan yang diterapkan kadang belum maksimal sehingga atlet kita harus selalu mengawali menu latihan yang selalu berbeda. Sedang penerapan dan taktik untuk menelaah kondisi permainan atlet luar negeri kadang kita menjadi kedodoran, kalu tidak mengapa atlet kita mudah dipecundang? Bukti itu dapat dilihat dari berbagai jenis kejuaraan bulutangkis perseorangan maupun beregu, lihat saja permainan anti klimaks dalam beregu axiata tahun lalu, indonesia yang sudah mampu mengalahkan Thailand di babak penyisihan namun begitu susahnya mengalahkan atlet mereka di final.
Latihan yang diberikan mungkin sudah ketinggalan? Rasanya pelatih kita tidak kalah berkualitas dari pelatihan luar, jika tidak, hal ini tidak mungkin ada mantan atlet yang menjadi pelatih bisa menjadi pelatih hebat di negara lawan. Yang menyebabkan kondisi kegagalan ini adalah intervensi pengurus dan kondisi keadaan dalam latihan yang kurang menyenangkan.
Pelatnas Cipayung itu seharusnya direformasi, reformasi adalah dibidang rekrutmen atlet, jejak rekam pembinaan di luar pelatnas dan perlu dilakukan suatu test semangat karakter nation building selama pembina latihan pribadi, dapat dilihat dari berbagai cara, untuk melihat kualitas atlet tersebut, keseriusan, ketahanan dan kekuatan serta visi dia terhadap olahraga tersebut.
REFORMASI PELATIH
Pertama, kita jangan terus mengandalkan atlet yang menjadi pelatih di Jawa, sebaiknya pelatih juga dikontrak ke pembinaan pelatda yang banyak di daerah, dan lebih membutuhkan atlet yang menjadi pelatihan berbagi ilmu pengetahuan, dikontrakan untuk melihat kemampuan kepelatihan.
Kedua, atlet veteran sebaiknya juga dijadikan sparing partner latihan atlet daerah dengan mengontrak atlet tersebut atau sebuah wadah untuk melakukan safari dalam jangka satu atau dua bulan latihan bersama atlet dipelatda-pelatda agar mudah menyerah alih kemampuan bermain dari atlet yang berpengalaman.
Ketiga, sebaiknya diadakan grand prix nasional khusus untuk atlet perseorang pelatda tiap bulan seperti pertandingan internasional secara berganti pada tiap kota di Indonesia, atlet diberikan kesempatan untuk mengikuti pertanding tersebut tanpa membawa klub, dapat diikuti layaknya sebagai atlet profesional, agar dapat menciptakan kemandirian atlet, menciptkan semangat karakter bertanding yang kuat. Namun yang ada saat ini, pertandingan bulutangkis hanya dilakukan secara berkala.
Keempat, PBSI seharusnya memiliki berbagai turnamen khusus atlet daerah, buat kejuaraan seperti grand prix dikhususkan untuk atlet daerah dan pelatnas pratama atau yunior, lakukan kejuaran tersebut melalui sistim grup agar atlet dapat bertanding sebanyak-banyaknya pada lawan yang berbeda, sekali dalam periode tertentu di undang pihak luar untuk mengikutinya, atau buatkanlah kategori pertandingan dibuat oleh BMW lalu implementasikan ke dalam pembinaan untuk mencari atlet berbakat. Tiru saja dan anggap setiap negara diganti daerah dengan silih berganti menyelenggarakan kejuaraan tersebut dan memberikan peluang terciptanya persaingan ketat untuk mendapatkan atlet berkualitas.
Kelima, agar bulutangkis dapat menjadi olahraga yang mengurangi dampak pengangguran maka sistim kejuaraan harus bersifat bulanan, dan akhir seri terakhir dijadikan sebagai final sekaligus untuk memastikan atlet berbakat yang terpantau dapat di lihat sekali lagi kemampuannya, bukan seperti rekrutmen saat ini, melihat hasil peringkat, hanya juara sekali di lain waktu dan tidak konsisten mempertahankan prestasi, karena gambaran seperti ini banyak terlihat pada atlet kita saat ini, tidak kontinu, gagal lebih banyak di penyisihan. Dan tim pemantau bakat hanya melaihat hasil akhir pada satu dua kejuaraan yang diikuti sebelum dipastikan masuk pelatnas.
JADI SUMBER HIDUP
Bulutangkis bisa menjadi sumber kehidupan seperti layak oleharaga tenis, atlet bertanding bukan mengejar uang tetapi mengejar prestasi sehingga merekan akan berusaha selalu bersikap profesional dalam berlatih, kehidupan dan bertanding demi menjaga kualitas prestasi.
Bulutangkis adalah sumber kehidupan bagi pemuda yang ingin hidup cukup dan mengharumkan bangsa dalam olahraga. Bulutangkis cocok bagi kondisi fisik rakyat Indonesia dan harus masuk prioritas pembangunan olahraga secara massal di berbagai jenjang masyarakat.
Bulutangkis Indonesia jangan mundur dalam menghasilkan pemain berkualitas internasional, kita tidak kalah dari negara lain, yang menjadi kendala kemajuan olahraga ini adalah pembinaannya, rekrukmen, sedikit turnamen bulanan atau kejuaraan rutin setiap bulan secara nasional serta dapat menjadi sumber kehidupan dengan memberikan atlet untuk mendapatkan sumber dana dari sponsor.
Manajemen sponsort atlet nasional sebaiknya jangan kaku, berikan merekan peluang untuk profesioanl, karena selama ini ada kesan di diktenya atlet untuk mengikat kontrak dan sehingga menimbulkan kesan kecemburuan. PBSI tetap wadah pembinaan wajib memberikan usulan yang adil dan tidak lekas membuat aturan sepihak sehingga ribut-ribut sponsor dapat dieliminir.
Saatnya juga diadakan kejuaraan bulutang kis khusus untuk pembinaan dini usia dibah 10 tahun secara kontinu, karena gemanya hanya terdengar sesaat, kadang ada dalam setahun lalu meredup hingga bertahun-tahun.
Untuk atlet nasional, baiknya amati kualitas permainan atlet luar negeri, siapkan buku catatan sebagai panduan, jika anda lebih dulu sebagai penonton, amatilah semua sepakterjangnya, bagaimana kode rahasia pelatihan lawan selama pertandingan itu. Hal ini belum membumi dikalangan atlet kita dan lebih banyak di dapat dari diskusi pelatih. Atlet harus buat cacatan sendiri dan rembuk dengan hasil pelatihan agar metode latihan yang berbeda namun bertujuan untuk peningkatan teknik bertanding.
Semoga bangkit bulutangkis Indonesia.
M. Anwar Siregar
Penggemar bulutangkis, sepakbola dan adventure geologi



27 Nov 2015

Geosportravel: Non Greatest


BADMINTON WE IS NOT THIS TIME GREATEST
By M. Anwar Siregar

Why in all things and all areas of the country instead of getting ahead, even on the skids? Even in the field of badminton which formerly could still beat each other when meeting with the Chinese state, now as a new country to learn to play badminton when meeting with China? Whether we are heading for the brink of destruction ?? I was so worried when later Indonesia plans to produce their own transportation. That there later developed means of transport is not running, even walking backward like a trend now. So if Indonesia production car that later advance of only one gear tooth pullback while there are five. Is it the future as we ??? (SOURCE: Why Backward, Not Forward ??? By: Lord-Voldemort, badminton. Com.)
 Picture: When we are victorious athletes as champions in the various tournaments?
(Source: Pratamasite.Blogspot.com)
CONSTRUCTION TRAINING
The quote above is true, we are not the greatest in the penalty goose down, this time with the strength of existing Chinese have made anyone be so bitter. Coaching badminton centralized it yet again produce a quality player capable, athletes who sent it-that's all, so not surprisingly, become an easy target because it is already known the quality and on the other hand, opponents justrunya prevail produce quality good coaching because of the consistency of the application of training spartan and cutting method that has not been absorbed.
In practice sometimes coaches are not free from pressure and intervention committee, known from the training system is applied sometimes not maximized so that our athletes should always mengawail menu is always different exercises. Being the application and game tactics to examine the condition of foreign athletes sometimes we become oversized, kalu not easy dipecundang why our athletes? The evidence can be seen from the various types of individual or team badminton championship, just look at the game Axiata anti climax in the team last year, Indonesia which has been able to beat Thailand in the preliminary round but so hard beat of their athletes in the final.
Training provided may be outdated? It feels a coach we do not lose quality of training outside, if not, it is unlikely there is a former athlete who became a coach can be a great coach in countries opposed. The cause of this failure condition is a condition of state intervention in the management and exercise less pleasant.
Pelatnas Cipayung it should be reformed, the reform is in the field of recruitment of athletes, track record of coaching outside national training and needed a test the spirit of the character of nation building during builder personal training, can be viewed from a variety of ways, to see the quality of the athletes, seriousness, endurance and strength as well as her vision for the sport.
REFORM COACH
First, we should not continue to rely on the athlete to coach in Java, you should also contracted to coach coaching Pelatda that many in the area, and more in need of the training athletes to share knowledge, contracted out to see the coaching ability.
Second, the veteran athlete should also be used as a sparring partner by contracting local athletes training athletes or a container to do a safari within one or two months of training together athletes dipelatda-Pelatda so easy to give up control of the ability to play from the experienced athlete.
Thirdly, should be held grand prix special national for athletes perseorang Pelatda each month as international matches are changed in each city in Indonesia, the athletes are given the opportunity to follow the GAME is without a club, can be followed like a professional athlete, in order to create independence athletes, creating passion play strong characters. However, existing, badminton match is only carried out periodically.
Fourth, PBSI should have a variety of special tournaments athletes area, make championships such as the grand prix is ​​devoted to athletes regional and national training pratama or junior, did championships through the system group that athletes can compete as much on a different opponent, once in a certain period in the Act outsiders to follow, or be made a category of games made by BMW and then implemented into coaching to search for talented athletes. Imitate it and consider each country replaced with alternating regions organize the championship and give the opportunity to create a tough competition to get quality athletes.
Fifth, so badminton can be a sport that reduce the impact of unemployment, the system of the championship should be monthly, and the end of the last series serve as final as well as to ensure the talented athlete that is monitored can be seen once again his ability, not like recruitment at this time, see the results of the rankings, just champion once in another time and did not consistently maintain the achievements, because a picture like this one seen in many of our athletes today, not continuous, fail more in the allowance. And a team of scouts just melaihat outcome in the two championships followed before entering national training ensured.
SO SOURCE OF LIFE
Badminton can be a source of life as worthy oleharaga tennis, athletes compete not chase money but the pursuit of achievement so that they would be trying to always be professional in practice, life and compete in order to maintain the quality of achievement.
Badminton is the source of life for the youth who want to live reasonably and scent the nation in sport. Badminton is suitable for the physical condition of the people of Indonesia and should enter mass sports development priority at all levels of society.
Badminton Indonesia do not retreat in producing quality players internationally, we are not lost to other countries, which is an obstacle progress the sport is its development, rekrukmen, little monthly tournaments or championships every month nationwide and can be a source of life by giving athletes to get the source of funds from sponsors.
Management sponsort national athletes should not be rigid, provide opportunities for doing professional recording, because there has been the impression in diktenya athletes to bind the contract and thus give rise to the impression of jealousy. PBSI keep container development required to provide a fair proposal and not quickly make unilateral rules that fuss sponsor can be eliminated.
It is time also held the championship bulutang specifically for coaching kis dibah early age of 10 years continuously, since the echo sounding just a moment, sometimes there a year ago dimmed for years.
For national athletes, good athletes observe the quality of the game abroad, prepare a notebook as a guide, if you first as a spectator, observe all sepakterjangnya, how the secret code training opponents during the game. It is not grounded among our athletes and more in the can of discussion trainer. Athletes should make their own remarks and consultation with the training results that training methods are different but the technique aims to increase competition.
Hopefully rise Indonesian badminton.
M. Anwar Siregar
Fan of badminton, football and adventure geology

No comments:

Post a Comment

Related Posts :