Jul 21, 2016

Ancaman Tambang dan Laut Indonesia



ANCAMAN KEDAULATAN SUMBER DAYA TAMBANG DAN LAUT
Oleh M. Anwar Siregar

Masalah perbatasan wilayah laut yang dilanggar beberapa Negara pencuri ikan dan masuknya patroli pantai Negara asing ke yuridiksi laut Indonesia kini manjadi ranah politik, Hal semacam kejadian ini tak bisa dianggap sepele karena menyangkut kedaulatan sebuah bangsa. Ramainya kembali kasus Ambalat saat itu akibat provokasi kapal-kapal Malaysia, Vietnam serta Tiongkok yang masuk perairan Indonesia di laut Natuna menjadi hal krusial untuk diselesaikan agar bangsa ini memiliki harkat dan martabat yang tinggi di mata negara lain. Secara politik, keberadaan pulau-pulau perbatasan maritim memiliki nilai strategis karena menyangkut posisi tawar Indonesia di mata dunia internasional
Wilayah-wilayah laut tersebut memiliki kegunaan yang dapat menciptakan kesejahteraan Warga Negara Indonesia melalui terjaminnya pemanfaatan potensi Sumber Daya Alam seperti kegiatan perikanan, eksplorasi, dan eksploitasi lepas pantai (off-shore), wisata bahari, transportasi laut dan berbagai kegiatan lainnya. Sebagai negara kepulauan Indonesia mempunyai hak-hak berdaulat yang eksklusif atas kekayaan alam di kawasan landas kontinennya dan kekayaan alam itu adalah milik negara. Akinat adanya penguasaan, maka setiap kegiatan di landas kontinen Indonesia seperti eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam, harus dilakukan sesuai denga kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia.
BATAS KONTINEN
Penetapan batas wilayah dan yurisdiksi negara merupakan hal yang sangat penting dan strategis sekaligus sensitif, karena berkaitan dengan pengaturan permasalahan kedaulatan (sovereignity), hak-hak berdaulat (sovereign rights) dan yurisdiksi (jurisdiction) terhadap zona-zona maritim suatu negara sebagaimana diatur dalam United Nations Convention on the Law of the Sea atau Konvensi Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982). Adapun batas-batas maritim yang tertuang dalam Konvensi Hukum Laut 1982 meliputi batas-batas perairan pedalaman (internal waters), perairan kepulauan (archipelagic waters), laut territorial (territorial sea), batas-batas perairan Zona Ekonomi Eksklusif (Economic Exclusive Zone), dan batas-batas landas kontinen (Continental Shelf).
Dasar laut di banyak tempat dipisahkan dari tanah di pantai oleh lereng kontinen yang menurut istilah geologis merupakan bagian dari kontinen itu sendiri. Lereng kontinen luasnya berkisar beberapa ratus kilometer persegi dan mempunyai kedalaman sekitar 50 hingga 550 meter. Lereng kontinen di beberapa tempat menyimpan deposit minyak dan gas bumi serta sebagai sumber daya alam hayati. Oleh sebab itu, banyak negara pantai yang menuntut eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam laut di landas kontinen negaranya.
Teori Mahan tersebut telah membuktikan bahwa bukan jumlah penduduk semata-mata yang membuat suatu bangsa berjaya, melainkan jumlah penduduk yang berorientasi ke laut dan yang ditopang oleh pemerintah yang memperhatikan dunia Baharinya.
Dalam UNCLOS 1982 dikenal beberapa macam garis pangkal, yaitu : 1. Garis pangkal normal (normal baseline). 2. Garis pangkal lurus (straight baseline). 3. Garis pangkal penutup (closing line). 4. Garis pangkal kepulauan (archipelagic baseline)
Dalam UNCLOS 1982 tercantum batas terluar dari landas kontinen tidak boleh melebihi garis kedalaman 2500 m ditambah jarak 100 mil laut, atau melebihi garis 350 mil laut dari garis pangkal darimana laut teritorial diukur. Dengan adanya pembatasan tersebut, maka diperlukan pengukuran batimetrik untuk memperoleh garis kedalaman 2500 m. Setelah didapatkan garis kedalaman tersebut bandingkan dengan pembatas 350 mil laut dari garis pangkal, kemudian dipilih batas landas kontinen yang terjauh. Setiap negara diperbolehkan memilih dari dua kriteria tersebut untuk mendapatkan batas landas kontinen yang maksimal. Analisis terhadap perjanjian yang telah ada berkaitan dengan Landas Kontinen Indonesia dapat dirangkum sebagai berikut :
a. Indonesia – Australia
Perjanjian yang dibuat antara Indonesia dengan Australia menghasilkan ketentuan yang merugikan Indonesia. Kerugian tersebut muncul karena tidak ditegakkannya prinsip coextensive
principle. Batas landas kontinen Australia masuk kedalam batas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia, hal ini menyebabkan batas landas kontinen lebih dekat ke pantai Indonesia. Dengan ditegakkannya co-extensive principle batas landas kontinen Indonesia seharusnya berimpit dengan batas ZEE.
Berdasarkan identifikasi, baru batas maritim antara Indonesia dengan Australia yang telah lengkap disepakati. Sementara batas maritim dengan negara tetangga lain baru dilakukan penetapan batas-batas Dasar Laut (Landas Kontinen) dan sebagian batas laut wilayah. Untuk menegakkan kedaulatan dan hukum di wilayah yurisdiksi Indonesia diperlukan penetapan batas-batas maritim secara lengkap. Penetapan batas ini dilakukan berdasarkan ketentuan Hukum Laut Internasional, yang diatur dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982) yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui UU No 17 tahun 1985.
b. Indonesia – Malaysia
Perjanjian batas landas kontinen dengan Malaysia masih menggunakan UNCLOS 1958 sebagai acuan. Terdapat persetujuan yang merugikan Indonesia dimana garis batas landas kontinen antara kedua negara lebih dekat ke pantai Indonesia di Selat Malaka (perjanjian menggunakan prinsip median line).
c. Indonesia – Vietnam
Perjanjian antara Indonesia dengan Vietnam belum dapat menyelesaikan batas landas kontinen kedua negara. Jarak antar pulau yang berdekatan antara kedua negara tidak lebih dari 245 mil laut. Vietnam bersikeras untuk tidak menggunakan UNCLOS 1982 sebagai acuan secara menyeluruh.
d. Indonesia – Palau
Untuk menarik suatu batas ZEE yang adil, mengingat jarak antara P. Helen (pulau paling Selatan Palau) dengan P. Fani/P.P. Asia kurang dari 400 mil laut, maka sebaiknya diterapkan metode sama jarak (equidistance).
e. Indonesia – Philipina
Perjanjian antara Indonesia dan Philipina masih belum berhasil menetapkan batas landas kontinen antara kedua negara. Tertundanya perjanjian antara kedua negara ini lebih disebabkan karena belum akuratnya titik pangkal yang digunakan oleh Philipina.
Akan tetapi berdasarkan jarak antara kedua negara di Utara Sulawesi kemungkinan besar perundingan penentuan batas landas kontinen antara kedua negara ditetapkan berdasarkan prinsip median line.
ANCAMAN SUMBER DAYA PERBATASAN
Pulau – Pulau Kecil Perbatasan (PPKB) yang berada di kawasan perbatasan Negara jumlahnya
mencapai 92 buah pulau. Menurut pasal 8 UU No. 43 Tahun 2008 tentang Negara Wilayah yakni secara yurisdiksi berbatasan dengan wilayah yurisdiksi Australia, Filipina, India, Malaysia, Papua Nugini, Palau, Thailand, Timor Leste, dan Vietnam. Pulau – pulau tersebut memiliki nilai strategis secara geo-politik, geoekonomi, geografi maupun geo-kultural.
Banyak riset geologi laut berkaitan langsung atau tidak langsung dengan penilaian potensi sumberdaya alam di dasar laut, sesuai dengan meningkatnya kebutuhan akan mineral tertentu dan berkurangnya jumlah cadangan di darat karena telah tereksplorasi. Zona ekonomi eksklusif atau Exclusive Economic Zone (EEZ) yang terbentang dari garis pantai melintasi paparan benua (continental shelf), bahkan hingga menjangkau bagian kerak samudera, memberikan banyak peluang dan tantangan terhadap eksplorasi dan ekploitasi mineral di laut. Kawasan ZEE mengandung cadangan sumberdaya metal dalam jumlah besar, seperti kobalt, mangaan dan nikel di kerak samudera dalam bentuk kerak permukaan (pavements) dan bijih (nodules); dan konsentrasi mineral berat seperti emas dan platina di tubuh pasir yang dijumpai di kawasan pesisir. Para peneliti juga menemukan daerah-daerah yang mengandung minyakbumi. Minyak dan gasbumi umumnya hanya terbatas pada cekungan pengendapan sedimen tua di kerak kontinen dimana terdapat endapan sedimen darat dan sedimen organik yang tebal.
Potensi Kelautan di republik ini sungguh sangat berlimpah baik di nearshore maupun di offshore, di mana industri maritim merupakan industri yang sangat menantang (world wide business). Kawasan laut memiliki dimensi pengembangan yang lebih luas dari daratan karena mempunyai keragaman potensi alam yang dapat dikelola. Beberapa sektor kelautan seperti perikanan, perhubungan laut, pertambangan sudah mulai dikembangkan walaupun masih jauh dari potensi yang ada.
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas laut sekitar 3,1 juta km2. Luas laut tersebut masih bertambah sesuai dengan hasil ratifikasi UNCLOS 1982 yang memberikan hak dan kewenangan kepada Indonesia untuk memanfaatkan Zona Ekonomi Eksklusif seluas 2,7 juta km2. Wilayah lautan yang luas tersebut menjadikan Indonesia mempunyai kekayaan dan keanekaragaman hayati (biodiversity) terbesar di dunia dengan komponen ekosistem pesisir, meliputi: hutan mangrove, terumbu karang, dan padang lamun.
Salah satu sumberdaya kelautan yang potensial untuk digarap adalah terumbu karang. Indonesia memiliki sekitar 50.000 km2 ekosistem terumbu karang yang tersebar di seluruh wilayah perairan Nusantara. Potensi lestari sumberdaya perikanan yang terkandung di dalamnya diperkirakan sebesar 80.802 ton/km2/tahun (Dahuri dkk, 1996). Terumbu karang yang masih utuh juga menampilkan pemandangan yang sangat indah. Keindahan tersebut merupakan potensi wisata bahari yang belum dimanfaatkan secara optimal.
Implementasi dari ratifikasi tersebut adalah diperlukannya pengelolaan terhadap batas maritim yang meliputi Batas Laut dengan negara tetangga dan Batas Laut dengan Laut Bebas. Adapun batas-batas maritim Republik Indonesia dengan negara tetangga, mencakup Batas Laut Wilayah (Territorial Sea), batas perairan ZEE, batas Dasar Laut atau Landas Kontinen. Belum selesainya penentuan batas maritim antara pemerintah Indonesia dengan negara tetangga menjadikan daerah perbatasan rawan konflik. Gejala itu dimanfaatkan Tiongkok untuk menggolkan finishing illegal dengan sembilan garis batas yang tidak diakui Pengadilan Tinggi Arbitrase Internasional serta Vietnam yang terus menerus memasuki wilayah Pengairan Teritorial Indonesia di Laut Natuna.
PERKUATKAN ALKI
Manfaat yang didapatkan Indonesia dari ALKI adalah 1) Indonesia menjadi bagaian penting dari terwujudnya sebuah ‘peradaban’ yang berhubungan dengan lautan. 2) Indonesia menjadi bagian penghubung penting dari Eurasian Blue Belt. 3) Indonesia mengambil peranan sangat besar dalam Global Logistic Support System dan khususnya terkait dengan SLOCS (Sea Lanes Of Vommunications) dan COWOC (Consolidated Ocean Web Of Communication). 4) Wilayah lautan dan ALKI Indonesia menjadi penghubung penting dalam HASA (Highly Accesed Sea Areas) dimana ketiga lautan yaitu India, Southeast dan South Pacific bertemu didalamnya dan 5) Terkait dengan World Shipping yang melintasi ALKI dengan muatan Dry Cargo maupun Liquid Cargo.
Sudah saatnya Indonesia memanfaatkan ALKI dengan memperkuat armada laut Indonesia, apalagi saat ini China sangat berambisi menguasai Laut China Selatan di Utara dan Barat Natuna dengan "mendampingi" para Nelayan mereka ke menerobos teritorial Indonesia. Natuna adalah wilayah NKRI yang harus dijaga dan merupakan harga mati, dan juga berlaku diseluruh wilayah NKRI.

No comments:

Post a Comment

Related Posts :