Apr 18, 2016

Gempa Nias 2016

TATA RUANG MEGATHRUST NIAS
Oleh M. Anwar Siregar
Gempa yang terjadi sejak tahun 2004 dan pada akhir Maret 2016, masih disertai gempa-gempa susulan yang kuat hingga pada periode gempa sekarang, akibat gempa ini telah merangsang aktivitas gempa pada 19 segment patahan daratan Sumatera termasuk di daratan Pulau Nias, yang membentang disepanjang Pulau Sumatera dari Gayo Lues Aceh Besar hingga ke Semangko di Lampung.
Sepanjang sejarah yang tercatat, daerah yang dilalui Patahan Sumatra paling tidak terjadi gempa bumi dengan skala 5 atau lebih sekali dalam setahun. Komponen dari pergerakan Lempeng Australia dan Lempeng Eurasia diakomodasikan dalam jumlah yang relatif besar oleh pergerakan patahan geser menganan dari Patahan Sumatra, sedangkan di dasar laut ditunjukan oleh pergeseran sesar naik dan slab fault terutama di sekitar patahan Nias-Simeulue-Aceh.
Dari gambaran besarnya tingkat bahaya yang ditimbulkan dalam bencana gempa Nias 2005 lalu, masih akan ada ancaman tata ruang Nias dari berbagai elemen dan fakta menunjukan bahwa tata ruang Nias pasca gempa Maret 2005 itu belum berketahanan gempa dan banyaknya peralatan deteksi tsunami telah mengalami kerusakan dan hilang, serta kerugian investasi kini semakin lebih besar dibandingkan kejadian gempa 2005 lalu.
Sekarang masyarakat Nias semakin bertambah padat dan umumnya bermukim di daerah yang di kategori tingkat kerentanan sangat tinggi, tanpa perisai yang tangguh menghadapi bencana dan kearifan lokal kini tergerus oleh peradaban modern yang sebenarnya masih tangguh menghadapi perkembangan zaman di era sekarang dan masa mendatang.
Gempa Mentawai 2016 dengan magnitudo 7.8 SR juga terasa di Nias dan Daratan kota yang menghadap Pantai Barat di Sumatera. Membutuhkan tata ruang megathrust gempa.
Perencanaan Mitigasi 
Nias dalam sebelas tahun terakhir ini masih merasakan gempa kuat dan memerlukan paradigma pembangunan tata ruang mitigasi gempa yang komprehensif dan mengingat gerakan pembenturan lempeng saat ini bergeser ke kawasan Asia Timur dan menerus ke Asia Selatan dan masih berkorelasi dengan patahan yang ada di Utara Sumatera dan sangat selaras dengan kondisi pembentukan pulau-pulau di Pantai Barat Sumatera. 
Dan perlu suatu panduan untuk perencanaan tata ruang mitigasi yang disesuaikan dengan kondisi fisik kota-kota yang ada di Pulau Nias agar selaras selalu menghadapi ketidakpastian ancaman megathrust gempa. Sesuai dengan panduan perencanaan dan perancangan desain untuk kawasan rawan tsunami khusus kota di pulau-pulau yang terbentuk oleh evolusi subduksi yang membentuk pulau vulkanik maka Nias harus merujukan aspek design tata ruang yang berbasis tahan gempa, yaitu : 
1. Mengenalkan risiko tsunami, 
2. Menghindarkan pembangunan baru di daerah terpaan tsunami.
3. Selama tidak ada gempa kuat, pemerintah diimbau segera dan cepat mengadakan penelitian setiap rencana tata ruang detail wilayah dan tata ruang kota. 
4.  Pemerintahan daerah diimbau juga untuk memgunakan standart operator practice (SOP) sesuai dengan karakteristik sosial dan keadaan dinamika alam daerahnya untuk siap menghadapi bencana berdasarkan skala bencana yang sering terjadi, bagaimana mengelola bantuan, bagaimana mempersiapakan standart kontsruksi bangunan gempa yang sederhana, mempersiapakan mitigasi masyarakat secara kontinu dalam menghadapi bencana yang tidak pasti.
5. Selanjutnya, harus pula dipikirkan bagaimana mengevakuasi warga, misalnya pentingnya pemerintah membangun dan memelihara ruang terbuka yang luas dan hijau, bukan saja sebagai daerah paru-paru tetapi juga berfungsi dalam keadaan darurat bencana untuk penampungan warga.
Deteksi Bencana 
Nias merupakan daerah yang dilingkupi oleh berbagai zona kegempaan besar di bawah permukaan laut dan daratannya dibagi beberapa zona segment patahan yang sangat mematikan bagi tata ruang Nias jika tidak di rancang dengan pola tata ruang kota yang berketahanan gempa.
Dari data hasil berbagai literatur yang penulis rangkum dan diinterprestasi langsung untuk bahan tulisan ini, dari data rekaman satelit GPS dan SPOT UNOSAT tahun 2007, ketika terjadi gempa Bengkulu dan Sumatera Barat, data peta Satelit LANDSAT ketika terjadi gempa di Timur Indonesia tahun 2008 dan 2010 di Pantai Barat Sumatera dan Google Earth dan SPOT 2006, 2012 pada gempa Aceh dan 2009-2012 .
Pada kejadian gempa di Pantai Barat Sumatera, serta gempa Mentawai 2016, banyak kota di Pulau Nias belum menata kawasan yang sesuai dengan karakteristik faktor internal dan eksternal proses lingkungan tektonik dan geomorfologi/topografi kebencanaan geologi dalam “memproteksi” pengurangan, pengendalian dan respon bencana terhadap kerusakan infrastruktur serta tata ruang akibat bencana gempa.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangan dalam analisa deteksi bencana bagi tata ruang mitigasi gempa tsunami Nias adalah: Pertama, sejarah bencana gempa yang terjadi. Kejadian sejak tahun 1834 hingga sekarang, yaitu 1843,1861, 1907, 1935, 2005 dan 2008. Empat dari kejadian gempa yang menghasilkan tsunami yaitu 1843, 1861, 1907 dan 2005. Sejarah gempa sangat penting bagi landasan tata ruang, bahwa kejadian lalu masih akan berlangsung dengan intensitas yang berbeda. Jadi tata ruang harus mencari sumber sejarahnya, sebelum membangun investasi tata ruang wilayah.
Kedua, Pengalaman masyarakat, diperlukan untuk pengembangan tata ruang dan rekonstruksi dan rehabilitasi tata ruang yang pernah mengalami bencana, sehingga dapat mengendalikan dan mengurangi jumlah kerugian harta dan jiwa. 
Ketiga, intensitas bahaya yang akan ditimbulkan, perkiraan dan dampak sebaran luas wilayah yang akan mengalami ancaman bencana dan  kemungkinan dapat di desain bentuk model penataan ruang. 
Keempat, bahaya maksimun yang mungkin terjadi, perlu mempelajari kawasan yang dapat memberikan respon dan efek bagi daerah sekitar, jumlah maksimun kerusakan yang dapat terjadi dalam satu wilayah tata ruang, misalnya dampak maksimun kerusakan kota yang menghadap ke pantai dengan morfologi rendah.
Kelima, building code terhadap ancaman sekunder, gempa kadang mampu meruntuhkan bangunan yang tidak mengikuti kaidah konstruksi akan mudah mengalami kehancuran, building code diperlukan untuk menyesuaikan percepatan puncak batuan dasar dan guna mengendalikan tingkat maksmun bencana yang mungkin akan terjadi. 
Keenam, yang perlu juga diperhatikan adalah semakin jarang adanya ancaman di suatu daerah, maka makin sedikit informasi sejarah maupun data statistikal yang diperoleh maka sedikit kesempatan untuk memprediksi atau meningkat kewaspadaan masyarakat tersebut.
Ketujuh, perlu analisis kemungkinan perubahan ancaman yang sudah terdata dengan melakukan kajian ancaman yang lain dan masih bertalian erat dengan ancaman yang ada karena ada faktor-faktor eksternal seperti perubahan kondisi lingkungan iklim global dan bencana-bencana alam lainnya yang dapat mengancam kehidupan di Pulau Nias.
Kedelapanm, percepat rekonstruksi jaringan jalan yang baik pada kota yang rawan bencana gempa dan tsunami serta harus mampu mengkomodir upaya mitigasi untuk meminimalkan korban jiwa dan kerugian bila terjadi bencana gempa dan tsunami. 
Salah satu upaya untuk mengurangi korban jiwa dan kerugian yang ditimbulkan akibat gempa dan tsunami tersebut adalah pengembangan jaringan jalan yang mengakomodir upaya mitigasi dan evakuasi bila terjadi bencana pada kota-kota pantai yang rawan gempa dan tsunami di Pulau Nias dan juga di Indonesia secara umum.
Masa Kini 
Nias di era sekarang setelah sebelas tahun kemudian, telah berkembang menjadi kota yang pesat dengan dimekarkannya menjadi beberapa kota/kabupaten kini belum seluruhnya mendesain tata ruangnya yang berbasis dan berketahanan bencana gempa dan tsunami.
Rancangan bangunan dan kontstruksi berat sipil lainnnya belum mengakomodasi aspek builcing code dan terlihat juga jaringan jalan dan utilitas lainnya belum berketahanan gempa sehingga menimbulkan masalah klasik jika terjadi bencana lagi.
Nias secara keseluruhan kini telah berkembang dengan baik tetapi perlu juga memperhatikan perencanaan mitigasi yang lebih baik lagi. Apalagi Mentawai baru saja melepaskan energi 7.8 SR terasa ke Nias cukup kuat.***
Penulis adalah Enviromentalist Geologist.
Sudah di Publikasi di HARIAN "ANALISA' MEDAN, Tgl 5 Maret 2016

Apr 11, 2016

Makna REDD+ Hari Bumi


TAJUK PALUEMASGEOLOG 10

MEMAKNAI HARI BUMI, DENGAN REDD PLUS
Oleh M. Anwar Siregar

Apa kabar sekarang kondisi Bumi di Indonesia? Isu perubahan iklim global merupakan isu yang kini bukan lagi sebatas retorika, termasuk di Indonesia yang merupakan salah satu negara perusak lingkungan di Bumi, perlu melakukan suatu tindakan nyata untuk mengatasi perubahan iklim ekstrim oleh berbagai upaya penataan lingkungan serta tindakan penghematan bagi pemanfaatan sumber daya mineral agar ada keberlanjutan terutama intensif pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya hutan yang berkelanjutan dengan manajemen ekonomi hijau dan energi alternatif.
REDD+
REDD sangat penting untuik keberlanjutan hutan dan ekonomi yang berbasis dsumber daya mineral, REDD merupakan mekanisme insentif ekonomi yang cocok bagi negera berkembang seperti Indonesia dimana laju kerusakan hutan sangat tinggi di permukaan bumi dan juga bagian dalam upaya menurunkan tingkat laju emisi CO2 ke atmosfir, REDD akan mendorong manejemen pengelolaan hutan di Indonesia secara berkelanjutan agar luas hutan Indonesia terbesar dalam menyerap emisi karbon harus mampu menjalankan REDD dalam rangka mengurangi emisi karbon dari sektor hutan, menjaga keanekaragaman hayati yang banyak dalam di dalam hutan-hutan Indonesia, REDD juga dapat mengurangi deforestasi dan degradasi hutan dan tanah secara signifikan di daerah perkotaan.
Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi sebsar 26 persen pada tahun 2020 dengan dana sendiri tanpa mengorbankan pembangunan di sektor lain, atau 41 persen jika mendapatkan bantuan interanasional maka pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah tentang Aksi Nasional Penurunan Gas Emisi Rumah Kaca (RAN-GRK). Karena itu posisi Indonesia sangat penting dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. REDD+ merupakan salah satu upya mengurangi laju kerusakan hutan dan lahan gambut yang merupakan salah satu sumber petaka kabut asap setiap tahun di Sumatera dan Kalimantan.
Perlu sosialisasi dalam menyebarluaskan penerapan REDD+ sehingga perubahan iklim dan pemanasan global bisa terjaga dengan baik dengan cara melindungi hutan dari kegiatan-kegiatan yang bisa meningkatkan emisi karbon, deforestasi serta degradasi hutan karena ulah tangan manusia sendiri yang tidak bisa menjaga kelestarian hutan di daerahnya.
Untuk mengendalikan tata guna lahan dengan berbasisi pengelolaan sumber daya alam, perlindungan sumber mata pencaharian masyarakat dari deforestasi hutan untuk menenkan peningkatan emisi karbon sehingga mewujudkan hutan dari kerusakan alam menuju kesejahteraan.
MENGANTISIPASI EMISI
Ada beberapa cara untuk mengurangi emisi dari dampak kebakaran hutan dan pertambangan akibat terlalu dekat dengan sumber daya gambut antara lain (dikutip dari berbagai sumber) : 1. Membuat menara pengamat yang tinggi berikut ala telekomunikasi. 2. Melakukan patroli untuk mengantisipasi kemungkinan kebakaran. 3. Menyediakan sistem transportasi mobil pemadam kebakaran yang siap digunakan. 4. Melakukan pemotretan citra secara berkala, terutama di musin kemarau untuk memantau wilayah hutan dengan titik api cukup tinggi yang merupakan rawan kebakaran.
Apabila terjadi kebakaran hutan maka cara yang dapat dilakukan untuk melakukan pemadaman kebakaran hutan adalah sebagai berikut: 1. Melakukan penyemprotan air secara langsung apabila kebakaran hutan bersekala kecil. 2. Jika api dari kebakaran berskala luas dan besar, kita dapat melokalisasi api dengan membakar dan mengarahkan api ke pusat pembakaran, yaitu umumnya dimulai dari area yang menghambat jalananya api seperti sungai, danau dan jalan. 3. Melakukan peyemprotan air secara merata dari udara dengan menggunakan helikopter. 4. Membuat hujan buatan. Dengan mengerti dan memahami ke delapan cara mengantisipasi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan, maka diharapkan para pembaca dapat mencegah dan juga bertindak saat kebakaran terjadi.
TETAP BERBASIS REDD+
Sementara hutan sebagai penyerap CO2 dan diubah menjadi O2 mulai berkurang dengan alih fungsi lahan hutan menjadi pertambangan dan perkebunan. gangguan hutan akan meningkatkan emisi karbon yang terus meningkat akan memperbesar risiko konflik, kelaparan, banjir, gangguan ekonomi, dan migrasi massal penghuni bumi pada abad ini.
Jika dibiarkan, emisi gas rumah kaca tersebut akan menyebabkan kerugian triliunan dollar AS karena kerusakan properti dan ekosistem, dan untuk biaya membangun sistem pertahanan iklim. Risiko ini meningkat setiap satu derajat kenaikan temperatur udara akibat pemanasan global.
Untuk mengurangi pemanasan global, mari kita kurangi CO2, baik dari kendaraan bermotor, listrik, ataupun industri. Saya membaca satu poster di salah satu industri elektronik besar di Bekasi, bahwa “setiap penghematan listrik 1 KWh = pengurangan CO2 sebesar 0,712 Kg”, berarti setiap orang bisa ikut aktif dalam mengurangi pemanasan global, paling tidak dengan menghemat pemakaian listrik setiap bulannya.
Dari manakah penghematan signifikan yang bisa kita dapat? Menurut penelitian yang dilakukan oleh salah satu BUMN di gedung2 komersial, pemakaian mesin pendinginlah (AC, chiller) yang paling besar memakai daya listrik, sekitar 60-70% dari seluruh tagihan listriknya.
Dan anda pasti sudah tahun kalau mesin pendingin menggunakan Freon (CFC, HFC, HCFC) sbg bahan pendinginnya, didalam freon mengandung Chlor & Fluor. Chlor adalah gas yang merusak lapisan ozon sedangkan Fluor adalah gas yang menimbulkan efek rumah kaca. Global warming potential (GWP) gas Fluor dari freon adalah 510, artinya freon dapat mengakibatkan pemanasan global 510 kali lebih berbahaya dibanding CO2, sedangkan Atsmosfir Life Time (ALT) dari freon adalah 15, artinya freon akan bertahan di atsmosfir selama 15 tahun sebelum akhirnya terurai.
Untuk perlu reklamasi dan reboisasi secepatnya daerah pertambangan dan lepas pantai untuk penanaman tumbuhan tanaman mangurove, berbagai tanaman lainnnya dan pohon yang dapat menyerap emisi karbon secepatnya. Penataan ruang hutan dalam bentuk kawasan resapan mutlak harus dilaksanakan yang bertujuan untuk menekan deforestasi hutan dan perubahan iklim global.
REDD+ kini memang tidak ada lagi dalam bentuk organisasi badan, namun pemahaman untuk penekanan perubahan iklim global dari isu emisi perlu tetap diterapkan guna menakan pembakaran hutan, dan juga menekan laji invasi perkembangan perluasan industri perkebunan, yang saat ini telah menguasai lahan dan hutan di Sumatera telah mencapai 70 % dan langkah konkrit untuk menekan laju kerusakan hutan sehingga bumi Indonesia tetap penting untuk keseimbangan pasokan udara bersih.
Hal lain yang perlu diwaspadai adalah tekanan para mafia setelah badan pengelola REDD+ yang telah mengalami perubahan struktur organisasi yang berusaha keras mengeksploitasi hutan dan pertambangan dalam hutan karena yang paling keras agar di bubar BP REDD+, karena selama masih ada pengendalian dari sistim REDD+ untuk menjaga deforestasi hutan maka hutan Indonesia tidak akan terancam dari para mafia hutan.
Dalam mekanisme REDD+, tiap usaha untuk menjaga hutan akan mendapat kredit, karena ikut andil dalam mengurangi emisi gas rumah kaca global. Jumlah kredit yang diperoleh dalam waktu tertentu dapat dijual di pasar karbon. Sebagai alternatif, kredit pun dapat diserahkan ke lembaga pendanaan yang dibentuk untuk menyediakan kompensasi finansial bagi negara-negara peserta yang melakukan konservasi hutan. Tanda plus (+) dalam nama program ini merujuk pada insentif tambahan yang akan diberikan pada negara-negara yang berhasil meningkatkan cadangan karbon, melalui proyek penanaman pohon atau konservasi kawasan hutan.
Pengurangan emisis dari deforestasi dan degradasi hutan (Reduction of Emission from Deforestation and Degradation Plus) (REDD+) dilandasi ide utama yaitu menghargai individu, masyarakat, proyek dan negara yang mampu mengurangi emisi gas rumah kaca – GRK (greenhouse gas – GHG) yang dihasilkan hutan.
REDD+ berpotensi mengurangi emisi GRK dengan biaya rendah dan waktu yang singkat, dan pada saat bersamaan membantu mengurangi tingkat kemiskinan dan memungkinkan pembangunan berkelanjutan. REDD+ merupakan skema pengurangan emisi yang dapat mengakomodasikan berbagai jenis pengelolaan hutan dan lahan yang dalam konteks perundang-undangan kehutanan Indonesia dapat mencakup hutan lindung dan konservasi, hutan, hutan produksi, atau hutan konversi yang telah menjadi Area Penggunaan Lain Konsep REDD+ dan Implementasinya (non-hutan). REDD+ dianggap sebagai cara paling nyata, murah, cepat dan saling menguntungkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK); nyata karena seperlima dari emisi GRK berasal dari deforestasi dan degradasi hutan (DD); murah karena sebagian besar DD hanya menguntungkan secara marjinal sehingga pengurangan emisi GRK dari hutan akan lebih murah ketimbang alat atau instrumen mitigasi lainnya; cepat karena pengurangan yang besar pada emisi GRK dapat dicapai dengan melakukan reformasi kebijakan dan tindakan-tindakan lain yang tidak tergantung pada inovasi teknologi; saling menguntungkan karena berpotensi untuk menghasilkan pendapatan dalam jumlah besar dan perbaikan kepemerintahan dapat menguntungkan kaum miskin di negara-negara berkembang dan memberi manfaat lingkungan lain selain yang berkaitan dengan iklim

Palu Emas Geolog
Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer

Apr 6, 2016

Gempa Mentawai Nias Masih Ada

MEGATHRUST MENTAWAI-NIAS MASIH ADA
Oleh M. Anwar Siregar
 Tekanan kuat gempa masih terus meningkat di wilayah Pantai Barat Sumatera terutama di blok Patahan Enggano-Mentawai dan Blok Subduksi Aceh-Nias-Simeulue, periode magathrust Mentawai-Nias masih akan ada dan lebih besar daripada kejadian gempa 28 Maret 2005 di Nias dan Mentawai 2011 serta 3 Maret 2016 dengan kekuatan 7.8 SR, terakhir gempa di Patahan Mentawai di lepaskan pada tahun 1833, di sertai gelombang tsunami dengan kekuatan 8.9 SR ke daratan Pulau Sumatera. Zona Patahan Mentawai merupakan zona kekuatan penyerapan energi yang terkuat dan terbesar pada blok patahan di Pantai Barat Sumatera dalam mengendalikan dan menjaga keseimbangan seismic gap di perbatasan pertemuan lempeng besar bumi, sekaligus sebagai daerah dengan tingkat kehancuran yang sangat tinggi. Pelepasan energi seismik selalu berada pada tingkat VIII-XII MMI atau 8.0-9.5 SR yang dapat menjangkau daerah getaran sejauh 2000 kilometer termasuk ke dalam daratan Benua Asia dan dapat memicu zona subduksi terdekat, dan lebih dahsyat dibandingkan gempa dahsyat Aceh-Nikobar pada tahun 2004, dan gempa Jepang Tahun 2011 yang lalu.
TSUNAMIS BESAR
Banyak faktor yang dapat membuktikan bahwa tsunami maut bisa terjadi lagi di subduksi Mentawai-Nias di Pantai Barat Sumatera dalam jangka waktu yang belum dipastikan dengan berbagai asumsi ilmiah yaitu asumsi pertama menyebutkan terlebih dahulu terjadi pematahan kulit bumi Palung Laut Jawa khususnya dalam koridor sepanjang patahan regional Pantai Barat Indonesia dengan adanya gempa gunung vulkanik di bawah laut yang masih aktif di sebelah Barat Bengkulu dengan memberikan tekanan efektif dan kuat ke patahan Mentawai dari Pagai Selatan ke Utara dengan telah tersalurnya gempa 2016 pada zona sistem patahan Investigator Fracrure Zone (IFZ) yang lokasi kejadiannya tidak jauh dari gempa Mentawai dan Nias yang telah mengalami perobekan dan membutuhkan elastic rebound untuk menutup kondisi patahan sebelumnya yang telah mengalami perobekan di Samudera Hindia yang menyebabkan pergeseran lempeng secara mendasar.  lalu megathrust gempa Nias ke patahan megathrust Aceh-Nikobar,
Asumsi ketiga, gempa Simeulue tahun 2012 semakin menambah kompleks geodinamika patahan di pantai barat sumatera, gempa yang berkekuatan 8.5 SR (versi BMKG) itu seharusnya menghasilkan gempa maut dengan tsunamis dahsyat, ternyata terjadi melalui pola sesar geser di dalam lempeng (slab fault) sehingga tidak menghasilkan tsunami dahsyat, pola sesar geser biasanya terjadi di daratan sumatera. Dengan terbentuknya pola sesar geser, ada memperkirakan bahwa blok batuan yang menyusun kerak lempeng bumi semakin menambah rumit pola keseimbangan seismik dijajaran pulau-pulau vulkanik khususnya di Nias dan ini dapat diperkirakan akan mempercepat terjadi berbagai pola tekan pada zona subduksi sesar vertikal jika terjadi pada perbatasan lempeng tempat dimana berlangsung terjadinya patahan strike slip fault yang menyebabkan gempa Simeulue 2012.
Asumsi kedua, dapat juga dipicu oleh pengaruh tektonik jalur Andaman-Nikobar yang memanjang dari Utara Pulau Sumatera hingga ke Pantai Timur. Zonasi antar blok megatrust ada yang berjarak 100 kilometer dari zona patahan Mentawai diantara Pulau Pagai Utara dan Pagai Selatan dan sebagai zona penahan (locking zone) terhadap desakan subduksi di jalur Benioff (jalur bergempa) di Lempeng Australia disebelah selatannya. Tsunami Mentawai dapat ditimbulkan jika pusat gempa tersebut terjadi ke arah timur ke Pagai Utara kedalaman 10 kilometer dibawah dasar laut. Saat ini, energi yang dilepaskan pada tahun maret 2016 masih terjadi di zona IFZ dengan pelepasan energi tidak melebihi 2/3 energi.
MENTAWAI-NIAS HARUS SIAP
Ancaman megathrust gempa Mentawai-Nias masih akan berlangsung, masih meneruskan tradisi bencana yang sudah berlangsung sejak gempa maut Aceh 2004 lalu gempa Nias Maret 2005, gempa Bengkulu 2007, gempa Sumatera Barat 2009, gempa Mentawai 2010, dan gempa Meulaboh 2011, serta gempa Simeulue 2012, dan Gempa Mentawai tahun 2016 itu telah membuka tabir bahwa Mentawai saat ini masih menyalurkan sisa energi 50 persen lagi untuk menjaga keseimbangan sebelum tahun 2033 dan juga dipastikan telah merangsang berbagai aktivitas kegempaan di Pulau Sumatera baik di daratan dengan 19 segmen patahan dan di Samudera dengan 6 pusat subduksi di pantai barat sumatera yang memanjang dari Utara hingga ke selatan Jawa telah membangkit pengulangan gempa yang sama pada tiap segmen yang sama dampak pergeseran lempang dan biasanya juga akan berakhir dengan sesar naik yang dalam sejarahnya sering menghasilkan tsunami diatas 80 persen gempa tektonik dengan tsunami.
Mengapa megathrust masih dianggap mengancam? Dari data tersebut dapat disimpulkan pertama, bahwa efek gempa Aceh itu telah memobilisasi arah pergerakan lempeng bumi sedemikian rupa sehingga ada perubahan dan anomali koordinat pulau-pulau di busur vulkanik cekungan busur belakang sumatera akibat tumbukan lempeng dengan sesar geser vertikal, merobek kerak patahan sepanjang 600 km sehingga membentuk rangkaian sembulan bawah laut disepanjang selatan Bengkulu hingga Sumatera.
Selain dua segmen di utara patahan Aceh-Simeulue juga ikut bergerak dan robek, melepaskan energi. Pergerakan di segmen Patahan Andaman memicu gerakan tekanan daya tekan pada segmen Nikobar. Maka ada elastis rebound pada segmen tersebut, bersama melepaskan energi karena ketiga segmen tersebut itu berelaksasi ke arah selatan Mentawai. Dengan terjadinya gempa tahun 2010.
Kedua, segmen patahan dibagian selatan Mentawai meliputi patahan di blok Jawa Timur saat bergerak ke arah patahan blok Jawa Barat dengan pemusatan energi di Selat Sunda. Segmen patahan ada saling menekan dan membentuk poros kesatuan kesamaan gerak ke Pagai Selatan.
Kejadian gempa di lokasi kepulauan seperti ini dapat membangkitkan tsunami di sepanjang Pantai Barat Pulau Sumatra. Kota-kota besar di Sumatera Utara (SUMUT) harus siap menghadapi ancaman ini, karena ancaman maut yang diberikan tidak jauh berbeda dengan tsunami maut Aceh-Andaman 2004, namun tingkat kerusakan akan lebih parah, karena kondisi blok batuan yang menyusun bumi ruang Sumatera saat ini belum dalam kondisi stabil, setelah ada gempa-gempa kuat dari awal tahun 2010 hingga menjelang akhir tahun 2016, jadi peningkatan kewaspadaan memang harus ditingkatkan.
Gempa Mentawai 2016 memang terjadi di Investigator Fracrure Zone namun hal ini kadang dapat membangkitkan energi yang menghasilkan tsunami jika kondisi tatanan blok batuan belum stabil, dan posisi morfologi pantai Nias dan Mentawai itu cukup landai untuk diterjang tsunami. Yang paling ironis adalah tata ruang daerah ini ternyata belum diperisai oleh berbagai teknologi dan stadart building code yang wajib ada di daerah rawan tsunami dan tingkat pengetahuan evakuasi masyarakat masih sangat memprihatinkan dengan kualitas SDM yang banyak belum terlatih dalam rangka membangun kapasitas untuk menghadapi berbagai elemen bencana dan terbukti berulang lagi setiap kali ada lindu masyarakat langsung panik dan berhamburan dengan kendaraan dan hal ini dapat mengakibatkan dan membahayakan jalur evakuasi secara tertib.

Gambar : rangkaian gempa Mentawai dari 2010 (gambar atas) hingga ke tahun 2016 (gambar bawah).

Mentawai dan Nias merupakan daerah yang paling rentan menghasilkan sumber petaka bagi keberlangsungan Sumber Daya Manusia (SDM) jika masih terus tidak dibekali berbagai pengetahuan bencana, driil disaster dan fisik tata ruang berketahanan bencana. Dan ancaman mega gempa masih ada dan Mentawai telah menyalurkan energinya, berikutnya apakah Nias yang setelah 11 tahun lalu melepaskan energi besar akan menghasilkan gempa besar? Jawabnya Kenapa Negeriku Selalu Bencana.
M. Anwar Siregar
Geolog, Kerja di Tapsel

Related Posts :