Feb 16, 2017

Mentawai Masih Mengancam



GEMPA MENTAWAI MASIH MENGANCAM
Oleh M. Anwar Siregar

Gempa yang terjadi tahun 2007 dan 2010 lalu masih merupakan gempa dengan pelepasan energi skala kecil, energi yang dilepaskan itu tidak menerus ke utara Pulau Pagai Utara karena kejadian gempa Mentawai tahun 2007 dan 2010 terjadi di selatan dan tertahan berbagai rangkaian pulau-pulau kecil dan terserap oleh energi penahan gempa di sekitar Siberut dan tidak menggeser ke zona tranch java-sumatera, sebab pergeseran dan pergerakan dari segmen-segmen patahan di Pagai Selatan ke arah barat Pulau Simeulue bergeser lebih aktif ke arah Pagai Utara. Energi kerentanan seismik di Pagai Utara itulah yang paling membahayakan wilayah kota di Pulau Sumatera terutama ancaman bagi tata ruang Padang, Lampung dan Sibolga, dan Semua kota di Nias sebagai penahan energi yang paling matang.
Patahan Mentawai masih berpotensi untuk melepaskan energi yang lebih dahsyat dibandingkan pada kejadian gempa terakhir di tahun 1833 dan 2007, 2010, dan 2016, energi yang tersimpan diperkirakan diatas 8.9 SR, sebab zona subduksi yang menyimpan energi “perangkap tenaga dalam” dari setiap blok di kawasan Pantai Barat Sumatera sangat berbeda.
Di blok patahan Enggano-Mentawai, setiap periode pelepasan energi yang terhimpun dalam 100-200 tahun dengan tingkat kekuatan mencapai 8.8-9.5 SR dengan rata-rata 8.5 SR dengan kekuatan jangkauan getaran gelombang mencapai ke dalam Benua Asia, dan dapat memicu zona subduksi besar yang ada di Utara yaitu Aceh-Andaman, dan subduksi Lempeng Burma sehingga akan ada gelombang “tarian tsunami maut” ke Selat Malaka menuju Selat Karimata sejauh 2000 km. Sedangkan di arah Selatan terdapat zona subduksi Selat Sunda dan Patahan ujung Sumatera yang bersambung ke Patahan Jawa sejauh 300 kilometer dan memberi efek getaran semakin jauh ke Timur Indonesia dan Australia.
Sedangkan di blok patahan Aceh-Andaman-Nikobar, periode ulang pelepasan energi gempa dalam rentang antara 50-100 tahun perlu ditinjau ulang kembali, karena siklus berkekuatan 8.5 SR telah terjadi dalam rentang 6 tahun, dengan rambatan getaran gempa mencapai 500 km telah terjadi pada tahun 2012.
“Posisi blok patahan Mentawai saat ini baru melepaskan energi 1/3, sisa energi yang belum dilepaskan ada 2/3 yang dapat memicu energi gempa mencapai kekuatan 8.8 hingga 9.0 SR” demikian dikatakan ahli geologi gempa LIPI Danny Hilman Natawijaya. Siklus energi gempa Mentawai pernah menghasilkan gempa besar pada tahun 1381. Tahun 1608 dan yang terakhir tahun 1833 terasa goyangannya ke Jakarta dan Malaysia. Jadi hitungan bencana geologi gempa diperkirakan akan terjadi tahun 2033 atau masa “pengendapan energi” sudah berlangsung sekitar 175 tahun dan tinggal hitungan puluhan tahun yaitu 17 tahun lagi.
Sedangkan gempa tahun 2016 terjadi pada segement Investigator fracture zone atau terjadinya pergeseran lempeng sehingga energi kinetik untuk membangkitkan tsunami dahsyat tidak terjadi walau kekuatan gempa yang dihasilkan termasuk kategori kuat mendekat sangat kuat yaitu 7.8 SR. Dan energi yang dilepaskan hanya ¼ energi karena pergeseran lempeng yang tidak menghasilkan tsunami, tsunami yang dihasilkan justrunya terjadi dikawasan Kepulauan Cocos, jadi dari gambaran ini saja kita sudah membayangkan bagaimana jika Mentawai menghasilkan gempa dengan kekuatan yang lebih besar serta akan menghasilkan tsunami strategis sepanjang pantai barat sumatera yang termasuk kawasan padat penduduk.
MASIH MENGANCAM
Lempengan Mentawai menyimpan energi maksimun 9 Skala Richter (SR) yang masih terkunci, kapan lempengan akan menyalur energi seismik belum dapat diketahui, tetapi gambaran ini sebenar sudah memberikan peringatan kepada kita untuk mempersiapkan diri dan pelatihan eveakuasi bencana tsunami karena waktu yang tersedianya hanya di bawah 30 menit, sedangkan kemampuan standart mitigasi masyarakat Indonesia masih dibawah rata-rata 10 menit.
Gempa-gempa skala sedang itu sebenarnya bagian dari peringatan bagi pemerintah agar mempersiapkan standar mitigasi gempa yang lebih baik, karena dengan kekuatan 5.4 Sr pada kejadian gempa 22 Juni 2016 dan kejadian pada bulan mei dengan kekuatan 5.1 SR membuktikan bahwa Gempa Mentawai di duga masih memiliki potensi gempa dengan energi yang lebih besar dari hasil pelepasan energi sekarang, diperkirakan masih menyimpan energi potensial gempa 20 kali lipat dari yang sekarang maupun 30 kali lipat dari energi gempa Padang pada tahun 2009, sebab siklus gempa besar umumnya di atas 20 tahunan dan potensi siklus gempa Mentawai sekarang memasuki periode sekitar 175 tahun untuk melepaskan kepenatan energi.
Kekuatan gempa sekarang telah memberikan stimulus bagi zona subduksi Mentawai terutama di bawah Pulau Siberut, karakter IFZ adalah memberikan tekanan dan rangsangan energi terdekat pada daerah zona berdekatan yang telah mengalami perobekan sebagai efek domino untuk energi yang terpendam dan panjang jalur maksimal yang terdekat adalah 1200 km yang membentang dari Andaman, Aceh, Sumatera Utara (Nias), Padang terus ujung selatan ke Bengkulu, Lampung dan berakhir di Selat Sunda dan Selatan Jawa Barat.
Secara lokal, pusat gempa Mentawai sepanjang 300 km dari Selatan Siberut dan Utara Pagai itu memiliki kekerabatan dengan pusat gempa di Samudera Hindia yang telah disebut diatas.
Siklus gempa Mentawai yang disertai tsunami pada tahun 2010 yang bersifat subduksi ke gempa tahun 2016 saat berbeda, namun potensi keduanya tetap memberikan rangsangan yang sangat besar bagi megathrust gempa di Nias dan Simeulue serta Nikobar untuk memulai periode gempa besar, jangka waktu tak bisa dipastikan namun tetap akan terpicu untuk menghasilkan energi 10 lipat keatas atau menghasilkan kekuatan diatas 8.5 Skala Richter dan hal ini dapat membahayakan dan mengancam tata ruang kota di Pantai Barat Sumatera dan terasa juga ke Daratan Asia.
Gempa Mentawai kini memang menjadi pusat perhatian, namun bukan berarti pengamatan gempa lain tidak luput mengalami efek domino untuk diamati terutama gempa di Selat Sunda, di kawasan Nias-Simeulu ke Andaman-Nikobar ataupun dapat merangsang energi di Patahan Sagaing di Burma. Refleksinya bisa di lihat pada gempa Taiwan dapat memberikan stimulus medan stress gempa di kawasan Burma dan Semenanjung Asia Tenggara.
Lompat-lompatnya gempa di Kawasan Indonesia khususnya Asia Tenggara dan Asia Timur karena ada beban yang mesti ditanggung blok-blok batuan untuk penyesuaian keseimbangan bumi, gempa kuat di Sumba yang terasa ke Bali lalu terjadi gempa kuat di Mentawai dan begitu juga gempa di Burma lalu terjadi tekanan medan stress di zona pembenturan lempeng di Kepulauan Taiwan, semua gempa tersebut di atas 6.8 skala richter. Sebagai peringatan untuk mempersiapkan building code.
STANDAR BUILDING CODE
Gempa Mentawai 2016 hanya terasa di sepanjang kota-kota di Pantai Barat, penulis sendiri merasakan goyangan Mentawai untuk ke tiga kali gempa dalam rentang 9 tahun, sangat kuat dan terbayang apa yang akan terjadi di sepanjang Pantai Barat jika standar tata ruang fisik, teknologi dan kapasitas masyarakat belum terbangun untuk suatu mitigasi yang tangguh dan komprehensif.
Bersyukurlah karena gempa Mentawai sepertinya memang sedang memperingatkan kota-kota di Pantai Barat Sumatera agar lebih mempersiapkan tata ruang mitigasi yang komprehensif, karena sampai sekarang ternyata belum banyak bangunan dan infrastruktur fisik lainnya mengikuti kaidah building code yang berketahanan gempa, setengah peralatan tsunami rusak dan 80 % masyarakat bermukim di kawasan rawan bencana dan dukungan politik lokal dalam pengurangan resiko bencan sangat rendah sekali.
Yang dapat dilakukan masyarakat adalah mempersiapkan diri dan membangun fundemental bencana untuk menghadapi ketidak pastian bencana yang datang bertubi-tubi di negeri yang memang sudah ditakdir hidup akrab bersama gempa dan harmonisasi dengan lingkungan gunungapi. Masyarakat harus siap dalam menghadapi bencana, memastikan kondisi tata ruang kota mereka ada jalur evakuasi bagi kota yang berhadapan langsung dengan Samuerda Hindia dalam menghadapi tsunami. Apa sudah siap?
M. Anwar Siregar
Geologist. Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi-Geosfer

No comments:

Post a Comment

Related Posts :