Mar 11, 2018

Waspada Medan Stress Gempa Taiwan ke Indonesia

WASPADA MEDAN STRESS GEMPA TAIWAN KE INDONESIA
Oleh : M. Anwar Siregar
Gempa dan bencana lain suatu saat dan kapan saja akan terjadi pada kita. Namun dibalik dari semua itu ada sisi baik dari sebuah bencana yang terjadi selama ini dapat dijadikan pelajaran bagi pembangunan fisik di Indonesia. Bersamaan dengan gempa di Taiwan, Indonesia juga mengalami bencana longsor dan banjir di berbagai daerah harus diambil hikmaknya agar lebih baik lagi memanfaatkan segala potensi tata guna lahan dan kelimpahan sumber daya alam agar dapat dimanfaatkan dengan baik untuk menekan kerusakan lingkungan.
 
Gambar : Gempa Taiwan/AFP : PETUGAS penyelamat memblokir sebuah jalan lokasi gedung yang roboh setelah gempa berkekuatan 6,4 SP melanda kota Hualien, Taiwan timur, Rabu 7 Februari 2018.* (Sumber Pikiran Rakyat)
Dan perlu diingatkan ada dua zona medan energi gempa yang sedang mengumpul kekuatan ”goyangan kolosal gempa” yang kini memasuki periode ulang gempa di kawasan pantai barat sumatera yaitu masih ada kekuatan energi gempa di blok Aceh-Nias di utara dan energi megathrust gempa Mentawai di selatan yang kini dalam periode ulang gempa mendekati siklus 200 tahun energi yaitu rentang 15 tahun lagi sejak gempa diatas 8.0 SR pada tahun 1833.
Megathrust gempa Mentawai memasuki periode ulang pelepasan energi dan bahwa siklus energi gempa di Mentawai bukan lagi dihitung dalam rentangan hitungan ratusan tahun tetapi puluhan tahun sebelum memasuki puncak energi gempa dahsyat, gempa terakhir dilepaskan tahun 2005 berarti ada rentang tiga tahun lagi dari 2010 ke 2015, dan terbukti ada gempa yang terasa sampai ke Padang, dari 2015 ke 2017 ada juga gempa skala ringan 5.5 SR, 2017 ke 2033 dapat terjadi jika apabila akumulasi energi di utara di Pulau Sipora dan Siberut belum melepaskan energi besar gempa, karena subduksi keduanya sangat berdekatan dengan kawasan subduksi Pulau Nias, dan dapat memberikan penjalaran medan stress gempa bagi Nias karena harus “menanggung beban kiriman gempa Mentawai”, tentu saja ini dapat menimbulkan “stress” seperti mirip manusia yang kalut menghadapi bermacam masalah kehidupan, berakhir stress.
Maka ada baiknya pemerintah di Sumatera Utara dan Indonesia umumnya harus mempersiapkan standar konstruksi tata ruang yang mumpuni kalau tidak ingin menjadi ladang “pembantaian tsunami maut kedua”, diperkirakan sebelum tahun 2033. Jadi waspadalah pada tahap awal karena sejak gempa maut Aceh-Andaman tahun 2004, belum ada lagi gempa dengan tsunami maut dan semua gempa yang terjadi sekarang sebagai gempa pemanasan.
TAIWAN STRESS
Wilayah Taiwan dianologi juga sebagai wilayah yang berada di atas kerak benua seolah-olah tersesar sungkupkan. Mengakibatkan material-material yang ada di pertemuan lempeng akan terangkat keluar sebagian mengalami pelipatan akibat tekanan dan ketegangan yang sangat kuat dan disertai dorongan dari batu-batuan yang terjadi akibat tabrakan dan persinggungan oleh gerak sesar mendatar (horizontal), sesar naik dan turun, mirip seperti pasta gigi (odol) bila ditekan tubenya akan keluar isinya.
Kadang pergerakan lempeng Samudera bergerak mendekati Lempeng Benua akan ditekan terus ke atas, sehingga kerak samudera yang massa jenisnya lebih ringan akan tertekan dan menyebarkan medan stress di perbatasan antar lempeng dan kota atau negara yang berada di dekat pertemuan lempeng akan terus mengalami getaran seismik dalam periode tertentu.
Jadi memang ada pola interaksi antara momen medan stres di wilayah Taiwan, yang perlu di perhatikan adalah wilayah Tiongkok daratan, energi stress gempa dapat mengakumulasi energi di zona patahan longmen shan, merupakan wilayah penakanan dan pemicu medan stress yang akan menyusul lagi karena terjadi pergeseran kutub bumi merupakan dampak kejadian gempa Jepang dan Nepal serta gempa Chili.
Pengenalan interaksi antar medan stress gempa semacam itu, akan sangat berguna bagi peramalan gempa bumi. Sekarang ini, mayoritas peneliti gempa menganut pendapat, sebuah patahan atau penujaman akan tenang kembali, setelah terjadinya gempa dan gempa susulan. Situasi tenang dapat berlangsung sampai beberapa ratus tahun, hingga kerak bumi dapat kembali menghimpun energinya, dan melepaskannya sebagai gempa. Kini semakin  terlihat pola gempa yang sering terjadi di wilayah Taiwan, gempa kemudian terjadi dikawasan asia timur lainnya lalu menekan stress pemicu di kawasan Asia Selatan dan membalik ke Asia Tenggara dan harus menjadi pusat perhatian peramalan resiko seismik di kawasan kegempaan.
WASPADA GEMPA ASIA TIMUR
Taiwan berada di zona subduksi seperti Cincin Api Pasifik, ketika salah satu lempengan didorong ke bawah lempengan lain, menghasilkan gempa yang amat kuat, hingga kedalaman 700 km. Gempa superdalam, mungkin bahkan tak terasa di permukaan. Namun jika terus menerus mengalami gempa dikawasan yang sama akan memberikan akumulasi medan stress gempa bagi pemicu gempa di zona subduksi terdekat dan luasan getaran seismik semakin berkembang luas sebagai efek domino oleh beberapa faktor.
Meluasnya getaran gempa dipengaruhi oleh faktor sedimen. Sedimen di sepanjang pesisir timur Taiwan dapat membuat getaran gempa terasa lebih kuat di bandingkan di kawasan barat sesuai dengan kondisi tatanan geologinya. Sedimen dataran pesisir sepanjang tepi pantai timur Taiwan dapat memerangkap gelombang ketika gelombang menyebar dan menghasilkan amplifikasi minor darn guncangan itu menimbulkan likuafaksi, menimbulkan kehancuran bangunan.
Analisis data seismik, yang dilakukan tim peneliti yang dipimpin pakar geofisika Ross Stein dari pusat penelitian geologi di Menlo Park California, menunjukan energi stress yang dilepaskan pada saat terjadinya gempa, tidak menghilang begitu saja. Akan tetapi diteruskan di sepanjang zone kegempaan atau patahan bersangkutan, hingga ke zone gempa yang berdekatan. Hal ini dapat menimbulkan dampak yang fatal. Penelitian sejak tahun 1992, terhadap sekitar selusin zone kegempaan dunia menunjukan, stress di kawasan tersebut sudah terakumulasi cukup besar. Jika stress meningkat sekitar beberapa bar saja, hal ini cukup untuk memicu terjadinya gempa hebat seperti yang sering terjadi sekarang karena juga digerakan oleh pergerakan lempeng.
Pergerakan lempeng ini menimbulkan struktur-struktur tektonik yang merupakan ciri-ciri sistem subduksi, yaitu Benioff Zone, palung laut, punggung busur luar (outer arc ridge), cekungan busur luar (outer arc basin), dan busur pegunungan (volcanic arc).
Sebagai contoh untuk Indonesia, sistem minor berada di kawasan Alor juga sangat rawan karena adanya sebuah struktur tektonik sesar naik belakang busur kepulauan yang populer dikenal sebagai back arc thrust. Struktur ini terbentuk akibat tunjaman balik lempeng Eurasia terhadap lempeng Samudra Indo-Australia. Back arc thrust membujur di Laut Flores sejajar dengan busur Kepulauan Bali dan Nusa Tenggara dalam bentuk segmen-segmen, terdapat segmen utama maupun segmen minor yang dapat menghasil medan stress gempa yang sangat berdekatan ke kawasan Australia.
Begitu juga segmen patahan di kawasan Asia Timur yang meliputi Jepang, Tiongkok, dan Taiwan serta duo Korea. Yang perlu diperhatikan saat ini adalah kondisi medan stress di sekitar kepulauan Taiwan, yang dikeliling berbagai pergerakan medan mesin gempa antara lain, subduksi lempeng Jepang dengan Lempeng Pasifik yang menekan ke arah wilayah Taiwan, patahan longmen shan yang membelah daratan Tingkok yang menekan dan mendekatkan kawasan plateu Tibet dan bergerak mendakat selat Taiwan, getaran uji coba hulu ledak nuklir korea yang telah dan kadang dapat memberikan stimulus seismik ke medan subduksi benioff yang ada disekitar pertemuan antar empat lempeng yang mengelilingi kawasan Asia Timur dan berdampak juga akan menekan gempa daratan di semenanjung Asia Tenggara dan efek bagi gempa di kawasan Himalaya, disebabkan gerak Lempeng India selalu ke utara menekan dua kawasan Asia, yaitu Asia Timur dan Asia Selatan dan medan stress gempa dapat saja menekan kawasan utara Sumatera yang melintasi Burma-Thailand dan Nikobar lalu ke Pantai Barat Sumatera. Sejarah gempa Taiwan pada tahun 2016 lalu menekan gempa disekitar Burma dan Aceh.
Mewaspadai Taiwan stress sebagai stress pemicu gempa di kawasan regional Asia merupakan gambaran fenomena sejumlah gempa besar, baik di kawasan patahan Sumatera, patahan San Andreas, patahan patahan timur Jepang dan di patahan Anatolia di Turki dan patahan Himalaya di Nepal, memerlukan tingkat kewaspadaan tinggi bagi Indonesia.
M. Anwar Siregar,
Geologist Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer.
Dipublikasi HARIAN ANALISA Medan 19 Februari 2018

No comments:

Post a Comment

Related Posts :