Jun 4, 2018

Selamatkan Bumi Sumut Berbasis Kota Hijau

Selamatkan Bumi Sumut Berbasis Kota Hijau

Oleh M. Anwar Siregar

Membangun kota hijau di Sumatera Utara merupa­kan bagian dari impian me­nyelamatkan bumi yang ber­basis kota hijau. Untuk mem­bangun tata ruang kota hijau di Sumut, perlu perencanaan dan sosialisasi yang kontinu dan transparan serta partisi­pasi masyarakat dan segenap stake holder.
Manajemen perencanaan green city meru­pakan langkah awal sebagai faktor yang bertu­juan meningkatkan kualitas rencana tata ruang dan rancang kota yang lebih sensitif terhadap agenda hijau dan manajemen ekonomi hijau, upaya adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.
 
KEBAKARAN HUTAN: Kepulan asap membumbung tinggi ke langit saat terjadinya kebakaran lahan hutan di salah satu pulau di Kepulauan Riau, belum lama ini. Kebakaran hutan, baik yang disengaja maupun tidak dapat membahayakan ekosistem flora maupun fauna serta pemukiman warga. Analisa/ferdy
Kemudian pembangunan ruang terbuka hijau (Green Open Space) untuk mening­katkan kualitas dan kuantitas Ruang Terbuka Hijau (RTH) sesuai karakteristik kota/kabupaten, de­ngan target RTH 30%, selaras dengan amanah UU Tata ruang. Se­lan­jutnya Green Community, yaitu pengembangan jaringan kerjasama pe­merintah, ma­sya­rakat, dan dunia usaha yang se­hat. Lalu pengu­rang­an dan pengolahan limbah dan sampah (Green Waste), dengan menerapkan zero waste.

Seterusnya pengembangan sistem transpor­tasi berkelan­jutan (Green Transportation) yang mendorong warga un­tuk menggunakan trans­por­tasi publik ramah lingkungan dengan mengeluarkan regu­lasi yang ketat dalam me­man­faatkan kendaraan pri­ba­di dan menekan penggunaan secara massal transportasi umum, serta mensosialisasi­kan manfaat berjalan kaki dan bersepeda dalam jarak pendek.
Peningkatan kualitas air (Green Water) dengan mene­rapkan konsep ekodrainase dan zero runoff. Lalu yang ke tujuh adalah Green Energy, yaitu pemanfaatan sum­ber energi yang efisien dan ramah lingkungan. Green Building, yaitu pene­rapan bangunan hijau yang hemat energi (disari dari berbagai literature handbook peren­ca­naan geologi tata ruang ling­kungan).
Kota hijau masa depan (fu­ture green cities) dapat ter­wujud jika kota-kota Su­mut yang saat ini tengah kita inisiasi sebagai kota hijau dapat mengakomodasi prin­sip-prinsip kota hijau, con­tohnya dengan diakomodasi­nya target pencapaian RTH sebesar 30% dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kotanya.
Menekan Alih Fungsi La­han
RTH pada hakikatnya me­rupakan salah satu unsur ruang kota yang mempunyai peran pen­ting dengan unsur kota lainnya serta memiliki pengaruh sangat positif bagi lingkungan sekitar. Perbaik­an lingkungan tidak perlu di­awali dengan langkah besar dan menciptakan sesuatu yang inovatif, melainkan ber­awal dari kesa­daran diri sen­diri yang nantinya akan mem­berikan dampak yang luas bagi lingkungan sekitar.
Kota hijau di Sumut dapat dipahami sebagai kota yang ramah, lingkungan berdasar­kan peren­canaan dan peran­cangan kota yang berpi­hak pada prinsip-prinsip keber­lanjutan. Kota hijau sendiri dapat diidentifikasi dari dela­pan atribut meliputi: peren­canaan dan perancangan kota ramah lingkungan, ruang ter­buka hijau, konsumsi ener­gi yang efisien, pengelolaan air, pengelolaan limbah dengan prinsip 3R, bangun­an hemat energi, penerapan sistem transportasi yang berkelan­jutan, dan peningkatan peran masyarakat sebagai komu­ni­tas hijau.
Dalam rangka green cities untuk menyela­matkan bumi dari kehancuran yang seperti yang kita rasakan sekarang ma­ka perlu menekan alih fung­si lahan di kota-kota di Sumatera Utara dengan agar indeks RTH di kota-kota di Sumut dapat sejajar diatas angka 15 m2/orang dari total RTH yang minimal ada­lah 30% dari luas wilayah masing-masing, namun un­tuk indeks tersebut kota di Su­mut dan di Indonesia ke­se­luruhan masih di bawah 15 % dan 6 m2/orang dari total RTH wilayah termasuk kota Jakarta sebagai barometer in­deks perencanaan pemba­ngun­an tata ruang hijau di In­donesia, indeks rata-rata RTH untuk negara-negara Asia sudah melampaui 15 m2/orang.
Hal ini sudah diterapkan di Hongkong, Nanjing, Bei­jing, Singapura, Taipei, Kua­la Lumpur, Seoul, Delhi, Ka­rachi, dan Shanghai. Se­lanjutnya, indeks RTH dunia dalam rangka liveable cities berkisar 11-134 m2/orang. Sehi­ngga sangat jelas tan­tang­an ke depan untuk me­ning­katkan kualitas, kuan­titas, dan aksesibilitas terha­dap RTH di Indonesia tidak ringan dalam menyelamat­kan bumi.
Pembangunan dan Pe­ngem­bangan Kota Hijau di Sumut bertujuan untuk me­ningkatkan kua­litas ruang kota yang responsif terhadap peru­bahan iklim di bumi. menyatakan inisiatif ini dapat diletakkan dalam konteks imple­men­tasi RTRW Kota/Kabupaten serta peningkatan peran aktif para pemangku kepentingan dan para adat lokal.
Langkah awal untuk me­me­nuhi target seba­gai kota hijau adalah Fokuskan pada kegiatan perencanaan dan perancangan ramah ling­kung­an, perwujudan ruang terbuka hijau 30%, serta pe­ningkatan peran masyarakat melalui komu­nitas hijau dan secara sinergis atau konsisten memberikan wawasan yang utuh menge­nai pembangunan dan pengembangan kota hi­jau sebagai solusi perubahan iklim kepada berbagai ke­pen­tingan.
Selain itu, perlu pula di­tumbuhkan kesadaran dan perubahan gaya hidup ma­sya­rakat yang lebih ramah lingkungan, di mana pendi­dikan lingkungan mesti di­laksanakan sejak usia dini. Berkaitan dengan salah satu atribut kota hijau, Undang- Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR) telah mensyaratkan setiap kota untuk menye­dia­kan RTH minimal sebesar 30% dari luas wilayah kota, dengan rincian RTH Publik 20% dan RTH Privat 10%. Ketentuan preskriptif me­ngenai RTH tersebut harus secara eksplisit termuat da­lam setiap Perda RTRW.
Mitigasi Bumi
Meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi akibat peningkatan jumlah emisi “gas rumah kaca” di atmos­fer adalah penjelasan sing­kat dari apa yang selama ini kita sebut de­ngan “pemanasan global”. Pemanasan ini akan diikuti dengan perubahan ik­lim, seperti meningkatnya curah hujan di beberapa be­lahan dunia yang menyebab­kan menimbulkan banjir dan erosi. Sedangkan di belahan bumi lain akan mengalami musim kering yang berke­pan­jangan akibat kenaikan suhu.
Pemanasan global dan perubahan iklim terjadi aki­bat aktivitas manusia, ter­utama yang berhubungan dengan penggunaan bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) serta kegiatan lain yang berhubungan dengan hutan, pertanian, dan peter­nakan. Aktivitas manusia di kegiatan-kegiatan tersebut secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan perubahan komposisi alami atmosfer, yaitu peningkatan kuantitas gas rumah kaca se­cara global.
Penanganan dampak per­ubahan iklim ini memer­lu­kan upaya bersama dan peran serta stakeholder dalam pe­merintahan di Sumut seba­gai upaya adaptasi terhadap per­ubahan iklim menjadi prio­ritas utama, karena ber­bagai dampak sudah mulai dirasa­kan. Sebagai satu alat dalam pe­ngendalian pembangunan, penataan ruang dapat mene­kan produksi gas rumah kaca menerapkan skenario Low Carbon Economy (LCE) ke dalam penataan ruang ditiap kota di Sumatera Utara.
Penataan mitigasi tata ruang hijau berbasis kota hi­jau memiliki peranan penting dalam antisipasi perubahan iklim. Hal ini dapat dilaku­kan melalui upaya Mitigasi dan Adaptasi. Mitigasi adalah intervensi antropogenik un­tuk mengurangi sumber gas rumah kaca sedangkan Adap­tasi adalah penyesuaian seca­ra alamiah maupun oleh sis­tem manusia dalam upaya untuk merespon stimuli ik­lim aktual atau yang diper­kirakan dan dampaknya, men­jadi ancaman yang mo­de­rat atau memanfaatkan peluang yang menguntung­kan.
Di sini diperlukan para­dig­ma baru untuk memba­ngun tata ruang hijau dalam sebuah kota di Sumut, yang da­pat dilihat sebagai upaya optimalisasi peng­gunaan ruang serta menekan aspek bencana alam tahunan. Opti­malisasi ruang hijau dalam hal ini berarti memberikan sektor untuk berkembang se­cara maksimal tanpa meng­abaikan kualitas lingkungan hidup. Dengan ini, penataan ruang pada dasarnya memi­liki konsep yang sama de­ngan LCE; mendukung pem­bangunan namun tetap men­jaga kualitas lingkungan.
(Penulis adalah pemerhati tata ruang lingkungan dan energi geosfer) 
Dipublikasi di HARIAN ANALISA MEDAN 28 Maret 2018

No comments:

Post a Comment

Related Posts :