Oct 31, 2011

PEMBELAJARAN BANGSA DARI KERUGIAN BENCANA GEOLOGI : Geologi Disaster


PEMBELAJARAN BANGSA DARI KERUGIAN BENCANA GEOLOGI
Oleh : M. Anwar Siregar

Bangsa Indonesia belum juga sadar sebagai bangsa yang berkesadaran bencana, tidak belajar dari sejarah kerugian bencana lingkungan geologi, seharusnya sudah mampu menekan dampak kerugian fisik terhadap kerusakan lingkungan geologi karena tidak menata ruang lingkungan yang berketahanan bencana. Dilain pihak, estafet kedahsyatan bencana lingkungan geologi masih akan berlanjut ke tahun 2011 dengan kejadian banjir dibeberapa daerah termasuk Medan, musibah bencana diprediksi masih berlanjut lebih dahsyat dalam lima tahun berikutnya. Sebab, eskalasi bencana gempa akan meneruskan tradisi ”maut”. Pusat-pusat subduksi gempa maut Samudera Pasifik telah melepaskan 3 kali energi maut di Selandia Baru (2/2011) China dan Jepang (3/2011), dan Samudera Hindia giliran melepaskan ”energi kepenatan” gempa di Singkil, dan Bali dan menjadikan Indonesia tetap negeri bencana.
KERUGIAN BENCANA
Bukti sejarah kehancuran bencana lingkungan geologi telah ”berbicara” bagaimana bangsa ini belum berkesadaran bencana lingkungan terjerumus ”kemiskinan semakin dalam” akibat tidak mempersiapkan segala-galanya. Pertama, ada peningkatan jumlah kemiskinan masyarakat, dampak kehilangan pekerjaan, tempat tinggal, hilangnya surat-surat penting, buku rekening bank, akte kelahiran, surat asuransi, jaminan usaha yang berharga dan ijazah akademis dan kursus. Kedua, peningkatan dana pembangunan rekonstruksi dan rehabilitasi tata ruang yang hancur sehingga menguras cadangan devisa negara. Misalnya, rekonstruksi dan rehabilitasi Aceh-Nias telah menelan biaya 45 triliun rupiah, rekosntruksi gempa Yogya-Jawa Tengah mencapai 30 triliun rupiah tahun 2006, Sumbar menelan 1,08 triliun tahun 2007, Bengkulu-Sumbar tahun 2009 menghabiskan dana 1,87 triliun rupiah. Belum lagi rekonstruksi Mentawai dan Merapi-Yogya yang pasti menelan biaya ratusan milyar rupiah. Rekonstruksi Dairi dan Pakpak Barat akibat gempa Singkil 2011 bisa mencapai ratusan milyar.
Sebagai perbandingan kerugian yang disebabkan oleh bencana geologi di Indonesia sejak 1961dapat dilihat pada tabel dibawah ini, disari dari berbagai sumber yang penulis kumpulkan sejak gempa Liwa (1994).
No
Tahun Bencana
Jenis Bencana Geologi
Jumlah Kerugian
1.
1961-2011
Gempa Bumi-Tsunami
-   Korban meninggal hampir mencapai 5,000,000 jiwa, luka parah-berat-ringan 1,1 juta orang dalam 50 tahun.
-   Pengungsian mencapai 1 juta jiwa
-   Kehilangan rumah tinggal 1 juta unit lebih, kerugian ditaksir mencapai Rp 37,5 triliun lebih
-   Korban berbagai jenis ternak mencapai 1,2 juta ekor lebih, ditaksirkan kerugian mencapai 2 triliun
-   Total kerugian Infrastruktur berat-ringan menelan dana sebesar Rp 1 triliun
-   Biaya rekonstruksi dan rehabilitasi per Kota /Kabupaten mencapai minimun Rp 150 milyar dan maksimal Rp 45 triliun dari toral kota yang mengalami bencana gempa dalam setahun sebanyak 3-5 kota/kabupaten (dari masa tahun 1990 sekarang).
-   Dana rekonstruksi bisa mencapai lebih Rp 500 triliun dalam 11 tahun ini (data rekonstruksi ini baru sampai tahun 2011, belum kejadian tahun 60 an- s/d 90 an)
2.
1982-2011
Letusan Gunungapi
-   Korban bencana mencapai 1.000 jiwa, luka berat-ringan 2.000 orang
-   Pengungsian mencapai 500 ribu jiwa
-   Kehilangan rumah tinggal 3000 unit per satu gunungapi meletus, kerugian mencapai Rp 200 M.
-   Korban berbagai jenis ternak mencapai 100 ribu ekor, kerugian ditaksir mencapai Rp 30 M.
-   Kerusakan Infrastruktur berat dari satu gunungapi meletus mencapai Rp 300 milyar
-   Infrstruktur ringan mencapai Rp 175 milyar dalam kurun 10 tahun
-   Dana rekonstruksi dan rehabilitasi ataupun pergantian kerugian bisa mencapai Rp 150 triliun.
3.
2000-2011
Gerakan Tanah
-    Korban meninggal akibat bencana mencapai 1000 jiwa, luka berat-ringan mencapai 4000 jiwa
-    Kerusakan Rumah Tinggal mencapai 200 unit dengan kerugian mencapai Rp 50 milyar
-    Kerusakan sarana dan prasarana mencapai Rp 500 milyar untuk 5-7 kejadian gerakan tanah dalam setahun bisa terjadi sebanyak 2-3 kali dalam satu propinsi meliputi 3-4 kota/kabupaten.
-    Rekonstruksi dan rehabilitasi lahan dan tata ruang dan pergantian biaya kerugian mencapai Rp 15  triliun dalam kurun 11 tahun

Data ini baru kejadian bencana geologi, belum lagi dampak kerugian akibat kejadian bencana klimatologi yaitu banjir, banjir bandang, musim kemarau panjang serta angin puting beliung, jumlah kerugian semakin meningkatkan bencana ”kemiskinan” dan bencana finansial serta daftar utang negara semakin ”bergunung”.
Dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah belum maksimal untuk melindungi penduduknya dari ancaman bencana alam di bumi maupun di geosfer. Istilah masyarakat sekarang yang masih aktualitas yaitu pemerintah “bohong”. Disebutkannya, bahwa pemerintah sudah mempersiapkan tatanan ruang yang berketahanan bencana.
POTENSI BENCANA
Akibatnya, pemerintah semakin lamban dalam mengentaskan kemiskinan, sebab ada tiga persoalan yang harus dituntaskan pemerintah dalam waktu bersamaan yaitu : pertama, mencegah lebih luas dampak finansial agar tidak terjadi krisis ekonomi dan keuangan, kedua, pengendalian pembangunan agar daya serap pasar dalam negeri dan peningkatan daya saing ekspor tetap stabil, ketiga, mencegah anarkis struktural dan sosial akibat ketidakberdayaan masyarakat karena tuntutan dan biaya hidup yang terbatas dan mahal.
Beberapa daerah yang berpotensi sebagai daerah rawan bencana yang menimbulkan kerugian infrastruktur dan lingkungan geologi dimasa depan antara lain 30 wilayah rawan gempa bumi di Indonesia yaitu : Aceh-Simeulue, Sumatera Utara bagian Barat, Sumut bagian Timur-Selat Malaka, Sumbar-Mentawai, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat bagian Selatan, Jawa Tengah bagian Utara dan Selatan (Cilacap), Yogyakarta, Jawa Timur bagian Selatan dan Timur, NTB, NTT, Bali, Maluku Tenggara/Kep. Aru, Maluku Utara, Maluku Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sangir-Talaud, Papua Utara, Jayapura, Nabire, Wamena, Kalimantan Timur. Dan 18 daerah rawan tsunami di Indonesia antara lain Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Jawa Tengah bagian Selatan, Jawa Timur bagian Selatan, Bali, NTB, NTT, Sulut, Sulteng, Sulsel, Malut, Masel, Biak, Pak-Pak, dan Balikpapan.
Fakta sejarah gempa-tsuanmi, sejak terjadi gempa-tsunami Aceh, Indonesia menempati peringkat pertama dalam jumlah korban dan peringkat ketiga dalam jumlah kejadian 253 setelah Jepang mencapai 443 kejadian dalam setahun (termasuk tahun 2011) dan Amerika Serikat mencapai 287 kejadian.
Belajar dari sejarah bencana sangat penting mengingat 90 persen wilayah Nusantara adalah daerah rawan bencana, potensi-potensi bencana sudah harus direduksi dengan memahami arah pembangunan lingkungan, dengan kata lainnya, harus menjadi bangsa yang sadar bencana lingkungan. Harus sadar dampak kerugian yang ditimbulkan
SADAR BENCANA
Bencana gunung api dan gempa bumi seringkali terjadi di Indonesia tidak hanya menimbulkan kerugian harta benda dan jiwa tetapi juga dapat menyebakan Indonesia semakin miskin karena harus menguras sumber-sumber devisa negara dalam menata dan merekonstruksi tata ruang yang mengalami bencana.
Mengamati fenomena bencana geologi tersebut, banyak pertanyaan yang sering diajukan masyarakat yang hidup di daerah rawan bencana geologi yaitu haruskah selalu mengungsi dan mendapatkan kerugian yang besar seperti pada kejadian letusan gunung Merapi, baik dalam jumlah korban jiwa maupun harta benda, dalam setiap kejadian bencana geologi dan klimatologi? Apakah pembangunan yang ada justru makin memperparah dampak bencana akibat tidak memperhitungkan dampak kerentanan dalam menata perencanaan tata ruang wilayah dari aspek kebencanaan pembangunan?
Pembangunan semestinya harus sadar dan belajar dari sejarah kejadian bencana tersebut dengan memperhitungkan aspek kerugian tata ruang lingkungan apabila berada didaerah rawan bencana dan bukan dibangun untuk memodernisasi daerah yang tertinggal tetapi juga harus memperhitungkan peningkatan kualitas fisik lingkungan bangunan untuk segala aktivitas kehidupan dari berbagai aspek seperti ekonomi, sosial dan lingkungan geologi yang harus dijalankan dalam pelaksanaan pembangunan secara seimbang.
Selanjutnya, untuk dapat bersaing dengan bangsa lain dimuka bumi, Indonesia harus menjadi bangsa yang sadar bencana terlebih dahulu agar sumber daya alam, manusia, ekonomi dan keuangan tidak terkuras sia-sia, pembangunan harus memiliki perencanaan yang sinergi di segala bidang pembangunan, memiliki kebijakan dan strategi tentang pemahaman sebagai negara yang dilahirkan sebagai bangsa yang rawan bencana, serta program-program yang berakar kepada aspek multi bencana ketataruangan yang dapat dilakukan sebagai upaya meningkatkan kewaspadaan dalam menghadapi bencana universal serta mengendalikan dampak kerugian fisik akibat “serangan bencana”.

M. Anwar Siregar
Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energ-Geosfer. Tulisan ini Sudah dimuat Surat Kabar Harian :ANALISA MEDAN, Tanggal 18 Oktober 2011

No comments:

Post a Comment

Related Posts :