Tampilkan postingan dengan label MItigasi Lingkungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MItigasi Lingkungan. Tampilkan semua postingan

1 Okt 2024

Mitigasi Lingkungan : Kearifan lokal tsunami

KEARIFAN LOKAL TSUNAMI SEMAKIN MEMUDAR

Oleh :. Anwar Siregar

Adalah sangat penting menggali kembali kearifan lokal lingkungan serta melakukan sosialisasi kepada masyarakat sebagai salah satu bentuk upaya mitigasi bencana lingkungan di era sekarang, mengingat banyak generasi mulai melupakan kearifan lokal untuk mengantisipasi bencana alam tsunami dalam menghancurkan lingkungan hidup.

Pengalaman sejarah terjadinya gempa yang berkali-kali di Nias, Aceh Simeulue, Mentawai dan kawasan Timur Indonesia telah membentuk prilaku masyarakat sejak zaman dahulu untuk cenderung mempertahankan diri terhadap dampak yang diakibatkan bencana itu sendiri. Sebagai contoh, konstruksi rumah adat yang anti gempa dan membangun perkampungan di dataran tinggi atau daerah pegunungan.

SEMAKIN MEMUDAR

Namun seiring dengan perkembangan peradaban dan pergeseran nilai-nilai budaya, generasi sekarang terkesan justru melupakan kearifan lokal yang pernah dimiliki oleh generasi pendahulunya. Perlu upaya terpadu dari semua pihak untuk menggali kembali kearifan lokal dan menerapkannya dalam kehidupan masyarakat untuk dilestarikan.

Pelatihan-pelatihan tidaklah cukup jika hanya sekedar menghabiskan anggaran yang ada, tetapi lebih kepada berbagai metode yang lebih praktis dan mudah diterima/dipahami oleh masyarakat awam. Melalui pendidikan sangatlah tepat, baik formal maupun informal.

Andai ada banyak yang berpikir sama dan mau melangkah bersama, banyak hal penting dapat dilakukan bersama untuk mengatasi persoalan kerusakan lingkungan, dan banyak persoalan dapat juga diupayakan solusinya. Ini merupakan filosofi kehidupan leluhur kita, yang semakin memudar di praktekan di era sekarang.

Mari kita mulai dari langkah kecil yang nyata dengan komitmen yang kuat dan kebersamaan, kiranya akan bergulir dan mengalir menjadi sebuah gerakan sosial bersama untuk membangun kearifan lokal dalam membangun sarana fisik dengan mengenali tanah tempat kehidupan kita dan lalu peliharalah lingkungannya dengan baik. Niscaya, keberlangsungan kehidupan di pulau-pulau pesisir maupun didaerah hulu akan dapat meminimalisasikan tingkat bahaya. Sangat penting untuk kita lalukan, demi untuk anak cucu atau generasi berikutnya.

BNPB sering mengingatkan warga di daerah rawan bencana alam agar menggali kearifan lokal untuk dapat dijadikan sebagai peringatan dini ketika ada ancaman tsunami. Penggalian kembali kearifan lokal sangat penting dalam upaya penyelamatan masyarakat dari gelombang tsunami. Kebijaksanaan lokal yang dipahami dan diterapkan sejumlah daerah sudah terbukti dalam mengurangi korban jiwa.

Mitigasi Bencana Gempa Bumi, Simak Langkah-langkah mulai ...

Gambar : Mitigasi Gempa berbasis sederhana (sumber gambar : BPPD Klaten)

Sebagai contoh di Kabupaten Simeulue, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang memahami dan mempunyai kearifan lokal yang dikenal Semong. Dari sekira 400 ribu penduduk di kepulauan itu, hanya sedikit yang meninggal akibat bencana gelombang tsunami yang terjadi pada 2004. Sekadar diketahui, Semong adalah kearifan lokal masyarakat di Pulau Simeulue dalam membaca fenomena alam pantai telah menyelamatkan banyak masyarakat dari bencana tsunami.

Teriakan Semong merupakan peringatan dini yang diartikan adanya situasi di mana air laut surut dan masyarakat harus lari ke bukit. Ini adalah pengetahuan yang diperoleh dari leluhur belajar dari kejadian bencana yang pernah terjadi puluhan tahun lalu. Semong ini yang menyelamatkan masyarakat di pulau Simeulue, padahal secara geografis letaknya sangat dekat dengan pusat gempa. Semong bagi masyarakat pulau Simeulue disosialisasikan turun-temurun melalui dongeng dan legenda oleh tokoh masyarakat, sehingga istilah ini jadi melekat dan membudaya di hati masyarakat pulau itu. 
Hal seperti itulah yang mestinya menjadi pembelajaran bagi semua pihak. Alam, selain memberikan manfaat bagi kelangsungan umat manusia juga memberikan pelajaran berharga. Salah satunya dengan peristiwa bencana. Manusia dengan kelebihan akalnya akan mampu menangkap tanda-tanda sebagai bentuk proteksi dan adaptasi dari perubahan alam. Kadang kesombongan manusialah yang memperburuk dampak dari siklus alami ini.

Nenek moyang bangsa ini berhasil membaca sinyal alam menjadi satu falsafah hidup dan melahirkan nilai-nilai kearifan lokal. Namun, manusia modern yang mendewakan teknologi banyak mengabaikan warisan luhur ini. Fenomena alam sebagai daur ulang kehidupan manusia dan alam semesta dengan periode tertentu dapat berubah menjadi bencana yang menyeramkan. Karena itu, bencana alam harus mendesak manusia lebih memahami the power of nature.

Dalam hal ini, BNPB memegang perang siginifikan. BNPB yang memegang amanat Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 dituntut mampu peran koordinasi penanggulangan bencana di pusat dan daerah dalam meningkatkan kesiap-siagaan dalam menghadapi bencana, serta membangun kesadaran masyarakat dalam upaya pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. BNPB menjadi motor penggerak mewujudkan ketangguhan bangsa Indonesia dalam menghadapi bencana dan semua elemen masyarakat turut berperan aktif.

PENGETAHUAN BENCANA

Dengan demikian, bencana seyogianya membuat manusia semakin sadar pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi, menggali nilai-nilai luhur dan kearifan lokal. Lepas dari itu semua, bencana lingkungan bukanlah suatu kebetulan, seperti kelahiran, kematian, rezeki dan jodoh, semuanya tercatat di lauhul mahfudz.

Menggali potensi kearifan lokal yang ada di dalam masyarakat dapat dilakukan melalui pendekatan partisipatif dan melibatkan dukungan banyak pihak, seperti budayawan, sosiolog, tokoh masyarakat dan pendidik. Kearifan lokal yang mulai kurang dikenal dan dihayati dapat diformat dalam bahasa publik, bahasa sehari-hari yang mudah dipahami. 
Pengetahuan tentang kebencanaan seyogianya menjadi muatan lokal di wilayah yang paling rawan gempa.

Bahwa berharap semata hanya pada kearifan lokal atau local knowledge masyarakat bukan hal yang tepat. Sebaliknya, mengandalkan keakuratan sistem peringatan dini tsunami juga hal yang rentan karena waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan peringatan sampai pada perintah evakuasi akan memakan waktu lebih banyak ketimbang waktu yang tersisa untuk evakuasi itu sendiri. Diperlukan suatu sistem yang memadukan keduanya, dimana kebiasaan merespon gejala tsunami terus digalakkan dengan (misalnya) berlari ke tempat tinggi, sementara di lain pihak perlu terus dilakukan peningkatan efisiensi peringatan dini tsunami. Ini satu contoh saja bagaimana mensimetriskan hubungan antara local dan expert knowledges dalam penanggulangan bencana alam.

Peningkatan pengetahuan masyarakat tentang bencana gempa dengan kearifan lokal lingkungan sangat penting untuk peningkatan kapasitas dan harmonisasi budaya hidup di daerah rawan gempa dengan menata ulang sarana infrastruktur fisik dan saling mengingatkan masyarakat dalam kearifan lokal, untuk menjauhkan tingkat bahaya agar dapat menekan kendala besar dalam membangun fundemental pembangunan antara relasi ilmu pengetahuan gempa dengan kearifan lokal dalam menghadapi bencana alam yaitu pengetahuan kearifan lokal, merupakan pengetahuan yang melekat di masyarakat sekitar lokasi bencana yang terbangun atas dasar pengalaman mereka mengalami kejadian bencana, dan kedua, pengetahuan ilmu gempa atau expert knowledge, dibangun atas dasar serangkaian aktivitas riset yang dilakukan oleh para pakar (ilmuwan).

Relasi ideal keduanya tentu saja seharusnya simetris, dimana pengetahuan kearifan lokal bisa menjadi referensi bagi para pakar untuk menyimpulkan kondisi dan penanganan suatu bencana, begitupun sebaliknya. Resultan antara pengetahuan kearifan lokal dengan pengetahuan ilmu gempa, inilah yang kemudian bisa dijadikan pijakan penyusunan manajemen dan pembangunan tata ruang fisik kota di Indonesia.

M. Anwar Siregar

Geolog, Pemerhati Tata Ruang dan Lingkungan, Energi Geosfer

 

24 Mei 2021

Menjaga Udara Sumatera Utara Berbasis Land Diversity

 

MENJAGA UDARA SUMATERA UTARA BERBASIS LAND DIVERSITY

Oleh : M. Anwar Siregar


Udara kotor dampak dari emisi polutan sangat merugikan bagi masyarakat Indonesia dan regional, pelaku bisnis dan perdagangan serta pemerintah itu sendiri. Upaya konkret menghadapi isu perubahan iklim global lebih hanya ke acara seremonial dan banyak debat kusir, kebijakan untuk menekan kebakaran hanya dilakukan jika ada bencana kabut asap. Bukti itu, dapat dilihat pada kejadian bencana kabut asap dan berton-ton sampah beracun jika dikumpulkan akan membentuk gunung laut raksasa di udara Indonesia, khususnya Sumatera Utara.

Pembangunan lingkungan berbasis geodiversity perlu disosialisasikan kepada segenap masyarakat mengingat tatanan geologi dan lingkungan bumi Indonesia memiliki banyak keindahan, keunikan baik yang tampak di permukaan bumi maupun tidak tampak di bawah permukaan bumi atau terselimuti air laut yang hanya dapat diketahui dengan menggunakan pengetahuan dan teknologi canggih.

Sumatera Utara provinsi yang kaya akan sumber daya geologi serta kaya akan keragaman geologi yang merupakan hasil proses pembentukan Pulau Sumatera selama puluhan juta tahun. Hal ini perlu disosialisasikan dalam pembangunan lingkungan fisik yang berkelanjutan dengan berbasis geo-biodiversity. Karena di Indonesia saat ini terdapat 170 keragaman geologi (geodiversity) dan 33 warisan geologi Indonesia (geoheritage) yang dapat didasarkan dalam pembangunan udara bersih berkelanjutan, salah satunya terdapat di Sumatera Utara yaitu di kawasan Geopark Toba dan Danau Siais Tapanuli Selatan dan kawasan sejuta pesona wisata di Tapanuli Tengah dan Nias serta kawasan hutan lindung Batang Toru di Tapanuli Utara dan Selatan dan Hutan Lindung Gunung Leuser di Langkat dan Karo.

Sangat penting untuk dilestarikan, dan dapat menjawab pengendalian bencana lingkungan melalui pemahaman informasi penting dalam penyusunan tata ruang sekaligus dapat mendukung upaya konservasi sumber daya bumi untuk kehidupan di bumi sumatera utara terutama mengendalikan bencana geosfer, pembangunan tatanan hijau kota dapat dibumikan berbasis geodiversity. Dan Sumatera Utara harus menjadi pioner terdepan untuk menciptakan udara yang bersih.

GEOPARK TOBA-SIAIS

Konsep Unesco tentang geopark adalah memberikan peluang untuk mengenal, melindungi, memelihara dan mengembangkan situs warisan geologi, speleologi, arkeologi yang terkemas dalam unsur-unsur bentang alam karst, keragaman dan keunikan berbagai jenis lingkungan, sosial dan budaya akan menjadi pembangunan daerah hijau berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dan industri wisata berwawasan lingkungan.

Geopark merupakan sebuah konsep manajemen sumber daya keragaman bumi (geodiversity) yang mencakup geologi, biologi, sosial budaya dan pariwisata, sangat cocok dikembangkan di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki keragaman alam yang indah unik di Punggung Bukit Barisan Pulau Sumatera dari Pantai Barat hingga ke Pantai Timur dapat mengembangkan aspek konservasi yang hampir terdapat di tiap kota/kabupaten di Sumatera Utara.

Pengembangan geopark berpilar pada aspek konservasi dan aspek edukasi, lingkungan dan budaya kearifan lokal sekaligus menjaga keseimbangan paru-paru bumi untuk kehidupan di Bumi. Dimana masyarakat setempat diajak berperan serta untuk melindungi dan meningkatkan fungsi warisan alam. Sehingga udara di wilayah yang menjadi fungsi warisan alam menjadi tatanan lingkungan berhawa sejuk dan mengendalikan perubahan iklim global.

Geopark Danau Toba merupakan salah satu taman yang dapat difungsikan sebagai pengendali perubahan iklim global bersama geopark mini Tapanuli Selatan yaitu Danau Siais, di mana danau ini terbentuk oleh proses vulkanik dan menyimpan keragaman kecil dalam proses pembentukan punggung bukit barisan sebelah barat di wilayah Tapanuli Selatan, dan perlu dijaga untuk keseimbangan lingkungan, meliputi areal yang cukup luas, hampir 30 persen dari luas kabupaten Tapanuli Selatan dan berpadu dengan kawasan Hutan Lindung Batang Toru yang berada di wilayah Tapanuli Utara dan Tapanuli Selatan dan Tapanuli Tengah.

Gambar : Hutan Lindung Batang Toru, salah satu pengendali kerusakan lingkungan ekosistem  udara di Sumatera Utara, perlu dilestarikan (sumber gambara; dari berbagai sumber)

BERBASIS GEODIVERSITY

Amanah UU Tata Ruang No. 26 Tahun 2007 yang menyebutkan kawasan geodiversity harus diimplementasikan dalam pembangunan lingkungan yang berwawasan geodiversity, yang bertujuan untuk melindungi kerusakan lingkungan dan ancaman bencana serta mengendalikan perubahan iklim global.

Hasil klasifikasi inventarisasi geodiversity dalam UU No 26 tahun 2007, antara lain terdapat tiga kategori: (i) Geosite yakni situs geologi yang terbentuk secara alami dan mengandung komponen keragaman geologi tertentu yang unik, langka dan benilai keilmuan tinggi; (ii) Geotipe yakni objek atau bagian tertentu yang terbentuk secara alami di permukaan bumi yang memiliki ciri geologi dan geomorfologi bersifat luar biasa (outstanding) sehingga perlu dilindungi dan pengaruh-pengaruh kegiatan manusia (ant hropogenic) yang dapat merusak keberadaannya; dan (iii) Geoheritage adalah warisan geologi yang terbentuk secara alami dan memiliki nilai tinggi karena merepresentasikan rekaman proses geologi yang saling berhubungan sehingga secara keilmuan merupakan bagian penting dan sejarah dinamika bumi.

Intinya, diharapkan para pengelola taman bumi maupun taman wisata alam selalu mengedepankan berbagai peran geopark. Berbagai peran itu dapat dirinci sebagai berikut: Pertama, bumi memberi kita berkah, termasuk sumber daya alam dan keindahan bentang alam. Tetapi sesekali juga memberi bencana besar seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, tanah longsor, dan banjir.

Kedua, pendidikan di dalam geopark tentang planet kita yang dinamis menjadi cara yang paling efektif untuk membantu masyarakat setempat memahami cara hidup berdampingan dengan alam. Ketiga, saat ini, masyarakat sedang menghadapi perubahan iklim global yang belum pernah terjadi sebelumnya. Geopark di Sumatera Utara telah mencatat perubahan iklim di masa lalu, sehingga masyarakat Sumut harus berada di garis depan dalam pembangunan yang berbasis udara bersih. Masyarakat Sumatera Utara harus menjadi pendidik dan visioner dalam hal perubahan iklim, selain harus berusaha juga dalam pemanfaatan sumber daya hijau yang berbasis energi baru terbarukan dan memberlakukan standar terbaik untuk “pariwisata hijau” di kawasan Sumatera Utara.

BERBASIS LAND DIVERSITY

Membersihkan atmosfir bumi Sumatera Utara dari kekotoran emisi polutan dapat berbasis land diversity, yaitu membangunan tatanan lingkungan dengan keragaman geologi dan hayati serta taman wisata. Banyak potensi keragaman geologi lingkungan di daratan Sumatera Utara, seperti kawasan karts dan kawasan lindung geologi, belum dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat sekitarnya dengan tetap mempertahankan kelestariannya. Sebagian besar potensi geodiversity nasional, berada dalam keadaaan terancam dan belum dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat termasuk di sekitara lingkaran Danau Toba maupun didaerah wisata alam lainnya dengan mengembangkan konsep pemanfaatan berkelanjutan melalui kegiatan geotourism (geowisata), geopark (taman bumi), ecotourism (ekowisata) di berbagai kota di Sumatera Utara.

Potensi lingkungan taman geologi dan taman wisata di Sumatera Utara yang bersumber dan keragaman bentukan geologi (geodiversity) maupun biologi-ekologi, tersebar di kawasan lingkaran Danau Toba, Danau Siais, Hutan Lindung Batang Toru, Kawasan Gunung Leuser sebagian berada di wilayah kabupaten Langkat, kawasan wisata bahari di Nias dan pulau terdepan di Selat Malaka sangan berpotensi untuk mengurangi kekotoran udara di Bumi Sumatera Utara, sekaligus juga untuk mencegah kerusakan lingkungan hutan berbasis keragaman hayati.

Membersihkan polutan di udara Sumatera Utara dari berbagai emisi butuh kerja keras, salah satu yang diupayakan adalah menjaga taman bumi Sumatera Utara sebagai sumbangsih bagi dunia yang sangat penting untuk kehidupan di Bumi dan generasi penerus.

M. Anwar Siregar

Pemerhati Tata Ruang Lingkungan dan Energi Gosfer

11 Sep 2020

Udara Bumi Berbasis Geodiversity

 BERSIH UDARA BUMI BERBASIS GEODIVERSITY

Oleh : M. Anwar Siregar

Udara kotor sangat merugikan bagi masyarakat Indonesia dan regional, pelaku bisnis dan perdagangan serta pemerintah itu sendiri. Upaya konkret menghadapi isu perubahan iklim global lebih hanya ke acara seremonial dan banyak debat kusir, kebijakan untuk menekan kebakaran hanya dilakukan jika ada bencana kabut asap. Bukti itu, dapat dilihat pada kejadian bencana kabut asap dan berton-ton sampah beracun jika dikumpulkan akan membentuk gunung laut raksasa.

28 Agu 2020

Harmonisasi Huta, Cegah Banjir-Karhutla

HARMONISASI RTRW HUTAN, CEGAH BANJIR-KARHUTLA
Oleh M. Anwar Siregar

Banjir bandang dan disertai longsoran yang terjadi dibeberapa kota di Indonesia, seperti yang terlihat di Solok, lalu Bandung disusul lagi Sigi dan Sentani Jayapura terus berlanjut ke beberapa wilayah lain di Indonesia merupakan dampak dari berubahnya tata ruang wilayah dan berbagai alih fungsi keguanaan lahan yang menyebabkan kembali tanah Papua, Sulawasi dan Sumatera dan Jawa mengalami musibah banjir dan longsor.
Sebelumnya bencana banjir dan longsor melanda pernah melanda kota-kota tersebut banjir Sentani-Papua pada kejadian bencana banjir-longsor Wasior, begitu juga banjir-longsor di Kab. Bandung dan Solok. Kedua bencana ini terdampak bukan disebabkan oleh curah hujan yang tinggi melainkan juga oleh eskalasi kerusakan hutan yang sangat tinggi.

5 Agu 2020

(Masih Musim Hujan) Kompleksitas Banjir Medan Metropolitan

KOMPLEKSITAS BANJIR MEDAN METROPOLITAN
Oleh M. Anwar Siregar
 
Bukti ilmiah mengindikasi bahwa aktivitas manusia menurunkan sistim daya dukung fundemental lingkungan di Medan Metropolitan sekitarnya, kerusakan yang terjadi bukan saja di biosfer atau daratan bumi tetapi juga telah melewati atmosfer dan hidrosfer. Kerusakan ini telah menimbulkan kompleksitas bencana banjir dan longsor dalam suatu tata ruang lingkungan di kota-kota yang ada di Sumatera Utara termasuk juga imbasnya ke Medan dengan banjir lagi bersama kota Binjai dan Langkat.

2 Jun 2020

Tata Ruang Bencana Revolusi 4.0

TATA RUANG BENCANA DI ERA REVOLUSI 4.0
Oleh : M. Anwar Siregar
Jika dihubungkan dengan disruptive technology, bahwa tata ruang mitigasi menjadi garis terdepan dalam penggunaannya di era digital, kota-kota di Indonesia harus mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi mitigasi, tata ruang mitigasi harus mampu merespon kebutuhan rasa aman masyarakat saat ini dengan pembelajaran secara on line berbasis mitigasi digital agar cepat beradaptasi untuk menjaga dan menguatkan kepasitas karakteristik mitigasi masyarakat kota dan desa.
Riset dan teknologi di era revolusi industri 4.0 bagi tata ruang harus mampu mengantisipasi perubahan fisik tatanan ruang kota dengan menguasai perangkat digital untuk mengamankan tata ruang Desa Kota, menjaga strategis kebijakan dari berbagai aspek dan sumber daya yang ada dalam kota melalui pengembangan IPTEK dalam revolusi industri 4.0

7 Feb 2020

CFD dan CFA, Pengendali Emisi Kota Medan

CFC DAN CFA, PENGENDALI EMISI KOTA MEDAN
Oleh : M. Anwar Siregar

Kita sudah mengetahui kondisi udara di Kota Medan, dan tidak mengherankan kenapa kota Medan tidak mendapat piala Adipura Kencana bagi Kategori Kota Metropolitan, dan parahnya bisa di sebut begitu karena Medan di masukan sebagai yang terbaik dalam peringkat pertama kota metropolitan terkotor di Indonesia, tidak tahu bagaimana reaksi para pemimpin kota Medan dan warga Medan mungkin ada yang tidak peduli atau peduli, termasuk saya yang prihatin melihat kota terbesar ke tiga di Indonesia, semakin ketinggalan dari kota-kota yang ada di Sumatera dan Sulawesi, dibutuhkan kemauan bersama untuk membangun visi dan misi untuk menciptakan kota Medan, kota sehat dan jauh dari kesan kotor serta tercemar berikut berkurangnya kawasan-kawasan kumuh dan kawasan-kawasan “pengumpul” emisi di berbagai sudut di Kota Medan.

4 Feb 2020

Karbon Sink dan Dilema Emisi Karhutla

KARBON SINK DAN DILEMA EMISI KARHUTLA
Oleh : M. Anwar Siregar

Membuat suatu wilayah atau kota yang bebas dari bencana alam adalah sesuatu yang tidak mungkin karena bencana alam berkaitan dengan proses alam yang tidak bisa dihindari. Yang dapat dilakukan adalah meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana alam melalui upaya mitigasi, diantaranya adalah penyediaan sistem peringatan dini dan penataan ruang wilayah/kota yang berbasis pada informasi kerentanan geologis dan pemetaan seismotektonik dan berbasis ekologi hijau serta kerentanan terhadap bencana alam berwawasan lingkungan, wajib dikaji bagi Ibukota Baru Indonesia dengan mitigasi bencana menjadi faktor utama yang harus diterapkan di lokasi rawan gempa, tsunami, banjir dan longsor terutama bencana karhutla yang melanda Kalimantan sepanjang tahun.

14 Des 2019

Investasi Hijau di Bumi Sumatera Utara

Investasi Hijau di Bumi Sumatera Utara

(Analisa/ferdy) PEMUKIMAN PADAT: Sebuah foto udara memperlihatkan pemukiman padat penduduk di pinggiran Sungai Deli, Keluarahan Aur, Medan Maimun, Medan. Menurut data BPS pada Agustus 2018, jumlah penduduk kota terbesar ketiga di Indonesia ini mencapai 2.247.425 jiwa dengan pertumbuhan ekonomi yang mengakibatkan pembangunan tempat tinggal hingga mengabaikan fasilitas Ruang Terbuka Hijau.
Oleh: M. Anwar Siregar
Isu perubahan iklim global di Sumatera Utara (Su­mut) bukan lagi sebatas re­torika. Karena itu perlu suatu tindakan nyata untuk meng­atasi perubahan iklim ekstrim dengan berbagai upaya pena­ta­an lingkungan. Tindakan penghematan bagi pemanfa­atan sumber daya mineral di Sumut juga perlu dilakukan.
Dengan demikian diharap ada keber­lan­jutan, ter­utama intensif pemanfaatan dan pe­ngelolaan sumber daya hutan yang ber­kelanjutan dengan manajemen ekonomi hijau dan energi alternatif. Investa­si bumi di Sumut dalam ben­tuk inovasi energi hijau sa­ngat penting untuk keberlan­jutan fisik hutan bu­mi di Provinsi Sumut.

27 Nov 2019

Tata Ruang Gempa Sumut Bermartabat

TATA RUANG GEMPA SUMUT BERMARTABAT
Oleh : M. ANWAR SIREGAR
Bencana kemanusiaan terulang lagi, bencana gempa tsunamis belum diimplementasikan dalam bentuk tata ruang gempa yang bermartabat, tata ruang yang menghargai nyawa manusia, dan adakah tata ruang yang bermartabat yang menghargai nyawa-nyawa manusia dan menjauhkan dari ancaman bencana, minimalnya untuk mengurangi jumlah korban bencana? Memang kita ketahui bahwa belum ada satupun negara di dunia ini termasuk Jepang dan Amerika Serikat yang dianggap paling maju teknologinya belum mampu memprediksi terjadinya gempa secara tepat, namun korban bencana bisa diupayakan dalam bentuk pengurangan resiko bencana berbasis tata ruang gempa yang bermartabat, yaitu tata ruang yang menghargai daya dukung lingkungan dilengkapi seperangkat teknologi pendeteksi dini selain mengupayakan masyarakat hidup berbudaya mitigasi yaitu membiasakan diri untuk selalu membaca peta ancaman dan mengikuti aturan zonasi tata ruang yang telah dimplementasi dalam aturan Undang-undang Tata Ruang Wilayah Detail Kota.

13 Sep 2019

Bank Sampah, Energi Untuk Kota Terkotor

BANK SAMPAH ENERGI UNTUK KOTA TERKOTOR
Oleh M. ANWAR SIREGAR
Bank sampah energi merupakan wacana bagi dari ketahanan energi dan merupakan bagian dari program untuk mengatasi kerusakan lingkungan yang perlu disosialisasikan dalam upaya untuk mencegah kerusakan lingkungan.
Gambar : Sampah Plastik : Mentor Armawati Chaniago memberikan tutorial pemanfaatan sampah dari botol minuman plastik untuk dijadikan hiasan rumah tangga kepada para pengunjung Pekan Lingkungan Hidup 2019 di Medan (jumat 6/9), Indonesia sebagai penghasil sampah plastih terbesar kedua di dunia sudah saatnya mengurangi penggunaan plastik dan memanfaatkan bank sampah terdekat (Analisa/ferdy)
Bank sampah dari bahan yang dapat di daur ulang untuk pembuatan sumber-sumber energi dari sampah yang dipilah-pilah. Yang dapat dimanfaatkan seperti layaknya dalam membangun ketahanan pangan. Dibeberapa daerah di Jawa telah menjadikan bahan sampah untuk dijadikan daur ulang pembuatan bahan baku energi, tumpukan sampah dikelola menjadi bank sampah untuk bahan baku energi. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah mengumpulkan bahan-bahan sampah organik dan non organik, yang dapat mnghasilkan olahan untuk bahan bakar, baik dalam bentuk hayati maupun  non hayati seperti daur ulang plastik melalui proses katalisator yang menghasilkan bahan cairan.

10 Sep 2019

UU Lingkungan Asap masih Tumpul

UU LINGKUNGAN “ASAP” MASIH TUMPUL
Oleh M. Anwar Siregar
Benarkah UU Lingkungan yang mencegah kebakaran hutan dan lahan telah membumi di Indonesia? Jika melihat tata lahan di perkotaan yang saat ini semakin terbatas dengan pola tata bangunan berbentuk vertikal, maka bayangkanlah hal ini karena merupakan salah satu faktor yang mendorong laju kerusakan lingkungan semakin dahsyat dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, begitu juga tingkat hunian yang tinggi, mengakibatkan menurunnya kualitas struktur hunian, proses erosi yang semakin melebar, tempat pembuangan sampah untuk kesehatan lingkungan semakin menyempit.
Gambar : Asap yang mengerumuni langit Riau dan Asia Tenggara, korban hancurnya hutan Indonesia (Sumber gambar : Analisa Medan)
Ujungnya adalah penataan ruang menjadi horizontal, melebar dengan mencaplok kawasan ekologi hijau melalui pembakaran hutan dan perusakan DAS (Daerah Aliran Sungai) di Hulu dan hilangnya kawasan daerah tangkapan air dan maka akan terbangun suatu ”tata ruang neraka” yang dikenal sebagai zona bencana, dampak buruknya implementasi yang tidak menaati UU yang khusus mengatur lingkungan. Percayalah, gejala ini sudah berjalan sistimatis dengan seringnya arisan bencana karhutla dan banjir, hujan sebentar saja di Medan sudah banjir adalah dampak yang kita rasakan.

28 Agu 2019

Kereta Cepat di Zona Gempa

PERLUKAH KERETA CEPAT DI ZONA GEMPA
Oleh M. Anwar Siregar
Setelah tsunami Palu dan Selat Sunda apakah pemerintah tetap melanjutkan pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung sedangkan Negara ini masih "belum kuat" dalam penanggulangan mitigasi tsunami. Dulu di era mantan Presiden SBY, mencetuskan pembangunan Jembatan Selat Sunda  (JSS) dengan dana mencapai 100 triliun dan menuai berbagai kritikan tajam, dianggap tidak sesuai dengan kondisi keadaan ekonomi sosial masyarakat Indonesia termasuk di era saat ini, lalu era Pemerintahan Jokowi-JK kenapa kereta cepat Jakarta-Bandung itu bisa cepat groundbreaking? Bukankah dana pembangunan yang digunakan itu termasuk besar yaitu lebih 70 triliun dengan gadaian BUMN jika gagal?

3 Jul 2019

Medan (bukan) Kota Berbasis Hijau

Medan (Bukan) Kota Berbasis Hijau

Ilustrasi
Oleh: M. Anwar Siregar
Kota Surabaya sebagai salah satu pemenang Indonesian Region Award (IRA) 2011, dapat dijadikan contoh bagi kota Medan, bagaimana lingkungan yang hijau dibentuk melalui kegiatan dengan program berbasis komunitas/masyarakat. Selain meningkatkan sendiri luas RTHnya melalui pemba­ngunan/revitalisasi taman-taman kota. Pemerintah Kota Surabaya juga sadar bahwa peningkatan kualitas ling­kungan akan lebih mudah apabila memudahkan melibatkan peran serta masya­rakat. Program seperti “urban farming”, “Sura­baya green and clean”, “Surabaya ber­warna bunga” dan mengingatkan kembali implementasi 3R (rense, redue, recyle) dalam pengolahan sampah, dilakukan dalam rangka membentuk kota hijau yang sehat.

1 Jul 2019

Mengimpikan Medan Kota Taman Raya


MENGIMPIKAN MEDAN KOTA TAMAN RAYA
Oleh : M. Anwar Siregar
Tantangan yang paling berat yang dihadapi kota Medan dalam menghadapi ancaman perubahan iklim global adalah mental perencanaan pembangunan dalam menegakkan aturan undang-undang atau peraturan daerah yang merusak lingkungan lalu menyebabkan terjadinya bencana pemanasan global dan perubahan iklim.
Bencana yang sering terjadi di era sekarang, wujud dari cermin buruknya tata kelola ruang terbuka hijau, buruknya tata kelola ruang, buruknya tata ruang publik, buruknya sinergis antar elemen, menimbulkan banyak masalah di era sekarang.
Sebuah gambaran susahnya kota Medan menjadi kota yang sejuk, indah dan bermartabat, sebuah impian yang sangat di dambakan warga kota dimanapun di dunia. Kota yang menghargai semua elemen, bisakah Kota Medan menjadi kota impian yang indah dan menyejukkan udaranya bagi semua? Kota yang sehat dengan sejuta taman rayanya?

5 Mar 2019

Medan (Belum) Memiliki Peta Mitigasi Investasi


MEDAN (BELUM) MEMILIKI PETA MITIGASI INVESTASI (2)
Oleh M. Anwar Siregar
PETA INVESTASI GEMPA
Selain peta mitigasi investasi dari bahaya erupsi gunungapi, pemerintah Kota Medan maupun kota lain di Sumatera Utara perlu juga menyusun peta sejarah gempa yaitu peta Mitigasi Investasi Rawan Gempa Bumi, dengan mengindentifikasi wilayah-wilayah yang rawan gempa merusak yang permah berlangsung di wilayah kota Medan dan sekitarnya. Menyusun peta mitigasi lintasan sesar aktif yang mengeliling wilayah Kota Medan dari wilayah Deli Serdang dan Tanah Karo.
Peta mitigasi investasi gempa ini sangat penting, dalam mengetahui tingkat percepatan seismik batuan yang menyusun dasar tata ruang kota Medan ke permukaan bangunan dan infrastruktur jalan dan bendungan sungai. Lintasan sesar-sesar yang tertimbun di bawah tanah Medan yang berbatas dengan kota Deli Serdang dan Karo sudah harus diperhitungkan dimensi panjangnya dan kekuatan gempa yang pernah terjadi atau akan terjadi, lalu disusun rencana tata ruang wilayah dengan tingkat kerentanan tertentu. Berguna sebagai pedoman untuk ruang investasi dan tingkat beban maksimun bangunan diatasnya, dan kita tahu Kota Medan memiliki laju pembangunan pesat sehingga memerlukan sebuah “rem” agar tidak bolong alias peta mitigasi kerentanan tinggi, agar Medan masih memiliki ruang yang bisa dihuni secara humanis dengan lingkungan.

27 Feb 2019

Medan (Belum) Memiliki Peta Mitigasi Investasi


MEDAN (BELUM) MEMILIKI PETA MITIGASI INVESTASI
Oleh M. Anwar Siregar

Belajar dari kejadian bencana Kota Palu dan Donggala, Medan dipastikan tidak atau belum memiliki peta memperkirakan dampak bencana, peta-peta kerentanan geologis tinggi, belum memiliki target mitigasi, dan sesungguhnya Kota Medan adalah daerah yang paling rawan di Indonesia bersama Jakarta dan Bandung karena berada dalam zona ancaman bencana maut strategis dengan kepadatan penduduk yang sangat besar.

14 Feb 2019

Hantu Karhutla Datang Lagi

Hantu Karhutla Datang Lagi

Oleh: M. Anwar Siregar. 

Belum sebulan gempa Lombok berlalu, bayang-bayang kabut asap kini mulai menampakan diri. Pelan tapi pasti, dia ibarat hantu. Da­tang tidak kentara dan men­jelma bertahap-tahap menja­di hitam menyeramkan di siang bolong. Apalagi jika sudah masuk sore atau ma­lam, suasana bumi pertiwi di angkasa raya semakin seram.
Kenapa titik panas (hot spot) mulai ber­munculan? Kenapa bisa terjadi? Bukan­kah pemerintah sudah ber­janji tidak akan berulang ka­but asap lagi?

12 Des 2018

Medan Belum Aman Banjir



MEDAN BELUM AMAM DAMPAK BANJIR
Oleh : M. Anwar Siregar

”waduhhh, banjir lagi!!!” teriak seorang warga pengendara motor yang melintas simpang limun menuju ke simpang marindal dengan tujuan ke Deli Tua, kebetulan banjir juga, akibat guyuran air hujan yang jatuh ke bumi kota Tim Ayam Kinantan, yang baru saja memberi prestasi yang didambakan selama ini, kembali lagi bersaing di kelas elite. Namun prestasi sepakbola tidak dibarengi oleh kemampuan perencanaan pembangunan infrastruktur pengendali banjir. Tidak mengherankan teriakan warga Medan itu sangat kesal, karena memang Medan lagi gencar melakukan pembenahan drainage hampir terlihat di sudut  kota Medan namun masih menghasilkan ”sungai Deli Kecil”. Bagaimana kalau sebesar Sungai Deli yang sebenarnya? Bayangkanlah.

5 Nov 2018

Bencana Banjir akibat Manusia 2


 BENCANA BANJIR, SEBAB AKIBAT MANUSIA (2)
Oleh M. Anwar Siregar
SEBAB AKIBAT
Sebab akibat manusia dalam sembarangan merusak lingkungan itu jauh sebelum era modern melalui perluasan emperium kekuasaan dengan membangun benteng pertahanan di era teknologi modern ini, maka efek global sudah terasa sangat nyata di era sekarang terutama di wilayah Indonesia.
Gambar : Dampak Banjir Bandang, akibat aktivitas manusia (Dokumen Foto Penulis)
Faktor sebab yang berakibat bagi manusia dari hasil perbuatan manusia adalah terjadinya faktor perubahan sistim ketidakteraturan hujan atau hujan salah musim, maka banjir yang sering terjadi di Madina, Langkat, dan Sibolga, Manado, Bandung dan kota lainnya ketika terjadi curah hujan tinggi, melanda wilayah tersebut mengakibatkan terjadi longsor, longsor dampak alih fungsi lahan, sedangkan hujan tinggi tidak teratur dampak perubahan di hulu. alih fungsi lingkungan hutan di hulu pegunungan atau tata ruang tidak lagi seimbang, tidak terkendali sehingga sungai di pegunungan tidak mampu menahan neraca air hujan yang tinggi, apalagi jika hujan turun dengan deras dan lama.

Populer

Laut Indonesia darurat sampah

  LAUT INDONESIA DARURAT SAMPAH Oleh M. Anwar Siregar   Laut Indonesia banyak menyediakan banyak hal, bagi manusia terutama makanan ...