Aug 28, 2020

Harmonisasi Huta, Cegah Banjir-Karhutla

HARMONISASI RTRW HUTAN, CEGAH BANJIR-KARHUTLA
Oleh M. Anwar Siregar

Banjir bandang dan disertai longsoran yang terjadi dibeberapa kota di Indonesia, seperti yang terlihat di Solok, lalu Bandung disusul lagi Sigi dan Sentani Jayapura terus berlanjut ke beberapa wilayah lain di Indonesia merupakan dampak dari berubahnya tata ruang wilayah dan berbagai alih fungsi keguanaan lahan yang menyebabkan kembali tanah Papua, Sulawasi dan Sumatera dan Jawa mengalami musibah banjir dan longsor.
Sebelumnya bencana banjir dan longsor melanda pernah melanda kota-kota tersebut banjir Sentani-Papua pada kejadian bencana banjir-longsor Wasior, begitu juga banjir-longsor di Kab. Bandung dan Solok. Kedua bencana ini terdampak bukan disebabkan oleh curah hujan yang tinggi melainkan juga oleh eskalasi kerusakan hutan yang sangat tinggi.
Kondisi geologi dan klimatologi menyebabkan wilayah Indonesia memiliki potensi tinggi bencana tanah longsor; Daerah rentan bencana tanah longsor tersebar luas di Indonesia, termasuk Jawa Barat dan Sumatera Barat; dan Frekuensi kejadian bencana tanah longsor terbesar di Indonesia terdapat di Jawa Barat, dan kondisi alam Jawa Barat maupun Sumatera Barat banyak mengalami penggundulan fisik pegunungan di hulu.
RTRW HUTAN
Pemerintah Indonesia harus menfokuskan perubahan peruntukan tata ruang hutan yang berhubungan dengan sumber ketahanan pangan dan ketangguhan energi sebagai investasi abadi. Belum diketemukan keserasian utuh dalam pengendalian perkembangan fisik secara horizontal maupun vertikal sehingga sering menimbulkan efek bencana tersembunyi dan menjadi lingkaran setan untuk mengatasi permasalahan tata ruang hutan yang semakin terbatas.
Gambar : Tata Ruang Hutan Yang Mengalami Perubahan Peruntukkan, menyebabkan banjir (Sumber Gambar : repubkika.co.id)

Pemerintah harus menunjukkan kinerja perencanaan tata ruang hutan dalam mengurangi dampak bencana agar tidak terjadi malapetaka sumber daya manusia dengan memperhatikan pelestarian daya dukung lingkungan hutan yang dapat menopang secara berkelanjutan pertumbuhan dan perkembangan tata ruang suatu kota yang perlu diusahakan, memperhatikan laju urbanisasi di kota yang sering mengubah tata ruang hutan suatu kota yang telah direncanakan, karena kota adalah sebuah tempat kehidupan yang heterogen, padat dan besar yang dapat menimbulkan berbagai persoalan ikutan, masalah sosial dan kondisi kesehatan lingkungan.
Walaupun lingkungan berubah, perlu diusahakan agar tetap pada kondisi yang mampu untuk menopang secara tertus menerus pertumbuhan dan perkembangan, sehingga kelangsungan hidup dapat terjamin pada tingkat mutu hidup yang semakin baik, berbasis pembangunan lingkungan hijau berkelanjutan, mempertahankan lahan pangan abadi seperti lahan pertanian, lahan keragaman dan tata guna air sebagai investasi abadi tanpa perlu dirusak dan diperjual belikan.
BENCANA UNIVERSAL
Akibat berubah secara signifikan RTRW hutan dengan alasan mengejar target investasi maka Bencana unirvesal akan mengancam wilayah tata ruang hutan Indonesia secara terus menerus sepanjang tahun dan menguras segala potensi ekonomi bangsa sehingga menimbulkan kerugian yang besar dibandingkan keuntungan yang didapat antara lain bencana klimatologis, bencana geologis, serta bencana ekonomi keserakahan, dan diantara semua bencana tersebut yang paling menakutkan saat ini adalah bencana ekonomi keserakahan karena bencana ini banyak menyebabkan dan melahirkan bencana baru, seperti bencana perubahan iklim akibat pembakaran hutan akibat keserakahan ekonomi, dampak lainnya dapat dilihat dengan penyusutan jumlah hutan di Indonesia terkencang di muka bumi, peningkatan CO2 di dunia akibat kebakaran hutan di Indonesia dan menjadikan Indonesia penghasil importir CO2 nomor satu, ekspansi lahan dibatas hutan yang menimbulkan bencana kebodohan yaitu bencana banjir tahunan yang menyebabkan Indonesia kehilangan sumber-sumber daya manusia yang unggul akibat menjadi korban, kehilangan sumber daya pangan unggulan dan sumber daya energi yang berakhir pada bencana kemiskinan.
HARMONISASI INVESTASI HUTAN
Laju pembangunan fisik yang pesat saat ini telah banyak melupakan aspek etika lingkungan budaya dan rona lingkungan yang telah menyebabkan kondisi daya dukung lingkungan hutan semakin menurun, alih fungsi lahan tanpa dukungan data peta kerawanan bencana yang tidak sesuai akan menimbulkan kebencanaan lingkungan. Suatu rencana tata ruang hutan haruslah memadukan dan menyerasikan tata guna air, dan sumber daya alam lainnya. Semua unsur itu dipadukan dalam satu kesatuan tata lingkungan yang harmonis, dinamis serta ditunjang oleh pengelolaan perkembangan kependudukan yang serasi. Karena itu, rencana tata ruang hutan harus di susun melalui pendekatan wilayah dengan memperhatikan sifat lingkungan alam dan lingkungan sosial.
Perilaku pembangunan yang tidak mendukung ekosistem lingkungan hutan yang terjadi saat ini dengan berbagai musibah bencana banjir, longsor dan kebakaran di Indonesia disebabkan tidak mendukung penataan ruang wilayah yang konsistensi. Perilaku penduduk yang menginginkan daerah dapat berkembang pesat dengan pertumbuhan ekonomi jangka pendek yang tidak memperhatikan kemampuan daya dukung lingkungan dalam jangka panjang adalah faktor distabilitas utama kerusakan lingkungan di Indonesia dan membutuhkan rehabilitasi lingkungan dalam jangka yang juga sangat lama.
Harmonisasi investasi lingkungan hutan sebagai pengendali muklat dalam eskalasi kerusakan tata ruang sekaligus salah satu upaya menguraikan resiko bencana alam seperti bencana banjir rutin yang banyak melanda kota-kota di Indonesia dalam suatu tata ruang kota maka masyarakat harus memahami dinamika ilmu lingkungan hutan yang berkepentingan untuk memastikan bahwa ruang-ruang yang ada didalam hutan atau taman hutan suatu kota harus secara bijak di pergunakan oleh manusia tanpa terjadi perusakan-perusakan sumber daya alam tata ruang kota seperti mencegah kerusakan tata ruang air dalam sistem ekologi, mencegah ancaman kehilangan species-species tertentu.
BIJAK INVESTASI
Kebijakan investasi hutan dengan harmonisasi tata ruang harus menjadi menjadi pemikiran bagi semua agar fenomena bencana banjir dan longsor serta karhutla dapat dicegah, karena saat ini kondisi hutan di Sumatera tersisa semakin sedikit, semakin berkurang akibat eskalasi investasi ekonomi yang berbasis coklat dan kandang menimbulkan semakin banyak konflik.
Adanya pembangunan tata ruang hutan yang kurang baik dan tidak terencana dibeberapa kota di Indonesia seperti eskalasi pembangunan fisik kota di perbatasan antar kota dengan tumbuh berbagai jenis model perumahan, yang menyebabkan semakin sempitnya lahan hijau seperti lahan pertanian berubah fungsi menjadi lokasi pergudangan alat-alat berat, rumah tumbuh, mal-mal dilokasi daerah resapan air bersih, tidak terkontrol serta ruang udara mengalami perubahan yang mengancam lapisan ozon dan meningkatnya suhu global yang banyak bersinggungan dengan ruang-ruang konservasi menjadi korban dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, sehingga ruang hijau tidak pernah memenuhi amanat UU Tata Ruang yang mewajibkan setiap kota minimal memiliki aspek ruang hijau terbuka seluas 30 persen dari luas wilayah kota.
Manusia sebagai pelaku pembangunan harus bijak memandang kepentingan ruang terbuka hijau atau hutan sebagai bentuk investasi untuk kepentingan umum sekaligus sebagai upaya pengendali kerusakan lingkungan dan manusia harus mampu mengontrol keinginan dalam merebut suatu kawasan hijau untuk kepentingan investasi ekonomi dengan memperhatikan kaidah yang mendukung kelestarian suatu kawasan yang berfungsi sebagai sumber ketahanan kebutuhan masyarakat, memberikan dampak positif bagi peningkatan kualitas lingkungan sekitarnya dan juga sebagai investasi lahan abadi bagi suatu kota, bermanfaat bagi kebutuhan ekologi, sosial-budaya, ekonomi dan estetika.(2019)
M. Anwar Siregar
Geolog, ANS Pemprov Sumatera Utara

No comments:

Post a Comment

Related Posts :