Oct 19, 2015

Satu Tahun Gempa Bumi di Aceh 2004 : Geologi Gempa



SATU TAHUN GEMPA BUMI DI ACEH 2004
Oleh : M. Anwar Siregar

Gempa tektonik yang terjadi tanggal 26 Desember 2004, dengan kekuatan 8.9 Skala Richter dengan epicentrum (pusat gempa) 2.9 LU dan 95.6 BT di selatan Meulaboh-Aceh disertai beberapa jam kemudian gelombang tsunami yang merenggut lebih 200.000 korban jiwa tersebar di Asia Tenggara, Asia Selatan dan Afrika telah mengubah posisi garis pantai Aceh dan Sumatera sejauh 14 meter dan ketinggian 12 centimeter.


 Gambar : Pusat gempa 2004 di Pantai Barat Sumatera dengan negara yang mendapat terjangan tsunami.[Sumber : wikipedia bebas]

Gempa bumi yang terjadi di Aceh akibat bergesernya Lempeng Asia di Selatan dan Hindia Australia di Utara, yang memanjang hingga ratusan kilometer yang menyebabkan menjauhnya benua-benua dan meninggalkan retak-retak atau patahan. Dan didalam patahan inilah yang memancarkan energi yang terkunci pada ruas batuan didalam bumi, untuk kemudian keluar dan menghasilkan gempa bumi tektonik.
Gempa dan tsunami merupakan fenomena alam yang ganas yang harus diwaspadai setiap saat. Karena perubahan alam telah menyebabkan banyaknya korban jiwa, apalagi bila negara tidak mempunyai sistim peringatan dini terhadap bencana gempa bumi dan tsunami seperti yang kita lihat di Aceh. Fenomena bencana ini bisa hadir setiap detik. Kejadian yang terjadi tahun lalu telah memberikan pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia agar selalu memperhatikan tanda-tanda alam.
Belajar memahami alam untuk mengurangi resiko jumlah korban dari dampak keganasan pembunuh alami. Karena wilayah Aceh dan Indonesia secara umum hidup berdampingan dengan petaka bencana alam setiap tahun.

LETAK BUMI ACEH

Wilayah Nias dan NAD memang daerah yang paling rawan di Sumatera dan Asia Tenggara. Posisi/letak bumi NAD di muka bumi terkenal sangat dinamis dan rentan terhadap segala jenis bencana geologi. Baik dari segi oceanografis, meteorologis dan geologis. Hampir sepanjang tahun, bumi NAD selalu mengalami ”goyangan maut” dengan intensitas rendah hingga menggoncang perut bumi, dan dunia ikut juga merasakan ”kemarahan” bumi tanah rencong.
Dari segi wilayah geografis-oceanografis dan meteorologis, wilayah NAD berbatasan langsung dengan Selat Malaka di sebelah Timur, Samudera India terletak langsung disebelah Barat. Dan sebelah Utara berbatasan dengan Laut Andaman-India.
Disebelah Selatan berbatasan langsung dengan daratan Propinsi Sumatera Utara dengan kumpulan lembah-lembah/patahan lokal sebagai ruas yang terkunci (dinding/segment) di Patahan Sumatera dari arah Selatan Lampng dan Patahan Besar Tumur Batak di Danau Toba.
Tinjauan dari segi oceanografis dan meteorologis mencakup juga aspek perbedaan sensitif terhadap perubahan angin musiman, gelombang pasang, arus pasang surut di sebalah Barat dan Timur yang memiliki perbedaan sangat kontras. Bagian Barat Pantai Sumatera sampai ke Pulau Jawa terdapat dua kutub Lautan Hindia (Indian Ocean Dipole/IOD). Satu Kutub berada di kawasan Pantai Sumatera sampai Jawa. Sedangkan Kutub lain berada di kawasan Pantai Timur Afrika.
Tidak mengherankan ketika terjadi tsunami, daerah ini mengalami bencana dahsyat dan perubahan garis pantai akibat gelombang air laut dan pengangkatan permukaan daratan dampak tumbukan lempeng Indo-Australia.
Kondisi Bumi Aceh berbentuk segitigi, ini sangat dipengaruhi oleh berbagai perubahan iklim, terutama kondisi anomali negatif di perairan Utara yaitu kondisi pergerakan lempeng di Palung Nikobar. Diwilayah ini terdapat daerah bekas gunung api yang sekarang dikenal sebagai Kepulauan Andaman dan Nikobar. Daerah ini merupakan pusat salah satu titik terlemah dari lempeng kerak Samudera Hindia.
Gangguan (disturbance) dari Kutub Samudera yang bersifat permanen, mengakibatkan perubahan iklim yang tidak menentu di kawasan Sumatera. Seperti hujan salah musim yang pernah terjadi sekitar tahun 1980-an yang dialami Sumatera termasuk Aceh. Pengaruh anomali temperatur permukaan air laut yang mendingin di sepanjang Pantai Barat Sumatera hingga ke Selatan Pulau Jawa dan perubahan angin yang berembus dari Barat ke Timur di Equator.
Begitu angin tiba di Palung di Selatan Pulau Jawa, tekanan udara di Selatan Pulau Jawa bersamaan penerobosan Lempeng India-Australia ke jantung Benua Australia, angin secara tiba-tiba berbalik arah dati Timur ke Barat.
Karena gangguan IOD bersifat permanen, maka ENSO (El Nino South Ossilation) tengah mengalami disintegrasi, akibatnya akan terjadi arus balik penumpukan energi dikawasan Indonesia. Disebabkan terjadinya tekanan rendah yang menimbulkan depresiasi, dimana Ossilasi Selatan berbalik haluan di tengah jalan menimbulkan fase puncak (peak fhase). Ketika intenfisikasi itu terjadi di Pasifik Timur seperti Pantai Timur Chili dan Ekuador atau juga di Samudera Hindia seperti Afrika Timur akan menyebabkan banjir yang hebat dan sebaliknya kemarau panjang di Indonesia dan Australia.
Jadi, Aceh bukan saja terkenal dengan ”goyangannya” tetapi juga sangat terkenal dengan bahaya perubahan angin di lautan, yang dapat membahayakan nelayan karena arus gelombang pasang dan tsunami setiap saat mengancam nyawa.


 Gambar : Sebaran gempa dan tsunami Aceh 2004 [Sumber : wikipedia bebas]

LEMBAH TEKTONIK ACEH
Dari segi kerentanan geologis, Wilayah NAD dalam pembentukan daratan Aceh terdapat beberapa lembah patahan yang berada dibatas Sumatera Utara-NAD hingga ke ujung Utara ke Palung Nikobar. Wilayah daratannya terbentuk akibat pembenturan Lempeng India-Australia dalam peretakan Benua Raksasa (Pangaea).
Pada perbatasan Aceh – Sumatera Utara adalah batas dari tembok dari penekanan lempeng di daratan dari arah Selatan di Propinsi Lampung ke Utara Propinsi NAD pada patahan Sumatera. Blok massa batuan yang melingkupi Pegunungan Bukit Barisan ynga mengalami pematahan selalu bergerak secara horizontal/ mendatar ke arah Utara menuju wilayah Aceh.
Akibat pergerakan ini, wilayah aceh selalu mengalami pendesakan sehingga mematahkan setiap blok massa batuan yang menyusun struktur platform lempeng dan membentuk sesar-sesar lokal baru pada Pulau Sumatera. Bila blok massa batuan ini mengalami pematahan lagi akan membentuk lembah-lembah tektonik yang rapuh dan merupakan zona yang berbahaya bagi gelombang seismik karena daerah yang mengalami pematahan dapat mencapai puluhan meter hingga ratusan kilometer. Di daerah ini akan mengalami perubahan geologis terus menerus di masa mendatang.
Sepanjang daerah lembah-lembah tektonik hasil peretakan Lempeng Sumatera di daerah Aceh diketahui melalui penelitian geologi terdapat ruas-ruas yang terkunci. Pada wilayah Aceh terdapat beberapa lembah yaitu Lembah Aceh menerus ke wilayah Tanah Merah-Kutacane-Laubaleng dan menerus ke Karo (Sumut).
Pada Lembah Aceh dan Lembah Alas terdapat ruas-ruas penguncian diperbatasan Aceh-Batu Redan (Dairi) yang mengalami penekanan terus menerus ke Utara karena tak terdapat percabangan ruas dan merupakan batas massa blok batuan yang memungkinkan di daratan wilayah Aceh dan Sumatera Utara terdapat pengumpulan energi yang disalurkan melalui patahan yang ada disetiap lembah.
Selain itu massa batuannya belum mengalami pemadatan. Faktor salah satu penyebab mengapa wilayah Aceh yang berbatas dengan Sumatera Utara selalu mengalami gempa daratan selain di lautan. Wilayah di Kabupaten perbatasan ini memerlukan sebuah peta perencanaan pembangunan fisik terutama peta kerentanan geologis.

PETA KERENTANAN GEOLOGIS

Dalam perencanaan dan pengembangan wilayah kota, prediksi potensi bahaya bencana gempa pada kehidupan manusia, ahli bumi (geologist) telah menyiapkan Peta Keretanan Geologis (PKG). Dalam Peta Kerentanan Geologis akan terdapat gambaran semua informasi yang tersedia pada daerah tertentu untuk memperkirakan karakteristik dan kekuatan bencana seperti kekuatan bencana gerakan tanah (longsoran) dan banjir, kekuatan ledakan gunungapi, perkiraan siklus/pengulangan kegempaan dan tsunami yang akan terjadi pada daerah yang kritis.
Hukum geologi menyebutkan bahwa semua peristiwa atau kejadian bencana dimasa sekarang terjadi pula pada waktu yang lampau. Maka daerah yang sering mengalami bencana akan kembali mengalami bencana, karena faktor perubahan geologis yang masih berlangsung terus menerus pada daerah tersebut. Waktu terjadinya bencana alam ada yang dapat diprediksi dan ada yang tidak dapat diprediksi. Maka Peta Kerentanan Geologis sangat diperlukan dalam pembangunan fisik dengan bertumpuk pada informasi geologi setiap daerah dengan ciri khas geologinya.
Sebagai contoh, pembangunan kota di daerah yang terbentuk dari bahan letusan gunungapi purba pada tempat yang sama, dan mengidentifikasi lembah mana yang akan menyalurkan lahar atau aliran piroklastik. Dan dimana kemungkinan lahar atau piroklastik itu keluar. Informasi yang dibuat dalam peta kegunungapian pada perencanaan ruang kota akan menjelaskan bahwa proses bencana yang terjadi dimasa lalu masih cerminan masa sekarang atau ancaman yang sama terjadi di tempat yang sama.
Untuk wilayah Aceh yang sering mengalami goncangan gempa, peta bencana harus segera memperhitungkan jarak dan sesar gempa yang mungkin terjadi dan karakteristik tanah dan batuan dibawah permukaan. Gerakan tanah yang merusak bangunan jauh lebih buruk pada tanah yang goyah dan mengalami reruntuhan dibandingkan pada batuan padat.
Sebagai informasi, bahwa tanah yang ada sekarang merupakan tanah yang labil, yaitu tanah yang bersifat lembur (seperti bubur) atau mudah mencair, misalnya lapisan pasirlanauan, atau juga jenis lapisan pasir dapat mengalami goncangan dibawah permukaan menjadi cair sehingga lapisan ini berkelakuan seperti pasir hisap, memicu penurunan permukaan yang tidak beraturan dan meruntuhkan bangunan-bangunan.
Ini sangat memelukan perhatian dalam pembangunan fisik untuk hunian karena wilayah Aceh dan Sumatera secara umum memiliki perlapisan tanah seperti bubur dan bila terjadi goncangan akan menghasilkan efek berganda yaitu goncangan lebih keras lagi dan sekaligus juga merusak bangunan walau dengan intensitas gempa berskala sedang.

MEMBANGUN KEMBALI ACEH

Dengan melihat kejadan yang menimbulkan kerusakan hebat di Meulaboh, Banda Aceh dan Nias,pembangunan infastruktur sangat penting denga berbasis kegempaan (bangunan anti gempa), seperti pembangunan pelabuhan laut seharusnya tidak lagi di didirikan ditempat daerah yang sama.
Setelah satu tahun gempa bumi Aceh berlalu, perlu perenungan pembangunan infastruktur yang berbasis kegempaan. Untuk pembangunan kembali Aceh, tidak perlu membangun kota yang baru kaena membutuhkan biaya yag berlipat-lipat. Cukp merekonstruksikan ulang wilayah yang lama dengan mempertimbangkan sistem pertahanan terhadap bencana, peletakan kawasan pemukiman yang tepat dengan meminimalisasi bencana jumlah korban dengan mengintegrasikan penduduk tidak jauh dari wilayah yang lama (bukan untuk dihuni lagi).
Intergasi pendekatan wilayah yang lama karena berhubungan dengan faktor ikatan emosional yaitu kenangan dan kekerabatan yang merupakan urat nadi atau budaya yang membentuk wilayah koa dimasa lalu sebelum terjadinya bencana.
Pembangunan rekontruksi Aceh memerlukan perencanaan yang komprenhensif, diawali oleh pemetaan awal zona kerentanan geologi seperti gempa dan tsunami.  Analisis kerusakan yang terjadi akibat bencana dengan merancang kota kembali yang lebih lengkap dengan zona pengamanan seperti magrove untuk pemecah gelombang maka Pemerintah daerah NAD harus mengubah tata ruang daerah yang kawasannya dilanda tsunami hingga sejauh 5 km dari garis pantai, dengan menanam hutan bakau dan pengawasan pertumbuhan terumbu karang yang mengalami penurunan akibat gerak tektonik.
Daerah yang terkena tsunami dijadikan sebagai daerah “sabuk hijau” dan tidak dihuni sebagai kota. Sedangkan daerah pemukiman sebaiknya dipindahkan ke daerah yang lebih tinggi dan aman dari abrasi pantai maupun gerakan tanah pada sisi tebing.
Wilayah dengan topografi miring landai ke pantai sebaiknya dijadikan juga sebagai pembatas dari “greenbelt”, agar `ada wilayah digunakan untuk penahan dan pemecah gelombang tsunami kedua setelah melewati daerah garis yang terletak tepat dibibir pantai dengan menanam budidaya yang memiliki daya serap akar yang tinggi agar dapat memecah gelombang tsunami.
Sedangkan untuk stuktur bangunan gedung dan rumah sebaiknya diselaraskan dengan bangunan/arsitektur di atas peredam karet untuk meredam goncangan yang paling buruk. Model rumah ada baiknya bergaya arsitektur tradisional yang berkerangka kayu serta pengurangan jumlah penduduk dikawasan rawan bencana, dan yang terakhir pemasangan sistem peringatan dini terhadap bencana untuk memberi kesempatan bagi penduduk dengan waktu yang cukup dalam menyelamatkan diri ke daerah aman.
Bencana geologi harus dijadikan cermin pelajaran yang berharga untuk merencanakan pembangunan Aceh dan wilayah Indonesia lainnya yang berbasis informasi geologi dalam mengurani dampak kerusakan yang akan terjadi karena siklus bencana selalu kembali dengan intensitas kerusakan yang berbeda.
Diterbitkan Surat Kabar Harian “ANALISA” Medan, Tanggal 24 Desember 2005
Dipublikasi Ulang, tulisan ini sudah jiplak tanpa menulis nama penulis sebenarnya


No comments:

Post a Comment

Related Posts :