Oct 1, 2015

Keberlanjutan Air dan Hutan Danau Toba

Keberlanjutan Air dan Hutan Danau Toba

 Oleh M. Anwar Siregar

Kondisi fisik dari suatu lingkungan disekitar kota-kota di lingkar Danau Toba telah banyak mengubah tata lingkungan hutan bagi Danau Toba akibat dampak kemajuan pembangunan fisik dengan laju kerusakan tata kelola hutan berubah fungsi akibat pembangunan infrastruktur fisik di pinggiran Danau terbersar di Indonesia ini, penyebabnya akibat dinamika laju pembangunan yang dibentuk oleh tiga unsur perubahan yaitu pepohonan dan organisme di dalamnya, struktur (kondisi sosial) dan manusia (dikutip dari Grey, 1996).

(Analisa/said harahap) KALDERA TOBA: Danau Toba danau kaldera terbesar di dunia yang terletak di Sumatera Utara, merupakan kaldera vulkano tektonik (kawah gunung raksasa), kaldera terbentuk oleh proses amblasan pasca erupsi supervolcano gunung api Toba Purba 74.000 tahun yang lalu.
 
RUANG terbuka merupakan daerah yang dibatasi untuk pembangunan fisik, baik dalam tata ruang kota seperti RTH maupun dalam RTH abadi, ruang terbuka hijau merupakan ruang khusus untuk tujuan pengendalian kerusakan lingkungan, ruang hijau biasanya banyak ditemukan dalam bentuk jalur jalan, tepian air waduk, danau DAS atau bantaran sungai, bantaran rel kerata api, saluran/jejaring listrik tegangan tinggi, atau bisa dalam bentuk taman hijau, misalnya taman lingkungan kota, taman pertanian dan pertamanan kota, taman hutan pohon, taman hutan konservasi dan taman hijau resapan air seperti taman pohon lingkaran danau, sungai-sungai dan teluk, taman hijau tidak boleh dibiarkan mengalami krisis lingkungan, terutama penggundulan dan pembabatan pohon-pohon muda seperti yang terjadi dan dialami di sekitar Danau Toba.
Keberlanjutan Air
Menanam berbagai jenis pohon adalah bentuk kesadaran dan tindakan nyata yang dapat dilakukan kalangan masyarakat secara global, yang selalu diadakan secara serentak di seluruh dunia dalam memperingati hari lingkungan, hari hutan, hari pohon dan hari habitat serta hari bumi, bertujuan utama adalah menjaga keseimbangan iklim, cuaca dan pemanasan global berkelanjutan.
Menanam pohon juga merupakan bagian dari keberlanjutan menjaga lapisan ozon dari kerusakan yang lebih parah, secara sederhana dan dapat dilakukan dengan semangat menjaga kesehatan diri dari bencana lingkungan, yaitu dapat dilakukan dari kegiatan sehari-hari mulai berangkat dan pulang bekerja (penghematan BBM, penghematan biaya imbangan kesehatan untuk mencegah pencemaran udara, melestarikan kesehatan infrastruktur dari beban kerusakan kendaran dengan mengurangi penggunaan transportasi kendaraan, bersepeda, berjalan kaki, melakukan gerakan hijau di sepanjang koridor jalan (secara luas).
Menanam pohon di sekitar Danau Toba sangat penting untuk keberlanjutan sungai-sungai yang membelah 13 kabupaten di Sumatera, sangat bergantung dengan kehadiran jumlah pohon-pohon yang muda guna menyerap dan menyimpan air, tatanan geologis air Danau Toba merupakan salah keunikan yang dimiliki Danau Toba sehingga memungkinkan Danau Toba dimasukan ke dalam Taman Bumi ke GGN UNESCO.
Eksploitasi Hutan Toba
Gerakan nyata pelestarian lingkungan di hutan Danau Toba sangat penting dalam rangka mengendalikan penurunan permukaan air Danau Toba selain berfungsi menekan kerusakan lapisan ozon dalam skala global. Eksploitasi hutan di wilayah daerah lingkar tebing Danau Toba yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air selama ini telah berubah mengancam ekositem keseimbangan air di Danau Toba. Hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh berbagai pihak menunjukan sisa vegetasi hutan tinggal 12 persen dari total 356.800 hektar areal hutan di kawasan Danau Toba (data BLH Sumut, 2014).
Sementara eksploitasi ruang-ruang budidaya bagi kebutuhan industri serta kegiatan wisata infrastruktur fisik walau pembangunan berskala kecil bisa juga turut menekan kerusakan dan ketidakseimbangan hutan terutama laju penebangan pohon-pohon untuk industri pabrik bubur kertas di sekitar Danau Vulkanik terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. Kerentanan ekosistem Danau Toba sangat mengkhawatirkan, sebab dapat menyebabkan perubahan iklim pemanasan global semakin rentan bagi makhluk dan juga bagi keberlajutan pasokan sumber daya energi di Sumatera Utara, karena air di Danau Toba dapat berfungsi sebagai pasokan energi listrik bagi PLTA Asahan.
Ketidakseimbangan itu dapat dilihat dari izin terhadap perusahaan Toba Pulp Lestari dengan konsesi lahan hutan seluas 188.055 hektar yang tersebar di 13 kabupaten, 8 di antaranya daerah lingkar Danau Toba yaitu Samosir, Karo, Dairi, Humbahas, Pakpak Barat, Simalungun, Tapanuli Utara dan Toba Samosir yang mencapai sekitar 78.558 hektar serta merupakan sumber daerah resapan air. Jadi tersisa 12 persen vegetasi hutannya.
Kondisi inilah menyebabkan kenapa setiap tahun krisis listrik dialami Sumut, karena akibat terjadinya gangguan ketidakseimbangan air lingkungan di Hutan Lingkar Danau Toba, yang salah satunya pasokan air terganggu dampak dari berkurangnya dan hilangnya pohon-pohon di hutan Danau Toba yang dapat menyerap air sehingga ratusan sungai di kawasan Danau Toba mengalami kekeringan jika musim kemarau dan tak mampu menyerap luapan banjir jika terjadi musim hujan.
Sebuah areal hutan industri yang diperuntukkan bagi budidaya hutan pinus, selama belasan tahun yang hadir hidup di sekitar Kabupaten lingkar Danau Toba, dan sebelum tahun 1984 ketika itu belum ada gangguan eksploitasi besar-besaran terhadap pohon-pohon muda di Hutan Danau Toba, air Danau Toba tetap jernih dan stabil dalam memasokan pembangkit listrik, namun dengan hadir izin PT Inti Indo Rayon (atau TPL sekarang), selama belasan atau puluhan tahun pola eksploitasi itu telah mengubah kondisi fisik hutan-hutan di 13 Kabupaten, dampak dengan hilangnya pohon di area hutan lindung, hutan konservasi dan hutan budidaya pertanian hanya untuk memenuhi kebutuhan ruang dapur untuk industri pulp kertas dan ruang bagi pemukiman fisik yang menambah semakin kompleksnya tata ruang air di lingkar Danau Toba.
Memerlukan moratorimu ataupun peninjauan ulang izin konsesi lahan yang membabat habis hutan-hutan yang ada di 13 Kabupaten, tindakan ini perlu dilakukan karena disebabkan rehabilitasi dan reboisasi tidak seimbang dengan laju pengambilan pohon-pohon di lingkar 8 kabupaten di Sekitar Danau Toba, dengan terbukti telah mengalami kelangkahan air, serta musibah longsoran tanah di Tapanuli Utara dan Humbahas.
Moratorium Geopark Toba
Dirasa sudah sangat mendesak bagi keberlanjutan hutan-hutan dan air serta pasokan energi dari Danau Toba. Karena itu perlu moratorium hutan yang lebih tegas, mengingat pada zaman mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum terlaksana. Hal ini penting untuk menyelamatkan Danau Toba sebagai warisan dunia untuk pengetahuan dan lingkungan, mengingat pengurangan kawasan hutan sebagai akibat pertumbuhan permintaan industri pulp kertas dan pertumbuhan penduduk untuk ruang pemukiman serta pengembangan investasi harus ada pembatasan dan pengendalian secara ketat di kabupaten sekitar lingkaran Danau Toba.
Oleh karena itu perlu kita giatkan pengendalian izin pemanfaatan ruang-ruang hijau dan ruang air agar kawasan hutan pohon dan air di Danau Toba tetap memberikan konstribusi sebagai paru-paru dunia selain memberikan sumber devisa sebagai ikon pariwisata Indonesia. Jadi yang harus dilakukan antara lain meningkatkan kualitas kawasan hutan dan tutupan yang mengalami penggundulan melalui berbagai program hijau, seperti reboisasi atau penanam sejuta pohon, menciptakan lahan pertanian budidaya abadi dan menetapkan kawasan hijau di sekitar lingkar Danau Toba sebagai zona ekologi hijau abadi atau RTH abadi dengan melalui peraturan UU yang mengikat dan tidak boleh dilanggar. Kawasan di luar Danau Toba harus sebagai zona penyangga kehidupan yang bisa dialihkan menjadi Areal Penggunaan Lain (APL) yang bertutupan hutan untuk mencegah bencana ekologi dan geologis di sekitar Danau Toba.
Perlu juga zonasi pengendalian pemanfaatan ruang fisik, biarkan Danau Toba tetap alamiah dengan tetap mengikuti perkembangan peradaban modern. Zonasi map regulation diperlukan karena mengingat kawasan Danau Toba telah ditetapkan oleh pemerintah pusat sebagai salah satu Kawasan Strategis Nasional yaitu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional, salah satu usulan yang diinginkan adalah menjadi satu Geopark Bumi ke dua di Indonesia, untuk mengikuti jejak Geopark Bumi Kaldera Gunung Batur sebagai taman bumi pertama di Indonesia.

Danau Toba memang pantas dimasukan ke dalam Global Geopark Network (GGN) UNESCO kerana memiliki keunikan periode geologi dan terbentuk oleh letusan supervolcanoes Toba Purba melalui periode geologi yang berbeda.
(Penulis adalah Enviromental Geologist, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer)


http://analisadaily.com/lingkungan/news/keberlanjutan-air-dan-hutan-danau-toba/140144/2015/06/07

No comments:

Post a Comment

Related Posts :