Dec 14, 2019

Investasi Hijau di Bumi Sumatera Utara

Investasi Hijau di Bumi Sumatera Utara

(Analisa/ferdy) PEMUKIMAN PADAT: Sebuah foto udara memperlihatkan pemukiman padat penduduk di pinggiran Sungai Deli, Keluarahan Aur, Medan Maimun, Medan. Menurut data BPS pada Agustus 2018, jumlah penduduk kota terbesar ketiga di Indonesia ini mencapai 2.247.425 jiwa dengan pertumbuhan ekonomi yang mengakibatkan pembangunan tempat tinggal hingga mengabaikan fasilitas Ruang Terbuka Hijau.
Oleh: M. Anwar Siregar
Isu perubahan iklim global di Sumatera Utara (Su­mut) bukan lagi sebatas re­torika. Karena itu perlu suatu tindakan nyata untuk meng­atasi perubahan iklim ekstrim dengan berbagai upaya pena­ta­an lingkungan. Tindakan penghematan bagi pemanfa­atan sumber daya mineral di Sumut juga perlu dilakukan.
Dengan demikian diharap ada keber­lan­jutan, ter­utama intensif pemanfaatan dan pe­ngelolaan sumber daya hutan yang ber­kelanjutan dengan manajemen ekonomi hijau dan energi alternatif. Investa­si bumi di Sumut dalam ben­tuk inovasi energi hijau sa­ngat penting untuk keberlan­jutan fisik hutan bu­mi di Provinsi Sumut.

Kita mengetahui bahwa hutan te­lah men­dekati saka­ratul maut dan perlu pemba­ngun­an eko­nomi berbasis sumber daya mineral. Inves­tasi energi hijau yang juga dike­nal sebagai energi alter­natif merupakan me­ka­­nisme untuk membangun in­sentif eko­nomi berbasis ma­syara­kat.
Hal ini cocok bagi Pro­vinsi Sumatera Uta­ra, di mana laju kerusakan hutan­nya sangat tinggi di permu­kaan bumi dan juga ba­gian dalam upaya menurunkan tingkat laju emi­si CO2 ke atmosfir. Investasi yang ber­basihijau plus di Sumut akan men­dorong ma­najemen pengelolaan hutan secara berkelanjutan.
Dengan demikian luas hu­tan Sumut khu­susnya Indonesia terbesar dalam menye­rap emisi karbon harus mam­pu mengurangi emisi karbon dari sektor hutan, menjaga ke­anekaragaman hayati di hu­tan-hutan Su­mut, terutama di kawasan Geopark Toba dan Siais, serta dapat mengu­rangi defores­tasi, degra­dasi hutan dan tanah secara signi­fikan di daerah perkotaan.
Komitmen Indonesia un­tuk menurunkan emisi sebe­sar 26 persen pada tahun 2020 versi SBY dan 2030 versi Jo­kowi, sangat penting dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. investasi berbasis hijau di Indonesia merupakan sa­lah satu upaya mengurangi laju kerusakan hutan dan la­han gambut yang merupakan salah satu sumber petaka ka­but asap setiap tahun di Sumatera dan Kalimantan.
Dengan demikian per­ubahan iklim dan pemanasan global bisa terjaga secara baik de­ngan cara melindungi hutan dari kegiat­an-kegiatan yang bisa meningkatkan emi­si karbon, deforestasi serta degradasi hutan karena ulah manusia yang tidak bisa men­jaga kelestarian hutan di dae­rahnya.
Inovasi Hijau
Sumatera Utara perlu mendorong kuat Inovasi hi­jau, yang terdiri dari inves­tasi energi hijau, inovasi penggunaan energi alternatif daur ulang bahan untuk ba­ngunan guna menghasilkan sumber daya ekonomi hijau dan dukungan politik lokal.
Dukungan politik lokal Sumut sangat pen­ting untuk penekanan perubahan iklim glo­bal dari isu emisi guna menekan pemba­karan hutan, dan menekan laju invasi per­kembangan perluasan indus­tri perkebunan. Saat ini per­luasan perke­bunan telah me­nguasai lahan dan hutan di Sumatera Utara sebesar 70 %.
Dukungan politik ini me­ru­pakan langkah konkrit un­tuk menekan laju kerusak­an hutan, sehingga bumi Indonesia tetap penting untuk ke­seimbangan pasokan udara bersih.
Inovasi hijau yang berba­sis hijau di Su­mut antara lain dapat dalam bentuk ino­vasi investasi energi hijau sebagai peng­ganti subsidi BBM dan listrik. Misalnya peng­gunaan bahan bakar nabati, sangat cocok untuk kondisi fisik bu­mi saat ini.
Salah satu yang dapat di­gunakan untuk BBM adalah ekstraksi minyak nabati dari tanaman jarak sebagai bahan bakar solar yang mampu menghasilkan 3,5 liter mi­nyak dari 10 kilogram buah jarak.
BBM dari bahan ini memi­liki kandungan oksigen lebih banyak dibanding solar de­ngan angka oktannya sema­kin kecil. Jadi se­makin tinggi tenaga ledakan yang diberi­kan kepada mesin, pemba­karan akan lebih cepat dan sempurna, serta tingkat polu­si yang dihasilkan sangat rendah.
Inovasi investasi hijau akan membuka le­bih banyak sumber-sumber ekonomi yang berbasis bumi hijau, menekan eksploitasi hutan dan pertambangan serta pe­ngendalian untuk deforestasi hutan Indonesia, sehingga ti­dak akan terancam dari para mafia hutan.
Dalam mekanisme inves­tasi bumi ber­basis hijau plus, tiap usaha harus selalu men­­ja­ga hutan untuk mendapat kre­dit, kare­na ikut andil dalam mengurangi emisi gas rumah kaca global. Jumlah kredit yang diper­oleh dalam waktu tertentu dapat dijual di pasar karbon.
Sebagai alternatif, kredit pun dapat dise­rahkan ke lem­baga pendanaan yang diben­tuk untuk menyediakan kom­pensasi finan­sial bagi per­usahaan peserta yang mela­ku­kan konservasi hutan. Tanda plus (+) meru­juk pada insentif tambahan yang akan dibe­rikan pada perusahaan di Indonesia yang ber­hasil me­ningkatkan cadangan karbon, me­lalui proyek penanaman pohon atau kon­servasi kawa­san hutan.
Kota Rendah Karbon
Investasi bumi berbasis hijau plus berpo­tensi mengu­rangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di kota de­ngan biaya rendah dan wak­tu yang sing­kat. Pada saat ber­samaan mem­bantu mengu­rangi ting­kat kemiskinan dan memung­kinkan pemba­ngun­an berke­lanjutan.
Investasi bumi berbasis hi­jau plus merupakan skema pengurangan emisi yang da­pat mengakomodasikan ber­bagai jenis pengelolaan hutan dan lahan yang dalam kon­teks perundang-undangan ke­hutanan Indonesia dapat mencakup hutan lindung dan konservasi, hutan, hutan pro­duksi.
Investasi bumi berbasis hi­jau salah satu cara paling nya­ta, murah, cepat dan saling menguntungkan untuk me­ngurangi emisi GRK bagi penggunaan energi di perko­taaan.
Seperlima dari emisi GRK berasal dari deforestasi dan Degradasi Hutan (DD), mu­rah karena sebagian besar DD hanya meng­untungkan secara marjinal. Pengu­rang­an emisi GRK di kota dari hutan akan lebih murah ketimbang alat atau instrumen mitigasi lain, cepat karena pengu­rang­an yang besar pada emisi GRK dapat dicapai dengan mela­ku­kan reformasi kebijakan dan tindakan-tindakan lain yang tidak tergantung pada inovasi teknologi.
Kemudian saling mengun­tungkan, kare­na berpotensi menghasilkan pendapat­an dalam jumlah besar, meng­un­tungkan kaum miskin di provinsi yang kaya perke­bun­an sawit dan memberi man­faat lingkungan lain selain yang berkaitan dengan iklim
Membangun investasi bu­mi berbasis hijau di kawasan kota tanpa merusak kein­dah­an hutan dapat juga dimulai dari ling­kungan tempat ting­gal. Sumber daya ala­miah dimanfaatkan untuk kembali secara ala­miah ke alam, anta­ra lain teknologi lim­bah ba­ngunan dari limbah pertani­an.
Misalnya pemanfaatan genteng sejuk dari bahan semen ijuk yang dibuat dengan cam­­puran pasir. Semen dan ijuk merupakan ba­han peng­isi ukuran 38 x 23 x 1.2 cm de­ngan berat 2,5 kg yang be­ban lenturnya men­capai 80 kg/cm2. Semua ini sangat baik untuk mengurangi panas di kawasan perkotaan tanpa menggundul hutan dan tidak menambah panas bumi di atmosfer.
Teknologi limbah lainnya yaitu panel serat tebu, se­kam padi serta sablock. Peng­gu­naan panel serat tebu dapat me­ngurangi pencemaran udara di lingkungan sebagai pengganti papan dari pohon di hutan.
Bahan limbah tersebut di­gunakan menjadi papan serat tebu atau tripleks tebu dengan bahan ampas tebu ditambah semen dengan ukuran 240 x 60 x 2.5 cm. Kekuatan beban lenturnya mencapai antara 40-50 kg/cm.
Ini sangat baik digu­nakan sebagai langit-langit dan din­ding partisi non struk­tural se­kaligus mengurangi pema­kaian papan dari penggun­dulan pohon-pohon besar di hutan tropis dan menekan peningkatan suhu panas di kota.
Inovasi bumi berbasis hi­jau di kota meru­pa­kan salah satu upaya untuk menurun­kan laju emisi rendah karbon di perbatasan antar kota. Ini da­pat dimulai dengan mem­perha­tikan kondisi ling­kung­an hutan. Sebab hu­tan seba­gai penyerap CO2 dan di­ubah menjadi O2 mulai ber­kurang.
Penyebabnya adalah alih fungsi lahan atau taman hu­tan di kota/desa menjadi per­tam­bangan dan perkebunan. Gangguan hutan di wilayah perkotaan akan mening­kat­­kan emisi karbon yang akan memper­besar risiko konflik, kelaparan, banjir, gang­guan ekonomi, dan migrasi massal penghuni bumi pada abad ini.
Jika dibiarkan, emisi gas rumah kaca ter­sebut akan menyebabkan kerugian tri­liunan dollar AS karena keru­sakan properti kawas­an hijau dan ekosistem, serta untuk biaya mem­bangun sistem pertahanan iklim. Risi­ko ini meningkat setiap satu derajat kenaik­an temperatur udara yang mengakibatkan pema­nasan global.
Jadi, mari selamatkan bu­mi berbasis pembangunan hijau (AM Juli 2019)

No comments:

Post a Comment

Related Posts :