Investasi Hijau di Bumi Sumatera Utara
Investasi Hijau di Bumi Sumatera Utara
(Analisa/ferdy) PEMUKIMAN PADAT: Sebuah foto udara memperlihatkan pemukiman padat penduduk di pinggiran Sungai Deli, Keluarahan Aur, Medan Maimun, Medan. Menurut data BPS pada Agustus 2018, jumlah penduduk kota terbesar ketiga di Indonesia ini mencapai 2.247.425 jiwa dengan pertumbuhan ekonomi yang mengakibatkan pembangunan tempat tinggal hingga mengabaikan fasilitas Ruang Terbuka Hijau.
Oleh: M. Anwar Siregar
Isu perubahan iklim global di Sumatera Utara (Sumut) bukan lagi sebatas retorika. Karena itu perlu suatu tindakan nyata untuk mengatasi perubahan iklim ekstrim dengan berbagai upaya penataan lingkungan. Tindakan penghematan bagi pemanfaatan sumber daya mineral di Sumut juga perlu dilakukan.
Dengan demikian diharap ada keberlanjutan, terutama intensif pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya hutan yang berkelanjutan dengan manajemen ekonomi hijau dan energi alternatif. Investasi bumi di Sumut dalam bentuk inovasi energi hijau sangat penting untuk keberlanjutan fisik hutan bumi di Provinsi Sumut.
Kita mengetahui bahwa hutan telah mendekati sakaratul maut dan perlu pembangunan ekonomi berbasis sumber daya mineral. Investasi energi hijau yang juga dikenal sebagai energi alternatif merupakan mekanisme untuk membangun insentif ekonomi berbasis masyarakat.
Hal ini cocok bagi Provinsi Sumatera Utara, di mana laju kerusakan hutannya sangat tinggi di permukaan bumi dan juga bagian dalam upaya menurunkan tingkat laju emisi CO2 ke atmosfir. Investasi yang berbasihijau plus di Sumut akan mendorong manajemen pengelolaan hutan secara berkelanjutan.
Dengan demikian luas hutan Sumut khususnya Indonesia terbesar dalam menyerap emisi karbon harus mampu mengurangi emisi karbon dari sektor hutan, menjaga keanekaragaman hayati di hutan-hutan Sumut, terutama di kawasan Geopark Toba dan Siais, serta dapat mengurangi deforestasi, degradasi hutan dan tanah secara signifikan di daerah perkotaan.
Komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi sebesar 26 persen pada tahun 2020 versi SBY dan 2030 versi Jokowi, sangat penting dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. investasi berbasis hijau di Indonesia merupakan salah satu upaya mengurangi laju kerusakan hutan dan lahan gambut yang merupakan salah satu sumber petaka kabut asap setiap tahun di Sumatera dan Kalimantan.
Dengan demikian perubahan iklim dan pemanasan global bisa terjaga secara baik dengan cara melindungi hutan dari kegiatan-kegiatan yang bisa meningkatkan emisi karbon, deforestasi serta degradasi hutan karena ulah manusia yang tidak bisa menjaga kelestarian hutan di daerahnya.
Inovasi Hijau
Sumatera Utara perlu mendorong kuat Inovasi hijau, yang terdiri dari investasi energi hijau, inovasi penggunaan energi alternatif daur ulang bahan untuk bangunan guna menghasilkan sumber daya ekonomi hijau dan dukungan politik lokal.
Dukungan politik lokal Sumut sangat penting untuk penekanan perubahan iklim global dari isu emisi guna menekan pembakaran hutan, dan menekan laju invasi perkembangan perluasan industri perkebunan. Saat ini perluasan perkebunan telah menguasai lahan dan hutan di Sumatera Utara sebesar 70 %.
Dukungan politik ini merupakan langkah konkrit untuk menekan laju kerusakan hutan, sehingga bumi Indonesia tetap penting untuk keseimbangan pasokan udara bersih.
Inovasi hijau yang berbasis hijau di Sumut antara lain dapat dalam bentuk inovasi investasi energi hijau sebagai pengganti subsidi BBM dan listrik. Misalnya penggunaan bahan bakar nabati, sangat cocok untuk kondisi fisik bumi saat ini.
Salah satu yang dapat digunakan untuk BBM adalah ekstraksi minyak nabati dari tanaman jarak sebagai bahan bakar solar yang mampu menghasilkan 3,5 liter minyak dari 10 kilogram buah jarak.
BBM dari bahan ini memiliki kandungan oksigen lebih banyak dibanding solar dengan angka oktannya semakin kecil. Jadi semakin tinggi tenaga ledakan yang diberikan kepada mesin, pembakaran akan lebih cepat dan sempurna, serta tingkat polusi yang dihasilkan sangat rendah.
Inovasi investasi hijau akan membuka lebih banyak sumber-sumber ekonomi yang berbasis bumi hijau, menekan eksploitasi hutan dan pertambangan serta pengendalian untuk deforestasi hutan Indonesia, sehingga tidak akan terancam dari para mafia hutan.
Dalam mekanisme investasi bumi berbasis hijau plus, tiap usaha harus selalu menjaga hutan untuk mendapat kredit, karena ikut andil dalam mengurangi emisi gas rumah kaca global. Jumlah kredit yang diperoleh dalam waktu tertentu dapat dijual di pasar karbon.
Sebagai alternatif, kredit pun dapat diserahkan ke lembaga pendanaan yang dibentuk untuk menyediakan kompensasi finansial bagi perusahaan peserta yang melakukan konservasi hutan. Tanda plus (+) merujuk pada insentif tambahan yang akan diberikan pada perusahaan di Indonesia yang berhasil meningkatkan cadangan karbon, melalui proyek penanaman pohon atau konservasi kawasan hutan.
Kota Rendah Karbon
Investasi bumi berbasis hijau plus berpotensi mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di kota dengan biaya rendah dan waktu yang singkat. Pada saat bersamaan membantu mengurangi tingkat kemiskinan dan memungkinkan pembangunan berkelanjutan.
Investasi bumi berbasis hijau plus merupakan skema pengurangan emisi yang dapat mengakomodasikan berbagai jenis pengelolaan hutan dan lahan yang dalam konteks perundang-undangan kehutanan Indonesia dapat mencakup hutan lindung dan konservasi, hutan, hutan produksi.
Investasi bumi berbasis hijau salah satu cara paling nyata, murah, cepat dan saling menguntungkan untuk mengurangi emisi GRK bagi penggunaan energi di perkotaaan.
Seperlima dari emisi GRK berasal dari deforestasi dan Degradasi Hutan (DD), murah karena sebagian besar DD hanya menguntungkan secara marjinal. Pengurangan emisi GRK di kota dari hutan akan lebih murah ketimbang alat atau instrumen mitigasi lain, cepat karena pengurangan yang besar pada emisi GRK dapat dicapai dengan melakukan reformasi kebijakan dan tindakan-tindakan lain yang tidak tergantung pada inovasi teknologi.
Kemudian saling menguntungkan, karena berpotensi menghasilkan pendapatan dalam jumlah besar, menguntungkan kaum miskin di provinsi yang kaya perkebunan sawit dan memberi manfaat lingkungan lain selain yang berkaitan dengan iklim
Membangun investasi bumi berbasis hijau di kawasan kota tanpa merusak keindahan hutan dapat juga dimulai dari lingkungan tempat tinggal. Sumber daya alamiah dimanfaatkan untuk kembali secara alamiah ke alam, antara lain teknologi limbah bangunan dari limbah pertanian.
Misalnya pemanfaatan genteng sejuk dari bahan semen ijuk yang dibuat dengan campuran pasir. Semen dan ijuk merupakan bahan pengisi ukuran 38 x 23 x 1.2 cm dengan berat 2,5 kg yang beban lenturnya mencapai 80 kg/cm2. Semua ini sangat baik untuk mengurangi panas di kawasan perkotaan tanpa menggundul hutan dan tidak menambah panas bumi di atmosfer.
Teknologi limbah lainnya yaitu panel serat tebu, sekam padi serta sablock. Penggunaan panel serat tebu dapat mengurangi pencemaran udara di lingkungan sebagai pengganti papan dari pohon di hutan.
Bahan limbah tersebut digunakan menjadi papan serat tebu atau tripleks tebu dengan bahan ampas tebu ditambah semen dengan ukuran 240 x 60 x 2.5 cm. Kekuatan beban lenturnya mencapai antara 40-50 kg/cm.
Ini sangat baik digunakan sebagai langit-langit dan dinding partisi non struktural sekaligus mengurangi pemakaian papan dari penggundulan pohon-pohon besar di hutan tropis dan menekan peningkatan suhu panas di kota.
Inovasi bumi berbasis hijau di kota merupakan salah satu upaya untuk menurunkan laju emisi rendah karbon di perbatasan antar kota. Ini dapat dimulai dengan memperhatikan kondisi lingkungan hutan. Sebab hutan sebagai penyerap CO2 dan diubah menjadi O2 mulai berkurang.
Penyebabnya adalah alih fungsi lahan atau taman hutan di kota/desa menjadi pertambangan dan perkebunan. Gangguan hutan di wilayah perkotaan akan meningkatkan emisi karbon yang akan memperbesar risiko konflik, kelaparan, banjir, gangguan ekonomi, dan migrasi massal penghuni bumi pada abad ini.
Jika dibiarkan, emisi gas rumah kaca tersebut akan menyebabkan kerugian triliunan dollar AS karena kerusakan properti kawasan hijau dan ekosistem, serta untuk biaya membangun sistem pertahanan iklim. Risiko ini meningkat setiap satu derajat kenaikan temperatur udara yang mengakibatkan pemanasan global.
Jadi, mari selamatkan bumi berbasis pembangunan hijau (AM Juli 2019)
Komentar
Posting Komentar