Medan Belum Aman Banjir
MEDAN BELUM AMAM DAMPAK
BANJIR
Oleh : M. Anwar Siregar
”waduhhh,
banjir lagi!!!” teriak seorang warga pengendara motor yang melintas simpang
limun menuju ke simpang marindal dengan tujuan ke Deli Tua, kebetulan banjir
juga, akibat guyuran air hujan yang jatuh ke bumi kota Tim Ayam Kinantan, yang
baru saja memberi prestasi yang didambakan selama ini, kembali lagi bersaing di
kelas elite. Namun prestasi sepakbola tidak dibarengi oleh kemampuan perencanaan
pembangunan infrastruktur pengendali banjir. Tidak mengherankan teriakan warga
Medan itu sangat kesal, karena memang Medan lagi gencar melakukan pembenahan
drainage hampir terlihat di sudut kota
Medan namun masih menghasilkan ”sungai Deli Kecil”. Bagaimana kalau sebesar
Sungai Deli yang sebenarnya? Bayangkanlah.
Medan
dalam beberapa hari yang lalu juga mengalami banjir dampak akibat terjadinya
curah hujan yang tinggi selama tiga jam. ”apakah perlu Medan dalam baskom
banjir?” Tanya seorang kepada saya yang kebetulan lagi berhenti berteduh, apalagi
tinggi air banjir itu sudah mencapai 40-50 centimeter. Saya diam, dan tunjukan
posisi drainage yang baru dibangun itu dengan ketinggian jalan yang baru di aspal,
tidak menunjukkan sebuah infrastruktur berbasis banjir. Dimana lubang inlet
untuk menyalur air yang berada dipermukaan aspal jalan agar masuk ke parbus? Jadi
tidak mengherankan mengapa warga Medan menyebut kata baskom alias seperti
pakaian dimasukan ke dalam air yang sudah terkumpul untuk direndam karena
sesungguhnya Medan masih berpotensi mengalami musibah banjir dan data BMKG
menyebutkan Sumatera Utara dalam sepekan ke depan akan mengalami cuaca ekstrim
tinggi yang diperlihatkan oleh tingginya curah hujan karena ada peningkatan
awan konventif dan kelompok Kumulonimbus (cb) atau supercoloud cluster (SCCs)
bergerak ke kawasan barat Sumatera.
BELUM AMAN
”Bah,
banjr lagi, menyesal aku berlibur ke Medan ini, kalau tahu kena jebak banjir,
merepotkan saja”. Sungut seorang warga yang baru tiba di kawasan Amplas, dia
terjebak macet akibat banjir dan belum lagi pembangunan drainage sepanjang
kawasan Amplas menuju Tanjung Morawa dan menuju ke arah Medan Kota belum
”beres”.
Memang
pada akhirnya masyarakat yang paling menderita akibat sistem pengelolaan sumber
daya air banjir yang dilakukan oleh pemkot Medan masih bersifat sektoral dan
tidak mengarah pada pencarian solusi permanen.
Terlihat
dalam pembangunan drainage yang baru, rata-rata lebih tinggi dibanding
permukaan jalan dan diperparah lagi inlet atau lubang penyalur air diatas aspal
kadang lebih banyak tidak terlihat dan kalau mau jujur, jalan di Medan tidak
berbasis geologis banjir, lubang saluran air banyak sudah tertimbun tanah lagi
karena perencanaan memang tidak kelola dengan baik, bukti itu dapat di lihat di
sepanjang jalan SM. Raja dari Medan Kota ke Medan Amplas, terputus-putus
setempat dan tidak bersambung terus menerus dan ini mendorong sedimentasi tanah
atau pasiran dari aspal jalanan masuk lagi ke parit busuk sehingga menimbulkan
penyumbatan padahal parit belum penuh lalu disambung lagi beberapa hari kemudian,
itupun tidak tahu apa digerus drainage yang mau disambung itu kalau tidak
mengapa cepat air meluap ke jalanan.
HULU GUNDUL
Daerah
tangkapan air di wilayah hulu Karo dan Deli Serdang kini mulai ”botak” dengan
terjadinya musibah banjir bandang Sibolangit, selain itu seringkali bencana longsor
mengancam keselamatan di jalan raya dari Brastagi ke wilayah Medan yang
topografi rendah dan mengingatkan saya pada kejadian bencana bandang Padangsidimpuan
yang lalu, yang bermuara dari wilayah Tapanuli Selatan, dan fenomena ini bisa
saja terjadi diwilayah Medan yang bertopografi rendah dan tempat ideal sebagai
baskom banjir (berkumpul air bah) untuk merendam Medan, dari hulu ke hilir dan
Medan adalah wilayah Hilir dengan keterbatasan perisai bencana resapan hijau.
Medan
harus mewaspadai bencana ini, dengan tidak cukup melakukan pembenahan drainage
di berbagai sudut kota namun mengadakan kerjasama antar kota dengan
memperioritaskan pembangunan kawasan resapan antar kota dan memberikan dukungan
kepada dua kota tetangganya agar ada pembangunan keseimbangan ekologis berkelanjutan,
terjaga, konsisten dan erosi horizontal ke arah wilayah Medan bisa
diminimalisasi. Medan merupakan kawasan retarsding pound, tidak mempunyai
kawasan hulu namun berbatas dengan kawasan hulu yang telah mengalami perubahan
fungsi lahan di daratan tinggi Sibolangit yang berbatas dengan wilayah Medan
Tuntungan.
BASKOM BANJIR
Agar
Medan tidak direndam dalam baskom banjir, perlu memperhatikan beberapa faktor
antara lain pertama tata kelola infrastruktur harus berbasis banjir atau
berbasis geologis air walau daerah resapan terbatas. Kedua, Kanal harus
berfungsi optimal dengan jalur drainage harus tersambung ke Kanal Banjir Medan,
ingat Deli Tua saja bisa banjir padahal kanal dekat dari wilayah itu. ketiga, sistem
hidrografis kewilayahan terutama kawasan yang masih ada ”hijau” agar dapat
dikendali dari rampasan juragan tanah menjadi kawasan padat, dengan kata
lainnya menjadi kota baru dan agar tidak terjadi revisi tata ruang yang
membuang banyak waktu dan uang rakyat.
Dengan
menekan salah faktor, Medan dipastikan dapat mengurangi banjir hingga 50 %,
namun memang cerita klasik banjir Medan masih akan berlanjut dan fenomena ini
sangat mengganggu masyarakat dan apalagi kumpulan parbus
beton yang belum siap pengerjaannya yang
telah melebih 6 bulan sehingga mengundang
gerutuan warga pengguna jalan. Dan sekitar jam sebelas akhirnya tiba di rumah
dan astaga ditutup byar pet jelang dinihari. Banjir di Medan, hujan dan gelap di
Tanjung Morawa. Lengkap pendertitaan warga.
Komentar
Posting Komentar