Dec 12, 2018

Medan Belum Aman Banjir



MEDAN BELUM AMAM DAMPAK BANJIR
Oleh : M. Anwar Siregar

”waduhhh, banjir lagi!!!” teriak seorang warga pengendara motor yang melintas simpang limun menuju ke simpang marindal dengan tujuan ke Deli Tua, kebetulan banjir juga, akibat guyuran air hujan yang jatuh ke bumi kota Tim Ayam Kinantan, yang baru saja memberi prestasi yang didambakan selama ini, kembali lagi bersaing di kelas elite. Namun prestasi sepakbola tidak dibarengi oleh kemampuan perencanaan pembangunan infrastruktur pengendali banjir. Tidak mengherankan teriakan warga Medan itu sangat kesal, karena memang Medan lagi gencar melakukan pembenahan drainage hampir terlihat di sudut  kota Medan namun masih menghasilkan ”sungai Deli Kecil”. Bagaimana kalau sebesar Sungai Deli yang sebenarnya? Bayangkanlah.
Medan dalam beberapa hari yang lalu juga mengalami banjir dampak akibat terjadinya curah hujan yang tinggi selama tiga jam. ”apakah perlu Medan dalam baskom banjir?” Tanya seorang kepada saya yang kebetulan lagi berhenti berteduh, apalagi tinggi air banjir itu sudah mencapai 40-50 centimeter. Saya diam, dan tunjukan posisi drainage yang baru dibangun itu dengan ketinggian jalan yang baru di aspal, tidak menunjukkan sebuah infrastruktur berbasis banjir. Dimana lubang inlet untuk menyalur air yang berada dipermukaan aspal jalan agar masuk ke parbus? Jadi tidak mengherankan mengapa warga Medan menyebut kata baskom alias seperti pakaian dimasukan ke dalam air yang sudah terkumpul untuk direndam karena sesungguhnya Medan masih berpotensi mengalami musibah banjir dan data BMKG menyebutkan Sumatera Utara dalam sepekan ke depan akan mengalami cuaca ekstrim tinggi yang diperlihatkan oleh tingginya curah hujan karena ada peningkatan awan konventif dan kelompok Kumulonimbus (cb) atau supercoloud cluster (SCCs) bergerak ke kawasan barat Sumatera.
BELUM AMAN
”Bah, banjr lagi, menyesal aku berlibur ke Medan ini, kalau tahu kena jebak banjir, merepotkan saja”. Sungut seorang warga yang baru tiba di kawasan Amplas, dia terjebak macet akibat banjir dan belum lagi pembangunan drainage sepanjang kawasan Amplas menuju Tanjung Morawa dan menuju ke arah Medan Kota belum ”beres”.
Memang pada akhirnya masyarakat yang paling menderita akibat sistem pengelolaan sumber daya air banjir yang dilakukan oleh pemkot Medan masih bersifat sektoral dan tidak mengarah pada pencarian solusi permanen.
Terlihat dalam pembangunan drainage yang baru, rata-rata lebih tinggi dibanding permukaan jalan dan diperparah lagi inlet atau lubang penyalur air diatas aspal kadang lebih banyak tidak terlihat dan kalau mau jujur, jalan di Medan tidak berbasis geologis banjir, lubang saluran air banyak sudah tertimbun tanah lagi karena perencanaan memang tidak kelola dengan baik, bukti itu dapat di lihat di sepanjang jalan SM. Raja dari Medan Kota ke Medan Amplas, terputus-putus setempat dan tidak bersambung terus menerus dan ini mendorong sedimentasi tanah atau pasiran dari aspal jalanan masuk lagi ke parit busuk sehingga menimbulkan penyumbatan padahal parit belum penuh lalu disambung lagi beberapa hari kemudian, itupun tidak tahu apa digerus drainage yang mau disambung itu kalau tidak mengapa cepat air meluap ke jalanan.
HULU GUNDUL
Daerah tangkapan air di wilayah hulu Karo dan Deli Serdang kini mulai ”botak” dengan terjadinya musibah banjir bandang Sibolangit, selain itu seringkali bencana longsor mengancam keselamatan di jalan raya dari Brastagi ke wilayah Medan yang topografi rendah dan mengingatkan saya pada kejadian bencana bandang Padangsidimpuan yang lalu, yang bermuara dari wilayah Tapanuli Selatan, dan fenomena ini bisa saja terjadi diwilayah Medan yang bertopografi rendah dan tempat ideal sebagai baskom banjir (berkumpul air bah) untuk merendam Medan, dari hulu ke hilir dan Medan adalah wilayah Hilir dengan keterbatasan perisai bencana resapan hijau.
Medan harus mewaspadai bencana ini, dengan tidak cukup melakukan pembenahan drainage di berbagai sudut kota namun mengadakan kerjasama antar kota dengan memperioritaskan pembangunan kawasan resapan antar kota dan memberikan dukungan kepada dua kota tetangganya agar ada pembangunan keseimbangan ekologis berkelanjutan, terjaga, konsisten dan erosi horizontal ke arah wilayah Medan bisa diminimalisasi. Medan merupakan kawasan retarsding pound, tidak mempunyai kawasan hulu namun berbatas dengan kawasan hulu yang telah mengalami perubahan fungsi lahan di daratan tinggi Sibolangit yang berbatas dengan wilayah Medan Tuntungan.
BASKOM BANJIR
Agar Medan tidak direndam dalam baskom banjir, perlu memperhatikan beberapa faktor antara lain pertama tata kelola infrastruktur harus berbasis banjir atau berbasis geologis air walau daerah resapan terbatas. Kedua, Kanal harus berfungsi optimal dengan jalur drainage harus tersambung ke Kanal Banjir Medan, ingat Deli Tua saja bisa banjir padahal kanal dekat dari wilayah itu. ketiga, sistem hidrografis kewilayahan terutama kawasan yang masih ada ”hijau” agar dapat dikendali dari rampasan juragan tanah menjadi kawasan padat, dengan kata lainnya menjadi kota baru dan agar tidak terjadi revisi tata ruang yang membuang banyak waktu dan uang rakyat.
Dengan menekan salah faktor, Medan dipastikan dapat mengurangi banjir hingga 50 %, namun memang cerita klasik banjir Medan masih akan berlanjut dan fenomena ini sangat mengganggu masyarakat dan apalagi kumpulan parbus beton yang belum siap pengerjaannya yang telah melebih 6 bulan sehingga mengundang gerutuan warga pengguna jalan. Dan sekitar jam sebelas akhirnya tiba di rumah dan astaga ditutup byar pet jelang dinihari. Banjir di Medan, hujan dan gelap di Tanjung Morawa. Lengkap pendertitaan warga.

No comments:

Post a Comment

Related Posts :