Indonesia Tidak Memiliki Fundemental Gempa 1
INDONESIA
(TIDAK) MEMILIKI FUNDAMENTAL GEMPA (1)
Oleh M.
Anwar Siregar
Gempa bumi
dengan tsunami datang lagi ke Indonesia, kali ini yang mencatat sejarah adalah
Palu-Donggala di era tahun
2018, dan bangsa ini sekali lagi tidak pernah absen dari musibah bencana alam
yang datang bervariasi, misalnya ancaman letusan gunungapi, gempa dan tsunami
di Pantai Barat yang selalu mengancam, di wilayah Timur ancaman gunungapi,
gempa dan fenomena badai tropis dan gelombang air laut serta wilayah Tengah
ancaman gerakan tanah, banjir tahunan serta gempa bumi dan fenomena badai
tropis. Wilayah Utara ada ancaman letusan gunungapi dan gempa bumi serta wilayah
Selatan ancaman tsunami dan badai gelombang air laut.
Semua ancaman
ini perlu disikapi dengan pembangunan fundamental tata ruang yang kuat terurtama dalam membangun
kapasitas dan budaya mitigasi. Namun Indonesia kedodoran lagi, kali ini dengan
Skat Mat dengan di “palu” berkekuatan 7.7 SR gempa tsunami.
FUNDAMENTAL BUDAYA
Dalam lintasan
sejarah bencana kita perlu belajar dari kejadian bencana, sebab bencana geologi
sangat akrab dengan budaya manusia, sebagai contoh jika terjadi bencana letusan
gunungapi, maka kota yang sudah terbangun sebaiknya memindahkan aktivitasnya ke
daerah jauh dari ancaman erupsi, begitu juga ancaman gempa bumi dan tsunami,
kota dan manusia harus menyesuaikan diri dengan alam bumi dengan belajar terus menerus
dimana tempat mereka berada.
Pengetahuan
belajar dari sejarah budaya tersebut dapat juga dilihat contoh berikutnya,
misalnya bencana gunungapi
Sinabung telah menambah pengetahuan kita bahwa gunungapi yang tidak bererupsi
selama 400 tahun tiba-tiba meletus dan meletus berulang kali, begitu juga jika
belajar memahami deformasi kerak lempeng bumi yang selalu bergerak, maka suatu
saat mengguncang permukaan bumi ketika tempat berpijak manusia itu telah
mengalami pergeseran tempat, rancang bangunan dan etika budaya yang paling
dibutuhkan untuk memahami alam.
Belajar dari
kejadian bencana gempa Aceh 2004 maupun gempa Lombok-Palu 2018, maka
sosialisasi budaya hidup bersama gempa dan bencana alam lainnya harus terus
dilakukan, dan yang amat efektif adalah dilakukan di sekolah-sekolah, dengan
teknik drill yaitu latihan evakuasi kalau ada bencana serta metode drill earthquake
untuk evakuasi gempa, harus merupakan kegiatan rutin dilakukan di
sekolah-sekolah dalam membentuk budaya yang tangguh bencana. Sayangnya fundamental
budaya seperti ini yang menjadi budaya kehidupan masyarakat di Jepang tidak
membudaya di Indonesia.
FUNDEMENTAL MASYARAKAT
Pada dasarnya paling
tidak ada tiga tantangan utama yang dihadapi Indonesia dalam upaya mengurangi
resiko bencana dalam melakukan adaptasi perubahan iklim terutama bencana gempa
bumi bagi masyarakatnya. Tantangan yang terkait dengan faktor-faktor resiko
mendasar (underlying
risk factors) bencana tersebut
adalah : pertama, masih lemahnya kerangka hukum dan pelaksanaan penatagunaan
lahan dan pengendalian ruang untuk mengarahkan pembangunan permukiman menjauhi
wilayah-wilayah rawan bencana untuk dapat mengurangi pajanan penduduk terhadap
bencana.
Kedua, masih tingginya
proporsi kelompok miskin dan rentan di dalam komposisi penduduk di kawasan
perkotaan dan pedesaan yang rawan bencana sehingga menurunkan ketahanan sosial
dan ekonomi dan dengan sendirinya mengurangi kemampuan untuk mengatasi ancaman
bencana.
ketiga, belum masuknya
unsur pencegahan bencana (disaster proofing) di
dalam program investasi pembangunan daerah, khususnya pada pembangunan sarana
fisik perkotaan dan pedesaan, penerapan standar bangunan, dan penataan
permukiman untuk pencegahan dan kesiapsiagaan bencana.
Namun sudah benarkah
masyarakat membiasakan diri untuk menanam dasar mental yang kuat dalam setiap
aktivitas hidupnya untuk membaca pentingnya peta informasi daerah mana yang
harus dipijak untuk aktivitas hunian, perlu penguatan diri untuk menjauhi
daerah pejanan bencana dalam mengurangi jumlah korban bencana dalam suatu tata
ruang. Dan lagi-lagi ini tidak menjadi pijakan dasar untuk membudayakan
menghadapi bencana alam gempa bumi, dan lihatlah masyarakat Jepang selalu
menyisipkan membaca pentingnya peta bahaya bencana alam. (WM)
M. Anwar
Siregar
Geolog, ANS Pemprov Sumatera
Utara
Komentar
Posting Komentar