Dec 26, 2018

Indonesia Tidak Memiliki Fundemental Gempa 1

INDONESIA (TIDAK) MEMILIKI FUNDAMENTAL GEMPA (1)
Oleh M. Anwar Siregar
Gempa bumi dengan tsunami datang lagi ke Indonesia, kali ini yang mencatat sejarah adalah Palu-Donggala di era tahun 2018, dan bangsa ini sekali lagi tidak pernah absen dari musibah bencana alam yang datang bervariasi, misalnya ancaman letusan gunungapi, gempa dan tsunami di Pantai Barat yang selalu mengancam, di wilayah Timur ancaman gunungapi, gempa dan fenomena badai tropis dan gelombang air laut serta wilayah Tengah ancaman gerakan tanah, banjir tahunan serta gempa bumi dan fenomena badai tropis. Wilayah Utara ada ancaman letusan gunungapi dan gempa bumi serta wilayah Selatan ancaman tsunami dan badai gelombang air laut.
Semua ancaman ini perlu disikapi dengan pembangunan fundamental tata ruang yang kuat terurtama dalam membangun kapasitas dan budaya mitigasi. Namun Indonesia kedodoran lagi, kali ini dengan Skat Mat dengan di “palu” berkekuatan 7.7 SR gempa tsunami.
FUNDAMENTAL BUDAYA
Dalam lintasan sejarah bencana kita perlu belajar dari kejadian bencana, sebab bencana geologi sangat akrab dengan budaya manusia, sebagai contoh jika terjadi bencana letusan gunungapi, maka kota yang sudah terbangun sebaiknya memindahkan aktivitasnya ke daerah jauh dari ancaman erupsi, begitu juga ancaman gempa bumi dan tsunami, kota dan manusia harus menyesuaikan diri dengan alam bumi dengan belajar terus menerus dimana tempat mereka berada.
Pengetahuan belajar dari sejarah budaya tersebut dapat juga dilihat contoh berikutnya, misalnya bencana gunungapi Sinabung telah menambah pengetahuan kita bahwa gunungapi yang tidak bererupsi selama 400 tahun tiba-tiba meletus dan meletus berulang kali, begitu juga jika belajar memahami deformasi kerak lempeng bumi yang selalu bergerak, maka suatu saat mengguncang permukaan bumi ketika tempat berpijak manusia itu telah mengalami pergeseran tempat, rancang bangunan dan etika budaya yang paling dibutuhkan untuk memahami alam.
Belajar dari kejadian bencana gempa Aceh 2004 maupun gempa Lombok-Palu 2018, maka sosialisasi budaya hidup bersama gempa dan bencana alam lainnya harus terus dilakukan, dan yang amat efektif adalah dilakukan di sekolah-sekolah, dengan teknik drill yaitu latihan evakuasi kalau ada bencana serta metode drill earthquake untuk evakuasi gempa, harus merupakan kegiatan rutin dilakukan di sekolah-sekolah dalam membentuk budaya yang tangguh bencana. Sayangnya fundamental budaya seperti ini yang menjadi budaya kehidupan masyarakat di Jepang tidak membudaya di Indonesia.
FUNDEMENTAL MASYARAKAT
Pada dasarnya paling tidak ada tiga tantangan utama yang dihadapi Indonesia dalam upaya mengurangi resiko bencana dalam melakukan adaptasi perubahan iklim terutama bencana gempa bumi bagi masyarakatnya. Tantangan yang terkait dengan faktor-faktor resiko mendasar (underlying risk factors) bencana tersebut adalah : pertama, masih lemahnya kerangka hukum dan pelaksanaan penatagunaan lahan dan pengendalian ruang untuk mengarahkan pembangunan permukiman menjauhi wilayah-wilayah rawan bencana untuk dapat mengurangi pajanan penduduk terhadap bencana.
Kedua, masih tingginya proporsi kelompok miskin dan rentan di dalam komposisi penduduk di kawasan perkotaan dan pedesaan yang rawan bencana sehingga menurunkan ketahanan sosial dan ekonomi dan dengan sendirinya mengurangi kemampuan untuk mengatasi ancaman bencana.
ketiga, belum masuknya unsur pencegahan bencana (disaster proofing) di dalam program investasi pembangunan daerah, khususnya pada pembangunan sarana fisik perkotaan dan pedesaan, penerapan standar bangunan, dan penataan permukiman untuk pencegahan dan kesiapsiagaan bencana.
Namun sudah benarkah masyarakat membiasakan diri untuk menanam dasar mental yang kuat dalam setiap aktivitas hidupnya untuk membaca pentingnya peta informasi daerah mana yang harus dipijak untuk aktivitas hunian, perlu penguatan diri untuk menjauhi daerah pejanan bencana dalam mengurangi jumlah korban bencana dalam suatu tata ruang. Dan lagi-lagi ini tidak menjadi pijakan dasar untuk membudayakan menghadapi bencana alam gempa bumi, dan lihatlah masyarakat Jepang selalu menyisipkan membaca pentingnya peta bahaya bencana alam. (WM)

M. Anwar Siregar
Geolog, ANS Pemprov Sumatera Utara

No comments:

Post a Comment

Related Posts :