Oct 2, 2012

Tata Lingkungan Medan : Geologi Mitigasi

TATA LINGKUNGAN MEDAN BERKETAHANAN MITIGASI 
Oleh M. Anwar Siregar 

Kota Medan dan Indonesia secara umum hidup dan berada di daerah rawan bencana, harus mengubah sikap dan pola berpikir bahwa bencana geologi dan klimatologi merupakan faktor yang sudah sangat jelas mengancam kehidupan. Pola pikir dalam membangun sarana infrastruktur dalam suatu tata ruang di daerah yang telah diidentifikasi kerawanannya sudah harus dihilangkan dalam rangka meminimalisasi kerentanan dan bahaya lingkungan geologi. Dan perencanaan pembangunan lingkungan dalam tata ruang kota Medan belum mampu memberikan rasa aman dari potensi ancaman bencana di masa mendatang, seperti pada kejadian bencana banjir yang lalu. 
PERENCANAAN MITIGASI 
Medan belum siap menghadapi bencana dahsyat (Analisa, 24/2/2011), dilatar belakangi oleh banyaknya terjadi bencana banjir dan kota Medan memerlukan mitigasi sebagai langkah awal yang sangat mendesak, mengingat pada kejadian banjir besar telah pernah terjadi pada tahun 2004, berulang kembali pada tahun 2011. Mitigasi sebagai upaya untuk pengurangan risiko (disaster risk reduction management). 
Tujuan utamanya untuk mengurangi dan/atau meniadakan korban dan kerugian yang mungkin timbul, maka titik berat perlu diberikan pada perencanaan lingkungan dalam suatu tata ruang kota Medan adalah tahap sebelum terjadinya bencana, yaitu kegiatan penjinakan/peredaman atau mitigasi ketataruangan kota dari berbagai ancaman bencana geologi dan klimatologi. Contohnya adalah mencegah banjir dan mengidentifikasi berkurangnya daerah resapan. 
Beberapa kawasan lingkungan dalam tata ruang kota Medan telah di identifikasi sebagai daerah rawan bencana banjir (bencana klimatologi) dan ancaman strategis tsunamis (bencana geologi) di back arc basin di Selat Malaka, serta zona bahaya erupsi gunungapi dari zona vulkanic arc basin di Tanah Karo yang menempatkan masyarakat dalam ancaman bahaya dalam suatu tata ruang wilayah sehingga memerlukan perencanaan mitigasi lingkungan (mitigation enviroment plan) dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Perencanaan lokasi (land management) banjir yaitu pengaturan penempatan penduduk di kawasan Medan Utara yang diidentifikasi sebagai kawasan banjir, intrusi air laut dan tsunami memerlukan suatu tata ruang hijau sebagai daerah sanggahan bencana (buffer zone disaster), dalam melindungi tata ruang pesisir pantai di Selat Malaka ke daratan pinggir ke dalam kawasan inti kota dengan melakukan perbaikan lingkungan geologi kota dengan maksud menyerap energi dari gelombang tsunami serta membuat early warning sistem di Medan Utara. 
2. Building code yaitu memperkuat bangunan dan infrastruktur dengan disain bangunan yang sesuai peruntukkan lahan dalam jangka tertentu, di daerah yang telah diidentifikasi tingkat pergeseran tanah cukup tinggi berada di inti kota yang telah padat. Gempa dikawasan inti kota lebih rawan dibandingkan dipinggiran kota terutama dikawasan pusat pemerintahan, bisnis dan perdagangan, laju penurunan tanah antar 0,5-1,5 cm/tahun diberbagai inti kota. Refleksi dari kejadian gempa di inti Kota Meksiko, San Fransisco, Bam serta Cristchurch (Februari 2011). 
3. Zonasi rehabilitasi lingkungan tata ruang air dan infrastruktur yaitu melakukan usaha preventif tata ruang dengan merealokasi aktifitas yang tinggi ke daerah yang lebih aman dengan mengembangkan pemetaan mikrozonasi sesuai dengan karakteristik geologi lingkungan internal dan eksternal tatanan geologi tektonik dan satuan fisiografis lingkungan geomorfologi yang menyusun suatu kawasan tata ruang kota yang diidentifikasi aman bagi keberlanjutan tata ruang air dan rehabilitasi tata guna lahan sebagai zona relokasi apabila terjadi kerentanan diwilayah yang lama. 
4. Mengeidentifikasi wilayah rawan jangkauan erupsi gunungapi Sibayak dan Sinabung ke wilayah Kota Medan dalam rangka mereduksi dampak bencana fisik dan alamiah kepada penduduk secara berkala. 
KAJIAN MITIGASI KOTA 
Mengkaji tingkat kerentanan dan kerawanan infrastruktur fisik dalam lingkungan tata ruang kota Medan dari risiko bencana geologis sangat penting, karena dengan mengetahui tingkat kerentanan fisik (infrastruktur) suatu sarana kawasan tertentu dalam tata ruang kota Medan akan dapat memberikan gambaran perkiraan tingkat kerusakan terhadap hasil pembangunan fisik bila ada faktor berbahaya (hazard) tertentu. 
Kajian dan pengelolaan kerentanan fisik harus dilakukan Pemko Medan secara menyeluruh melalui survey investigation design dan perencanaan yang dilengkapi dengan detail engineering design yang sesuai dengan kondisi geologi bawah permukaan maupun geologi permukaan setempat secara terukur oleh berbagai instrumen kekuatan bangunan dan beban geoteknis tanah, pergerakan seismik terhadap lingkungan tata ruang, pengaturan dan kemampuan kelayakan bangunan berbasis beban gempa terhadap suatu kawasan lingkungan, tingkat kepadatan sosial dan kependudukan (demografi), serta kemampuan sumber daya ekologi, sumber daya geologi, dan sumber daya ekonomi untuk keberlanjutan pembangunan dan pengembangan penataan ruang di perkotaan. 
Beberapa indikator kerentanan geologis lokal yang tinggi dapat digunakan dalam pemahaman mitigasi perkotaan bagi kota Medan sebagai berikut : Pertama, kajian mitigasi persentase kawasan terbangun; yaitu laju kepadatan bangunan pada kawasan inti; jumlah bangunan konstruksi darurat seperti jalur dan taman evakuasi atau taman hijau terbuka yang luas di inti kota belum banyak dan banyak terabaikan akibat laju pembangunan mal dan gedung sehingga menimbulkan kerentanan banjir dan beban pergeseran tanah, laju kerusakan tata ruang air bersih dan peningkatan laju seismik ke permukaan tanah akibat beban pondasi bangunan bila terjadi gempa yang telah padat dan sumber daya geologi dan ekologi semakin terbatas.
Kedua, kajian mitigasi pengembangan jaringan utilitas (listrik, kabel telekomunikasi), jaringan PDAM pada daerah jalur hijau dan jalan raya dan jalan KA, lapangan terbang memerlukan luasan tata ruang lahan hijau baru untuk pengembangan selanjutnya dan zona rehabilitasi daerah hijau kota baik dalam bentuk areal maupun dalam bentuk jalur koridor. 
Ketiga, kajian mitigasi eskalasi urbanisasi yang membentuk tata ruang kumuh ke inti dan pinggiran kota Medan, dapat menimbulkan kerentanan yang tinggi, termasuk juga dalam kemampuan pengadaan master plan baru bagi pemindahan penduduk dari kawasan kumuh akibat derasnya pembangunan fisik di inti kota serta apabila suatu saat kota Medan mengalami natural and man made disaster memerlukan “land recovery”.
Merujuk data indikator tersebut maka wilayah tata ruang kota Medan dapat dikatakan berada pada kondisi sangat rentan bencana geologi dan klimatologi karena persentase kawasan terbangun dan kepadatan bangunan dengan laju yang sangat pesat berbanding terbalik dengan keterbatasan lahan akibat penyebaran dan perhitungan penempatan ruang pembangunan jaringan listrik, rasio panjang jalan, jalan KA, jaringan utilitas bawah tanah yang tumpang tindih di inti kota, dapat menghasilkan bahaya seperti kebakaran, amblesan tanah dan kemiringan gedung/bangunan raksasa dan kerusakan pola tata air bawah tanah. 
MEMBUMIKAN MITIGASI 
Ada faktor lain yang mendorong semakin tingginya potensi resiko bencana di kota Medan selain laju kepadatan penduduk dan bangunan, yaitu menyangkut pilihan masyarakat (public choice). Banyak penduduk bertempat atau sengaja tinggal di kawasan yang rawan/rentan terhadap bencana dengan berbagai alasan seperti kesuburan tanah, keterdapatan air dan harga tanah masih murah. 
Kawasan rawan bencana seperti tinggal di bantaran sungai, instalasi berbahaya (depo bahan bakar/gas, pembangkit listrik, dan industri berbahaya) dan jalur rel kereta api dan landasan pacu lapangan terbang. Proses dan potensi bencana geologi masih mengancam Medan di masa mendatang, strategis ancaman banjir kiriman tsunami, erupsi gunung api, gempa dan kemajuan pembangunan fisik seperti jalan tol, jalan layang dan transportasi sangat memerlukan pengembangan tata ruang yang memadai, yang dipastikan akan menggeser ruang hijau terbuka sehingga menimbulkan deforestasi kekuatan tanah dan tata air. 
Proses-proses pembangunan fisik didalam tata ruang kota Medan haruslah mampu mengintegrasikan pengelolaan mitigasi resiko bencana (geo-risk) dalam mereduksi bahkan meniadakan dampak yang ditimbulkan ke dalam tata ruangnya dan sebaliknya untuk membangun kapasitas (capacity building), pengelolaan resiko bencana geologi merupakan bagian dari pembangunan berkelanjutan sehingga dapat menekan tingkat resiko yang terjadi. 
Dilandasi oleh pemahaman bahwa kita hidup bersama di tengah-tengah ancaman bahaya (living with hazard) dan tidak lagi bermimpi hidup bebas dari bahaya (free from hazard). Sangat penting bagi perencana pembangunan di Medan untuk membumikan mitigasi bencana lingkungan geologi pada tata ruang kota Medan dalam melindungi kehidupan dan penghidupan masyarakat Indonesia khususnya di kota Medan dari bencana geologi di Perkotaan yang komprehensif. 

M. Anwar Siregar Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Geosfer., Tulisan ini sudah dikirim ke ANALISA MEDAN

No comments:

Post a Comment

Related Posts :