Oct 2, 2012

Binatang Manusia : Geologi Lingkungan

BINATANG “JANGAN HANCURKAN HUTAN BUMI, MANUSIA” 
Oleh : M. Anwar Siregar 
Coba kita bayangkan bagaimana bila si Binatang mampu berbicara di acara seremonial hari lingkungan, hari bumi dan hari hutan, mungkin salah satu akan terucapkan “kalian, dengarkanlah keluhan kami, ini bukan obrolan, bukan juga gosip yang diharamkan oleh MUI kalian”, berikut ini petikan titah si Binatang (tulisan miring adalah masalah aktual hingga sekarang dilakukan berulang oleh manusia) : 
KESERAKAHAN
“Bumi cukup persedian untuk memenuhi kebutuhan perut dan otakmu, Manusia” terdengar suara keras auman dari si Binatang Buas, si Raja Hutan dengan mata mendelik, Galak!, setelah si Raja Hutan itu memergoki anak Adam yang berkeliaran bagaikan “binatang liar” di hutan dengan ganas menebang pohon-pohon muda sehingga marahlah si Raja Hutan itu. “tetapi tidak cukup memenuhi keserakahan kalian, sehingga rumahku (hutan) juga kalian hancurkan tanpa peduli akibat yang terjadi”, lanjutnya. 
Manusia di abad sekarang memang telah serakah, Bumi memang mampu menyediakan sumber-sumber makanan dan kebutuhan manusia, tetapi manusia telah lupa untuk melakukan mawas diri dalam menghargai kemampuan lingkungan alam dalam memenuhi kebutuhan hidup terutama pemanfaatan segala isi bumi dengan secara baik-baik, serta selalu lamban menjaga kelestariannya dalam mengembalikan kondisi hutan yang sudah rusak ke wujud semula. 
“menurut catatan kecil si Kancil, beberapa saudara kami telah punah akibat keserakahan kalian dalam menggunduli dan membakar hutan sebagai rumah kami sehingga terjadi bencana banjir terus menerus di negeri kita ini, banyak kota mengalami kehilangan taman hutannya” cerocos si Monyet sembari memonyongkan mulutnya untuk mengingatkan manusia mirip dengan dia bila rakus makan pisang alias menggurita korupsi. 
Taman-taman kota yang berfungsi sebagai paru-paru dunia telah berubah fungsi menjadi bangunan-bangunan gedung pencakar langit, lantai-lantai indah yang dihiasi batu pualam mengganti rumput-rumput hijau yang terhampar hingga ke badan jalan. Apabila terjadi hujan tidak seberapa deras bermunculan “sungai kecil”, Penggundulan hutan dan penutupan permukaan tanah sebagai daerah resapan mengakibatkan daya resapan tanah terhadap air tak mampu diresap kembali karena ketidakadaan akar-akar pohon dan tumbuhan yang berfungsi sebagai pusat “resevoir air”. “kesalahan kecil ini berakibat fatal terhadap kondisi lapisan akifer, dan meluas ketidakseimbangan tata air bawah tanah (geohidrologis) sehingga memerlukan gerakan tekanan geologis air dibawah tanah ke lapisan tanah yang bukan akifer, berdampak pada pengikisan kekuatan material tanah di sekitar bangunan, finalnya adalah runtuhnya bangunan akibat longsor” terang Professor Kancil memberikan statemen penelitiannya terhadap lokasi rumah dan bangunan raksasa manusia. 
BUMI YANG GERSANG 
“sejak manusia mengenal dan menciptakan revolusi teknologi industri, kemajuan pengetahuan ternyata tidak menunjukkan kemauan yang sungguh-sungguh untuk mengendalikan kehancuran, kepunahan dan kegersangan di Bumi sehingga banyak sumber-sumber biota darat dan laut kehilangan yang luas akibat bencana-bencana yang kalian timbulkan melalui berbagai cara, yaitu penyebaran efek-efek emisi kendaraan ke lingkungan yang menyebabkan panas yang tinggi di perkotaan, pencemaran melalui pembakaran hasil pertanian dan industri telah menimbulkan polutan, meningkatkan keasaman permukaan bumi dan mengakibatkan hujan asam berdampak pada pemenuhan sumber-sumber daya air dan hayati yang mengalami pengotoran dan mati serta tumbuh kerdil,“ terdengar suara cemprengan si Orang Utan yang dari tadi diam mulai kesal karena beberapa “rumah” dan saudaranya di Kalimantan mengalami penghancuran, pembantaian dan pembunuhan serta mengalami kebakaran. 
Tingkat kepunahan dan kehancuran keanekaragaman hayati telah menghilangkan 1.5 juta catatan organisma dan 250.000 jenis tumbuhan berbunga yang tercatat di seluruh taman hutan nasional akibat kecenderungan manusia terus menerus melakukan pencemaran udara dan lapisan tanah baik diatas maupun dibawah permukaan, pengotoran dan penghancuran lapisan lempeng bumi di bawah dan diatas permukaan laut oleh unsur-unsur zat-zat kimia emisi polutan industri transportasi, pabrikasi, pusat energi, rumah tangga dan radioaktivitas persenjataan biologi-nuklir dan kebocoran kilang reservoir minyak serta reaktor nuklir berdampak yang dirasakan di abad sekarang, yaitu peningkatan efek rumah kaca, penurunan permukaan tanah, abrasi pantai, naiknya permukaan air laut, pencairan lapisan es dibeberapa pegunungan es, dan pelubangan lapisan ozon yang semakin luas. Final pemanasan global yang memicu sirkulasi berskala besar dari atmosfir dan mempengaruhi pola perubahan iklim dan cuaca yang eksrim. 
Selain itu, ratifikasi protokol Kyoto tidak menunjukkan hal yang signifikan, masih ada negara maju tidak berkeinginan kuat untuk mngendalikan emisi karbon, sehingga bumi semakin padat polutan ke geosfer hingga sekarang telah menimbulkan bahaya ekonomi karena terjadinya ketidakseimbangan hasil panenan pertanian dan perikanan. Sebabnya? berkatalah Beo : ”gas-gas yang merusak ekosistim habitat kami yang menyebabkan bumi semakin gersang dan diambang kehancuran itu yang tercatat dalam peningkatan efek pemanasan global dalam bentuk bahan bakar fosil yang mengendapkan asam dalam air hujan, salju dan kabut berupa unsur kimia oksida belerang (sulfur), nitrogen serta nitrat, CO2, CFC, CF4 dan SF6 yang terperangkap energi gelombang panjang bumi di lapisan traposfer yang menyebabkan terjadinya suhu semakin panas dan tercemar”. Jadilah kondisi ini menjadi bencana bagi semua. 
BANJIR DI BUMI 
“keadaan biosfer bumi Indonesia semakin gersang, panas, kering serta banjir yang akhir-akhir ini terjadi dipicu oleh keadaan lapisan atmosfir bumi secara global dalam pemanfaatan sumber daya hutan yang semakin terbatas dan ribuan species saudara kami mengalami kepunahan antara lain Cendawa Muka Limau (Reflesia Hassletil/Arnoldi), Akar Kancil (Lusia Vetutina), Pasak Bumi (Exoricomma Longifulia) dan berbagai anggrek serta tumbuhan obatan lainnya. Sedang Binatang yang dinyatakan punah oleh ahli penelitan pemerintah kalian manusia diantaranya adalah Kera Jambul (Presbytis Melalophus), Harimau Sumatera (Pather Tigris Sumateransis), Macam Dahan (Neofelix Nebulosa), Rangkang Dada Puti (Antracuceres Convexus), Siamang (Hylobates Syndaeyhus), Gajah Sumatera (Elephas maximus) dan Tapir Melayu (Tapirus Indicus), tidak secara langsung disebabkan oleh akibat banjir mematikan berbagai hewan dan tumbuhan” lanjut Orang Utan. 
Secara sederhana penyebab banjir di Bumi lebih disebabkan oleh penghancuran hutan bukan oleh alam, alam hanya memuntahkan kemarahannya agar manusia benar-benar mawas diri di dalam memanfaatkan sumber-sumber daya terbatas tersebut, karena dalam setiap tahun manusia menghancurkan hutan Indonesia mencapai 1,4 juta hektar atau 80.000 hektar sebulan dengan kerugian Indonesia sebesar 45 triliun rupiah. Jumlah yang cukup besar untuk membangun negeri ini dengan mengurangi kemiskinan dan mengupayakan pembangunan taman hutan kota yang mulai hancur akibat perluasan pembangunan gedung dan perumahan di pinggir perkotaan. 
Dana sebesar 45 triliun itu dapat mencetak lahan pertanian abadi yang luas untuk memenuhi kebutuhan berbagai makhluk hidup. Tidak mengherankan apabila dalam setiap hari ada kota-kota diseluruh Indonesia silih berganti atau “arisan” banjir meredam ratusan rumah, menghilangkan berbagai rantai makanan, korban jiwa mencapai ratusan dan kerusakan infrastruktur yang miliaran rupiah sehingga menyebabkan negeri ini semakin miskin dan menghasilkan sejumlah bencana. Sudah ditakdir “terlahir” sebagai negeri bencana kenapa masih juga menghasilkan sumber-sumber bencana dipermukaan bumi? 
POLITIK BUSUK 
“unjuk rasa saudara kami di ladang-ladang kalian, si Gajah Liar kami dukung, kalian juga Manusia kalau unjuk demokrasi sering merusak karena politik kalian itulah yang banyak mengambil keputusan dalam penghancuran bumi, konferensi pemanasan global dan isu-isu keputusan protokol kyoto tidak pernah menunjukan pembaharuan lebih sehingga menghasilkan kondisi bumi yang semakin mengenaskan, tindak-aksi terhadap pencegahan kerusakan lingkungan hutan cuma indah di atas kertas dan banyak membuang energi saja, jadi kalian jangan salahkan kalau si Gajah itu unjuk rasa, menghancurkan atau menghabisi kalian yang datang ke rumah kami. Maaf saja, kami tidak mengenal kata menghormati tamu seperti kalian “ teriak gabon alias Monyet Besar. 
Penyebab kerusakan hutan dan hancurnya penyaring geosfer bumi tidak lain disebabkan oleh peraturan pemerintah yang sangat longgar dalam pemberian izin HPH. Pemerintah juga beranggapan sumber daya alam hutan tidak terbatas, sehingga memungkinkan para pemegang HPH melakukan segala tindakan untuk mendapatkan luas konsesi hutan maupun melakukan tindakan illegal dalam meningkatkan produksi kayu dengan melakukan perambatan ke taman hutan nasional agar mendapatkan modal balik secepatnya. Akibatnya hutan di Indomesia yang berfungsi sebagai paru-paru bumi di dunia menjadi hancur. Jutaan hektar hutan basah dan tropis lenyap tiap tahun akibat eksploitasi yang berlebihan, hilangnya beberapa biota fauna dan flora, mendatangkan bermacam-macam penyakit dan pertumbuhan gizi rendah diakibatkan putusnya beberapa rantai makanan disebabkan kegagalan panen. “diperlukan etika berbudi dalam mengendalikan hawa nafsu, terutama diminta dengan baik kepada para politikus kalian yang membecking para penghancur negara untuk kembali ke fitrah sejati dan mengembalikan marwah hutan sebagai keseimbangan keselarasan alam penciptaan di semesta bumi” lanjutnya menasehati. Peraturan hukum harus dilaksanakan dengan tegas agar tidak lahir “raja-raja hutan” dan Indonesia tidak lagi disebut sebagai negara penghasil bencana karena penghasil emisi CO2 nomor tiga di dunia setelah Amerika Serikat dan China. M, Anwar Siregar Geolog, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi-Geosfer,

No comments:

Post a Comment

Related Posts :