Feb 25, 2013

Efek CO2 Indonesia : Geologi Lingkungan


EFEK GLOBAL CO2 BAGI TATA RUANG INDONESIA 
Oleh M. Anwar Siregar 

Berabad-abad manusia telah melakukan penyalagunaan ekosistim yang ada dengan meningkatnya pencemaran polutan dalam bentuk pembakaran bahan bakar fosil, menghancurkan hutan dan tanah, pencairan lapisan es serta menginjeksikan panas penguraian pada batuan silikat sehingga terjadi perubahan iklim dratis, dengan adanya istilah-istilah modern sebagai upaya pembenaran terhadap penghancuran Bumi berupa eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber daya pertambangan di bumi, berdampak luas pada gangguan ekosistim lingkungan Bumi. 
EFEK EMISI GLOBAL 
Kadar CO2 diatmosfer mulai naik sejak abad ke 19 dengan adanya revolusi industri. Peningkatan pemakaian konsumsi BBM mulai tercatat dari tahun 1950 dalam bentuk CO2 dilepaskan ke atmosfer sebanyak 1,6 milyar ton meningkat menjadi 5,14 milyar ton pada tahun 1970, pada tahun 1980 telah mengemisikan CO2 sebanyak 51 milyar selanjutnya pada tahun 2000 meningkat lagi menjadi 130 milyar metrik ton yang dihasilkan dari pemakaian 24 juta barrel per hari minyak bumi oleh berbagai lini kehidupan manusia. 
Dalam hal peningkatan laju emisi CO2 ke udara menimbulkan fenomena pemanasan global maka industri pertambangan Batubara terbesar peringkat ke satu, menghasilkan sekitar 940 gr CO2 untuk digunakan sebagai pembangkit energi, sedangkan BBM dalam menginjeksi efek rumah kaca dalam bentuk energi sekitar 581 sampai dengan 798gr CO2. 
Sedangkan pengemisi terbesar adalah industri dan transportasi, peningkatan pemakaian energi berkaitan langsung dengan pertumbuhan ekonomi yaitu permintaan energi untuk transportasi dan di Indonesia banyak belum menggunakan energi alternatif ramah lingkungan dalam produksi massal. Berkaitan dengan pemanasan global dengan isu perubahan iklim dengan gejala meningkatnya suhu rata-rata permukaan Bumi akibat peningkatan jumlah emisi gas rumah kaca di atmosfer maka Benua Amerika sebagai penghasil efek rumah kaca terbesar, sedangkan Indonesia bukan penghasil efek rumah kaca namun penerima terbesar efek rumah kaca. 
Negara konstributor utama penyumbang CO2 berasal dari pemakaian bahan bakar fosil batu bara terbesar di dunia dan penyebab Indonesia dan Pasifik mengalami iklim dan cuaca ekstrim adalah Cina mengkonsumsikan efek emisi satu milyar ton, lalu Rusia sebanyak 910 juta ton emisi polutan, Amerika Serikat 902 juta ton, Jerman 150 juta ton dan Jepang 130 juta ton setiap tahun. Dengan tingkat konsumsi emisi bahan bakar fosil saat ini mencapai 29,65 persen per tahun, maka jumlah efek rumah kaca ke atmosfer terus meningkat dengan laju 3,5 persen setiap tahun maka kadar CO2 terendapkan menjadi 30 persen memicu suhu bumi sebesar 3oC dikawasan Indonesia dan Pasifik dengan penurunan panjang luas daratan akibat kenaikan volume air laut bertambah, sedangkan kawasan lain akan mengalami kenaikan 4-6oC dengan berkurangnya panjang pantai. 
Kelompok emisi yang menyebabkan anomali kerentanan bagi efek pemanasan global dari pembakaran bahan bakar fosil antara lain Oksida carbon yang terdiri dari atas carbon monoksida [CO] dan karbon dioksida [CO], dan Oksida sulfur yang terdiri atas sulfur dioksida S dan sulfur trioksida SO serta Oksida nitrogen yang terdiri atas nitrogen oksida NO, nitrogen dioksida NO dan dinitrogen oksida N2O. Sedangkan kelompok gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim dan suhu bumi antara lain Karbon dioksida CO2, Metana CH4, Dinitro Oksida N4O, Hidrofluorocarbon HFC, Perfluorocarbon PFC dan Sulfur Heksafluororida SF6. 
DAMPAK BAGI INDONESIA 
Efek-efek peningkatan CO2 dari energi ke laut dan efek perubahan iklim geosfer yang paling menakutkan bagi Indonesia, yaitu ancaman naiknya permukaan air laut karena pemuaian air samudera dan pelelehan gletser es di kedua kutub bumi. Gletser dan gunung es yang selama ini membeku akan mencair dan menggelontorkan airnya ke lautan yang berakibat pada bertambahnya volume air laut. Contoh perubahan pemuaian daerah lapisan es yaitu di lapisan es di Kutub Utara, begitu juga tekanan suhu es berubah mencair di lapisan beberapa gunung es di Kilimanjaro, Pegunungan Jayawijaya di Indonesia dan Himalaya di Nepal.
Dampak bagi tata ruang Indonesia antara lain : Perubahan tata ruang laut, pertama terdapat 17.453 Pulau, akan ada kehilangan pulau. Sebab, diantaranya terdapat 600 Pulau memiliki ketinggian topografi dengan diameter 10 meter dan tinggi 7-10 meter, mengalami pengancaman penenggelaman dalam 15 tahun mendatang jika laju kenaikan air permukaan laut 0,5 cm per tahun serta garis pantai akan mundur sejauh 60 cm ke arah darat, luas perairan antar pulau ada yang bertambah dan berkurang luasnya. 
Kedua, perubahan peta kelautan, antara lain : perubahan peta-peta zonasi lintasan bahaya di lautan dan daratan, perubahan peta jalur kelautan, akan ada klaim dan pencaplokan laut teritorial, perubahan ketinggian batimetri pantai, dan zona ekonomi eksekutif bagi perubahan peta sumber daya geologi kelautan. Ketiga, posisi geopolitik kelautan Indonesia sebagai negara Kepulauan, sehingga akan “mengundang” negara lain melakukan konfrontasi. 
Keempat, bencana universal terus mengancam tata ruang Indonesia. Kelima, membutuhkan pemikiran dan dana yang luar biasa dengan kualitas sumber daya manusia yang terbatas seperti kejadian bencana megathrust gempa Aceh-Nias yang membutuhkan dana rekonstruksi dan rehabilitasi melebihi dana 125 triliun rupiah. 

M. Anwar Siregar Geolog, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi-Geosfer.Diterbitkan Harian "MEDAN BISNIS" Tgl Februari 2012

No comments:

Post a Comment

Related Posts :