May 19, 2014

Kota Berbasis Ekologi Enerhi Hijau : Geologi Mitigasi

KOTA BERBASIS EKOLOGI ENERGI HIJAU
Oleh M. Anwar Siregar
Faktor terpenting dalam permasalahan lingkungan sebuah kota adalah besarnya populasi manusia atau kecepatan laju pertambahan penduduk, sebab dengan tingkat pertambahan penduduk yang tinggi, kebutuhan pangan dan bahan bakar industri serta transportasi akan meningkat, yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi lingkungan kota. Strategi yang diperlukan dalam pembangunan kota hemat energi adalah efisiensi, intensifikasi, konservasi, revitalisasi di dalam upaya menyelaraskan pembangunan kembali kota (sustainable urban redevelopment movement). Beberapa klaim bahwa kota berbasis energi akan mengurangi ketergantungan pada mobil pribadi, perlindungan pada daerah pori-pori dan daerah hijau, akses yang lebih baik kepada fasilitas dan layanan kota dengan lokasi hunian yang berbasis ekologi.
ENERGI HIJAU
Sumber daya geologi yang dimanfaatkan sebagai penghasil energi sebuah kota, terbentuk di alam baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu dengan memanfaatkan kemampuan sumber daya manusia dalam menciptakan teknologi agar dapat dirubah dan dikonversikan menjadi energi kehidupan. Energi diperlukan bagi setiap kota dan makhluk di bumi karena memiliki kemampuan melakukan usaha atau kerja. Sumber daya geologi yang dapat digunakan sebagai energi yaitu minyak bumi, gas alam, batubara, panas bumi, air, mineral radioaktif, angin, gelombang air laut, dan radiasi matahari
Yang perlu diperhatikan dalam pembangunan dan perencanaan kota inti, satelit dan suburban yang berbasis energi hijau adalah pencemaran udara, ada 9 jenis bahan pencemaran udara dari bahan bakar energi yang dianggap penting, tiga diantaranya sangat dominan dan banyak dilepaskan pada saat pembakaran bahan bakar fosil, yaitu : kelompok Oksida carbon yang terdiri dari atas carbon monoksida [CO] dan karbon dioksida [CO], kelompok Oksida sulfur yang terdiri atas sulfur dioksida [S] dan sulfur trioksida [SO] serta kelompok Oksida nitrogen yang terdiri atas nitrogen oksida [NO], dan dinitrogen oksida [N2O].
Energi hijau diperlukan dalam upaya menekan laju CO2 di udara, Energi hijau adalah energi bersih, ramah terhadap lingkungan, polutannya tidak menambah beban lingkungan biosfer dan geosfer. Energi ini bisa berasal dari air, hydrotermal, hydropower, geothermal, angin, matahari, sampah, biomassa, biofuel, hingga pemanfaatan gelombang panas matahari dan air laut. Terbatasnya sumber energi fosil yang menyebabkan perlunya pengembangan energi terbarukan dan konservasi energi hijau [non-fosil] yang berasal dari alam dan dapat diperbaharui.
Dengan penggunaan energi hijau merupakan bagian dari konsep kota hemat energi juga merupakan salah satu konsep perencanaan kota hunian yang humanis, harus terintegrasi dengan stasiun transportasi dan prasarana fasilitas publik agar dapat mencapai kota ramah lingkungan.
EKOLOGI HIJAU
Proses pemanasan bumi yang menimbulkan perubahan iklim telah memberikan ancaman kehancuran bumi yang sebenarnya, ancaman itu berasal dari konsentrasi yang makin bertambah dari karbon dioksida (CO2) dan gas rumah kaca. Bahaya besar yang mengancam umat manusia dan biosfer adalah pertambahan panas yang dipompa kedalam lingkungan lebih cepat dari yang dapat dipancarkan kembali ke ruang angkasa, semakin tinggi peningkatan temperatur bumi semakin besar perubahan karakteristik permukaan bumi yaitu lapisan es kutub akan menyusut, kekeringan dan penenggelaman beberapa pulau, dan sangat membahayakan bagi Pulau-pulau kecil di Indonesia.
Pada tingkatan global, kota-kota yang ada dan tumbuh berkembang sekarang, hampir semua indikator itu bersifat negatif, karena tidak berbasis energi hijau dengan pola arsitekstur tata ruang hijau berupa penataan lingkungan eko-geologi dan green construction sehingga akan ada dampak. Sebagai contoh, misalnya sekitar 20 hingga 30 persen spesies tumbuh-tumbuhan dan hewan berisiko punah di Indonesia jika temperatur meningkat lagi naik 2,7 derajat Fahrenheit atau setara 1,5 derajat Celcius. Hal ini cukup mengkhawatirkan karena wilayah Indonesia menyimpan potensi aneka hayati dan flora sebagai keseimbangan utama paru-paru bumi di dunia.
Krisis ekologi perlu dimasukkan sebagai faktor utama dalam pembangunan kota yang berbasis hijau dengan mengutamakan semua lingkungan tata ruang harus terdapat dan berbasis ekologi hijau berupa taman kompleks perumahan, halaman rumah yang hijau, taman paru-paru kota, taman/koridor jalan, taman evakuasi, taman sanggahan bencana, taman pertanian dan kehutanan abadi serta taman tata ruang air berkelanjutan. Dengan konsep berbasis ekologi energi hijau disetiap wilayah kota yang berbentuk kota Suburban maupun sebagai rangkaian kota Satelit akan memberikan efek pengurangan energi ke lingkungan berupa penekanan pemakaian kendaraan pribadi, mendorong penduduk untuk naik sepeda, berjalan kaki, mengurangi pemakaian pendingin buatan seperti AC, rumah tanpa AC. Membatasi penggunaan AC mobil pribadi.
Pembangunan tata ruang ekologi harus juga mempertimbangkan pembangunan hunian vertikal maupun horizontal sebagai sarana kebutuhan sosial ekonomi terutama konsep fungsi lahan campur yaitu mendekatkan lahan fungsi hunian dengan fasilitas pelayanan umum dengan jarak tempuh yang hemat waktu yang memungkinkan kendaraan non motorisasi seperti berjalan kaki, bersepeda dengan tatanan ruang hijau yang menyejukan serta dimudahkan dengan sarana transportasi misalnya stasiun yang bersistem transit dengan lokasi layanan fasilitas publik agar dapat mereduksi mobilitas kendaraan dan mereduksi dana transportasi.
TRANSPORTASI HEMAT
Penggunaan energi alternatif bagi sarana transportasi dari energi hijau terbarukan dapat memberikan sumbangan yang sangat signifikan bagi lingkungan di bumi dalam menahan laju kerusakan lapisan ozon di geostrosfer, pengurangan efek rumah kaca dan penurunan kerusakan degradasi ekologi lingkungan dan mencegah kerusakan sumber-sumber daya hayati dan pengurangan tingkat keasaman air hujan dan mengendalikan pola sirkulasi air bawah dan atas permukaan.
Kebijakan transportasi dan tata guna lahan yang erat dengan ide kota kompak yang menunjukkan pentingnya melihat kondisi perkembangan kota yaitu salah satu adalah pola pergerakan/transport, dan pola tata guna lahan. Namun hal ini, belum terlihat jelas di berbagai kota di Sumatera Utara, contoh yang paling dekat kota Mebidang-Karo [Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo] atau Juga Mebidang-Segisisi [Sergai, Tebing Tinggi, Simalungun dan Pematang Siantar], wilayah diperbatasan kota ini harusnya memiliki pengkoordinasian layanan publik terdekat, banyak ditemukan dan dibangun rumah tumbuh. Memerlukan mobilitas transportasi yang tinggi, sebagai contoh, perhatikan aktivitas masyarakat setiap hari jam kerja dari pinggir ke inti kota yang berjarak ke tujuan sejauh 15-45 km, dengan waktu antara 20-60 menit dalam keadaan normal.
Mobilitas masyarakat modern ditandai dengan semakin berkembangnya sarana dan prasarana transportasi yang menghubungkan antar wilayah. Kepadatan kendaraan yang menggunakan bahan bakar minyak [BBM] perlu diperhitungkan dalam mengendalikan dampaknya terhadap krisis lingkungan, yaitu pola kenaikan emisi polutan sisa pembakatan BBM ke lingkungan. Dan kita sudah tahu, situasi ketika memasuki daerah tujuan sering ditemukan antrian panjang kendaraan yang banyak menghasilkan polutan dari pemanasan dan pemborosan bahan bakar yang menjadi bentuk pencemaran udara ke lingkungan hidup, terdapat penggunaan 75 persen energi berasal dari sumber-sumber pemakaian BBM.
Kenaikan densitas penduduk ini perlu disertai dengan usaha penyatuan berbagai macam kegiatan dalam area yang sama (mixed use development), sehingga penduduk yang tinggal di mana pun di dalam kota akan mampu terlayani secara baik oleh sebuah sistem unit transportasi. Sistem transportasi umum yang intensif akan membantu dalam menyelesaikan masalah kerusakan lingkungan dalam kota akibat transportasi manusia, selain mendorong berbagai kegiatan kota lebih aktif.
Besaran dan akses kota mutlak diperlukan. Sebagai pengendali jarak maupun waktu tempuh kegiatan kota sekaligus usaha untuk memudahkan pengkoordinasian (smart urban management). Medan harusnya menjadi pioner bagi kota disekitarnya, karena sebagian penduduknya bermukim dikawasan pinggiran dan bekerja di inti kota dengan mendata akses mobilitas para pekerja yang sesuai dengan kondisi tempat keberadaan waktu yang diperlukan.
M. Anwar Siregar
Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer, Tulisan ini sudah dimuat Pada Bulan Januari 2014 di Harian ANALISA MEDAN
Boleh Copas tetapi tulis sumbernya jika untuk Penulisan Blog dan keperluan lainnya

No comments:

Post a Comment

Related Posts :