Apr 6, 2016

Gempa Mentawai Nias Masih Ada

MEGATHRUST MENTAWAI-NIAS MASIH ADA
Oleh M. Anwar Siregar
 Tekanan kuat gempa masih terus meningkat di wilayah Pantai Barat Sumatera terutama di blok Patahan Enggano-Mentawai dan Blok Subduksi Aceh-Nias-Simeulue, periode magathrust Mentawai-Nias masih akan ada dan lebih besar daripada kejadian gempa 28 Maret 2005 di Nias dan Mentawai 2011 serta 3 Maret 2016 dengan kekuatan 7.8 SR, terakhir gempa di Patahan Mentawai di lepaskan pada tahun 1833, di sertai gelombang tsunami dengan kekuatan 8.9 SR ke daratan Pulau Sumatera. Zona Patahan Mentawai merupakan zona kekuatan penyerapan energi yang terkuat dan terbesar pada blok patahan di Pantai Barat Sumatera dalam mengendalikan dan menjaga keseimbangan seismic gap di perbatasan pertemuan lempeng besar bumi, sekaligus sebagai daerah dengan tingkat kehancuran yang sangat tinggi. Pelepasan energi seismik selalu berada pada tingkat VIII-XII MMI atau 8.0-9.5 SR yang dapat menjangkau daerah getaran sejauh 2000 kilometer termasuk ke dalam daratan Benua Asia dan dapat memicu zona subduksi terdekat, dan lebih dahsyat dibandingkan gempa dahsyat Aceh-Nikobar pada tahun 2004, dan gempa Jepang Tahun 2011 yang lalu.
TSUNAMIS BESAR
Banyak faktor yang dapat membuktikan bahwa tsunami maut bisa terjadi lagi di subduksi Mentawai-Nias di Pantai Barat Sumatera dalam jangka waktu yang belum dipastikan dengan berbagai asumsi ilmiah yaitu asumsi pertama menyebutkan terlebih dahulu terjadi pematahan kulit bumi Palung Laut Jawa khususnya dalam koridor sepanjang patahan regional Pantai Barat Indonesia dengan adanya gempa gunung vulkanik di bawah laut yang masih aktif di sebelah Barat Bengkulu dengan memberikan tekanan efektif dan kuat ke patahan Mentawai dari Pagai Selatan ke Utara dengan telah tersalurnya gempa 2016 pada zona sistem patahan Investigator Fracrure Zone (IFZ) yang lokasi kejadiannya tidak jauh dari gempa Mentawai dan Nias yang telah mengalami perobekan dan membutuhkan elastic rebound untuk menutup kondisi patahan sebelumnya yang telah mengalami perobekan di Samudera Hindia yang menyebabkan pergeseran lempeng secara mendasar.  lalu megathrust gempa Nias ke patahan megathrust Aceh-Nikobar,
Asumsi ketiga, gempa Simeulue tahun 2012 semakin menambah kompleks geodinamika patahan di pantai barat sumatera, gempa yang berkekuatan 8.5 SR (versi BMKG) itu seharusnya menghasilkan gempa maut dengan tsunamis dahsyat, ternyata terjadi melalui pola sesar geser di dalam lempeng (slab fault) sehingga tidak menghasilkan tsunami dahsyat, pola sesar geser biasanya terjadi di daratan sumatera. Dengan terbentuknya pola sesar geser, ada memperkirakan bahwa blok batuan yang menyusun kerak lempeng bumi semakin menambah rumit pola keseimbangan seismik dijajaran pulau-pulau vulkanik khususnya di Nias dan ini dapat diperkirakan akan mempercepat terjadi berbagai pola tekan pada zona subduksi sesar vertikal jika terjadi pada perbatasan lempeng tempat dimana berlangsung terjadinya patahan strike slip fault yang menyebabkan gempa Simeulue 2012.
Asumsi kedua, dapat juga dipicu oleh pengaruh tektonik jalur Andaman-Nikobar yang memanjang dari Utara Pulau Sumatera hingga ke Pantai Timur. Zonasi antar blok megatrust ada yang berjarak 100 kilometer dari zona patahan Mentawai diantara Pulau Pagai Utara dan Pagai Selatan dan sebagai zona penahan (locking zone) terhadap desakan subduksi di jalur Benioff (jalur bergempa) di Lempeng Australia disebelah selatannya. Tsunami Mentawai dapat ditimbulkan jika pusat gempa tersebut terjadi ke arah timur ke Pagai Utara kedalaman 10 kilometer dibawah dasar laut. Saat ini, energi yang dilepaskan pada tahun maret 2016 masih terjadi di zona IFZ dengan pelepasan energi tidak melebihi 2/3 energi.
MENTAWAI-NIAS HARUS SIAP
Ancaman megathrust gempa Mentawai-Nias masih akan berlangsung, masih meneruskan tradisi bencana yang sudah berlangsung sejak gempa maut Aceh 2004 lalu gempa Nias Maret 2005, gempa Bengkulu 2007, gempa Sumatera Barat 2009, gempa Mentawai 2010, dan gempa Meulaboh 2011, serta gempa Simeulue 2012, dan Gempa Mentawai tahun 2016 itu telah membuka tabir bahwa Mentawai saat ini masih menyalurkan sisa energi 50 persen lagi untuk menjaga keseimbangan sebelum tahun 2033 dan juga dipastikan telah merangsang berbagai aktivitas kegempaan di Pulau Sumatera baik di daratan dengan 19 segmen patahan dan di Samudera dengan 6 pusat subduksi di pantai barat sumatera yang memanjang dari Utara hingga ke selatan Jawa telah membangkit pengulangan gempa yang sama pada tiap segmen yang sama dampak pergeseran lempang dan biasanya juga akan berakhir dengan sesar naik yang dalam sejarahnya sering menghasilkan tsunami diatas 80 persen gempa tektonik dengan tsunami.
Mengapa megathrust masih dianggap mengancam? Dari data tersebut dapat disimpulkan pertama, bahwa efek gempa Aceh itu telah memobilisasi arah pergerakan lempeng bumi sedemikian rupa sehingga ada perubahan dan anomali koordinat pulau-pulau di busur vulkanik cekungan busur belakang sumatera akibat tumbukan lempeng dengan sesar geser vertikal, merobek kerak patahan sepanjang 600 km sehingga membentuk rangkaian sembulan bawah laut disepanjang selatan Bengkulu hingga Sumatera.
Selain dua segmen di utara patahan Aceh-Simeulue juga ikut bergerak dan robek, melepaskan energi. Pergerakan di segmen Patahan Andaman memicu gerakan tekanan daya tekan pada segmen Nikobar. Maka ada elastis rebound pada segmen tersebut, bersama melepaskan energi karena ketiga segmen tersebut itu berelaksasi ke arah selatan Mentawai. Dengan terjadinya gempa tahun 2010.
Kedua, segmen patahan dibagian selatan Mentawai meliputi patahan di blok Jawa Timur saat bergerak ke arah patahan blok Jawa Barat dengan pemusatan energi di Selat Sunda. Segmen patahan ada saling menekan dan membentuk poros kesatuan kesamaan gerak ke Pagai Selatan.
Kejadian gempa di lokasi kepulauan seperti ini dapat membangkitkan tsunami di sepanjang Pantai Barat Pulau Sumatra. Kota-kota besar di Sumatera Utara (SUMUT) harus siap menghadapi ancaman ini, karena ancaman maut yang diberikan tidak jauh berbeda dengan tsunami maut Aceh-Andaman 2004, namun tingkat kerusakan akan lebih parah, karena kondisi blok batuan yang menyusun bumi ruang Sumatera saat ini belum dalam kondisi stabil, setelah ada gempa-gempa kuat dari awal tahun 2010 hingga menjelang akhir tahun 2016, jadi peningkatan kewaspadaan memang harus ditingkatkan.
Gempa Mentawai 2016 memang terjadi di Investigator Fracrure Zone namun hal ini kadang dapat membangkitkan energi yang menghasilkan tsunami jika kondisi tatanan blok batuan belum stabil, dan posisi morfologi pantai Nias dan Mentawai itu cukup landai untuk diterjang tsunami. Yang paling ironis adalah tata ruang daerah ini ternyata belum diperisai oleh berbagai teknologi dan stadart building code yang wajib ada di daerah rawan tsunami dan tingkat pengetahuan evakuasi masyarakat masih sangat memprihatinkan dengan kualitas SDM yang banyak belum terlatih dalam rangka membangun kapasitas untuk menghadapi berbagai elemen bencana dan terbukti berulang lagi setiap kali ada lindu masyarakat langsung panik dan berhamburan dengan kendaraan dan hal ini dapat mengakibatkan dan membahayakan jalur evakuasi secara tertib.

Gambar : rangkaian gempa Mentawai dari 2010 (gambar atas) hingga ke tahun 2016 (gambar bawah).

Mentawai dan Nias merupakan daerah yang paling rentan menghasilkan sumber petaka bagi keberlangsungan Sumber Daya Manusia (SDM) jika masih terus tidak dibekali berbagai pengetahuan bencana, driil disaster dan fisik tata ruang berketahanan bencana. Dan ancaman mega gempa masih ada dan Mentawai telah menyalurkan energinya, berikutnya apakah Nias yang setelah 11 tahun lalu melepaskan energi besar akan menghasilkan gempa besar? Jawabnya Kenapa Negeriku Selalu Bencana.
M. Anwar Siregar
Geolog, Kerja di Tapsel

1 comment:

  1. terimakasih infonya sangat membantu, dan jangan lupa kunjungi web kami http://bit.ly/2KFWNkJ

    ReplyDelete

Related Posts :