Gempa Mentawai Nias Masih Ada
MEGATHRUST MENTAWAI-NIAS MASIH ADA
Oleh M. Anwar Siregar
Tekanan
kuat gempa masih terus meningkat di wilayah Pantai Barat Sumatera terutama di
blok Patahan Enggano-Mentawai dan Blok Subduksi
Aceh-Nias-Simeulue, periode magathrust Mentawai-Nias masih akan ada dan
lebih besar daripada kejadian gempa 28 Maret 2005 di Nias dan Mentawai 2011
serta 3 Maret 2016 dengan kekuatan 7.8 SR, terakhir gempa di Patahan Mentawai
di lepaskan pada tahun 1833, di sertai gelombang tsunami dengan kekuatan 8.9 SR
ke daratan Pulau Sumatera. Zona Patahan Mentawai merupakan zona kekuatan
penyerapan energi yang terkuat dan terbesar pada blok patahan di Pantai Barat
Sumatera dalam mengendalikan dan menjaga keseimbangan seismic gap di perbatasan pertemuan lempeng besar bumi, sekaligus
sebagai daerah dengan tingkat kehancuran yang sangat tinggi. Pelepasan energi
seismik selalu berada pada tingkat VIII-XII MMI atau 8.0-9.5 SR yang dapat
menjangkau daerah getaran sejauh 2000 kilometer termasuk ke dalam daratan Benua
Asia dan dapat memicu zona subduksi terdekat, dan lebih dahsyat dibandingkan
gempa dahsyat Aceh-Nikobar pada tahun 2004, dan gempa Jepang Tahun 2011 yang
lalu.
TSUNAMIS BESAR
Banyak faktor yang dapat membuktikan bahwa tsunami maut bisa terjadi lagi
di subduksi Mentawai-Nias di Pantai Barat Sumatera
dalam jangka waktu yang belum dipastikan dengan berbagai asumsi ilmiah yaitu
asumsi pertama menyebutkan terlebih dahulu terjadi pematahan kulit bumi Palung Laut Jawa khususnya dalam koridor
sepanjang patahan regional Pantai Barat Indonesia dengan adanya gempa gunung
vulkanik di bawah laut yang masih aktif di sebelah Barat Bengkulu dengan memberikan tekanan efektif dan kuat ke patahan
Mentawai dari Pagai Selatan ke Utara dengan telah tersalurnya gempa 2016 pada
zona sistem patahan Investigator Fracrure Zone (IFZ) yang lokasi kejadiannya
tidak jauh dari gempa Mentawai dan Nias yang telah mengalami perobekan dan
membutuhkan elastic rebound untuk menutup kondisi patahan sebelumnya yang telah
mengalami perobekan di Samudera Hindia yang menyebabkan pergeseran lempeng
secara mendasar. lalu megathrust gempa
Nias ke patahan megathrust Aceh-Nikobar,
Asumsi ketiga, gempa Simeulue tahun 2012 semakin menambah kompleks
geodinamika patahan di pantai barat sumatera, gempa yang berkekuatan 8.5 SR
(versi BMKG) itu seharusnya menghasilkan gempa maut dengan tsunamis dahsyat,
ternyata terjadi melalui pola sesar geser di dalam lempeng (slab fault)
sehingga tidak menghasilkan tsunami dahsyat, pola sesar geser biasanya terjadi
di daratan sumatera. Dengan terbentuknya pola sesar geser, ada memperkirakan
bahwa blok batuan yang menyusun kerak lempeng bumi semakin menambah rumit pola
keseimbangan seismik dijajaran pulau-pulau vulkanik khususnya di Nias dan ini
dapat diperkirakan akan mempercepat terjadi berbagai pola tekan pada zona
subduksi sesar vertikal jika terjadi pada perbatasan lempeng tempat dimana
berlangsung terjadinya patahan strike slip fault yang menyebabkan gempa
Simeulue 2012.
Asumsi
kedua, dapat juga dipicu oleh pengaruh tektonik jalur
Andaman-Nikobar yang memanjang dari Utara Pulau Sumatera hingga ke Pantai
Timur. Zonasi antar blok megatrust ada yang berjarak 100 kilometer dari zona
patahan Mentawai diantara Pulau Pagai Utara dan Pagai Selatan dan sebagai zona
penahan (locking zone) terhadap
desakan subduksi di jalur Benioff (jalur bergempa) di Lempeng Australia
disebelah selatannya. Tsunami Mentawai dapat ditimbulkan jika pusat gempa
tersebut terjadi ke arah timur ke Pagai Utara kedalaman 10 kilometer dibawah dasar laut. Saat ini, energi yang dilepaskan pada
tahun maret 2016 masih terjadi di zona IFZ dengan pelepasan energi tidak
melebihi 2/3 energi.
MENTAWAI-NIAS HARUS SIAP
Ancaman megathrust gempa Mentawai-Nias masih akan
berlangsung, masih meneruskan tradisi bencana yang sudah berlangsung sejak gempa
maut Aceh 2004 lalu gempa Nias Maret 2005, gempa Bengkulu 2007, gempa Sumatera
Barat 2009, gempa Mentawai 2010, dan gempa Meulaboh 2011, serta gempa Simeulue
2012, dan Gempa Mentawai tahun 2016 itu telah membuka
tabir bahwa Mentawai saat ini masih menyalurkan sisa energi 50 persen lagi
untuk menjaga keseimbangan sebelum tahun 2033 dan juga dipastikan telah merangsang berbagai aktivitas kegempaan di Pulau
Sumatera baik di daratan dengan 19 segmen patahan dan di Samudera dengan 6
pusat subduksi di pantai barat sumatera yang memanjang dari Utara hingga ke
selatan Jawa telah membangkit pengulangan gempa yang sama pada tiap segmen yang
sama dampak pergeseran lempang dan biasanya juga akan berakhir dengan sesar naik
yang dalam sejarahnya sering menghasilkan tsunami diatas 80 persen gempa
tektonik dengan tsunami.
Mengapa megathrust masih dianggap mengancam? Dari data tersebut dapat
disimpulkan pertama, bahwa efek gempa Aceh itu telah memobilisasi arah
pergerakan lempeng bumi sedemikian rupa sehingga ada perubahan dan anomali
koordinat pulau-pulau di busur vulkanik cekungan busur belakang sumatera akibat
tumbukan lempeng dengan sesar geser vertikal, merobek kerak patahan sepanjang
600 km sehingga membentuk rangkaian sembulan bawah laut disepanjang selatan
Bengkulu hingga Sumatera.
Selain dua segmen di utara patahan Aceh-Simeulue juga ikut bergerak dan
robek, melepaskan energi. Pergerakan di segmen Patahan Andaman memicu gerakan
tekanan daya tekan pada segmen Nikobar. Maka ada elastis rebound pada segmen
tersebut, bersama melepaskan energi karena ketiga segmen tersebut itu
berelaksasi ke arah selatan Mentawai. Dengan terjadinya gempa tahun 2010.
Kedua, segmen patahan dibagian selatan Mentawai meliputi patahan di blok
Jawa Timur saat bergerak ke arah patahan blok Jawa Barat dengan pemusatan
energi di Selat Sunda. Segmen patahan ada saling menekan dan membentuk poros
kesatuan kesamaan gerak ke Pagai Selatan.
Kejadian gempa di lokasi kepulauan seperti ini dapat membangkitkan tsunami
di sepanjang Pantai Barat Pulau Sumatra. Kota-kota besar di Sumatera Utara
(SUMUT) harus siap menghadapi ancaman ini, karena ancaman maut yang diberikan
tidak jauh berbeda dengan tsunami maut Aceh-Andaman 2004, namun tingkat
kerusakan akan lebih parah, karena kondisi blok batuan yang menyusun bumi ruang
Sumatera saat ini belum dalam kondisi stabil, setelah ada gempa-gempa kuat dari
awal tahun 2010 hingga menjelang akhir tahun 2016, jadi peningkatan
kewaspadaan memang harus ditingkatkan.
Gempa
Mentawai 2016 memang terjadi di Investigator Fracrure Zone namun hal ini kadang
dapat membangkitkan energi yang menghasilkan tsunami jika kondisi tatanan blok
batuan belum stabil, dan posisi morfologi pantai Nias dan Mentawai itu cukup
landai untuk diterjang tsunami. Yang paling ironis adalah tata ruang daerah ini
ternyata belum diperisai oleh berbagai teknologi dan stadart building code yang
wajib ada di daerah rawan tsunami dan tingkat pengetahuan evakuasi masyarakat
masih sangat memprihatinkan dengan kualitas SDM yang banyak belum terlatih
dalam rangka membangun kapasitas untuk menghadapi berbagai elemen bencana dan
terbukti berulang lagi setiap kali ada lindu masyarakat langsung panik dan
berhamburan dengan kendaraan dan hal ini dapat mengakibatkan dan membahayakan jalur evakuasi secara tertib.
Mentawai
dan Nias merupakan daerah yang paling rentan menghasilkan sumber petaka bagi
keberlangsungan Sumber Daya Manusia (SDM) jika masih terus tidak dibekali
berbagai pengetahuan bencana, driil disaster dan fisik tata ruang berketahanan
bencana. Dan ancaman mega gempa masih ada dan Mentawai telah menyalurkan energinya,
berikutnya apakah Nias yang setelah 11 tahun lalu melepaskan energi besar akan
menghasilkan gempa besar? Jawabnya Kenapa Negeriku Selalu Bencana.
M. Anwar Siregar
Geolog, Kerja di Tapsel
terimakasih infonya sangat membantu, dan jangan lupa kunjungi web kami http://bit.ly/2KFWNkJ
BalasHapus