Apr 11, 2016

Makna REDD+ Hari Bumi


TAJUK PALUEMASGEOLOG 10

MEMAKNAI HARI BUMI, DENGAN REDD PLUS
Oleh M. Anwar Siregar

Apa kabar sekarang kondisi Bumi di Indonesia? Isu perubahan iklim global merupakan isu yang kini bukan lagi sebatas retorika, termasuk di Indonesia yang merupakan salah satu negara perusak lingkungan di Bumi, perlu melakukan suatu tindakan nyata untuk mengatasi perubahan iklim ekstrim oleh berbagai upaya penataan lingkungan serta tindakan penghematan bagi pemanfaatan sumber daya mineral agar ada keberlanjutan terutama intensif pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya hutan yang berkelanjutan dengan manajemen ekonomi hijau dan energi alternatif.
REDD+
REDD sangat penting untuik keberlanjutan hutan dan ekonomi yang berbasis dsumber daya mineral, REDD merupakan mekanisme insentif ekonomi yang cocok bagi negera berkembang seperti Indonesia dimana laju kerusakan hutan sangat tinggi di permukaan bumi dan juga bagian dalam upaya menurunkan tingkat laju emisi CO2 ke atmosfir, REDD akan mendorong manejemen pengelolaan hutan di Indonesia secara berkelanjutan agar luas hutan Indonesia terbesar dalam menyerap emisi karbon harus mampu menjalankan REDD dalam rangka mengurangi emisi karbon dari sektor hutan, menjaga keanekaragaman hayati yang banyak dalam di dalam hutan-hutan Indonesia, REDD juga dapat mengurangi deforestasi dan degradasi hutan dan tanah secara signifikan di daerah perkotaan.
Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi sebsar 26 persen pada tahun 2020 dengan dana sendiri tanpa mengorbankan pembangunan di sektor lain, atau 41 persen jika mendapatkan bantuan interanasional maka pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah tentang Aksi Nasional Penurunan Gas Emisi Rumah Kaca (RAN-GRK). Karena itu posisi Indonesia sangat penting dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. REDD+ merupakan salah satu upya mengurangi laju kerusakan hutan dan lahan gambut yang merupakan salah satu sumber petaka kabut asap setiap tahun di Sumatera dan Kalimantan.
Perlu sosialisasi dalam menyebarluaskan penerapan REDD+ sehingga perubahan iklim dan pemanasan global bisa terjaga dengan baik dengan cara melindungi hutan dari kegiatan-kegiatan yang bisa meningkatkan emisi karbon, deforestasi serta degradasi hutan karena ulah tangan manusia sendiri yang tidak bisa menjaga kelestarian hutan di daerahnya.
Untuk mengendalikan tata guna lahan dengan berbasisi pengelolaan sumber daya alam, perlindungan sumber mata pencaharian masyarakat dari deforestasi hutan untuk menenkan peningkatan emisi karbon sehingga mewujudkan hutan dari kerusakan alam menuju kesejahteraan.
MENGANTISIPASI EMISI
Ada beberapa cara untuk mengurangi emisi dari dampak kebakaran hutan dan pertambangan akibat terlalu dekat dengan sumber daya gambut antara lain (dikutip dari berbagai sumber) : 1. Membuat menara pengamat yang tinggi berikut ala telekomunikasi. 2. Melakukan patroli untuk mengantisipasi kemungkinan kebakaran. 3. Menyediakan sistem transportasi mobil pemadam kebakaran yang siap digunakan. 4. Melakukan pemotretan citra secara berkala, terutama di musin kemarau untuk memantau wilayah hutan dengan titik api cukup tinggi yang merupakan rawan kebakaran.
Apabila terjadi kebakaran hutan maka cara yang dapat dilakukan untuk melakukan pemadaman kebakaran hutan adalah sebagai berikut: 1. Melakukan penyemprotan air secara langsung apabila kebakaran hutan bersekala kecil. 2. Jika api dari kebakaran berskala luas dan besar, kita dapat melokalisasi api dengan membakar dan mengarahkan api ke pusat pembakaran, yaitu umumnya dimulai dari area yang menghambat jalananya api seperti sungai, danau dan jalan. 3. Melakukan peyemprotan air secara merata dari udara dengan menggunakan helikopter. 4. Membuat hujan buatan. Dengan mengerti dan memahami ke delapan cara mengantisipasi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan, maka diharapkan para pembaca dapat mencegah dan juga bertindak saat kebakaran terjadi.
TETAP BERBASIS REDD+
Sementara hutan sebagai penyerap CO2 dan diubah menjadi O2 mulai berkurang dengan alih fungsi lahan hutan menjadi pertambangan dan perkebunan. gangguan hutan akan meningkatkan emisi karbon yang terus meningkat akan memperbesar risiko konflik, kelaparan, banjir, gangguan ekonomi, dan migrasi massal penghuni bumi pada abad ini.
Jika dibiarkan, emisi gas rumah kaca tersebut akan menyebabkan kerugian triliunan dollar AS karena kerusakan properti dan ekosistem, dan untuk biaya membangun sistem pertahanan iklim. Risiko ini meningkat setiap satu derajat kenaikan temperatur udara akibat pemanasan global.
Untuk mengurangi pemanasan global, mari kita kurangi CO2, baik dari kendaraan bermotor, listrik, ataupun industri. Saya membaca satu poster di salah satu industri elektronik besar di Bekasi, bahwa “setiap penghematan listrik 1 KWh = pengurangan CO2 sebesar 0,712 Kg”, berarti setiap orang bisa ikut aktif dalam mengurangi pemanasan global, paling tidak dengan menghemat pemakaian listrik setiap bulannya.
Dari manakah penghematan signifikan yang bisa kita dapat? Menurut penelitian yang dilakukan oleh salah satu BUMN di gedung2 komersial, pemakaian mesin pendinginlah (AC, chiller) yang paling besar memakai daya listrik, sekitar 60-70% dari seluruh tagihan listriknya.
Dan anda pasti sudah tahun kalau mesin pendingin menggunakan Freon (CFC, HFC, HCFC) sbg bahan pendinginnya, didalam freon mengandung Chlor & Fluor. Chlor adalah gas yang merusak lapisan ozon sedangkan Fluor adalah gas yang menimbulkan efek rumah kaca. Global warming potential (GWP) gas Fluor dari freon adalah 510, artinya freon dapat mengakibatkan pemanasan global 510 kali lebih berbahaya dibanding CO2, sedangkan Atsmosfir Life Time (ALT) dari freon adalah 15, artinya freon akan bertahan di atsmosfir selama 15 tahun sebelum akhirnya terurai.
Untuk perlu reklamasi dan reboisasi secepatnya daerah pertambangan dan lepas pantai untuk penanaman tumbuhan tanaman mangurove, berbagai tanaman lainnnya dan pohon yang dapat menyerap emisi karbon secepatnya. Penataan ruang hutan dalam bentuk kawasan resapan mutlak harus dilaksanakan yang bertujuan untuk menekan deforestasi hutan dan perubahan iklim global.
REDD+ kini memang tidak ada lagi dalam bentuk organisasi badan, namun pemahaman untuk penekanan perubahan iklim global dari isu emisi perlu tetap diterapkan guna menakan pembakaran hutan, dan juga menekan laji invasi perkembangan perluasan industri perkebunan, yang saat ini telah menguasai lahan dan hutan di Sumatera telah mencapai 70 % dan langkah konkrit untuk menekan laju kerusakan hutan sehingga bumi Indonesia tetap penting untuk keseimbangan pasokan udara bersih.
Hal lain yang perlu diwaspadai adalah tekanan para mafia setelah badan pengelola REDD+ yang telah mengalami perubahan struktur organisasi yang berusaha keras mengeksploitasi hutan dan pertambangan dalam hutan karena yang paling keras agar di bubar BP REDD+, karena selama masih ada pengendalian dari sistim REDD+ untuk menjaga deforestasi hutan maka hutan Indonesia tidak akan terancam dari para mafia hutan.
Dalam mekanisme REDD+, tiap usaha untuk menjaga hutan akan mendapat kredit, karena ikut andil dalam mengurangi emisi gas rumah kaca global. Jumlah kredit yang diperoleh dalam waktu tertentu dapat dijual di pasar karbon. Sebagai alternatif, kredit pun dapat diserahkan ke lembaga pendanaan yang dibentuk untuk menyediakan kompensasi finansial bagi negara-negara peserta yang melakukan konservasi hutan. Tanda plus (+) dalam nama program ini merujuk pada insentif tambahan yang akan diberikan pada negara-negara yang berhasil meningkatkan cadangan karbon, melalui proyek penanaman pohon atau konservasi kawasan hutan.
Pengurangan emisis dari deforestasi dan degradasi hutan (Reduction of Emission from Deforestation and Degradation Plus) (REDD+) dilandasi ide utama yaitu menghargai individu, masyarakat, proyek dan negara yang mampu mengurangi emisi gas rumah kaca – GRK (greenhouse gas – GHG) yang dihasilkan hutan.
REDD+ berpotensi mengurangi emisi GRK dengan biaya rendah dan waktu yang singkat, dan pada saat bersamaan membantu mengurangi tingkat kemiskinan dan memungkinkan pembangunan berkelanjutan. REDD+ merupakan skema pengurangan emisi yang dapat mengakomodasikan berbagai jenis pengelolaan hutan dan lahan yang dalam konteks perundang-undangan kehutanan Indonesia dapat mencakup hutan lindung dan konservasi, hutan, hutan produksi, atau hutan konversi yang telah menjadi Area Penggunaan Lain Konsep REDD+ dan Implementasinya (non-hutan). REDD+ dianggap sebagai cara paling nyata, murah, cepat dan saling menguntungkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK); nyata karena seperlima dari emisi GRK berasal dari deforestasi dan degradasi hutan (DD); murah karena sebagian besar DD hanya menguntungkan secara marjinal sehingga pengurangan emisi GRK dari hutan akan lebih murah ketimbang alat atau instrumen mitigasi lainnya; cepat karena pengurangan yang besar pada emisi GRK dapat dicapai dengan melakukan reformasi kebijakan dan tindakan-tindakan lain yang tidak tergantung pada inovasi teknologi; saling menguntungkan karena berpotensi untuk menghasilkan pendapatan dalam jumlah besar dan perbaikan kepemerintahan dapat menguntungkan kaum miskin di negara-negara berkembang dan memberi manfaat lingkungan lain selain yang berkaitan dengan iklim

Palu Emas Geolog
Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer

No comments:

Post a Comment

Related Posts :