Building Code Aceh-China :Geologi Mitigasi
PEMBELAJARAN BUILDING CODE GEMPA
ACEH-CHINA
Oleh : M. Anwar Siregar
Efek penjalaran seismik
dari gerak lempeng bumi terus berdenyut untuk mencari keseimbangan maka akan
ada pijakan batuan bergeser dengan terjadi lagi bencana gempa kembar di wilayah
Tiongkok barat laut hari senin 22 Juli 2013, gempa berkekuatan 6.6 SR dan 5.6
SR dengan kedalaman yang sangat dangkal, semuanya di bawah 11 kilometer [versi
USGS], sehingga bangunan diatas mudah mengalami distabilitas pondasi dan pilar
konstruksi mengalami keretakan kekuatan, dan telah menewaskan lebih 73 orang
dan melukai 600 orang lainnya [dari berbagai sumber].
GEMPA ACEH-CHINA
Gempa kuat yang terjadi
di Aceh Tengah menjelang ramadhan 03 Juli akibat pergeseran Sesar Sumatera pada
segmen Aceh-Tripa yang membelah daratan tinggi Aceh bagian dari pergerakan
Lempeng Eurasia sekitar 10-27 mm/tahun, bila diasumsikan bahwa Sesar Sumatera
yang memiliki potensi gempa adalah 15 km, maka akan bisa dihitung kekuatan
gempa untuk akumulasi energi 100 tahun dan 200 tahun dengan anggapan zona
kunciannya mencapai 100 persen.
Gambar :
Sisa-sisa jalan menuju Calang, Aceh Barat yang menyusuri tebing di tepi pantai.
Perlu rekonstruksi building code dan pemetaan daerah rawan tsunami untuk
pembangunan infrastruktur jalan berbasis building code di Aceh (Sumber gambar : Foto:
SR. Wittiri, Geomagz, edisi bulan Desember 2011)
Dari beberapa literatur,
menyebutkan sejak dari tahun 1892-2013, telah terjadi 26 kali gempa darat
dengan skala 6 Magnitudo sepanjang Sesar Sumatera dan 8 diantaranya pernah
berlangsung di daratan Gayo Lues. Memberikan catatan peringatan bahwa di zona
tersebut masih akan terjadi pengumpulan energi gempa yang perlu diwaspadai
karena ada dua faktor jenis gempa terbaru akibat efek dari gempa besar Samudera
pada tahun 2004 yaitu pertama terdapat seismik gap dalam bentuk zona a-seismik normal
yang bergerak lambat dalam ratusan tahun, lalu mengalami penguncian hampir
sempurna akibat berbagai tekanan dan kedua dalam bentuk a-seismik robekan
dampak dari penekanan per area yang membentuk kawasan seismik gap baru serta
berhubungan langsung dari pecahan lempengan yang bergeser, mengubah deformasi
pusat gempa daratan terdahulu, sewaktu-waktu dapat melepaskan energi gempa di
daratan yang lebih besar akibat dari pergerakan aktif Lempeng Indo-Australia ke
Utara Asia.
Gempa di daratan Pulau
Sumatera sering berlangsung di bagian Utara wilayah Aceh, semakin mendesak
melengkung mendekati daratan Semananjung Asia sehingga akan selalu ada daya
rusak gempa karena Patahan Seumelium di Timur Aceh terpisahkan oleh Selat Malaka
yang memiliki karakteristik hantaran seismik yang kencang menuju ke patahan
besar Burma. Bukti sejarah dalam tahun 2008-2013 Aceh berulang kali dicabik
gempa antara lain gempa kembar April 2012 dengan kekuatan mencapai 8.6 SR
dengan pola sesar geser, gempa Pidie bulan Mei dengan intensitas mencapai 6.0
SR, lalu disusul gempa Gayo Lues dengan kekuatan 6.6 SR di Bulan Juli. Semua
gempa tersebut merusak bangunan dan menelan korban jiwa.
Karakteristik gempa
daratan Sumatera ternyata hampir mirip dengan gempa yang terjadi didaratan
China, di Tiongkok terdapat beberapa zona patahan besar daratan antara lain
Patahan Besar Postdam yang meliputi India, Pakistan, China dan sebagian Burma
yang membelah tinggian Tibet, patahan besar Longmen Shan dan Patahan Lembah Sichuan.
Pusat gempa yang terjadi hari Senin itu berada di daratan antara batas daratan
Tinggi Tibet dengan Lembah Sichuan [sumber USGS], dampak dari relaksasi
pergerakan lempeng tektonik terhadap patahan Longmen Shan sepanjang 242 km yang
menghasilkan getaran sejauh 150 kilometer di lembah Gunung Longmen Shan.
Gempa yang sering
berlangsung di daratan China merupakan akumulasi dari tabrakan antara Lempeng
India yang bergerak ke Utara ke daratan Benua Asia menimbulkan medan energi
stress diperbatasan antara Lempeng Longmen Shan dengan Patahan Tinggi Tibet
untuk menperpendek jarak kawasan antar lembah, merupakan bagian rangkaian
plateau [daratan tinggi dengan lembah yang curam serta sempit], menuju Asia
sehingga dataran tinggi Tibet bergeser ke Timur daratan China dengan menekan
ruas patahan lembah Sichuan, segmen-segmen patahan di China umumnya
dicirikhaskan oleh lembah-lembah terjal dengan tebing terpisah dekat, membentuk
jalur daratan curam. Gempa daratan dikontrol juga oleh pergerakan beberapa
lempeng kecil, dipisahkan oleh berbagai lembah kecil yang terjal dengan
kedalaman dangkal sebagai zona terlemah dan terkunci.
Pusat gempa daratan di
China selalu berlangsung di segmen Patahan Sichuan dan segmen Patahan Longmen
Shan dengan kekuatan gempa diatas 6.0-8.0 SR. Bukti sejarah dapat dilihat pada
kejadian gempa Lushan mei 2008, kekuatan mencapai 7.9 SR lalu tiga bulan
kemudian terjadi gempa Sichuan dengan kekuatan gempa 6.1 SR. Pada tahun 2010
terjadi gempa Yushu dengan 7.1 Mw serta gempa Yunnan-Guizhaou tahun 2012 dengan
kekuatan 5.7 SR dan April 2013 terjadi gempa Sichuan berkekuatan 7.0 SR.
BUILDING CODE GEMPA
Dari gambaran antara
kedua zona gempa daratan yang berbeda, seharusnya kita telah belajar sejarah
gempa, bahwa setiap terjadi bencana gempa bumi akan selalu ada korban dan
meluluhlantakan kota dan menghancurkan sendi kehidupan sosial budaya masyarakat
akibat hilangnya elemen kapasitas SDM, untuk melepaskan diri dari trauma
psikologis gempa dalam hitungan detik.
Gambaran gempa yang
terjadi di Aceh dan China sangat kontras dengan apa yang terjadi jika gempa
bumi berlangsung di Jepang, umumnya bangunan di Jepang di buat dengan teknologi
building code, tingkat daya rusak gempa di Jepang adalah paling tertinggi di
muka bumi. Memang Jepang telah mengalami pukulan telak dalam kejadian serangan
gempa bulan Maret 2011 yang meluluhlantakan kawasan Pantai Timur Jepang oleh
terjangan tsunami diatas kekuatan 8.9 SR.
Namun, jika dibandingkan
dengan gempa Aceh dan China, hal itu tidak seberapa, baru gempa kecil saja kedua
negara ini langsung mengalami kehancuran fisik, coba jika diatas 8.0 SR maka
dipastikan Lembah Gayo dan Lembah Sichuan akan mengalami penghancuran akibat
longsoran yang maha dahsyat, memotong geometri lereng gunung Longmen Shan sebagai
pengganti tsunami ke dasar sungai untuk menenggelam wilayah yang tidak berbasis
mikrozonasi kegempaan lokal yang tercakup dalam zoning regulation map dan bangunan
tidak berbasis building code.
Maka Jepang sudah harus
dijadikan model bagaimana menghadapi gempa sepanjang hari dengan membangun
hunian tetap dengan konstruksi bangunan tahan gempa dengan selalu belajar dari
pengalaman sejarah bencana gempa sehingga Jepang sangat ini terbaik dalam
pembangunan infrastruktur gedung bertingkat tahan gempa, selalu berbasis
building code yang dilandaskan dengan kondisi tatanan geologi percepatan puncak
batuan dasar dengan kekuatan bangunan yang membentuk wilayah dimana bangunan
fisik yang akan dibangun.
Sebenarnya China pernah mencatat
sejarah hebat dalam gempa besar daratan Tangshan tahun 1976 yang mampu
mendeteksi datangnya gempa dan mengevakuasi penduduk tanpa ada korban namun
beberapa tahun kemudian kejadian gempa datang menghancurkan kota industri di
Tangshan dengan korban diatas 200 ribu jiwa karena tidak dikontrol oleh konstruksi
building code.
Standart operating
procedure [SOP] adalah salah satu bagian penerapan untuk building code yang
dapat disosialisasikan dalam bentuk kegiatan non fisik yaitu kepada setiap
masyarakat, baik pemilik rumah dan gedung bertingkat untuk mengetahui tingkat
resiko yang ditimbulkan apabila bangunan tidak berstandart building code maka
pentingnya SOP harus dipraktekan jika bangunan sudah terlanjurkan terbangunkan
dan begitu juga pelaksanaan evakuasi dilapangan.
Penerapan rekonstruksi
berbasis building code dalam bentuk fisik yaitu dimulai ketika membedah rumah yang
rusak serta perkuatan bangunan bagi bangunan yang masih utuh pada pembangunan
konstruksi pondasi dan elemen bangunan lainnya dan harus menjadi prioritas utama
dalam setiap bantuan dana gempa.
Jadi Aceh dan China
rupanya belum mengimplementasikan pelajaran sejarah bencana di masa lalu, maka
kita lihat pada kejadian gempa sekarang bahwa kaidah building code belum
membumi dan masyarakat masih beranggapan bahwa gempa bumi adalah pembunuh
alamiah nomor satu yang sangat ditakuti, sebenarnya tidak. Yang berbicara
adalah kualitas dan kemampuan bangunan berlandaskan peta seismik batuan dan konstruksi
building code
Rehabilitasi dan rekonstruksi
tata ruang Aceh akibat tsunami 2004 sebenarnya masuk kedalam tiga patahan daratan
yaitu Aceh-Tripa-Seumelium belum berketahanan gempa, maka akan selalu ada
korban dan kerugian harta benda yang mahal jika Aceh tercabik gempa lagi.
M. Anwar Siregar
Pemerhati Masalah Tata
Ruang Lingkungan dan Energi-Geosfer. Tulisan ini Sudah di Publikasi di HARIAN ANALISA MEDAN, Agustus 2013
Komentar
Posting Komentar