Oct 9, 2013

Investasi Lahan Terabaikan : Geologi Mitigasi

PEMULIHAN LAHAN, INVESTASI TERABAIKAN
Oleh M. Anwar Siregar
Pentingnya dilakukan kajian lahan yang detail dan memiliki nilai investasi ekonomi bagi perencanaan tata ruang lahan untuk menghindari risiko kerugian yang ditimbulkan akibat bencana alam. Bahwa memahami keadaan lingkungan adalah faktor utama yang menentukan kerentanan terhadap bahaya alam dan pembangunan di masa mendatang. Kerusakan lingkungan akibat laju pembangunan fisik telah diakui sebagai salah satu dari faktor-faktor kunci yang berperan meningkatnya korban jiwa manusia, kerugian harta benda dan ekonomi yang ditimbulkan oleh bahaya dan merupakan kajian georisk.
TERBATASNYA LAND RECOVERY
Globalisasi industri telah membawa perkembangan sosial ekonomi maupun fisik pada tata ruang perkotaan dan antar wilayah di berbagai kota di Indonesia, konsumsi pertumbuhan kebutuhan primer dan sekunder telah membawa berbagai dampak bencana. Hal ini tercermin antara lain dengan semakin meningkatnya permintaan lahan untuk kawasan industri dan pemukiman-pemukiman baru, serta pembukaan areal perkebunan baru sebagai konsekuensi dari laju peningkatan penanaman modal berbagai usaha dan jasa, yang suatu kelak menimbulkan ironisasi bencana yang kini melanda berbagai masyarakat dan tata ruang kota di Indonesia.
Kajian dan pengelolaan kerentanan fisik bencana harus dijadikan PR kota-kota di Sumut dan Indonesia, bahwa pengelolaan tata ruang lahan daerah yang telah mengalami bencana alam harus diupayakan juga zonasi lahan rehabilitasi sebagai keberlanjutan tata ruang, mengingat tata ruang yang ada lebih difokuskan pada pengadaan master plan tata ruang baru tanpa mempersiapkan agunan tata ruang rehabilitasi, mengingat terbatasnya zonasi lahan yang ada di tiap kota di Sumut maka perlu mempertimbangkan aspek bahaya dari berbagai investasi proyek besar, perlu dilakukan kajian seleksi prioritas pembangunan dalam tata ruang, perlu dilakukan survey investigation design komprehensif yang di lengkapi dengan detail engineering design tata guna lahan yang terbatas yang sesuai dengan kondisi geologi bawah permukaan dan geologi permukaan setempat secara terukur serta menata kaji ulang tata ruang kumuh di sekitar dan bantaran DAS sebagai investasi land recovery terbatas.
KAJIAN LAHAN
Dari terbatasnya lahan untuk pemulihan akibat tata ruang yang diprioritaskan mengalami kehancuran bencana maka perlu dilakukan kajian sistimatika tata ruang untuk aktivitas industri dan pemukiman manusia serta tata ruang untuk kawasan lahan pertanian abadi bagi penopang kebutuhan dan ketahanan pangan bagi manusia, disingkapi secara serius, mengingat semakin terbatasnya lahan yang ada dan di faktor kondisikan lagi oleh keadaan tingkat kerawanan dan kerentanan tatanan geologi daerah di Indonesia yang erat kaitannya dalam pemanfaatan dan perencanaan master plan tata ruang wilayah secara detail.
Mengkaji tingkat kerentanan dan kerawanan infrastruktur fisik dalam lingkungan tata guna lahan dari risiko bencana sangat penting, karena dengan mengetahui tingkat kerentanan infrastruktur suatu sarana kawasan tertentu dalam tata ruang lahan akan dapat memberikan gambaran perkiraan tingkat kerusakan terhadap hasil pembangunan fisik bila ada faktor berbahaya tertentu.
Sebagai contoh, penggundulan hutan di sekitar bantaran dan daerah aliran sungai oleh proses pelebaran pembangunan lantai dan lahan ruang parkir suatu pembangunan fisik akan mengakibatkan adanya pengendapan di dasar sungai, sehingga menyebabkan bahaya kekeringan dan banjir yang lebih parah. Pengelolaan reklamasi sungai yang tidak baik dan pengurugan tebing sungai untuk pelebaran dan penutupan ekologi hutan di bantaran sungai merupakan kunci “penyakit bahaya bencana banjir” tahunan. Studi kasus di Jakarta dapat dilihat pada tata ruang pantai utara dan kawasan Ciliwung yang membelah Jakarta. Gambaran serupa ada juga di Medan, dapat dilihat di lokasi banjir daerah elit perumahan Gubernur menerus ke kawasan Medan Maimun yang di belah oleh Sungai Deli dan Sungai Kwala.
Bencana tersebut bisa ditimbul oleh berbagai proyek-proyek besar dan setiap bantaran sungai telah kehilangan akar hijau, dan hal ini merupakan bagian dari proses pengkajian lingkungan dan perlu diperhitungkan lagi bagi ruang lahan hijau yang masih “perawan” dalam perancangan dan perencanaan tata ruang di masa mendatang. Mengukur berbagai manfaat-manfaat pengurangan risiko dalam pemberian izin kelayakan fisik proyek yang stabilitas tanahnya telah diidentifikasi rentan bencana untuk mendukung manajemen lingkungan yang lebih baik.
Bantaran DAS dan sekitar areal pemukiman ke zona ekologi tata ruang air atau daerah tangkapan air dijadikan zona pemulihan lahan, zona ekologi hijau terbuka, zona rehabilitasi sebagai agunan tata guna lahan di masa depan, sebagai cadangan multifungsi dan berdaya guna dalam mengatasi perubahan dinamika pertumbuhan dan laju eksponsional penduduk dan industri dalam suatu kota.
RECOVERY INVESTASI
Rehabilitasi lahan di Indonesia sampai sekarang belum termasuk bagian terpenting dalam pembangunan dan pemetaan tata ruang wilayah kota, yang lebih difokuskan pada inti dan pemanfaatan tata ruang fisik, sehingga rehabilitasi ruang masih terabaikan.
Perlu dilakukan langkah-langkah pengendalian keterbatasan tata ruang yang telah mengalami dampak bencana sebagai rujukan untuk mendukung pemulihan tata guna lahan yang telah mengalami penghancuran akibat laju pembangunan dan bencana alam dalam ekologi ruang terbuka hijau, yang akan mengukur kemampuan lingkungan dalam mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, khususnya dalam mendukung kapasitas pengadaan tata guna lahan dimasa depan oleh arus pembangunan agar tidak berdampak terhadap penurunan fungsi lingkungan itu sendiri, baik dalam bentuk kerusakan maupun pencemaran, maka rehabilitasi lahan perlu disusun berdasarkan pemetaan zonasi yang rinci lalu dibuat dalam peraturan zonasi yang wajib ditaati sebagai pengendalian kerusakan lingkungan yang kebih parah.
Pemetaan investasi land recovery dan penyusunan peraturan zonasi didasarkan pada rencana tata ruang harus berkorelasi dengan kondisi fisik yang ada. Tujuan akhir dari pemulihan tata guna lahan adalah 1, untuk menghindari kerusakan lingkungan dalam tata ruang yang telah ada dan memberikan pemulihan bagi tata guna lahan yang telah mengalami kehancuran bencana untuk mencapai kesehatan, keseimbangan dan perlindungan kualitas lokal sebagai investasi masa depan.
Kedua, untuk mengendalikan pemanfaatan lahan hijau secara berlebihan agar tidak mengganggu zona hijau, kasus kejadian bencana kabut asap adalah salah satu penyebab berlebihan dalam mengejar keuntungan bisnis sehingga konsesi yang diberikan diabaikan, dampak yang ditimbulkan sudah jelas, merusak properti yang ada, mengganggu laju pertumbuhan ekonomi, terjadinya degradasi daya dukung lingkungan, tidak adanya lahan untuk zona air berkelanjutan.
Ketiga, pemulihan lahan juga dapat fungsikan untuk memelihara dan memantapkan kondisi lingkungan sebagai upaya pelestarian kualitas yang ada sehingga dapat memberikan sumbangsih untuk pemeliharaan properti sebagai investasi jangka panjang, menghindarkan tumpang tindih penggunaan lahan untuk sarana fisik ringan dan berat dalam mencegah bahaya dan ancaman bencana. Keempat, pemulihan lahan juga sabagai berfungsi sebagai cadangan tata guna lahan bagi kebutuhan manusia untuk keberlanjutan dan ketahahanan pangan, keseimbangan air bersih dan kebutuhan publik lainnya.
Membangun suatu kawasan dengan bangunan industri yang ada harus tersedia pula lahan yang kosong sebagai zona pembeda, fungsinya harus ada zona keseimbangan untuk menjaga kota dari ancaman kekeringan, banjir dan zona sanggahan bencana yang luas arealnya harus seimbang dengan luas penggunaan lahan yang ada atau yang difungsikan sebagai tata ruang aktivitas publik.
Membangun suatu kawasan investasi untuk aktivitas pelayanan masyarakat umum dengan gedung kantor pemerintahan harus dibangun secara terpisah dengan menyediakan dan harus ditemukan ada ruang terbuka hijau sesuai luas areal peruntukan kegiatan umum dan pemerintahan, sehingga ditemukan keselarasan pemulihan kegiatan alam.
M. Anwar Siregar
Geolog, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi-Geosfer. Tulisan ini sudah di Publikasi di HARIAN ANALISA MEDAN, Bulan Agustus 2013

No comments:

Post a Comment

Related Posts :