Investasi Lahan Terabaikan : Geologi Mitigasi
PEMULIHAN LAHAN, INVESTASI
TERABAIKAN
Oleh M. Anwar Siregar
Pentingnya dilakukan kajian
lahan yang detail dan memiliki nilai investasi ekonomi bagi perencanaan tata
ruang lahan untuk menghindari risiko kerugian yang ditimbulkan akibat bencana
alam. Bahwa memahami keadaan lingkungan adalah faktor utama yang menentukan
kerentanan terhadap bahaya alam dan pembangunan di masa mendatang. Kerusakan
lingkungan akibat laju pembangunan fisik telah diakui sebagai salah satu dari
faktor-faktor kunci yang berperan meningkatnya korban jiwa manusia, kerugian
harta benda dan ekonomi yang ditimbulkan oleh bahaya dan merupakan kajian
georisk.
TERBATASNYA
LAND RECOVERY
Globalisasi
industri telah membawa perkembangan sosial ekonomi maupun fisik pada tata ruang
perkotaan dan antar wilayah di berbagai kota di Indonesia, konsumsi pertumbuhan
kebutuhan primer dan sekunder telah membawa berbagai dampak bencana. Hal ini tercermin antara lain dengan
semakin meningkatnya permintaan lahan untuk kawasan industri dan
pemukiman-pemukiman baru, serta pembukaan areal perkebunan baru sebagai
konsekuensi dari laju peningkatan penanaman modal berbagai usaha dan jasa, yang
suatu kelak menimbulkan ironisasi bencana yang kini melanda berbagai masyarakat
dan tata ruang kota di Indonesia.
Kajian dan pengelolaan
kerentanan fisik bencana harus dijadikan PR kota-kota di Sumut dan Indonesia,
bahwa pengelolaan tata ruang lahan daerah yang telah mengalami bencana alam harus
diupayakan juga zonasi lahan rehabilitasi sebagai keberlanjutan tata ruang, mengingat
tata ruang yang ada lebih difokuskan pada pengadaan master plan tata ruang baru
tanpa mempersiapkan agunan tata ruang rehabilitasi, mengingat terbatasnya
zonasi lahan yang ada di tiap kota di Sumut maka perlu mempertimbangkan aspek
bahaya dari berbagai investasi proyek besar, perlu dilakukan kajian seleksi
prioritas pembangunan dalam tata ruang, perlu dilakukan survey investigation
design komprehensif yang di lengkapi dengan detail engineering design
tata guna lahan yang terbatas yang sesuai dengan kondisi geologi bawah
permukaan dan geologi permukaan setempat secara terukur serta menata kaji ulang
tata ruang kumuh di sekitar dan bantaran DAS sebagai investasi land recovery
terbatas.
KAJIAN LAHAN
Dari
terbatasnya lahan untuk pemulihan akibat tata ruang yang diprioritaskan
mengalami kehancuran bencana maka perlu dilakukan kajian sistimatika tata ruang untuk aktivitas
industri dan pemukiman manusia serta tata ruang untuk kawasan lahan pertanian
abadi bagi penopang kebutuhan dan ketahanan pangan bagi manusia, disingkapi secara serius, mengingat
semakin terbatasnya lahan yang ada dan di faktor kondisikan lagi oleh keadaan
tingkat kerawanan dan kerentanan tatanan geologi daerah di Indonesia yang erat
kaitannya dalam pemanfaatan dan perencanaan master plan tata ruang wilayah
secara detail.
Mengkaji tingkat kerentanan dan kerawanan
infrastruktur fisik dalam lingkungan tata guna lahan dari risiko bencana sangat
penting, karena dengan mengetahui tingkat kerentanan infrastruktur suatu sarana
kawasan tertentu dalam tata ruang lahan akan dapat memberikan gambaran
perkiraan tingkat kerusakan terhadap hasil pembangunan fisik bila ada faktor
berbahaya tertentu.
Sebagai contoh, penggundulan
hutan di sekitar bantaran dan daerah aliran sungai oleh proses pelebaran
pembangunan lantai dan lahan ruang parkir suatu pembangunan fisik akan
mengakibatkan adanya pengendapan di dasar sungai, sehingga menyebabkan bahaya
kekeringan dan banjir yang lebih parah. Pengelolaan reklamasi sungai yang tidak
baik dan pengurugan tebing sungai untuk pelebaran dan penutupan ekologi hutan
di bantaran sungai merupakan kunci “penyakit bahaya bencana banjir” tahunan.
Studi kasus di Jakarta dapat dilihat pada tata ruang pantai utara dan kawasan
Ciliwung yang membelah Jakarta. Gambaran serupa ada juga di Medan, dapat
dilihat di lokasi banjir daerah elit perumahan Gubernur menerus ke kawasan
Medan Maimun yang di belah oleh Sungai Deli dan Sungai Kwala.
Bencana tersebut bisa ditimbul
oleh berbagai proyek-proyek besar dan setiap bantaran sungai telah kehilangan
akar hijau, dan hal ini merupakan bagian dari proses pengkajian lingkungan dan
perlu diperhitungkan lagi bagi ruang lahan hijau yang masih “perawan” dalam
perancangan dan perencanaan tata ruang di masa mendatang. Mengukur berbagai
manfaat-manfaat pengurangan risiko dalam pemberian izin kelayakan fisik proyek
yang stabilitas tanahnya telah diidentifikasi rentan bencana untuk mendukung
manajemen lingkungan yang lebih baik.
Bantaran DAS dan sekitar areal
pemukiman ke zona ekologi tata ruang air atau daerah tangkapan air dijadikan
zona pemulihan lahan, zona ekologi hijau terbuka, zona rehabilitasi sebagai
agunan tata guna lahan di masa depan, sebagai cadangan multifungsi dan berdaya
guna dalam mengatasi perubahan dinamika pertumbuhan dan laju eksponsional
penduduk dan industri dalam suatu kota.
RECOVERY
INVESTASI
Rehabilitasi lahan
di Indonesia sampai sekarang belum termasuk bagian terpenting dalam pembangunan
dan pemetaan tata ruang wilayah kota, yang lebih difokuskan pada inti dan
pemanfaatan tata ruang fisik, sehingga rehabilitasi ruang masih terabaikan.
Perlu dilakukan
langkah-langkah pengendalian keterbatasan tata ruang yang telah mengalami dampak
bencana sebagai rujukan untuk mendukung pemulihan tata guna lahan yang telah
mengalami penghancuran akibat laju pembangunan dan bencana alam dalam ekologi
ruang terbuka hijau, yang akan
mengukur kemampuan lingkungan dalam mendukung perikehidupan manusia dan makhluk
hidup lainnya, khususnya
dalam mendukung kapasitas pengadaan tata guna lahan dimasa depan oleh arus
pembangunan agar tidak berdampak terhadap penurunan fungsi lingkungan itu
sendiri, baik dalam bentuk kerusakan maupun pencemaran, maka rehabilitasi lahan
perlu disusun berdasarkan pemetaan zonasi yang rinci lalu dibuat dalam
peraturan zonasi yang wajib ditaati sebagai pengendalian kerusakan lingkungan
yang kebih parah.
Pemetaan investasi
land recovery dan penyusunan peraturan zonasi didasarkan pada rencana tata
ruang harus berkorelasi dengan kondisi fisik yang ada. Tujuan akhir dari pemulihan
tata guna lahan adalah 1, untuk menghindari kerusakan lingkungan dalam tata
ruang yang telah ada dan memberikan pemulihan bagi tata guna lahan yang telah
mengalami kehancuran bencana untuk mencapai kesehatan, keseimbangan dan
perlindungan kualitas lokal sebagai investasi masa depan.
Kedua, untuk
mengendalikan pemanfaatan lahan hijau secara berlebihan agar tidak mengganggu
zona hijau, kasus kejadian bencana kabut asap adalah salah satu penyebab berlebihan
dalam mengejar keuntungan bisnis sehingga konsesi yang diberikan diabaikan,
dampak yang ditimbulkan sudah jelas, merusak properti yang ada, mengganggu laju pertumbuhan ekonomi, terjadinya degradasi daya dukung lingkungan,
tidak adanya lahan untuk zona air berkelanjutan.
Ketiga, pemulihan
lahan juga dapat fungsikan untuk memelihara dan memantapkan kondisi lingkungan
sebagai upaya pelestarian kualitas yang ada sehingga dapat memberikan
sumbangsih untuk pemeliharaan properti sebagai investasi jangka panjang,
menghindarkan tumpang tindih penggunaan lahan untuk sarana fisik ringan dan
berat dalam mencegah bahaya dan ancaman bencana. Keempat, pemulihan lahan juga
sabagai berfungsi sebagai
cadangan tata guna lahan bagi kebutuhan manusia untuk
keberlanjutan dan ketahahanan pangan, keseimbangan air bersih dan kebutuhan
publik lainnya.
Membangun suatu
kawasan dengan bangunan industri yang ada harus tersedia pula lahan yang kosong
sebagai zona pembeda, fungsinya harus ada zona keseimbangan untuk menjaga kota
dari ancaman kekeringan, banjir dan zona sanggahan bencana yang luas arealnya
harus seimbang dengan luas penggunaan lahan yang ada atau yang
difungsikan sebagai tata ruang aktivitas publik.
Membangun suatu
kawasan investasi untuk aktivitas pelayanan masyarakat umum dengan gedung
kantor pemerintahan harus dibangun secara terpisah dengan menyediakan dan harus ditemukan ada ruang terbuka hijau sesuai
luas areal peruntukan kegiatan umum dan pemerintahan, sehingga ditemukan
keselarasan pemulihan kegiatan alam.
M. Anwar Siregar
Geolog, Pemerhati
Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi-Geosfer. Tulisan ini sudah di Publikasi di HARIAN ANALISA MEDAN, Bulan Agustus 2013
Komentar
Posting Komentar