Bencana Populer : Mitigasi Tsunami Yang Terabaikan

MITIGASI TSUNAMI (MASIH) YANG TERABAIKAN

Oleh : M. Anwar Siregar

 

Ancaman megatrusth tsunami ke Indonesia dapat terulang lagi, mengingat siklus periode gempa tektonik disertai tsunami telah memasuki siklus kritis, isu-isu yang beredar dibergai platform media dan berbagai sumber lainnya telah membahas hal ini namus standart mitigasi tsunami masih belum membumi.

Sebuah renungan untuk di evaluasi, bahwa pentingnya standar bangunan pantai bagi kota di pesisir Indonesia untuk mengimpelementasikan budaya tata ruang berketahanan gempa, dan kita harus sadar bencana, sejak kejadian bencana gempa besar Aceh 2004 seharusnya pemerintah sangat ketat untuk memberikan izin pembangunan kawasan tertentu apalagi dikawasan rawan gempa dan tsunami.

Program mitigasi di Indonesia masih perlu ditingkatkan lagi, buku sejarah bencana gempa di Indonesia sudah sangat tebal, namun isinya masih pepesan kosong dalam bentuk implementasi tata ruang kota berketahanan gempa dan seharusnya menjadi pijakan untuk membangun kota serta agar dapat memberikan ketenangan bagi masyarakat dalam menghadapi datangnya gempa dan agar tidak mudak termakan isu hoax yang tidak bertanggungjawab.

Perencanaan pembangunan bencana sudah harus tertanam sejak dimulainya pembangunan rekonstruksi dan komitmen pembangunan sumber daya manusia yang tangguh menghadapi bencana.

Jepang masih dianggap terbaik dalam budaya mitigasi maupun pembangunan standart building kode bangunan tahan gempa dan 90 persen kontsruksi bangunan di Jepang berbasis tahan gempa dan cocok bagi negara yang berlangganan gempa untuk belajar membangun tata ruang gempa, dan Indonesia perlu belajar budaya mitigasi bencana, baik bersifat struktural maupun non struktural, karena karakteristik wilayah tatanan geologi Indonesia hampir sama dengan Jepang, terbentuk oleh kepulauan vulkanik, berada dikawasan ring of fire, banyak terdapat gunung api, pusat pertemuan antar lempeng besar yang menyebabkan gempa dan tsuanmi besar dan memiliki daerah pesisir pantai yang panjang dan luas serta memiliki kawasan yang bisa diterpa bencana tsunami hingga ke dalam inti kota.

INDONESIA BELUM SIAP

 

Kejadian gempa di lokasi kepulauan seperti yang terjadi di Selat Sunda yang terbentuk diantara Pulau Jawa dan Sumatera tidak jauh berbeda dengan Kepulauan Nusantara-Indonesia di era modern ini, terpisah dari daratan Asia Besar oleh pembenturan lempeng, Indonesia dipisahkan oleh cekungan busur Belakang dan Depan dari dua sisi yang berbeda dari dua benua. Kondisi ini dapat membangkitkan tsunami di sepanjang Pantai Barat Pulau Sumatra. Kota-kota besar di Sumatera Utara harus siap menghadapi ancaman ini, karena ancaman maut yang diberikan tidak jauh berbeda dengan tsunami maut Aceh-Andaman 2004, namun tingkat kerusakan akan lebih parah, karena kondisi blok batuan yang menyusun bumi ruang Sumatera Utara saat ini belum dalam kondisi stabil, setelah ada gempa-gempa kuat dari awal tahun 2010 hingga menjelang akhir tahun 2016, jadi peningkatan kewaspadaan memang harus ditingkatkan dalam bentuk perencanaan tata ruang gempa.

Bersyukurlah karena sampai saat ini gempa di Mentawai belum kondisi pelepasan energi ganas namun sebagai peringatan bagi kota-kota di Pantai Barat Sumatera agar lebih mempersiapkan tata ruang mitigasi yang komprehensif, karena sampai sekarang ternyata belum banyak bangunan dan infrastruktur fisik lainnya mengikuti kaidah building code yang berketahanan gempa, setengah peralatan tsunami rusak dan 80 % masyarakat bermukim di kawasan rawan bencana dan dukungan politik lokal dalam pengurangan resiko bencana masih sangat rendah sekali.

Gempa Mentawai kini memang menjadi pusat perhatian, namun bukan berarti pengamatan gempa lain tidak luput mengalami efek domino untuk diamati terutama gempa di Selat Sunda, di kawasan Nias-Simeulu ke Andaman-Nikobar ataupun dapat merangsang energi di Patahan Sagaing di Burma. Refleksinya bisa di lihat pada gempa Taiwan dapat memberikan stimulus medan stress gempa di kawasan Burma dan Semenanjung Asia Tenggara.

Yang dapat dilakukan masyarakat adalah mempersiapkan diri dan membangun fundemental bencana untuk menghadapi ketidak pastian bencana yang datang bertubi-tubi di negeri yang memang sudah ditakdir hidup akrab bersama gempa dan harmonisasi dengan lingkungan gunungapi. Masyarakat harus siap dalam menghadapi bencana, memastikan kondisi tata ruang kota mereka ada jalur evakuasi bagi kota yang berhadapan langsung dengan Samuerda Hindia dalam menghadapi tsunami. Apa sudah siap?

TSUNAMI TERABAIKAN

Diketahui tsunami menghancurkan seringkali disebabkan oleh gempa megathrust ketika sesar bumi yang berukuran besar melakukan penyesuaian dengan bergerak secara vertikal disepanjang patahan bumi.

Mitigasi Bencana Gempa Bumi, Simak Langkah-langkah mulai ...

Gambar : Mitigasi sederhana yang (kadang) dilupakan (Sumbr gambar : BPPD Klaten)

Para pakar tsunami mengatakan banyaknya jumlah korban terus mencerminkan kurangnya sistem canggih untuk deteksi dan peringatan tsunami di indonesia.

Ironisnya, sistim mitigasi di Indonesia masih belum komprehensif sehingga tidak mengherankan mengapa jumlah korban di Indonesia tidak pernah berkurang, diketahui Indonesia hanya memiliki sistem seismograf, perlengkapan global positioning system (GPS) dan tide gauge (alat pengukur perubahan ketinggian air laut) untuk mendeteksi tsunami sangat sedikit, yang memiliki efektivitas sangat rendah bagi kawasan laut Indonesia yang sangat luas tempat bertemunya empat lempeng besar.

Sedang alat pendeteksi gempa dan tsunami milik BMKG berupa buoy sangat ini lebih banyak tidak berfungsi dan banyak dicuri orang, sehingga ketika terjadi bencana tsunami masyarakat mengalami dampaknya. Indonesia memiliki 22 jaringan sensor perubahan tekanan kecil di dalam laut namun umumnya tidak berfungsi dan rusak karena tidak dirawat.

Yang mengherankan Pemerintah justrunya sangat getol membangun infrastruktur tol dan jalan layang dalam kota, cobalah memperhatikan kondisi mitigasi di daerah pesisir dengan membangun pendeteksi tsunami hampir ditiap wilayah Indonesia sehingga pelajaran tsunami Selat Sunda dapat diprediksi atau setidaknya masyarakat berjaga-jaga atau mencari tempat untuk berlindung.

Karena ada 18 daerah yang sudah merasakan kehancuran dampak tsunami karena tidak memiliki teknologi TEWS, sensor broad bank tanpa awak dan mitigasi ketataruangan yang berbentuk non struktral dan struktur antara lain NAD, Sumut, Sumbar, Bengkulu, Lampung, Jateng bagian Selatan, Jatim bagian Selatan, Bali, NTB, NTT, Sulut, Sulteng, Sulsel, Maluku Utara, Maluku Selatan, Biak (yapen), Balikpapan dan Fak-Fak

Akurasi pemprosesan data harus selalu real time, sehingga perlu lembaga-lembaga riset dan pengawasan dapat bekerjarsama untuk menyebarkan dan memperluas jaringan teknologi, bukan bekerja jalan sendiri, kerja antar sektor di ndonesia dibidang tsunami belum melembaga secara keseluruhan, dan masih ada saja tidak memberikan data secara ikhlas.

Terkait tanggung jawab informasi bencana alam seperti gempa dan tsunami seharusnya mengalokasi dana pengembangan teknologi lebih besar dibandingkan pembangunan infrastruktur yang tidak tepat sasaran, termasuk seminar-seminar, khususnya pemerintah daerah wajib mengalokasikan dana APBD lebih besar dari 5 % dari total anggaran. Mengingat kondisi infrastruktur yang sudah terbangun sangat membutuhkan sistem pengaman dari kehancuran efek gempa bumi.

Di era revolusi 4.0 seharusnya informasi lebih cepat ke tangan masyarakat, era revolusi dan era internet atau era satelit yang mengglobal, rasanya tidak mungkin Indonesia kedodoran, tetapi itulah yang terjadi, Indonesia sangat bodoh, lemah pengawasan, lemah pelembagaan, lebih fokus pada proyek pretisius seperti membangun jalan tol antar provinsi antar pulau.

Padahal kita tahu, bencana setiap saat mengintasi dan menghancurkan apa saja, termasuk proyek pretisius, dan dipastikan banyak tidak dirancang berketahanan gempa dan tsunami, tiba-tiba masyarakat menjadi miskin seperti orang bodoh, pasrah. Dilain pihak kita sibuk mencari kesalahan, sibuk membungun ini, sibuk membangun itu, kita seperti alpa menjaga diri, menjaga Indonesia, menjaga ancaman bencana sehrusnya kita lebih memprioritaskan sistim mitigasi bencana secara menyeluruh.

Tulisan ini telah dipublikasi diberbagai media

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembangunan Berbasis Informasi Kerentanan Geologis : Geologi Mitigasi

Membangun Tata Ruang Kota Tahan Bencana : Geologi Mitigasi

Euforia Demokrasi Di Indonesia