Jawaban Problematika Byar Pet
JAWABAN PROBLEMATIKA
ENERGI BYAR PETT
Oleh M. Anwar
Siregar
Energi di
Indonesia merupakan kebutuhan primer yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat
dan sangat pelik dalam pengaturan serta penggunaannya dalam pembangunan di
Indonesia, berbagai pengaturan yang telah dilakukan sering menimbulkan
dilematis, karena di satu sisi pemerintah ingin melakukan penghematan dan
tunduk pada intervensi asing dan lain waktu pemerintah juga berkeinginan
menghapus subsidi akibat tekanan liberalisasi sehingga menimbulkan gejolak di
tengah masyarakat.
Bermuara pada
satu persoalan yang sebenarnya tidak akan terjadi jika Pemerintah dari dulu
memanfaatkan berbagai sumber daya energi yang tersedia di alam bumi Indonesia,
dapat memberikan manfaat besar bagi pembangunan sumber daya manusia,
peningkatan ekonomi devisa dan infrastruktur fisik serta jaringan energi yaitu
memassalkan energi baru terbarukan [EBT].
SUBSIDI BBM
Energi merupakan
salah satu tulang punggung utama bagi perkembangan ekonomi peradaban global,
juga sebagai faktor utama kemajuan pembangunan bangsa yang membutuhkan
ketersediaan dan ketahanan energi. Hal ini mendorong setiap Negara selalu
mengupayakan pasokan energi harus terus meningkat dan stabil, hemat dan
efisien. Namun yang terjadi di Indonesia
kebalikkan, menghasilkan definisif, dan boros akibat peningkatan konsumsi BBM
di tanah air serta penimbunan dan penyeludupan keluar negeri berdampak pada
byar pett tiap hari, melemahkan daya saing bangsa ditingkat global, berakhir
dengan hilangnya identitas kedaulatan atas penguasaan sumber-sumber daya energi
sebagai jiwa pembangunan.
Gambaran
tersebut dapat dilihat dari kemampuan Indonesia memproduksi minyak sebesar 345
juta barel, mengekspor minyak mentah sebesar 130 juta barel, mengimpor minyak
mentah sebesar 103 juta barel dan Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar 124 juta
barel pada tahun 2010 (Sumber ESDM 2011) dan mengkonsumsi 423 barel. Terdapat
defisit sebesar 97 juta barel per tahun sehingga mendorong pemerintah Indonesia
melakukan impor minyak mentah dan impor produk BBM yang diberikan pemerintah
kepada Pertamina dalam bentuk aliran uang yang banyak kelemahannya, diantaranya
subsidi BBM tidak tepat menjangkau kelompok masyarakat miskin di daerah
pendalaman terpencil dan umumnya di kota besar yang mendapat subsidi sehingga
menimbulkan ketidakadilan. Selain itu, mendorong Pertamina lebih tidak efisien
dalam menyediakan BBM di berbagai daerah di tanah air.
Lebih baik
pemerintah tidak lagi melakukan pembatasan tetapi mempersiapkan alternatif yang
lebih baik dan membumikan secara tegas yaitu pertama, menghapus saja
liberalisasi migas sebagai jalan terbaik untuk meningkatkan daya saing industri
dalam negeri agar tidak membebani APBN tiap tahun. Hal ini dilakukan karena besarnya kebutuhan
industri akan ketersediaan bahan bakar. Sebab, berdasarkan beberapa literatur
yang ada yang diperoleh dari Pertamina untuk industri seperti PLN, maka
kebutuhan BBM mencapai 2,3 juta kilo liter [kl] per tahunnya dari kebutuhan
yang tersedia hanya mencapai 2.1 juta kl. Sedangkan ditingkat industri
kebutuhan BBM yang diberikan mencapai 2 juta kl per tahun, dan telah melampaui
kebutuhan yang diinginkan mencapai 2.5 juta kl.
Kedua, alternatif lain untuk pengurangan
ketergantungan subsidi BBM secara bertahap antara lain dapat diupayakan
memberikan kepastian bagi pelaku ekonomi yang bergerak di sektor energi dengan
memberikan rangsangan insentif ekonomi untuk pengembangan energi baru
terbarukan dalam lima tahun untuk jangka pendek, serta fit atau feed in tariff
bagi kontraktor energi dalam jangka 20 tahun operasi khusus bagi daerah tersulit dari
jaringan PLN.
DIVERIFIKASI EBT
BBM bersubsidi telah lama merugikan perekonomian
Indonesia, sebenarnya dapat dihilangkan atau disembuhkan melalui berbagai upaya
pendekatan pengurangan subsidi BBM, selain tersebut diatas yaitu diverifikasi
energi, melakukan konservasi energi, efisiensi sistim infrastruktur penyediaan
BBM serta menguranginya lamanya kebijakan harga energi nasional.
Cadangan minyak bumi Indonesia terus menurun, pada
tahun 1974 sebesar 15.000 metrik barrel (MB), pada tahun 2000 sekitar 5.123 MB,
dan tahun 2004 menjadi sekitar 4.301 MB, sehingga ketersediaan BBM akan menjadi
sangat langkah dan perlu pengembangan diverifikasi energi harus digalakkan lebih
luas untuk segala sektor kehidupan agar dapat mengendalikan bencana energi di
masa mendatang, peningkatan diverifikasi energi merupakan salah satu jawaban
yang paling tepat untuk mengatasi gejolak subsidi BBM maupun byar pett yang
sering dilakukan PLN dalam kurun dua bulan terakhir ini.
Sebabnya,
Indonesia memiliki potensi cadangan
energi hijau yang merupakan syarat energi baru terbarukan yang sangat
besar,
yaitu cadangan panas bumi, Jawaban untuk kelangkahan BBM dan byar pett
antara
lain, pertama kemungkinan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi
dengan input
produksi sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dengan
memperhatikan
kemampuan substitusi input produksi yang lain yaitu diverifikasi energi
baru terbarukan atau EBT serta adanya perubahan teknologi
yaitu teknologi inovasi. Kedua, hasil
penelitian studi Resources for the Future (RFF), menyebutkan stok yang
tersedia
berkurang dengan sangat cepat akibat konsumsi yang terus meningkat,
sehingga
menimbulkan kelangkahan dipasaran. Penyebabnya, dampak dari beragamnya
jenis energi yang
dipakai, mendorong terjadi efek monopoli. Itulah yang sering terlihat di Indonesia, byar
pett dengan berbagai alasan.
Diverifikasi energi akan memberikan jawaban yang
paling kontekstual untuk mengurangi ketergantungan dan kelangkahan energi
dipasaran yang bersumber dari energi fosil. Sebab, akan memberikan pemulihan
atas sumber-sumber daya yang tidak dapat diperbaharui untuk meningkatkan kapasitas
cadangan minyak Indonesia terus menurun, serta memberikan berbagai pilihan energi bagi kalangan
industri produktif sekaligus meredam
byar pett dalam lima tahun terakhir ini.
Diverifikasi
energi akan membentuk ketangguhan dan ketahanan energi dan pangan, membentuk
kemandirian energi tiap desa-desa di Indonesia karena semua desa di Indonesia
memiliki jenis-jenis energi tersendiri sebagai basis untuk membangun kekuatan
sumber daya yang berkualitas.
Diverifikasi
energi dapat diberikan melalui pengembangan sumber-sumber energi baru seperti
bioethanol, biodiesel, panas bumi, mikrohidro, biomassa, tenaga surya, tenaga
angin, limbah, nuklir, gelombang air, air permukaan dan lain lain. Dan menyentuh
segala aspek kehidupan sosial ekonomi dan lingkungan serta teknologi.
Gambar : Panas bumi salah satu jawaban pyar pet bagi sumber listrik yang belum dimanfaatkan secara optimal penggunaannya untuk kesejahteraan rakyat. Lokasi Foto : Panas bumi Sibayak-Sumatera Utara (Sumber : Dokumen Foto Penulis, 2011)
JAWABAN UU
Langkah
diverifikasi untuk investasi EBT antara lain : Pertama. Jangan persulit
izin-izin EBT, pameo di Indonesia jika mudah kenapa dipersulit, langkah ini
membuat banyak investor jadi ketakutan, bukan tidak ada tertarik menanam modal
di bidang energi. Penyakit ini telah memberikan pukulan telak dengan terjadi
skandal suap SKK migas, pemerintah harus menciptakan iklim bisnis sehat untuk
mencegah bahaya ketergantungan BBM, maka patuhi aturan UU sebagai SOP yang
mumpuni.
Kedua,
tingkatkan energi bauran diatas 50 persen dari total pasokan energi nasional,
kalau perlu gunakan UU konservasi EBT lebih keras lagi seperti yang dilakukan
pemerintah China dan Brasil. Ketiga, merivisi UU migas dan UU mineral dan
batubara (minerba), kembali ke akar bangsa untuk mengelola kekuatan energi itu
agar di kuasai negara sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945 dan UU No. 30 tahun 2007
Tentang Energi yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk memperoleh
energi dan merupakan kewajiban pemerintah untuk melakukan pengelolaan sehingga
ketersediaan energi dapat terjamin.Yang terjadi sekarang byar pett setiap hari.
M. Anwar Siregar
Pemerhati
Masalah Tata Ruang Lingkungan, Energi-Geosfer, Tulisan ini sudah dipublikasi di HARIAN ANALISA MEDAN
Komentar
Posting Komentar