Agenda Coklat vs Agenda Hijau : Geologi Lingkungan
AGENDA COKLAT VS AGENDA HIJAU
Oleh M. Anwar Siregar
Untuk menelaah mengapa terjadi penghancuran di
permukaan dan diatas bumi oleh seluruh bangsa di dunia ada beberapa penyebab
yang penting perlu diperhatikan antara lain : kemampuan daya dukung lingkungan dalam pemakaian sumber-sumber bahan bakar
fosil yang tidak dapat diperbaharui sebagai agen utama dalam memperparah
kondisi geosfer, penghancuran sumber daya hutan yang terbatas dan kemampuan
recoveri lahan dalam memberi keberlanjutan sumber daya kehidupan bagi
manusia dan makhluk lainnya. Serta kebijakan faktor ekonomi global dalam
mengejar manfaat ekonomi sematanya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat secara
sosial sehingga untuk memulihkan daya dukung lingkungan dalam era pembangunan
modern dimasa sekarang di Indonesia semakin susah untuk mencapai keseimbangan
lingkungan.
Kondisi daya
dukung lingkungan yang semakin menurun di beberapa wilayah di Indonesia kini
telah memasuki diambang bencana universal, Pemerintah saat ini menghadapi
dilemma sosial akibat peningkatan laju penduduk yang semakin bertambah sedang
dilain pihak terbatasnya tata guna lahan rehabilitasi untuk segala aktivitas
kehidupan manusia. Perbandingan antara jumlah penduduk Indonesia saat ini
dengan daya dukung sumber daya alam untuk kebutuhan hidup sudah tidak ideal
lagi, dalam arti akibat
besarnya kepadatan jumlah penduduk tidak lagi memungkinkan peningkatan
produktivitas lahan per kapita untuk menjamin kesejahteraan minimal masyarakat.
Perlu program lingkungan untuk menekan aspek laju kerusakan lingkungan.
EFEK GLOBAL COKLAT
Alam telah menyediakan
sumber-sumber energi untuk menunjang kehidupan dimuka bumi, sumber energi yang
paling utama adalah bahan bakar fosil atau BBM, hampir seluruh dunia
menggunakan BBM konvensional untuk memenuhi
kebutuhan energi sehari-hari, manusia harus mengolah sumber-sumber energi
menjadi bahan bakar dan energi listrik ini dalam kondisi terkendali di era sekarang, namun pemaksaan masih
nampak kuat
dalam pemenuhan kebutuhan energi
yang berlebihan sehingga kita
telah merasakan terganggunya keseimbangan lingkungan Bumi, yaitu penipisan lapisan ozon, hujan asam dan pemanasan global yang merupakan efek global coklat sangat
membahayakan kelangsungan kehidupan di Bumi.
Efek konsumsi bahan bakar fosil secara global yang terus meningkat
membawa dua akibat terhadap lingkungan hidup manusia yaitu penurunan tingkah taraf hidup manusia dan
menyebabkan kondisi lingkungan yang tidak layak dihuni dengan berbagai efek
yang telah kita ketahui. Salah
satu konstribusi bagi kenaikan efek rumah kaca bagi Indonesia adalah CO2,
mayoritas 83 persen bangsa Indonesia menggunakan BBM, yang terbesar dalam
pemakaian ini, lalu bahan bakar dari Batubara dan bahan bakar gas cair alam,
pengguna terbesar bahan bakar
ini adalah kendaraan, lalu pabrik industri dan PLN.
Penyumbang
perubahan kondisi iklim, cuaca, suhu dan lingkungan geobiosfer Bumi dapat
dilihat dari aktivitas manusia melalui kelompok polutan kimia, biologi dan
fisika sebagai faktor pencemaran udara melalui tebaran debu-debu organik dan
polutan gas dari cerobong rumah tangga dan pabrik industri dan polutan
kendaraan di kota-kota besar dunia dengan mencapai 150 ton polutan asam yang
mudah menguap, 500 ton subtansi nitrogen, 400 ton komponen belerang/sulfur
serta 1500 ton mineral-mineral organik lainnya serta pembakaran hutan yang
menghasilkan Smog, seperti sering berlangsung di kawasan hutan Indonesia.
Eksploitasi hutan
yang berlebihan secara illegal tanpa diikuti reboisasi juga dapat berakibat
keruskan lingkungan, banjir dan tanah longsor serta
menambah keturunan efek coklat global terutama di Indonesia yang sedang
berjuang keras dalam mengurangi efek CO2 sebesar 45 persen sebelum tahun 2025. Pembangunan industri dengan penerapan
teknologi maju yang tidak disertai wawasan lingkungan berpotensi terhadap
lingkungan hidup seperti pencemaran udara dan pencemaran tanah akibat limbah
yang tidak diolah. Hutan memberikan banyak manfaat dengan fungsinya antara lain
sebagai pemasok oksigen, paru-paru dunia, penyeimbang lingkungan disamping
dapat menghasilkan devisa. Sekarang kondisi hutan di dunia kini
semakin berkurang.
Salah satu peristiwa yang selalu
menjadi bahan pembicaraan dunia internasional terhadap injeksi coklat di
angkasa dan terbesar di Asia Tenggara adalah peristiwa kabut asap, di mana
pembakaran hutan itu telah memberikan sumbangan polutan di atmosfer mencapai 3
milyar ton, perusakan hutan dan perizinan perkebunan merupakan aktivitas yang
paling menonjol dalam memberikan tatanan perubahan iklim global di Asia
Tenggara.
Perlu strategi pembangunan berwawasan
lingkungan, dalam mengendalikan aspek kerusakan lapisan udara, Pemerintahan di
Indonesia harus memastikan daerahnya memiliki agenda pengendalian kerusakan
geosfer yang disebabkan oleh unsur-unsur polutan (coklat), yang kini semakin
parah dengan banyaknya jenis kendaraan yang masih menggunakan bahan bakar
konvensional mengandung timbal serta industri masih menggunakan bahan bakar
batu bara, program agenda coklat dapat memanfaatkan energi alam yang lebih baik
seperti panas bumi, gas cair alam, bahan bakar biofuel dan nabati untuk
dijadikan isu-isu strategis pembangunan, isu ini penting dalam menjaga
keberlangsungan sumber daya lainnya yaitu sumber daya laut yang berbasis
ekonomi biru dan ekonomi hijau.
BENCANA HIJAU
Salah satu andil penyebab bencana hijau,
adalah banyaknya hutan dikorbankan menjadi kawasan peruntukan lahan kelapa
sawit. Hutan yang dibuka dengan pengusulan secara langsung sudah sebanyak 6,2
juta hektar. Sementara hutan yang dibuka secara kolektif dan transaksional
antara tahun 2009 hingga 2013 mencapai 12,35 juta hektar (Sumber Walhi Riau).
Banyaknya pengeluaran izin di kawasan hutan
yang berdasarkan kajian lingkungan kurang memadai, namun dalam penerapan kaidah
lingkungan untuk mengendalikan bencana hijau terutama dalam praktik industri di
hutan-hutan Indonesia dan perkebunan masih jauh dari sikap tanggung jawab
mengikuti standart SOP dan standart pelayanan minimun. Menimbulkan problematika
lingkungan hutan, penurunan kualitas hutan karena berbagai faktor yang bersifat
kompleks, konfigurasi hutan tropis di Indonesia telah mengalami penurunan
signifikan dengan luasan hutan yang rusak di dalam suatu kawasan hutan telah
mencapai 59,62 juta hektar, luasan hutan rusak di luar kawasan hutan mencapai
42,11 juta hektar (sumber Badan Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan,
2000).
Pemerintahan
di Sumut memerlukan agenda hijau untuk mengendalikan bencana banjir di masa
mendatang. Eksplorasi kehancuran hutan itu salah satu
penyebab kondisi anomali cuaca, banjir sekarang merupakan kelanjutan banjir
pada semester pertama tahun 2013 yang telah berlangsung sebelumnya di Medan,
Madina, Palas serta Labuhan Batu.
AGENDA HIJAU
Tindakan-tindakan pelestarian RTH untuk mencegah bencana ekologi hijau
perlu diidentifikasi sampai pada tingkat yang dapat diterima dengan
mempertimbangkan berbagai aspek kebijakan, hukum dan kelembagaan serta
alternatif dalam pengendalian dampak lingkungan akibat laju pembangunan fisik
oleh analisis kerentanan dari berbagai jenis proyek yang dapat mengokupasi
ruang hijau terbuka sehingga dapat mencegah bencana banjir, meminimalisasi
rasio kekurangan daerah tata ruang air serta langkah-langkah pelestarian
lingkungan. Faktanya, bencana banjir di Sumatera Utara semester kedua sekarang
sedang berlangsung di Kabupeten Langkat, Sergai, Tebing Tinggi, Deli Serdang
dan Batubara akibat berbagai perusakan kawasan hutan di pinggiran kota,
berbagai penghancuran habitat lahan hijau di wilayah perkotaan, semakin menurun
daya tahan fisik tata ruang kota, yang tercermin dari semakin menurunnya permukaan
tanah, degradasi kekuatan fisik tata ruang air baik secara kuantitas dan kualitas
diberbagai areal pemukiman dan infrastruktur fisik kawasan kantor dan jalan
jembatan serta kemampuan daya serap oksigen tanah hutan alam semakin berkurang karena
hutan Sumut diidentifikasi telah berkurang sekitar menjadi 11 juta hektar sehingga
mengakibatkan terjadinya penumpukan polutan di udara yang menimbulkan hujan
asam.
Untuk
memastikan hal ini masih akan terjadi musibah banjir tahunan, Anda dapat
melihat dari udara bagaimana morfologi “hutan yang botak” di sepanjang pesisir
barat Tapanuli dan tinggian Tanah Karo hingga menurun ke daratan morfologi
rendah di pesisir pantai timur Langkat-Sergai.
M. Anwar Siregar
Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer. Tulisan ini sudah di Publikasi di HARIAN ANALISA MEDAN JULI 2014
http://analisadaily.com/lingkungan/news/agenda-coklat-vs-hijau/51402/2014/08/03
http://analisadaily.com/lingkungan/news/agenda-coklat-vs-hijau/51402/2014/08/03
Komentar
Posting Komentar