Mar 5, 2015

IRONI TIONGKOK DI DAERAH RAWAN GEMPA

IRONI TIONGKOK DI DAERAH RAWAN GEMPA
Oleh M. Anwar Siregar
Gempa berkekuatan 6,3 SR mengguncang Tiongkok Barat Daya, Minggu (3/8), telah menewaskan 367 orang dan mencederai sekitar 1.400 lainnya. Daerah terparah berada di  wilayah pegunungan terpencil di provinsi Yunnan, yang berada di ujung kaki patahan Longmen Shan, menyebabkan sejumlah bangunan ambruk, termasuk sekolah-sekolah. Sumber United State Geology Survei (USGS) menyatakan gempa tercatat pada kedalaman dangkal kurang lebih 10 km. Media pemerintah Tiongkok melaporkan gempa sangat kuat dirasakan di Yunan, maupun di provinsi tetangga, Guizhou dan Sichuan, semua kota tersebut terletak di daerah patahan gempa aktif.
Yang menimbulkan pertanyaan bagi penulis dan juga sebagaian masyarakat dunia adalah kenapa Tiongkok yang terkenal dengan kemampuan membangun arsitektur gedung bertingkat tinggi dan tercepat dimuka bumi tidak berdaya menghadapi ancaman bencana gempa bumi?
 Gambar : Patahan Longmen Shan, (sumber : dari berbagai sumber)
DAERAH RAWAN GEMPA
Bencana geologis seperti gempa bumi selalu memiliki siklus, bahwa alam sebenarnya telah memberikan tanda-tanda untuk dipelajari manusia, untuk meminimalisasi bencana gempa, bahwa gempa diwilayah Pegunungan Yunan merupakan wilayah yang di lintasi Patahan Longmen Shan yang memiliki karakteristik zona patahan yang membentang lebih dari 240 km di sepanjang dasar Gunung Longmen Shan, Bagian depan gunung memiliki lereng yang luar biasa curam, mulai ketinggian 600 meter di sekitar lembah dan hingga 6.500 meter di bagian depan pegunungan Longmen Shan, telah berulangkali mengalami pendesakan sehingga membentuk rangkaian pegunungan lipatan yang diperlihatkan dibeberapa puncak menjulang tinggi mencapai 4.000 meter lebih, dan merupakan rangkaian pegunungan Sirkum Pasifik muda yang tidak terpisah dengan pembentukan Pegunungan Himalaya dan Plateau Tibet.
Dari beberapa gambar citra foto satelit dan literatur sejarah geologi gempa di Patahan Longmen Shan. Penyebab utama terjadinya gempa kuat dalam kurun empat belas tahun di Propinsi Yunan atau hanya beda satu tahun dari gempa Sichuan April 2013 lalu, di kondisikan oleh faktor struktur deformasi kerak geologi di patahan Longmen Shan antara lain : Pertama, energi keseimbangan belum stabil, desakan lempeng India ke utara terhadap lempeng Eurasia itu menyebabkan banyak ditemukan pelipatan kulit bumi, selain itu di kawasan ini menyimpan energi kegempaan relatif rendah, sehingga kita dapat mengetahui dalam relatif singkat akan terjadi gempa kuat yang meremukan kerak bumi, ditemukan banyak zona robekan, longsoran berdimensi panjang dan energi stress di perbatasan pertemuan lempeng setiap terlepas.
Kedua, Dinamika medan stress diperbatasan lempeng dampak dari tekanan patahan di ujung barat daya patahan Longmen Shan di Propinsi Sinchuan telah mengalami pelentingan naik akibat dari momen transfer tekanan energi gempa terdahulu, dikondisikan oleh terbelahnya beberapa ruas blok batuan yang sebelumnya stabil dan sebagai penumpuk/pijakan keseimbangan telah mengalami gangguan dinamika sehingga menjadi aktif dengan sumber kedalaman gempa sangat dangkal. Gempa-gempa tremor dengan momen magnitude Mv 5 saja sudah bisa menghancurkan bangunan diatasnya.
Ketiga, jejak pelentingan gempa kuat yang pernah terjadi di Sichuan pada tahun 2008 dan 2013 memicu terjadinya pematahan baru pada kerak bumi sehingga mengantarkan kecepatan rambat gelombang puncak batuan dasar semakin cepat melaju ke permukaan, menjalar ke berbagai arah zona batuan sedimen yang tidak homegen ke arah timur kota Sichuan dan membentuk rekahan sepanjang 250 km dengan lebar 36 km (sumber Badan Geologi Tiongkok dan USGS, 2013), jejak rekahan atau robekan ini telah melenting sejauh 400 cm dari lokasi semula, sehingga gempa di Yunan itu akibat energi transfer di ujung patahan Longmen Shan.
Akibat pelentingan permukaan dari jejak gempa terdahulu itu menyebabkan gempa kuat masih terjadi di Propinsi Yunan dan Sichuan dengan intensitas maksimun mencapai 9 MMI, yang menghasilkan percepatan tanah mencapai 115 % G atau setara denga 1 G = 9,81 m/det2. Yang terakhir adalah beberapa zona pergerakan membentuk pegunungan lipatan muda dengan dimensi pendek disebabkan oleh terbatasnya “ruang pendesakan” dan berakhir pada tertahannya mekanisme gerakan disepanjang bidang patahan, yang seharusnya memiliki gerak bebas sesuai dengan kecepatan pergeserannya menyebabkan patahan mengalami penguncian, terlihat pada pendesakan blok batuan di patahan gempa Sichuan di timur ke arahan barat daya Yunan, patahan terkunci memiliki batas-batas kemampuan menahan beban, jika melampaui kemampuan daya tahan akan menghasilkan pelentingan dan tersalurkan energi seismik gempa kepermukaan (Sumber USGS dan berbagai sumber).
IRONI SEJARAH BERULANG
Jangan pernah melupakan sejarah kehidupan dimasa lalu, karena itu merupakan cermin kehidupan masa depan, dan catatan sejarah gempa yang pernah berlangsung harus diambil sebagai pelajaran untuk menata tata ruang dan infrastruktur fisik yang lebih baik dan berguna untuk mengurangi jumlah korban dan materi. Bahwa gempa datang kadang tidak pasti, oleh karena itu, yang terdekat menjadi prioritas untuk pembangunan bagi kepentingan rakyat. Di Indonesia, hal ini tidak berlaku, yang ada bagaimana suatu tata ruang di bangun dengan indah tanpa memperhatikan kaidah bahaya lingkungan yang mengancam tata ruang, setiap ada sepersil tata lahan kosong akan berubah menjadi “zona hutan beton”.
Ironisnya, jika kita memperhatikan sejarah gempa Tiongkok dan Indonesia ada kesamaan, bedanya Tiongkok sudah memulai pencatatan sejarah dimulai dari tahun 140 dengan membuat alat pertama yang dapat meramalkan gempa bumi di Tiongkok dan seluruh dunia serta dinamakan “seismograf” yang terbuat dari perunggu (baca literatur seismograf zaman Dinasti Han Timur Tiongkok yang dibuat oleh ilmuwan Zhang Heng). Namun kenyataan sekarang korban gempa terus berlangsung tapi kenapa Tiongkok sepertinya kedodoran dalam menghadapi bencana gempa?
Sejarah gempa yang tercatat di patahan Longmen Shan antara lain : gempa Shaan-xi tahun 1558 yang berada di lembah Sungai Wei dengan 60 persen populasi tewas atau 890.000 orang meninggal di beberapa kabupaten seperti Henan, Shaanxi, Hebei dan Anhui. Lalu gempa Thangsan tahun 1976 dekat Hebei, kekuatan 7.8 SR. Gempa Diexi tahun 1933 dengan kekuatan 7.5 SR menewaskan 9.300 orang. Gempa Yunan tahun 1970, menewaskan 15 ribu orang dengan kekuatan 7.7 SR lalu tahun 1972 terjadi gempa lagi dengan Mw 7.1 dengan korban 1.400 jiwa.
Rentetan gempa yang menelan korban banyak tidak diimbangi oleh kehebatan China dalam membangun konstruksi tercepat di muka bumi, terutama penataan ruang berbasis gempa lokal karena terjadi gempa dahsyat Sinchuan tahun 2008, menewaskan 70.000 jiwa dan kekuatan mencapai 7.9 SR dan gempa 2013, kekuatan mencapai 6.6 SR. Selanjut gempa Yunan tahun 2012, kekuatan gempa 6.0 dan gempa tahun 2014, 6.3 SR telah menyebabkan korban 647 jiwa. Ironiskan jika kita bandingkan pencapaian ekonomi dan militer China yang ingin jadi Adidaya?
Jika kita melihat buku sejarah gempa China harusnya dapat menekan jumlah korban dan bisa mengulang prestasi gempa Thangsan yang sempat menyelamatkan manusia pada tahun 1960-an serta prestasi atau ambisi China yang mencatat rekor sebagai negara tercepat dalam membangun gedung bertingkat tinggi sebuah hotel 30 lantai seluas 55.7784 meter persegi hanya dalam waktu 15 hari  atau 360 jam serta tak satu pun para pekerja mengalami cedera.
Tetapi jika menghadapi badai alam Tiongkok seperti tak berdaya, lihat saja gempa-gempa dalam kurun enam tahun sejak gempa Sinchuan ke gempa Yunan, jumlah korban konon telah mencapai ratusan ribu jiwa, sepertinya tidak ada arti kemajuan yang dicapai oleh China jika tidak mampu menata bangunan-bangunan berstruktur kecil di lokasi pemukiman dan industri serta upaya menghemat energi dari sisi pembangunan gedung-gedung yang ada di China saat ini jika daerah tempat aktivitas manusia hidup mengalami “killing field” dari natural disaster yang di perlihatkan oleh gempa bumi mematikan yang merangkum blok-blok batuan sebagai “tata kelola kehidupan” yang telah remuk.
M. Anwar Siregar
Enviromental Geologist, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi-Geosfer. Tulisan ini sudah di Publikasi oleh HARIAN ANALISA MEDAN 2014

No comments:

Post a Comment

Related Posts :