Apr 23, 2015

MEMAHAMI BENCANA LINGKUNGAN DALAM KEHIDUPAN

MEMAHAMI BENCANA LINGKUNGAN DALAM KEHIDUPAN
Oleh M. Anwar Siregar
Secara sederhana, bencana bisa didefinisikan sebagai suatu gangguan serius lingkungan terhadap fungsi-fungsi dalam lingkungan manusia yang menyebabkan kerugian ataupun kehilangan nyawa bagi makhluk hidup terutama bagi manusia serta material maupun penurunan daya dukung lingkungan akibat terbatasnya kemampuan lingkungan dalam mengikuti peningkatan populasi manusia di bumi untuk memulihkan kapasitas sumber daya kehidupan.
Sedangkan Mitigasi adalah bagian dari pengurangan risiko yaitu menjinakan, oleh karenanya, pengolahan manajemen risiko yang komprehensif terhadap ancaman bencana sangat dibutuhkan untuk mengurangi kerugian akibat bencana geologis, bencana klimatologi dan bencana sosial dalam suatu tata ruang lingkungan.
DINAMIKA MANUSIA
Manusia adalah dinamisator lingkungan yang paling kuat. Mengutip buku Guns, Germ and Steel karya Geografer Jared Diamond, bahwa posisi geografis mempengaruhi perilaku dan dinamika sosial masyarakat dalam menciptakan peradaban manusia di muka bumi, memiliki kemampuan logika dalam mengeksplorasi sumber daya alam dengan penyesuaian dengan lingkungan, beradaptasi berbagai perubahan lingkungan dengan daya logis yang diciptakan melalui ilmu pengetahuan dan teknologi yang membentuk peradaban dan budaya mereka.
Dengan peradaban iptek ini manusia menciptakan budaya dan sekaligus juga berhadapan dengan kondisi yang kini mengancam kehidupan mereka melalui berbagai perusakan lingkungan di muka bumi, budaya yang tercipta, tergali dari alam kadang kini diabaikan sehingga menimbulkan permasalahan bencana lingkungan, berbagai kearifan yang mengutamakan unsur-unsur kolektivitas dalam menjaga keserasian alam mulai terkikis, akibat adanya egoisme diri, pembangunan yang ada kadang tidak dilengkapi oleh mekanisme demokratis sehingga mendorong masyarakat mencari tempat hunian di daerah rawan bencana, sehingga hal ini menimbulkan kompleksitas bencana dalam suatu tata ruang sehingga akar permasalahan semakin kompleks.
Dinamika kearifan budaya manusia seharusnya menjadi pengendali konflik tata guna lahan, dapat memfasilitasi kepentingan yang tersembunyi dari keserakahan individu dalam pemanfaatan kondisi lokal untuk keberlanjutan hidup masyarakat yang di daerah rawan bencana, lihat kejadian bencana lingkungan kabut asap dari kebakaran lahan dan hutan untuk perluasan perkebunan, kepentingan ekonomi.
KOMPLEKSITAS BENCANA
Mengkategorikan beberapa model bencana lingkungan sebagai upaya untuk mengurangi tingkat bencana di tengah masyarakat dan lingkungan hidup berdasarkan jenis ancamannya perlu dipahami lebih dulu dan sosialisasi secara berkala antara lain yaitu Pertama, penyebab bencana bisa berasal dari ancaman alam dan berasal dari ancaman buatan manusia. Bila dua jenis kategori ancaman ini bersamaan menyumbangkan bencana akan menimbulkan resiko lost generation dan multi crisis bagi dunia.
Kedua, berdasarkan frekuensi dan resiko bencana dapat diketahui masyarakat melalui kekerapan terjadinya berbagai jenis bencana yang terjadi lebih dari satu jenis bencana, sebagai contoh bencana banjir yang sering terjadi dengan frekuensi lebih dari sekali dalam sebulan yang menghasilkan bencana banjir yang sering terjadi di Indonesia akan menimbulkan dampak resiko yang menjadi lebih besar bagi aktivitas manusia dengan berbagai efek yang mengikutinya, misalnya terputus jalur logistik, jalur transportasi, kendala penerbangan, korban tidak pernah menurun. (Studi kejadian, bencana banjir Jakarta dan beberapa kabupaten di NAD).
Ketiga, dengan frekuensi bencana yang sering terjadi akan diketahui tingkat durasi dampak berdasarkan cepat atau lamanya kejadian yang dirasakan, misalnya gempa bumi, ataupun bencana banjir bandang yang dapat tercatat dalam hitungan beberapa menit atau jam, sedangkan bencana kekeringan bisa dalam hitungan bulan atau tahun. Durasi dampak bencana perlu diingat karena kejadiannya akan sering berulang sehingga perlu budaya SOP mitigasi secara menyeluruh. (Letusan gunung api di beberapa wilayah di Indonesia).
Keempat, dengan mengetahui durasi dampak bencana maka diketahui kapan laju kecepatan bencana terjadi, laju kecepatan terjadinya suatu bencana dapat dihubungkan dengan jarak antara gejala/indikator yang bisa diprediksi. Contoh, khususnya gempa bumi dapat dikategori dalam lingkup yang tidak diprekdisi kapan terjadi namun siklus kejadiannya dapat diperkirakan, namun tsunami terjadi tiba-tiba dan antara jarak lokasi bahaya dengan indikator dalam hitungan menit sebelum kejadian bencana menimpah suatu kawasan (Belajar atau pelajaran dari gempa dan tsunami Aceh dan Mentawai).
Kelima, berdasarkan lingkup ukuran dampak bencana bisa mencakup beberapa luas kewilayahan. Misalnya letusan gunung Sinabung hanya berdampak beberapa wilayah, seperti hembusan awan panas ke Medan dalam ukuran wilayah terbatas, sedang kekeringan bisa mencakup beberapa kota/kabupaten, propinsi atau suatu negara.
Keenam, berdasarkan potensi merusak maka masyarakat perlu membuat kategori perencanaan darurat dalam suatu wilayah, misalnya bencana banjir yang menyebabkan kematian manusia, memberikan kerugian ekonomi yang lebih besar tingkat kepulihan dalam bentuk bulanan. Ketujuh, bencana ada yang dapat diprediksi dan ada tidak dapat diprediksi dan memerlukan suatu kajian penataan ruang karena mencakup aspek luasan dampaknya seperti bencana gempa bumi sulit diprediksi.
BUDAYA SOP
Berdasarkan pemahaman kompleksitas dari bencana, maka komponen-komponen infrastruktur yang terbangun merupakan upaya pemenuhan kegiatan pengurangan resiko bencana. Namun belum diimbangi oleh pengetahuan dan pemahaman serta tindak nyata warga terkait pengurangan resiko bencana belum seimbang dengan prasarana dasar lingkungan permukiman yang telah terbangun.
Bertitik tolak dari berbagai bencana lingkungan yang berlangsung di Indonesia, maka perlu ditingkat budaya SOP mitigasi bencana lingkungan dalam kehidupan masyarakat Indonesia terutama yang paling mendesak adalah peningkatan kesadaran penyelamatan dan pelestarian hutan serta terumbu karang sebagai upaya pengendali minimal mengurangi efek perubahan iklim global yang kini sangat terasa di Indonesia, perlu upaya peningkatan pengetahuan dan pemahaman serta keterampilan pengetahuan lingkungan dalam menghadapi bencana. Kegiatan yang perlu ditingkatkan adalah membudayakan SOP mitigasi komprehensif dari tingkat komunitas dan atau desa/kelurahan untuk menghasilkan daya tahan terhadap bencana.
Sistim SOP mitigasi yang komprehensif tidak akan berjalan dengan baik jika tidak didukung oleh pola koordinasi organisasi yang tertata rapi. BNPB sebagai koordinasi penanggulangan bencana harus memiliki mobilitas yang tinggi dalam bergerak cepat untuk melakukan koordinasi antar lembaga dengan membangun serta menerapkan sistim informasi daerah bahaya dan terdapat potensi terjadinya bencana. Kerjasama antar lembaga riset dan perlu ditingkatkan untuk membangun kapasitas kesiagsiagaan, berupaya meretas rumitnya jalur biroktrasi manajemen pananggulangan bencana di Indonesia.
Pemerintah sekarang, harus memiliki visi kebencanaan yang tegas sesuai Undang-undang yang ada, agar penanganan bencana dalam kehidupan masyarakat maupun pemangku kepentingan tidak menggunakan istilah ”bencana dulu baru belajar kemudian”, budaya pikiran seperti ini seharusnya tidak lagi menjadi landasan/pegangan hidup di negeri yang telah diciptakan sebagai negeri yang bermacam menghadapi bencana dengan berbagai variasi tingkatan bahaya. Agar masyarakat tidak terkaget-kaget, panik dan menyebarkan isu-isu yang tidak bertanggung jawab ketika terjadi bencana, melemparkan tanggung jawab sehingga menimbulkan euforia ketakutan, serta pembiaran kerusakan lingkungan seperti kebakaran hutan sehingga menimbulkan bencana kabut asap antar negara.
Dengan pemahaman visi kebencanaan serta berbagai peraturan penanggulangan bencana dalam kehidupan masyarakat Indonesia, maka niscaya kita akan memiliki serta terbentuk sebuah masyarakat dan lingkungan yang tangguh menghadapi bencana, mandiri serta mampu membangun kapasitas dalam memulihkan diri dengan segera dari berbagai trauma bencana.
M. Anwar Siregar
Enviromental Geologist, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi-Geosfer. Tulisan ini sudah dipublikasi di HARIAN ANALISA MEDAN, Januari 2015
http://analisadaily.com/lingkungan/news/memahami-bencana-lingkungan-dalam-kehidupan/97246/2015/01/11

No comments:

Post a Comment

Related Posts :