Apr 23, 2015

TAHUN 2015 : WASPADA TRIBENCANA GEOLOGIS-KLIMATOLOGIS : Geologi Disaster

TAHUN 2015 : WASPADA TRIBENCANA GEOLOGIS-KLIMATOLOGIS
Oleh M.  Anwar Siregar
Sepanjang tahun 2014, Ibu pertiwi tidak pernah absen berduka cita, dari kehadiran bencana geologis (gempa, gunungapi meletus dan gerakan tanah/longsor) serta bencana klimatologis yang terus hadir silih berganti “arisan bencana” banjir (curah hujan tinggi), angin puting beliung, cuaca iklim ektrim serta gelombang air laut dan kebakaran (kabut asap hutan, perkebunan dan pertambangan, dan terakhir musibah hilangnya pesawat air asia QZ 8501 akibat cuaca ekstrim di langit udara Indonesia.
Dampak dari dua jenis bencana ini sangat mengancam kondisi kewilayahaan Indonesia, ancaman bagi ekosistim lingkungan dan tata ruang wilayah Indonesia, ancaman bagi keberlangsungan umat manusia, mengingat kondisi Indonesia rentang untuk segala jenis bencana, dan perlu upaya untuk meningkatkan kemampuan kualitas dan kapasitas masyarakat dalam mengatasi berbagai ancaman tribencana geologis dan klimatologis di masa mendatang.
KADO AKHIR TAHUN
Rentetan bencana banjir dalam satu dasawarsa ini, lempeng bumi Indonesia terus menggeliat aktif sejak guncangan gempa tektonik dengan diiringi oleh tsunami maut yang terjadi di Pantai Barat Sumatera dengan titik hunjaman berada di patahan Aceh Desember 2004 merupakan peristiwa relaksasi bumi yang belum seimbang, akan terus menimbulkan korban bencana bagi manusia dan tak terhitung nilai harta benda yang menjadi korban.
Perhatian kita selama tahun 2014 tentang bencana menunjukan ada data peningkatan jumlah bencana dan jumlah korban serta kerusakan infrastruktur dan kemampuan kapasitas mitigasi masyarakat belum ada perubahan yang signifikan, tetap saja wilayah yang rawan bencana geologis dan klimatologis di huni walau sudah di peta secara tematik, tetap saja ada masyarakat “menerobos”. Padahal ancaman bencana kebumian itu tetap ada dan dapat terjadi kapan saja. Sebab, hingga sekarang tidak ada satupun manusia, satu Negara di bumi unggul dalam bidang dan budaya teknologi yang mumpuni jika berhadapan langsung dalam daulat bencana alam di muka bumi ini.
Pelajaran berharga untuk ini, lihatlah musibah badai Hasugit di Flipina dan gempa di Tiongkok, ataupun di Amerika Serikat yang memiliki teknologi super power belum mampu mengurangi jumlah korban jiwa dan infrastruktur.
Kita sudah mengetahui, bahwa bumi tempat kita beraktivitas itu memiliki “nyawa”, menggeliat, bergerak melalui suatu yang disebut plate atau “lempeng” karena ada unsur panas di dalam, yang sebagai energi penggerak, jika dari hal ini kita sudah ketahui, maka pengurangan dan penguraian bencana korban dapat di tekan melalui penataan daya dukung lingkungan.
Dalam konsep daya dukung lingkungan untuk mengendalikan bencana seperti yang terjadi sepanjang 2014, kehidupan manusia yang tergantung pada kapasitas pengendalian produksi terutama pemanfaatan sumber-sumber daya alam serta alih fungsi lahan hutan yang berlebihan dapat menjadi ancaman bagi manusia, bahwa kapasitas produksi dan ekosistem dalam penggunaan ditingkat minimum dan integritas ekosistem sangat esensial bagi ketahanan kehidupan manusia. Faktor inilah yang selalu diabaikan dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, terabaikan fungsi integritas sumber daya lingkungan dengan faktor ekonomi, sehingga kapasitas cadangan kadang tidak tercukup, tidak terpenuhi, kadang tidak ada konsep rehabilitasi dan terus berupaya menggali di tempat yang lain tanpa peduli esensi lingkungan tersebut (kasus ini banyak terjadi di Pulau Jawa, Aceh, Riau dan Sumsel serta Kaltim).
Dalam kerangka ekologis bencana alam oleh kejadian tersebut diatas, hal ini banyak dilupakan oleh manusia sehingga sepanjang tahun sering terjadi musibah bencana geologis terutama gerakan tanah dan klimatologis diwakili oleh bencana banjir dan banjir bandang serta kabut asap, dampak kerusakan ekosistem akibat tingkat kegiatan pembangunan atau tingkat ekonomi yang terus mengejar keuntungan sehingga melewati daya dukung lingkungan. Hal itulah yang terjadi dibeberapa kota yang mengalami musibah banjir dan gerakan tanah longsor sebagai bonus bencana akhir tahun.
Kado akhir tahun bencana 2014 itu adalah bencana longsoran maut di Banjarnegara bulan Desember, letusan gunungapi Sinabung Tanah Karo mulai memuncakan erupsi lagi juga bulan Desember dan letusan gunung Gamalama di Ternate akan berlanjut terus serta gempa bumi Halmahera kembali bergoyang dan banjir dibeberapa wilayah Kabupaten di Provinsi Aceh bulan November dan Desember, banjir di Riau akibat kerusakan hutan dan kabut asap pada bulan Oktober-November, lalu disusul bencana angin puting beliung di Jawa Timur, lalu banjir di Jakarta, Cilacap dan Kabupaten Bandung di bulan Desember 2014 dan beberapa daerah lainnya.
WASPADA BENCANA 2015
Gejala bencana tahun 2014 masih akan berlanjut ke tahun 2015, diprediksi dengan diawali rutinitas banjir Jakarta, Semarang dan Bandung di Jawa. Di Sumatera diawali oleh Sumatera Utara di empat wilayah kota yang berlangganan banjir seperti Medan, Madina, Tebing Tinggi dan Labuhan Batu (sudah dimulai di Labura), data diperoleh dari pengamatan fenomena bencana yang sering melanda daerah tersebut selama lima tahun berturut-turut hingga ke bulan Februari sebagai puncak musim hujan dan kualitas daya dukung hutan serta pola tata ruang drainage dan sistem irigasi atau bendungan air serta daerah tangkapan air di daerah tersebut sangat buruk.
Bencana Geologis yang perlu diwaspadai di Sumatera adalah bencana gempa bumi di sekitar pantai barat sumatera, patahan daratan sumatera di Aceh Singkil, Aceh Tenggara dan Liwa. Gunung Sinabung meletus di Tanah Karo, gerakan tanah sepanjang jalinsum di Sumatera Utara di ruas tebing Danau Toba menerus ke Taput dan Tapsel khususnya di Aek Latong kecil, menerus ke Madina serta Sumbar (Sudah terjadi di jalinsum Pasaman Selatan-Pasaman). Bencana klimatologis mengancam Sumatera di wilayah perairan Nias-Selat Mentawai dan Sunda, musibah banjir di Madina, Labuhan Batu sebagian Tapsel. Begitu juga diwilayah Jambi dan Riau karena banyak sungai-sungai yang telah mengalami pengikisan erosi lateral di Hilir dan gundul hutan di Hulu. Bencana kebakaran hutan yang menghasilkan kabut asap dapat menyebabkan jarak pandang semakin pendek, yang membahayakan penerbangan di Sumatera Selatan, Babel, Jambi dan khususnya Riau sebagai sumber utama “jerabu”, angin puting beliung mungkin bisa saja terjadi di beberapa propinsi di Sumatera dan Jawa.
Curah hujan yang tinggi akan banyak terjadi di awal tahun, seperti pada tahun-tahun sebelumnya dampak perubahan iklim ekstrim sering tidak dapat diprediksikan secara tepat kapan datangnya karena kualitas lingkungan saat ini telah mengalami deforestasi dan degradasi yang semakin parah disebabkan alih fungsi lahan hutan yang produktif, kerusakan prasarana infrastruktur bendungan dan daerah resapan air yang belum di rehabilitasi secara optimal yang akan memperbesarkan peluang terjadinya bencana banjir kiriman.
TANTANGAN 2015
Isu mengenai bencana alam kebumian perlu terus disosialisasikan agar terbentuk masyarakat yang tangguh menghadapi bermacam bencana di wilayah Indonesia, penting untuk diingatkan tentang kebencanaan dikemukakan agar kita diingatkan terus menerus untuk selalu waspada dan  mengantisipasi ancaman bencana kebumian di Indonesia. Karena bumi Indonesia berada di daerah rawan gempa bumi, vulkanik, longsor, angin puting beliung, badai tropis dan lain-lain, posisi Indonesia berada dalam jalur pertemuan tiga lempeng aktif bergerak, dan semua jenis bencana itu akan hadir dengan tiba-tiba, memerlukan suatu konsep fundamental budaya masyarakat dalam memandang tantangan bencana.
Ke depan, perlu diimplementasikan konsep daya dukung lingkungan dengan kapasitas masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim ekstrim, peningkatan kualitas lingkungan hidup dimungkinkan apabila pola dan tingkat kegiatan produksi dan konsumsi sesuai dengan kapasitas sumber daya alam dan preferensi masyarakat untuk mengurangi secara berlebihan penggunaan sumber daya alam dan lingkungan dalam usaha mengurangi resiko bencana kebumian menjadi perilaku dan kebiasaan keseharian, antara daya dukung sumber daya lingkungan dengan integritas fundamental diri sangat dibutuhkan masyarakat untuk menghadapi tantangan bencana 2015, untuk meredam trauma psikologis bencana di daerah rawan bencana.
M. Anwar Siregar


Enviromental Geologist, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer. Tulisan ini sudah dipublikasi di HARIAN ANALISA MEDAN, Januari 2015
http://analisadaily.com/opini/news/tahun-2015-waspada-tribencana-geologis-klimatologis/98209/2015/01/14 

No comments:

Post a Comment

Related Posts :