Mar 6, 2017

Wisata Danau Toba, Revolusi Mental Pembangunan

Wisata Danau Toba Revolusi Mental Pembangunan

Oleh M. Anwar Siregar

(Analisa/Ferdy) Danau Toba


Masalah yang dihadapi pengembangan destinasi ung­gulan wisata Danau Toba bersumber dari revolusi pem­bangunan, yaitu revolusi men­­tal visi pemerintahan, revolusi transportasi, revo­lusi mental lingkungan, revolusi wisata ekonomi dan antro­po­logis.
Masing-masing revolusi tersebut berja­lan dengan ego sendiri se­hing­ga kemasan ke­indahan Danau Toba lentur oleh arus permasalahan mental terse­but.
Revolusi Waktu
Sejarah revolusi waktu ter­­bentuknya kal­dera Danau Toba berawal dari Gu­nung Toba Purba yang mengalami letusan sebanyak 3 kali. Kro­nologi waktu erupsi mulai pem­ben­tukan erupsi kaldera generasi pertama yang dike­nal dengan Kaldera Siba­gan­ding di bagian tenggara Da­nau Toba, terjadi sekitar 840.000 tahun lalu (Diehl, dkk, 1987). Lalu terbentuk kaldera erupsi kedua yang di­kenal sebagai Kaldera Ha­ranggaol di bagian utara Da­nau Toba, terjadi 501.000 tahun lalu.
Letusan ketiga adalah yang ter­dahsyat 74. 000-75.000 tahun lalu dike­nal sebagai Kal­dera Sibandang. Letusan ini mengubah kon­di­si suhu bumi turun lebih dari 15oC dan populasi yang hidup bersama erupsi Danau Toba tinggal 10 % hingga be­­berapa dekade. Letusannya 35 kali lebih dahsyat diban­ding Gunung Tambora dan 150 kali lebih dahsyat dari Gunung Krakatau. Dari gam­baran sejarah geologi Danau Toba, seharusnya menjadi sumber ilmu pengetahuan dan warisan bumi yang perlu dilestarikan dalam bentuk geopark. Perlu renungan re­volusi pembangunan kota  di sekitar Danau Toba.
Revolusi Pembangunan
Danau Toba mempunyai harapan yang sa­ngat tinggi sebagai tujuan wisata, apa­lagi jika dihubungkan dengan sejarah pemben­tukan bumi Sumatera dengan sejarah To­ba Purba Supervolcanoes sekitar 74.000 tahun lalu. Namun ada sumber permasa­lahan yang harus dibereskan terlebih dahulu jika ingin Danau Toba sebagai wisata mendunia, yaitu:
Pertama, revolusi visi pe­merintahan, yang saling ber­benturan kepentingan tujuh kabupaten.
Kedua, revolusi manaje­men pembangunan transpor­tasi, mutlak diimplementasi­kan.
Ketiga, revolusi mental ling­kungan. Danau Toba ada­lah sumber pengetahuan dan penghidupan dengan men­jaga kualitas fisik Danau Toba.
Keempat, revolusi mental budaya antro­pologis, yang lebih sering mengiden­tifikasi budaya diri sendiri, jarang ber­sikap ramah dan ber­watak keras, terpecah-pecah seha­rus­nya bersatu.
Kelima, revolusi wisata ekonomi. Danau Toba memi­liki lebih 1.001 informasi ke­unggulan yang pantas “di­jual” kepada dunia, sehi­ngga membe­ri­kan kesejahteraan bagi masyarakat.
Revolusi Visi Pemerintah­an
Kabupaten Tapanuli Utara adalah kabu­paten induk bagi beberapa kabupaten yang ada disekitar Danau Toba, sejak dimekarkan terjadi visi pem­bangunan pemerintahan yang saling klaim dengan ego sektoral. Di sekitar Danau Toba terdapat tujuh kabupa­ten, yakni Tapanuli Utara, Toba Samosir, Humbang Ha­sun­dutan, Dairi, Samosir, Si­malungun dan Karo. Bisa dibayangkan apa yang terjadi dengan visi pembangunan­nya.
Tujuh kabupaten dengan tujuh kepala daerah atau dianologi dengan 7 CEO per­usaha­an swasta, masing-ma­sing berkehendak sesukanya untuk menjalankan visi misi me­reka tentang potensi pem­bangunan dan pemanfaatan Danau Toba, sehingga me­nye­babkan ketidakserasian. Di sini diperlukan re­volusi mental pemerintahan, untuk mem­ber­dayakan potensi Da­nau Toba sebagai des­tinasi unggulan wisata. Kemudian perlu revo­lusi visi pemba­ngunan da­lam pemerin­tahan, teruta­ma dalam memandang urgen­si pemba­ngunan Danau Toba yang seharus bersiner­gis dengan menciptakan pola pembangunan yang humanis untuk kepentingan masya­rakat luas.
Bukan lagi cerita usang, masing-masing ingin menun­jukkan siapa yang terbaik dalam membangun Danau Toba tetapi bagaimana mem­bangun Danau Toba untuk kesejahteraan dengan satu sistim manajemen yang serasi dengan target master plan tepat sasaran. Di sinilah pe­ran penting Badan Otorita Danau Toba untuk merang­kum se­gala ide, visi, misi dan dedikasi tujuh pemerintahan untuk ber­satu kemitraan me­wujudkan destinasi Danau Toba sebagai geopark ketiga di Indonesia.
Revolusi Transportasi
Semua destinasi wisata memerlukan pem­bangunan jaringan transportasi yang memadai, hemat waktu, he­mat biaya dan me­nyenangkan para tamu untuk menikmati segala fasilitas yang ada. Memerlukan pem­bangunan manajemen dan infrasturkur, meru­pakan salah satu revo­lusi mental pemba­ngunan yang harus dibenahi di Da­nau Toba. Jika ingin melihat Danau Toba sebagai ung­gul­an wisata yang mengagum­kan.
Kalau sudah menjadi ba­gus, kita akan melihat dam­paknya bagi kesejahteraan ma­syarakat di sekitar Danau Toba dengan pe­ningkatan eko­nomi dan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan jalan yang ba­gus juga akan memberikan efek domino ba­gi wisata sekitar kabupaten di luar lingkar Danau Toba, khusus ke Pantai Barat misal­nya ke Danau Siais di Tapa­nuli Selatan dan kawasan se­juta wisata di Tapanuli Te­ngah.
Kondisi jalan saat ini (2016) belum me­madai, ba­nyak berlubang, macat dan semra­wut tata ruang jalan raya antar lintas kabu­paten-kota, memerlukan revolusi manajemen transportasi be­ru­pa pembangunan tol sepan­jang 116 km ke Danau Toba hingga Pantai Barat meliputi Sibolga dan Padangsidim­puan-Tapsel sepanjang 120 km.
Danau Toba dapat dicapai dengan kenda­raan roda em­pat dari Medan dengan jarak waktu sekitar 4-5 jam dalam kondisi jalan tidak macet ataupun fisik jalan raya tidak me­ng­alami kondisi berlu­bang dan dengan pesawat dari Kuala Namu International Airport ke Bandara Silangit mencapai waktu sekitar 1 Jam, dari Singapura sekitar 40 menit ke Medan dan dari Jakarta ke Silangit sekitar 2-3 Jam. Dengan kondisi trans­portasi tersebut memerlukan revolusi pembangunan jalan Tol darat dan Udara.
Revolusi Lingkungan
Indikasi kerusakan ling­kungan akibat maraknya pe­rambatan hutan, pencemaran air Danau Toba dan hilangnya banyak data fauna-flora aki­bat kerusakan lingkungan hu­tan, terjadinya penurunan kua­litas keanekara­ga­man hayati dan lingkungan Danau Toba akibat dari kebijakan pertumbuhan pembangunan yang tidak berbasis lestari lingkungan, lemahnya peng­awasan terhadap pelestarian lingkungan di lingkungan Da­nau Toba yang dapat dili­hat dengan menjamurnya keramba-keramba milik ma­syarakar dan swasta, pem­buangan limbah hotel dan pem­bangunan fisik bangun­an langsung ke dinding kal­dera dan ada juga memba­ngun langsung ke air Danau Toba.
Diperlukan revolusi mental masyarakat dan pelaku ekonomi dengan meman­dang Da­nau Toba sangat pen­ting bagi kelestarian ling­kung­an dan sumber penghi­dupan, sebagai rantai salah satu paru-paru bumi untuk kehidupan manusia di Bumi.
Revolusi Wisata Ekonomi
Informasi keunikan Danau Toba dalam beberapa tahun terakhir ini semakin anjlok dengan berkurangnya kun­jungan wisatawan dari manca negara. 20 tahun lalu Danau Toba merupakan tempat fa­vorit bagi wisatawan Singa­pu­ra dan Malaysia jika ber­kun­jung ataupun selesai mengikuti seminar dan Da­nau Toba kadang dijadikan lokasi rapat dan seminar bagi kalangan bisnis dari Singa­pura kerena keindahannya yang mempesona,
Untuk mengembalikan ke­unggulan wisata Danau Toba yang terpuruk dan nya­ris tidak bergema dalam be­berapa tahun sejak masuk era reformasi ini. Perlu sebuah revolusi mental ekonomi pem­bangunan wisata kreatif. Sebab, ketika di era refomasi Danau Toba semakin ketar ketir dan puncaknya ketika Bali memgalami teror Bom, pemerintah lebih memusat­kan perhatian untuk mem­bang­kitkan wisata Bali. Ber­samaan dengan itu, Danau Toba yang sedang menga­dakan Festival Wisata Danau Toba hanya dapat dukungan seperlunya.
Revolusi mental wisata dan ekonomi disini adalah bagaimana masyarakat dapat menge­mas Danau Toba seba­gai komoditas nilai jual tinggi, masyarakat harus merevolusi mental mereka de­ngan mengembangkan ber­bagai produk unggulan yang inovatif, peningkatan kua­li­tas sumber daya manusia, ser­ta pembe­nahan aksebilitas ekonomi kemandirian agar wisatawan dapat menikmati suguhan yang diberikan dan jadilah masyarakat pariwisata modern dari tradisional de­ngan tetaplah bersikap reli­gius dengan menjaga kualitas lingkungan Danau Toba yang bersih dan Indah mempeso­na. Semoga Danau Toba men­dunia dan menjadi geo­park ketiga di Indonesia.
Penulis adalah Enviro­men­talist 
Dipublikasi Harian ANALISA MEDAN Tgl 29 Januari 2017


No comments:

Post a Comment

Related Posts :