Sep 28, 2011

SUMUT WASPADA BENCANA GEOLOGI : Geologi Disaster


SUMUT WASPADA BENCANA GEOLOGI
M ANWAR SIREGAR

Sumut sekarang benar-benar mengalami kejadian bencana geologis dengan meletusnya gunung Sinabung pukul 00:08 WIB (Waspada 29 Agustus 2010). Sumut masih akan diselimuti berbagai jenis bencana geologis di masa mendatang sesuai “tradisi” di negeri seribu bencana. Setelah gerakan tanah, menyusul bencana banjir, lalu bencana gempa datang tanpa permisi kemudian hadir lagi bencana maut gunung api ikut berpesta pora.

Bahwa bumi yang sebagai satu sistim yang melingkupi lingkungan geologi di tempat dimana manusia hidup beraktivitas terdiri dari sistim atmosfir. Ini berasal dari berbagai gas mengeliling bumi menghasilkan perubahan temperatur udara, oleh pantulan radiasi infra merah dan gas rumah kaca. Sistim samudera (hidrosfir) yang merupakan lingkungan perairan luas yang menahan panas lalu diserap dari radiasi matahari lebih lama dibandingkan daratan akan menghasilkan intraksi dengan atmosfir. Ini mengubah siklus-siklus harian dan musiman serta mempengaruhi iklim dan kondisi setempat.

Sistim bumi masih terdapat dalam satu lingkup saling berhubungan antara lain sistim siklus hidrogeologis yaitu sistim penataan pola air atas dan bawah permukaan bumi. Ini dapat mempengaruhi kondisi lingkungan kelembaban bumi dan tempat manusia menjalankan rutinitas kehidupan dikenal sistim biosfir yaitu antara daratan tanah (litosfir) dan bagian atas kerak bumi dengan udara (lapisan bagian bawah atmosfir) dan hidrosfir. Juga serta sistim daratan (litosfir) yang menopang berbagai ekosistim kehidupan dalam ratusan bahkan ribuan tahun hingga mengalami evolusi yang menghasilkan jenis kebencanaan geologis dan klimatologis seperti sekarang.

Kebencanaan Sumut
Sumatera Utara termasuk salah satu provinsi di Indonesia memiliki karakteristik tingkat kebencanaan geologis yang sangat tinggi. Ini dicerminkan oleh tingkat kerentanan dan kerawanan kondisi geologi yang membentuk wilayah Sumatera Utara dan Pulau Sumatera keseluruhan. Dengan ditemukan berbagai jenis sumber ancaman alamiah, terdapat zona penumbukan lempeng yang menghasilkan gempa besar di daratan dan di lautan.

Zona jalur sirkum pegunungan muda yang bertemu di wilayah Indonesia, menghasilkan zona subduksi vulkanik yang membelah daratan Sumatera Utara dan terdapat. Juga rangkaian pegunungan bawah laut di Pantai Barat Sumatera Utara yang menghasilkan gempa dan tsunami dahsyat. Selain itu Pantai Barat Sumatera Utara terdapat berbagai perbedaan densitas anomali perubahan cuaca sangat tinggi yang menghasilkan hujan salah musim. Pantai Timur Sumatera terdapat ancaman bencana perubahan anomali kekuatan angin dengan bencana angin puting beliung serta tingkat curah hujan yang rata-rata tinggi menghasilkan bencana banjir.

Tinjauan kebencanaan alam dari segi oceanografis dan metorologis di wilayah Sumatera Utara mencakup aspek perbedaan sensitif terhadap perubahan angin musiman, gelombang pasang, arus pasang surut di sebalah Barat dan Timur yang memiliki perbedaan sangat kontras. Bagian Barat Pantai Sumatera Utara sampai ke Pulau Jawa terdapat dua kutub Lautan Hindia (Indian Ocean Dipole/IOD). Satu Kutub berada di kawasan Pantai Sumatera sampai Jawa. Sedangkan Kutub lain berada di kawasan Pantai Timur Afrika.

Interaksi sistim samudera yang mempengaruhi bahaya kebencanaan alam klimatologis dengan sistim daratan (litofir) bagi provinsi Sumatera nampak jelas. Yaitu hujan salah musim yang sekali muncul di Pantai Barat dan Timur Sumatera Utara yang menyebabkan banjir yang tidak merata. Implikasinya yang harus diperhitungkan dimasa mendatang sebagai tingkat kewaspadaan yaitu ENSO (El Nino South Ossilation) yang dapat menghasilkan gelombang pasang yang tinggi disekitar Pulau Nias dan Teluk Sibolga. Ini karena ada gangguan (disturbance) di palung laut di Selatan Jawa akibat tekanan perubahan gerak lempeng bumi. Kemudian gerak ini menghasilkan gempa bumi dan perubahan batimetri (topografi) kelautan dan perubahan titik-titik koordinat pulau-pulau di sepanjang Pantai Barat Sumatera Utara akibat gempa.

Tekanan lempeng bumi yang saling menumbuk itu telah menekan hingga menerobos jantung benua Australia yang menghasilkan destabilitas energi bagi ENSO akibat tidak ada energi pendorong ketika mendekati puncak (peak fhase). Maka wilayah di Pantai Barat Sumatera terutama di Utara Sumatera dan Aceh akan mengalami berbagai ketidakpastian kondisi cuaca yang ekstrim. Ini telah diperlihatkan oleh ketidakteraturan intensitas curah hujan, angin kencang, tinggi gelombang dan perubahan temperatur udara  yang tinggi bagi kota Medan dan sekitarnya mencapai 35oC.

Kritis gempa daratan
Sumatera Utara dilalui tiga segmen patahan daratan yakni Patahan Renun sepanjang 220 km, Patahan Toru sepanjang 95 km, dan Patahan Angkola sepanjang 160 km atau total sepanjang 475 km. Ketiga patahan ini membelah dan mencacah-cacah bentangalam geologi Sumatera Utara sehingga banyak ditemukan lembah-lembah tektonik dan graben-graben disertai juga depresi vulkano-tektonik yang dapat menghasilkan kekuatan gempa dahsyat dengan jangkauan perambatan energi seismik dalam ratusan kilometer.

Patahan Renun berada di wilayah Aceh Tenggara, Dairi, Tapanuli Utara dan daerah pemekarannya, melintasi sebagian wilayah Tanah Karo. Patahan Renun memiliki kelanjutan pasangan yang terpotong diwilayah Langkat, Karo, Humbahas, hingga ke Tapanuli Tengah. Patahan Toru melintasi wilayah Tapanuli Selatan, Paluta, Palas, Padangsidimpuan. Patahan Angkola membelah wilayah Tapanuli Selatan, dan sebagian Mandailing Natal.

Pemerintah Sumatera Utara sudah harus memperhitungkan akumulasi beberapa ruas patahan yang saat ini dalam kondisi kritis gempa dibeberapa wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Karo, Langkat dan Mandailing Natal. Kekuatan gempa yang tercatat di daratan Sumatera Utara mencapai 7.2 Skala Richter dan rata-rata 6.2 SR. Daerah kritis gempa yaitu Tapsel-Tapteng (1936), Karo (1921), Taput (1987), Madina 1892, Humbahas-Tobasa 1941. Nias (2005).

Diperkirakan dalam 5 tahun ke depan Sumatera Utara akan “panen gempa”, perhitungan hasil panen gempa itu dapat di kalkulasi dari masa waktu tahunan pelepasan “energi tenaga dalam” yang tercatat di masa lalu yaitu antara 5-10 tahun dan 50-80 tahun dan kita perlu diingatkan bahwa akhir-akhir ini deformasi bumi mengalami “gangguan tahunan” siklus yang tidak teratur lagi, contoh gempa di Aceh sepanjang 2010 dengan kekuatan diatas 7.0 Skala Richter dengan gempa dahsyat Aceh-Nikobar pada tahun 2004. begitu juga dengan gempa yang berlangsung di sekitar Pulau Nias dan Mentawai.

Waspada bahaya gunung api
Gunung api terbentuk pada empat busur, yaitu busur tengah benua, terbentuk akibat pemekaran kerak benua; busur tepi benua. Terbentuk akibat penunjaman kerak samudara ke kerak benua; busur tengah samudera, terjadi akibat pemekaran kerak samudera; dan busur dasar samudera yang terjadi akibat terobosan magma basa pada penipisan kerak samudera.


Gambar : Letusan Gunung Sinabung 29 Oktober 2013, (Sumber : Foto SR. Wittiri, Geomagz, edisi 2014)

Lokasi Gunung Sinabung dan Kompleks Kaldera Toba
(Sumber :  http://rovicky. files.wordpress.com/2013)


Meningkatnya aktivitas beberapa gunungapi di kawasan Sumatera karena ada keterkaitan antara gempa di Pantai Barat dan daratan Sumatera. Ini merupakan bagian dari pinggiran lempeng benua yang tipis oleh adanya gangguan oleh getaran responsibilitas energi seismik yang kuat dan mengusik ketenangan reservoir magma yang kosong sehingga mengalami pengisian penuh.

Letusan gunung api Sinabung terjadi karena gempa sering berlangsung di daratan Sumatera Barat dan menekan ruas patahan di bagian Sumatera Utara yang saling bersentuhan langsung dengan jalur patahan Renun. Ini membelah dan memotong Tanah Karo, sehingga gunungapi Sinabung mengalami tekanan kuat.

Selain itu, lokasi pembentukan gunung api ini masih berada dalam keselarasan pembentukan gunung api di Sumatera Utara di masa lalu. Ini saling terkait dengan proses pembentukan karakteristik jalur-jalur sesar geovultektonik-geomorfologi di daratan tinggi Bukit Barisan di sebelah barat disekitar Danau Toba sekarang.

Gunung api Sinabung merupakan salah satu gunungapi yang telah memberikan peringatan bagi pemerintah daerah bahwa masih akan ada bencana kegunungapian yang dalam satu “kelas” yaitu Tipe B. Diklasifikasikan sebagai gunung api yang sesudah tahun 1600 belum lagi mengadakan erupsi magmatic. Namun memperlihatkan gejala kegiatan seperti kegiatan solfatara antara lain gunungapi Sibual-buali, gunungapi Lubuk Raya/Hella Toba Tipe C di Tapanuli Selatan, gunungapi Pusuk Buhit di Samosir dan gunungapi Sibayak di Tanah Karo yang mesti diperhitungkan sangat ini karena lokasi sangat berdekatan dengan gunungapi Sinabung.

Aparatur pemerintah dalam memitigasi masyarakat harus bersikap persuasif terus menerus dengan memberikan imbauan yang menyejukan dan menguasai permasalahan yang ada serta koordinasi dengan instansi terkait. Apa yang terjadi di Tanah Karo itu ternyata masih ada yang belum mampu memberikan informasi yang akurat sehingga terjadi kebingungan bagi masyarakat dengan alasan peristiwa tersebut hal biasa dan masyarakat tak perlu panik (Waspada, 29 Agustus 2010).

Padahal tanda-tanda letusan gunungapi sudah diperlihatkan oleh adanya awan panas dan keluarnya lahar sebagai petunjuk untuk mengunsikan masyarakat. Bila dalam waktu 5 hari ke depan jika tidak ada tanda-tanda lontaran bom sebagai gejala letusan mulai terjadi maka masyarakat bisa kembali ke pemukiman. Tetapi yang terjadi di Karo terbalik, sehingga masyarakat masih banyak yang tinggal disekitar kaki gunung api Sinabung dan mengalami lahar panas.

Pemerintah Sumatera Utara sudah harus mempersiapkan simulasi mitigasi masyarakat dalam menghadapi kebencanaan gempa-tsunami serta gunung api secara berkala. Karena energi pelepasan seismik dalam kondisi matang berada di wilayah Tapanuli Selatan dan Tanah Karo dengan meletusnya gunungapi Sinabung. Kedua wilayah ini terdapat banyak gunungapi yang diperkirakan masih aktif. Sumatera Utara sebenarnya dalam waspada bencana geologi beberapa tahun ke depan. Mari kita siapkan diri menghadapi bencana dengan pengetahuan dan peralatan yang siap dipergunakan.
Penulis adalah Geolog, Pemerhati Masalah Lingkungan dan Geosfer. Tulisan sudah dimuat di harian WASPADA MEDAN 2010
http ://www. waspadamedan.com/opini

No comments:

Post a Comment

Related Posts :