27 Feb 2012

SDM GEOLOGI DALAM MENGELOLA SDA : Geologi Society

SDM GEOLOGI DALAM MENGELOLA SDA
Oleh : M. Anwar Siregar

Peningkatan sumber daya manusia (SDM) bukanlah suatu pekerjaan yang ringan dalam mempercepat kemajuan bangsa dalam era globalisasi ini. Sebab, upaya untuk meningkatkan kualitas SDM banyak dimensi yang harus dirangkum dalam meningkatkan kualitas jati diri bangsa. Karena untuk menciptakan SDM yang berkualitas di Indonesia menjadi sangat kompleks sekali, diperlukan etos kerja keras, etika moral dan visi negara serta tatanan kehidupan dan bernegara melalui pendidikan dari dasar hingga perguruan tinggi dan terutama kemampuan Pemerintah menyediakan kebutuhan hidup bagi masyarakat yaitu kebutuhan ekonomi, sandang-pangan dan pendidikan-kesehatan.
Implikasi peningkatan dan kualitas SDM terutama bidang geologi bagi Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun disegala bidang ini maknanya sangat luas, terangkai, yang memiliki arti yang sangat beragam dan kadangkala muncul perlawanan dari keadaan/kondisi dari masyarakat yang ada. Peningkatan kualitas SDM Geologi sangat diperlukan bagi bangsa Indonesia dalam mengatasi krisis pengelolaan sumber-sumber daya mineral/alam (SDA) terutama dalam mengendalikan kerusakan ekosistem lingkungan akibat penambangan illegal dan legal, penataan pola keruangan penambangan yang berbasis mitigasi lingkungan, pengendalian produksi penambangan di zona daerah rawan bencana geologis. Penemuan sumber-sumber energi terbarukan dan potensi-potensi pengembangannya di Indonesia yang sangat kompleks dengan jumlah SDM geologi yang terbatas.

Sumber Daya Manusia

Secara umum, SDM dapat dibagi dua kelompok yaitu SDM yang berasal dari masyarakat dan SDM dari birokrat (aparatur pemerintah), keduanya mempunyai bobot yang sama dalam menunjang keberhasilan pengelolaan sumber daya alam di era pemerintahan desentralisasi. Masyarakat dalam kapasitasnya sebagai penentu kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah, sedang birokrat sebagai pelaksana akan kebijakan yang ditetapkan oleh masyarakat dan motor penggerak dalam pengembangan SDM.

Kedua kelompok SDM ini dapat saling melengkapkan dalam usaha kemandirian yang kuat dalam menjalankan roda pemerintahan untuk pengelolahan sumber-sumber daya alam lokal di era otonomi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Khususnya SDM geologi aparatur diperlukan dan dituntut kesiapan serta ketersediaan SDM geologi aparatur dan individu dibidang geologi yang banyak dalam era pembangunan di Indonesia untuk memberi pelayanan yang baik terhadap rakyat dalam menunjang penyelenggaraan pemerintahan baik kuantitatif maupun kualitatif yang akan berperan dan berfungsi motor penggerak dalam mengantisipasi eskalasi perubahan sosial lingkungan terutama dalam mengupayakan pemberdayaan kualitas pengelolaan lingkungan sumber daya alam geologi pertambangan daerah didalam kerangka ruang dan waktu, yang kuat, efisien, efektif dan akuntabilitas serta profesional.

Diperlukan kebijakan pemerintahan dalam membuka akses SDM geologi ke Pemerintahan karena jumlah kualitas SDM aparatur geologi masih terbatas, upaya dalam pengendalian kebencanaan geologi masih terkendala dalam memberikan pelayanan yang optimal karena tiap daerah di Indonesia belum banyak terdapat ahli geologi, bukti ini dapat dilihat pada daerah kabupaten-kota di Sumatera Utara, Madina, Tapsel, Paluta dan Nias-Nisel termasuk salah satunya daerah yang rawan bencana dan jumlah ahli bidang pertambangan juga sangat sedikit, potensi SDA yang ada belum terkelola dengan baik dan optimal.

Pemanfaatan SDA

Secara eksplisit, dapat dikatakan juga bahwa otonomi daerah merupakan suatu kesempatan bagi SDM geologi daerah untuk memposisikan diri sebagai motor pembangunan didaerahnya dan dapat juga mengetahui atau mengoptimalkan semua sumber daya alam secara maksimal untuk pembangunan daerah masing-masing dengan meningkatkan kapasitas dan kualitas SDM. Mengingat, bahwa SDA ada batas-batasnya atau mungkin suatu saat ada yang habis, apalagi tidak bisa diperbaharui dalam jangka pendek seperti minyak dan gas bumi (migas).



Gambar 24 : Peta Cebakan Mineral Logam di Indonesia, terdapat 13 Jalur cebakan, memerlukan kemampuan SDM geologi dalam mengelola sumber daya alam (Sumber : Warta Geologi, 2007).
 
Pemanfaatan SDA, selain seiring dengan kemajuan dan kualitas SDM yang meningkat harus juga memperhatikan aspek lingkungan dan sosial dimana lokasi sumber pengelolaan SDA itu mungkin akan terjadi, ini dikarenakan menyangkut pengelolaan SDA harus profesional dan tidak melanggar etika perencanaan pola keruangan yang sudah ditetapkan, pemanfaatan hasil produksi penambangan SDA juga memperhatikan kemampuan lokasi pembuangan sampah akhir yang terbatas. Hasil-hasil pengelolaan penambangan itu diperlukan kemampuan SDM geologi berkualitas untuk menciptakan peralatan teknologi dan tata ruang yang ramah lingkungan. SDM geologi harus mampu memperhitungkan dan memperhatikan sumber daya yang terkandung/kapasitas cadangan yang dimiliki suatu daerah di Indonesia dalam mencegah atau mengurangi dampak terhadap lingkungan sebagai upaya kesinambungan pengelolaan dan pemanfaatan SDA bagi generasi berikutnya.

Peningkatan SDM Geologi

Faktor-faktor peningkatan SDM geologi dari manusia, yaitu berkaitan dengan strategi, langkah, metode, lembaga, baik dari swasta ataupun pemerintah serta kemampuan dana untuk mewujudkan kualitas SDM yang unggul. Ada beberapa elemen yang dapat menghasilkan SDM individu geologi yang berkualitas dalam menjalankan roda pemerintahan dan pengelolaan sumber daya alam. Pertama, pengembangan kualitas individu, baik birokrat maupun masyarakat, yaitu suatu langkah untuk mengembangkan kualitas dari cara melihat potensi yang ada didalam diri, baik kelebihan maupun kelemahan. Melalui jenjang pendidikan dan ilmu serta pengalaman yang dapat dijadikan dasar untuk melangkah ke depan. Pengamatan potensi diri untuk pengelolaan SDA secara komprehensif dengan pola berpikir proaktif, dengan cara harus melalui suatu tahapan/proses dan kerja keras, bermental kuat dalam menghadapi persaingan di era globalisasi.

Faktor ini dikarenakan penguasaan kemampuan geologi harus memiliki karakter kerja keras, wawasan ilmu dan kemauan untuk maju. Menguasai ilmu geologi tidak cukup melalui teoritis tetapi juga pengalaman dilapangan dan masalah-masalah lingkungan yang dihadapi sangat kompleks dan rumit. Contohnya pada daerah kaya energi tapi juga kaya dengan berbagai bencana geologi. Keduanya saling berhubungan erat dalam mengendalikan dampak yang terjadi.

Kedua, membuat perencanaan kurikulum pendidikan di perguruan tinggi di daerah secara matang, sesuai dengan karakteristik geologi yang menyusun bentang alam daerah tersebut, memuat kurikulum geologi lokal yang menjadi andalan dalam penguasaan IPTEK terutama dalam mengelola SDA, mengembangkan tradisi keilmuan pada kalangan civitas akademika sebagai basis keilmuan bagi kehidupan masyarakat untuk memahami lingkungan geologi.

Ketiga, idealisme dari individu untuk mencapai cita-cita yang tinggi sehingga mendorong elemen dan komponen dari berbagai masyarakat untuk mencapainya. Hanya bisa dipacu melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan-pelatihan serta pengembangan pemikiran melalui literatur-literatur yang bermutu hingga pada upaya penerapan keilmuan untuk kepentingan masyarakat luas.

Keempat, perencanaan kehidupan dimasa depan, yaitu berupa visi, tujuan ataupun cita-cita yang dilandasi dengan disiplin tinggi, etos kerja keras, etika moral dan team work, agar dapat mewujudkan visi daerah dan nasional dimasa depan.

Kelima, ditunjang dengan kepemimpinan yang baik, yang merumuskan visi dengan semangat kerja keras dan membentuk organisasi kerja yang rapi. Serta keenam, mengembangkan jiwa "team work". Sebab dengan kemampuan team work yang rapi akan menghasilkan sinergi yang mampu menyatukan kekuatan manusia Indonesia untuk mewujudkan tujuan visi kehidupan daerah dalam mengelola SDA yang berkelanjutan dimasa depan.

Kualitas Hidup

Sebagai perbandingan, pengalaman negara-negara didunia, yang terbatas SDA lebih banyak ditentukan kualitas pendidikan yang secara langsung menghasilkan SDM yang andal dalam mengelola SDA yang terbatas, misalnya Jepang yang memiliki karakteristik kerentanan geologis yang tinggi mampu meningkatkan kualitas hidup rakyatnya melalui pengelolaan SDA dengan kemampuan kualitas SDM yang unggul karena tingkat penyediaan kebutuhan pendidikan yang gratis dan berkesinambungan melalui pelayanan aparatur pemerintah yang akuntabilitas dan kerja keras sehingga bangsa Jepang mampu bangkit dari kekalahan perang dunia ke dua (PD II) sebagai kekuatan ekonomi dunia yang tangguh dengan mampu menciptakan peralatan teknologi salah satunya mengekspor peralatan sistem peringatan dini di Samudera Pasifik.

Ironisnya, di tengah kelimpahan SDA ternyata perguruan tinggi di Indonesia yang seharusnya menjadi subyek dalam mengelola sumber daya alam, belum mampu berperan sebagaimana mestinya. Ini dibuktikan penciptaan teknologi kebencanaan? Salah satu upaya peningkatan kualitas SDM geologi, dapat dilihat dari mutu dan jumlah institusi PT. Jumlah Perguruan Tinggi (PT) yang membuka jurusan keilmuan geologi di Indonesia juga sangat sedikit sekali yaitu berjumlah 14 PT dan tiap daerah berlomba-lomba membuka jurusan non teknik atau sosial, sedangkan kebencanaan alam setiap saat datang menghancurkan negara ini!

Untuk mewujudkan visi yang baik adalah yang sesuai dengan realitas serta disesuaikan pada kehidupan daerah dan bangsa dimasa lalu maupun dimasa depan atas dasar mengenai berbagai hal, salah satunya mengembangkan pengelolaan SDA yang berkesinambungan dan pengurangan dampak kebencanaan lingkungan geologi yang harus menjadi fokus utama pembangunan yang dicita-citakan. Kemampuan untuk mendefinisikan visi diperlukan komitmen yang kuat terutama individu bermental kuat kearah yang tepat untuk merealisasikan pembangunan yang telah terprogram dengan sistematis.

Pelaksanaan otonomi pengelolaan SDA yang diserahkan kepada pemerintahan daerah harus memberikan suatu bentuk pemerintahan yang bersih, memiliki akuntabilitas publik yang tinggi serta kapabilitas dalam penyelenggaraan otonomi daerah yang sesuai diamanahkan oleh konstitusi nasional. Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan SDM geologi atau kebumian yang profesional yang akan mampu memanfaatkan, mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Didukung oleh kemampuan manajemen SDM untuk memanfaatkan SDA daerah yang optimal dan terencana untuk kepentingan masyarakat agar mewujudkan visi yang dicita-citakan.***

Penulis adalah Geologist-Enviromentalist, Pemerhati Masalah Tata Ruang-Lingkungan dan Energi-Geosfer. Tulisan ini dapat juga di baca di HARIAN ANALISA MEDAN, TGL 25 PEBRUARI 2012


27 Jan 2012

Ironi Panas Bumi di Negeri Gunung Api : Geologi Recources


IRONI PANAS BUMI DI NEGERI GUNUNG API
Oleh M. Anwar Siregar

Sepanjang sejarah kehidupan manusia di Bumi, pertumbuhan penduduk dan perkembangan teknologi telah dituntutnya persediaan energi. Untuk memenuhi kebutuhan energi maka diperlukan eksploitasi dan eksplorasi energi yang terus menerus. Energi panas bumi adalah solusi yang tepat dalam mengatasi krisis energi listrik di Indonesia dan momentum untuk penghematan pengeluaran negara serta menekan menaikkan tarif dasar listrik.
NEGERI GUNUNG API
Potensi panas bumi Indonesia ada dikarenakan posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan tiga lempeng besar, yaitu lempeng Hindia Australia, Eurasia, dan Pasifik, menjadikan Indonesia memiliki tatanan tektonik yang kompleks. Subduksi antar lempeng benua dan samudra menghasilkan suatu proses peleburan magma dalam bentuk partial melting batuan mantel dan magma mengalami diferensiasi pada saat perjalanan ke permukaan. Proses tersebut membentuk kantong-kantong magma berkomposisi asam hingga basa yang berperan dalam pembentukan jalur gunung api yang dikenal sebagai lingkaran api Pasifik (ring of fire). Keberadaan rentetan gunung api beserta aktivitas tektoniknya ini yang dijadikan dasar dalam penyusunan model konseptual pembentukan sistem panas bumi Indonesia.
Dengan posisi penumbukan lempeng bumi memungkinkan Indonesia memiliki sebaran gunung api terbesar dan terbanyak serta terpanjang di dunia yaitu 400 gunungapi, 130 gunung api aktif tetap dan panjang mencapai 7.000 km, lebar 50-200 km, yang memperlihatkan kegiatan sejak Kwarter, jalur pembentukan panas bumi di Indonesia dari ujung barat Sumatera sampai ke pulau Nusa Tenggara, kemudian melengkung ke Maluku dan Sulawesi Utara di bagi tiga tipe karakteristik sehingga memungkinkan seluruh wilayah Indonesia memiliki potensi panas bumi yaitu vulkanik, graben (vulkano-tektonik), dan non vulkanik sehingga Indonesia pantas disebut negara panas bumi terbesar di muka bumi namun potensinya masih terabaikan dan laju investasi yang sangat lambat, dan menimbulkan sebuah ironi, negeri kaya sumber daya alam namun kedodoran dalam melegitimasi potensi yang ada.
IRONI POTENSI
Sebagai negeri yang berada di ring of fire, membuat Indonesia memiliki potensi cadangan sumber energi panas bumi mencapai 28.000 MW hingga tahun 2009. Potensi sebesar itu merupakan 40% dari sumber panas bumi dunia. Jika bisa dimanfaatkan selama 30 tahun, energi tersebut setara dengan 12 miliar barel minyak bumi untuk mengoperasikan pembangkit listrik. Kenyataan saat ini menimbulkan sebuah ironi, baru bisa memanfaatkan sumber energi panas bumi sebesar 2.000 MW, meski sudah sejak 36 tahun lalu mengembangkannya.
Disini ada kesenjangan yang menimbulkan ironi dalam pemanfaatan kelebihan panas bumi, jika dalam penemuan lapangan panas bumi Indonesia selalu ada peningkatan yaitu ditemukan potensi panas bumi yang berprospek, tercatat sejak tahun 1998 jumlah panas bumi adalah 217 lapangan eksplorasi, pada tahun 2005 ditemukan lagi prospek lapangan bumi menjasdi 251 serta pada tahun 2011 naik menjadi 265 lapangan antara lain terdapat di NAD 17 lokasi, Sumatera Utara 16 lokasi, Riau 1 lokasi, Jambi 8 lokasi, Sumatera Selatan terdapat 8 lokasi, Sumatera Barat terdapat 16 lokasi, Bengkulu 6 lokasi, Lampung 13 lokasi, Banten 5 lokasi, Jawa Barat 40 lokasi, Jawa Tengah 14 lokasi, Yogyakarta 1 lokasi, Jawa Timur 11 lokasi, Nusa Tenggara Barat 3 lokasi, NTT 18 lokasi, Bali 5 lokasi, Sulawesi Tenggara 13 lokasi, Sulawesi Tengah 14 lokasi, Sulawesi Utara 5 lokasi, Sulawesi Selatan 16 lokasi, Gorontalo 2 lokasi, Maluku 15 lokasi, dan Papua terdapat 2 lokasi dengan total potensi 28,5 GW atau 220 juta BOE/28,5 Mega Watt (MW)
Namun, dalam penggunaan potensi panas bumi sebagai energi listrik dari tahun 1998 hingga 2011 Indonesia bukanlah negara pengguna energi panas bumi (pabum) terbesar di dunia yaitu baru sebesar 1.189 Mega Watt energi (MWe) atau setara 4,2 % dari cadangan panas bumi Indonesia pada tahun 1998. Dan lebih tragis lagi, sebagai perbandingan dalam penggunaan energi pabum, Indonesia kalah dari Filipina telah menggunakan energi pabum hingga 1.839,95 Mwe pada tahun 1998, sekarang sudah mencapai 3.000 MWe (2011) dengan kapasitas 4.700 MWe, Amerika Serikat dari 4.000 Mwe menjadi 5.000 MWe (2011) dari 17.000 MWe, Islandia 6.800 MWe, menjadi 7.000 MWe. Sedangkan Indonesia baru mencapai 2.000 MWe tahun 2011 dari 28.500 MW. Atau 40 % cadangan panas bumi dunia.
Yang membuat semakin ironi dari potensi yang ada adalah jumlah lapangan eksplorasi panas bumi yang telah berproduksi sekitar 35 lapangan eksplorasi dengan tingkat produksi mencapai 240 MW. Salah satu lapangan panas bumi di Sumatera Utara yang berprospek namun masih terabaikan adalah panas bumi Sarulla dan Sipirok, nasibnya mengambang tragis akibat investor tidak melanjutkan akibat krisis dan pajak yang besar.
TARGET
Sejalan dengan itu, target pemerintah untuk pemasokan dari pemanfaatan panas bumi sebesar 6.000 MW sampai tahun 2020 yang masuk dalam program pembangunan pembangkit listrik 10 ribu MW tahap II baru terealisasi penambahan 200 MW hingga tahun 2006 menjadi total energi yang termanfaatkan sekarang 2.000 MWe (2011). Sedang target antara dalam lima tahun sejak tahun 2011 ke tahun 2015 pemerintah mengupayakan penambahan daya listrik dari sumber energi panas bumi 4.000 MW.
Apakah target ini akan terealisasi? Jika melihat pertumbuhan pasokan energi panas bumi tersebut, rasanya akan berat terealisasi, begitu juga kemampuan Perusahaan Pertamina Energi Geothermal dalam meningkatkan produksi 3.500 MW hingga tahun 2012, dan produksi yang dihasilkan baru 240 MW, sedangkan pada tahun 2014 target sumber energi panas bumi yang bisa dihasilkan diperkirakan 2.000 MW dan tahun 2020 hanya akan meningkat menjadi 5.800 MW.
 INVESTASI
Bagaimana mau memenuhi target investasi panas bumi di Indonesia jika pemerintah tidak memberikan keringanan insentif terutama pajak bagi investor sehingga laju investasi pengembangan panas bumi sangat lambat dibandingkang dengan penemuan cekungan minyak dan gas bumi di Indonesia. Ini sangat tragis sekali bagi Indonesia sebagai negeri gunung api yang kaya panas bumi sehingga potensi tersebut seperti terabaikan, sedangkan dilain pihak kebutuhan energi listrik sudah sangat mendesak bagi kalangan industri dan masyarakat untuk mengejar ketertinggalan bangsa.
Laju kedatangan investasi panas hanya 4% total dari investasi untuk sumber daya listrik di Indonesia. Biaya untuk membangkitkan listrik dari panas bumi ini sekitar 3 juta dollar AS per 1 MW dari total mencapai 7 juta dollar AS sejak dari penemuan hingga berproduksi. Investasi awal itu kerap dianggap sebagai biaya yang besar karena mencapai 43 persen yang berlaku sejak investor memulai kegiatan eksplorasi dengan harga listrik yang diberikan oleh pemerintah adalah 4,5 sen dollar per kWh. Jauh dari harga layak bagi energi panas bumi adalah 6-10 sen dollar di pasaran dunia. Salah satu penyebab kenapa investor tak mau mengeluarkan uang, maka produksi listrik dari panas bumi masih kisaran dibawah 250 MW dalam 10 tahun.
Bandingkan dengan Philipina membebaskan pajak selama 6 tahun begitu juga China memberikan keringanan pajak sampai 8 tahun sehingga kedua negara ini paling agresif dalam mengejar investor dalam meningkatkan  pemanfaatan panas bumi.
Panas bumi harus dijadikan sebagai energi andalan masa sekarang, mengingat pengembangan energi listrik dari panas bumi semakin kuat menjadi energi global karena bahan bakar minyak semakain mahal dan terbatas. Sehingga panas bumi perlu investasi yang lebih intensif sebagai sumber ketahanan listrik bagi Indonesia, sehingga tidak akan ada cerita tentang kelangkaan energi dan tidak ada daerah belum dialiri listrik.
Tulisan ini sudah di muat atau diterbitkan pada Harian "ANALISA" Medan tanggal 14 Januari 2012

21 Des 2011

Tentang Gempa Tsunamis Jepang : Geologi Gempa


Tentang Gempa Tsunami Jepang
Oleh M. Anwar Siregar
Jepang mengalami 20 persen gempa bumi terbesar di dunia karena terbentuk pada paparan pinggiran lempeng benua
Bumi merupakan bola besar dengan garis tengah lebih kurang 12.740 km, lapisan kerak bumi yang berupa lempeng-lempeng bergerak merayap dengan kecepatan orde sentimeter per tahun. Le Pichon membagi tataan geologis lempeng dunia menjadi 6 lempeng, antara lain Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, Lempeng Antartika, Lempeng Pasifik, Lempeng Afrika dan Lempeng Amerika. Sebagian lempengan itu bergeser membawa dasar samudera dan sebagian lempeng membawa lempeng benua.
Lempeng Australia dan Lempeng Pasifik merupakan jenis lempeng samudera dan bersifat lentur dan pergerakan paling aktif diantara lempeng besar yang ada di permukaan bumi. Sedangkan Lempeng Eurasia berjenis Lempeng Benua, bersifat rigid atau kaku, dan bergerak lambat. Pergerakan lempeng itulah yang menyebabkan sering terjadinya gempa di Jepang dan Indonesia.
Dan kini giliran Jepang mengalami bencana maut tsunami, dengan kekuatan menghancurkan dua kota Prefektur di Utara Jepang atau terletak di Pulau Besar Honshu yang telah mengalami pergeseran sumbu bumi. Dalam sejarahnya telah berulang kali mengalami tsunami besar, dan gempa yang terjadi hari jumat (11/3/2011) dengan kekuatan 8,9 skala richter terbesar dalam sejarah gempa yang tercatat pernah berlangsung di Jepang dalam kurun 140 tahun.
Rawan gempa
Komite Riset gempa Jepang (10/3/2011) memperkirakan 70 persen kemungkinan gempa besar berkekuatan 8 skala richter akan terjadi kembali dalam 30 tahun ke depan. Namun kenyataannya terjadi gempa berkekuatan 8,9 SR dua hari kemudian setelah gempa kuat dengan kekuatan 7,3 SR. Berarti ada efek yang sangat mengganggu ”isi perut” bumi Jepang.

Gambar : Tanda merah ’x’ menunjukkan pusat gempa berkekuatan 9 magnitude di timur
Jepang, (sumber : Sidik Permana, Institute for Science and Technology Studies Chapter Japan, Inovasi, 2011).
Sebab, Jepang berada di kawasan lingkar api Pasifik dan ibukota pemerintahan Tokyo berada di lokasi rawan gempa yang paling berbahaya. Tokyo berada di atas pertemuan tiga lempeng benua, yaitu Lempeng Eurasia, Pasifik dan Laut Philipina sehingga tidak mengherankan jika wilayah Jepang banyak ditemukan gunung api dan mengalami 1.000 gempa setiap tahun .
Tokyo termasuk dalam daerah struktur geologi Kanto yang secara aktif berinteraksi dengan Lempeng Filipina, Pasifik, dan Eurasia. Sejarah gempa Kanto pernah meluluhlantakan Tokyo tahun 1855 dan 1923 memakan korban jiwa 142,807 orang, Gempa besar lainnya menghantam wilayah Jepang adalah gempa Kobe berkekuatan 7,3 SR tanggal 17 Januari 1995. Guncangan gempa di kota Kobe itu berlangsung 20 detik mampu menelan 5,500 orang tewas karena hancurnya tiang sanggahan jalur kereta Hanshin Expressway yang menghubungkan kota Kobe dengan Osaka, deretan pilar beton sepanjang 600 meter terbalik. Gempa bumi terbesar di Kobe merupakan salah satu yang paling mematikan yang melanda sebuah kota moderen.
Daerah rawan gempa di wilayah Jepang Utara merupakan sebagai bagian dari Lempeng Filipina. Jepang mengalami 20 persen gempa bumi terbesar di dunia karena terbentuk pada paparan pinggiran lempeng benua. Pulau besar di Jepang merupakan hasil interaksi pembenturan antar lempeng yang membentuk pulau-pulau vulkanik antara Lempeng Pasifik-Lempeng Laut Filipina dengan Lempeng Eurasia terletak di Utara seperti halnya pulau vulkanik di Pantai Barat Sumatera akibat pembenturan Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng Eurasia dan membentuk zona benioff dan prisma akresi yang bergeser dengan deformasi vertikal sehingga dapat menyebabkan tsunami di sekitar kegempaan megatrust Nias dan Menrawai.
Efek samurai tsunami
Deformasi vertikal akibat gempa 26 Desember 2006 telah memberikan indikasi adanya longsoran-longsoran lokal pada struktur antiklin yang telah mengubah kondisi batimetri kelautan di kawasan Pantai Barat Sumatera akibat pembenturan antar Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng Eurasia memberikan indikasi bahwa setiap terjadi gempa besar diatas 8.5 SR akan ada perubahan deformasi kerak bumi di dasar laut berupa rupture (robekan). Kekuatan terjangan gempa Aceh telah memberi efek kondisi anomali kemagnetan bumi telah mengubah koordinat beberapa pulau vulkanik di kawasan pantai Barat Sumatera.
Gempa di Jepang 11 Maret 2011 hampir mendekati kekuatan kedahsyatan gempa Aceh dengan magnitude 8,9 SR, dengan menerjang ke pulau-pulau vulkanik di Pasifik Selatan. Dipastikan wilayah geologis Jepang mengalami deformasi yang kuat. Efek gempa Miyagi telah mengubah sumbu bumi (aksis) di lokasi gempa sejauh 25 sentimeter dan menggeser pulau besar di Jepang yaitu Pulau Honshu sejauh 2,5 meter dari posisi sebelum gempa. Hal ini akan menyebabkan ada pembentukan kulit bumi yang baru, yaitu dapat saja berupa robekan baru ataupun ada zona pembentukan “bisul” pada perut bumi di Negeri Sakura, apabila ada gempa di atas 8.5 skala Richter.
Dan apabila hal ini terjadi dapat membahayakan dan meningkatkan intesitas pengumpulan energi pada zona pinggiran perbatasan lempeng bumi menjadi perubahan singkat pelepasan energi seismik. Deformasi jalur-jalur tumbukan baru disekitar dekat pantai, dan umumnya kejadian tsunami dahsyat yang berlangsung di Jepang berada tidak jauh dekat pantai (tsunami near-field).
Gempa susulan yang masih berlangsung dengan kekuatan di atas 6.0 SR akan berdampak pada perubahan tatanan geologis kerak Lempeng Filipina danpasifik akibat pergeseran tersebut, efek yang perlu diwaspadai bagi Indonesia karena pergeseran akan ada pendesakan ke zona lain, sebab dua pulau Indonesia berada dalam aktivitas ancaman gempa di zona subduksi patahan Jepang yang telah memberikan tanda berupa terjangan tsunami dengan ketinggiannya mencapai 2,5 meter di Jayapura dan Halmahera.
Kondisi ini mengingatkan kita pada pantai Barat Sumatera, hampir setiap tahun mengalami gempa kuat merusak karena faktor deformasi kerak bumi mengalami “pendesakan” dan memerlukan suatu ruang untuk berinteraksi dan menunjukan jati diri misalnya pembentukan gunungapi baru seperti disebelah baratdaya Bengkulu karena wilayah laut Indonesia yang luas dianggap tepat untuk ditekan sebagai bagian dari dinamika proses menuju keseimbangan/isostatis di permukaan bumi yang menyebabkan relaksasi bumi belum berhenti dan gempa sampai detik ini terus berlangsung.


Gambar : kecepatan gelombang tsunami Jepang 2011.
(Sumber : diakses dari Dongen Geologi, Internet)
Lempeng Jepang
Seorang ahli geologi dari Jepang menyatakan bahwa dirinya menemukan satu lempeng tektonik baru di bawah Tokyo. Jika temuan ini benar, pemerintah Jepang harus mengevaluasi rencana penanggulangan gempa bumi yang telah dibuat sebelumnya. Temuan ini di umumkan pada tahun 2010, demikian dilansirkan kantor Berita Kyodo Oktober 2010 lalu dan diperkirakannya bahwa Jepang mungkin mengalami guncang-guncangan gempa yang hebat dan terbukti pada tahun ini di bulan Maret, Jepang dua kali mengalami kekuatan gempa kategori kuat sampai dengan sangat kuat
Hasil penelitian Dr. Shinji Toda berpendapat bahwa struktur geologi Kanto di Pulau Honshu dimana kota Tokyo berdiri sebenarnya merupakan lempeng independen. dan diapit oleh ke empat lempeng besar (Filipina dan Pasifik di selatan serta Amerika Utara dan Eurasia di utara) sehingga wilayah dari utara hingga selatan Jepang terus mengalami pendesakan dan pembenturan.
Dr. Shinji Toda, kepala peneliti di Active Fault Research Center di National Institute of Advance Industrial Science and Technology mengaku telah menganalisa data 150 ribu gempa bumi dengan kekuatan di atas 2 SR antara tahun 1979 hingga 2004 di daerah Kanto. Jika penemuan Toda terbukti, Jepang harus mengevaluasi kebijakan mengenai penanganan gempa bumi di sekitar Tokyo karena sebelumnya menggunakan asumsi bahwa daerah tersebut menjadi bagian Lempeng Tunggal Filipina. "Kami membutuhkan gambaran dasar untuk memahami mekanisme terjadinya gempa bumi, termasuk struktur lempeng tektonik," kata Toda sebagaimana dilaporkan oleh lembaga penelitian tersebut.
Renungan dan pelajaran bagi bangsa Indonesia untuk mempersiapkan tata ruang yang berketahanan bencana karena gempa yang terjadi di Jepang mampu meredam bangunan yang rusak dan mereka mampu mengurangi dampak buruk yang terjadi dari bangunan raksasa yang ada dan tidak menyebabkan terjadi efek ground shaking dan jikapun ada bangunan yang rusak, lebih di faktor oleh kondisi geologis air tsunami yang membawa berbagai bahan yang berat untuk tekanan bagi bangunan yang rapat. Sampah-sampah bawaan tsunami ini lebih menghancur dan merobohkan bangunan di Jepang, bukan akibat tekanan goyangan gempa. ***** 
( M. Anwar Siregar : Penulis adalah Geologist, Pemerhati Masalah Lingkungan Dan Geosfer ) Tulisan ini sudah dimuat pada harian WASPADA Medan 23 Maret 2011

Populer

Laut Indonesia darurat sampah

  LAUT INDONESIA DARURAT SAMPAH Oleh M. Anwar Siregar   Laut Indonesia banyak menyediakan banyak hal, bagi manusia terutama makanan ...