Sep 13, 2012

TSUNAMI DAHSYAT ANCAM JAKARTA : Geologi Gempa

TSUNAMI DAHSYAT ANCAM JAKARTA 
Oleh : M. ANWAR SIREGAR 
Eskalasi gempa bumi masih terus berlangsung disegala penjuru permukaan bumi Nusantara, akibat giatnya gaya geologi endogen terus menerus membangun dan mendorong kegiatan blok batuan dengan adanya pemekaran di Samudera Hindia. 
Menggerakan lempeng-lempeng dunia yang ada disekitar wilayah Indonesia untuk terus melakukan tekanan dan penghancuran kerak bumi yang berakhir dengan rentetan gempa-gempa besar mengancam wilayah yang dianggap aman dari ancaman tsunami seperti kota Jakarta melalui strategis gempa berskala sedang hingga puncak tahapan satu telah dimulai dari Aceh-Nikobar menuju Yogya lalu sebagian Jateng dan Jabar kemudian wilayah Lampung dan Banten di Selat Sunda. 
Jakarta diperkirakan masuk tahapan kedua, bersiaplah. Peristiwa gempa besar yang terjadi di Pantai Barat Sumatera pada tahun 2004-2005 telah memberikan efek tekanan yang kuat terhadap Blok Patahan Jawa, karena arah gempa dan penyaluran energi seismic telah mendesak dan menyalurkan energi ke ruas-ruas patahan yang sudah lama tidak menghasilkan fenomena kegempaan besar di Selat Sunda. 
Terjadinya gempa bumi merusak dan disertai tsunami di Jawa dalam waktu dua hari, dari tanggal 17 Juli 2006 dengan tiga kali gelombang gempa cukup kuat dengan jarak episentrum cukup dekat ke daratan Jawa sekitar 100-150 km dengan kekuatan 6,8 Skala Richter (SR) dengan kedalaman 30 km. 
Sebenarnya adalah akibat dari kumpulan energi yang tertekan pada kejadian gempa Yoyakarta tanggal 27 Mei 2006, lalu menekan blok-blok batuan yang belum stabil dari berbagai rak tekanan, tegangan dan regangan dengan melalui jalur patahan kea rah Timurlaut, menuju kearah Jawa Barat dengan terjadi lagi gempa kedua yaitu tanggal 19 juli 2006 di Selat Sunda akibat belum stabilnya pergerakan lempeng dari akumulasi gempa Yogya dan Jawa Tengah serta Jawa Barat di Selatan Jawa. 
Kondisi geologi didaerah Jawa dan Sumatera merupakan zona pertemuan dua Lempeng Benua Indo-Australia dan Eurasia pada kedalaman lebih 30 km, yang diikuti tsunami karena focus gempa sangat dangkal dengan intensitas 6,8 SR (7,2 SR menurut USGS) sudah termasuk gempa kuat, pola sesar di zona subduksi ini adalah gerakan sesar naik dan mengalami deformasi keretakan besar dapat mencapai 100 km hingga 1000 km, untuk mengguncang wilayah yang luas. Gaya tekan menekan dalam blok batuan dipinggir perbatasan antara dua lempeng Benua itu dapat menyebabkan gempa, karena Bumi tidak membesar, maka diperlukan “ruang” yang cukup agar lempeng bias tetap aman ditempat dengan cara bergerak mendesak atau “mengusir” lempeng kecil seperti Lempeng Sunda. 
Selama “kelakuan” ini berlangsung, maka tidak ada wilayah yang aman atau luput dari ancaman gempa bumi. Sebagai bukti untuk menegaskan hal tersebut dapat dilihat dari bencana di Kota Agadir hanya berkekuatan sedang 5.8 SR, kota yang dianggap aman dari bencana gempa bias hancur. Begitu juga kota Meksiko akibat durasi kegempaan yang tinggi di Pantai Barat Amerika, kota Meksiko daerah aman dengan zonasi kegempaan III, seperti kota Jakarta ternyata hancur oleh kegempaan besar dengan kekuatan 8.0 Skala Richter. 
ANCAMAN TSUNAMI 
Mewaspadai fenomena kegempaan strategis yang dapat menghancurkan kota Jakarta yang meliputi areal yang sangat luas, dapat dilihat dari posisi geografis kota Jakarta yang berada di batas pertemuan konvergen antar lempeng-lempeng dunia yang saling bertumbukan. Yang merupakan sumber ancaman utama bagi kota Jakarta, baik dalam wujud gempa tektonik didaratan melalui keaktifan sesar-sesar Jawa dan tsunami dilautan melalui Pantai Barat dan gempa super vulkanik di Selat Sunda serta kegempaan yang terus menerus di Selatan Jawa. 
Yang mesti diwaspadai bagi kota Jakarta dan Lampung adalah sumber gempa yang terjadi di Lautan. Karena umumnya gempa di Indonesia selalu terjadi di Samudera Hindia yang selalu mengancam wilayah disekitarnya, rata-rata kedalaman gempa sekitar 40 km dibawah permukaan laut dengan efek goncangan dapat mencapai kawasanradius 100-300 km dengan intensitas kekuatan gempa diatas 6,5 SR. Telah diketahui juga, bahwa Laut Jawa tidak aman bagi tata ruang wilayah Jakarta, karena disekitar Kepulauan Seribu dapat dilihat adanya gejala patahan yang berbentuk garis lurus dengan patahan bercabang, dapat berfungsi sebagai sarana jalan bagi tsunami ke daratan pantai Utara Jakarta. 
Bila arah gempa menerus kearah Laut Jawa dari Selat Sunda, gejalannya telah dimulai pada gempa tanggal 19 Juli 2006 di Ujungkulon dengan kekuatan gempa 6,2 SR. Melihat arah kejadian gempa tanggal 19 Juli 2006, yang menyerong kearah Baratlaut dari arah Timurlaut ke Selat Sunda, dengan efek perambatan gelombang mencapai 200 kilometer ke daratan Jabotateka dengan kekuatan gempa antara 6-7 SR dengan posisi pusat gempa pada titik 6,54o Lintang Selatan dan 105,2o Bujur Timur, dengan episentrum di Selatan Ujungkulon di Selat Sunda (Sumber BMG), sudah termasuk gempa dangkal dengan kedalaman 48 km, dengan jarak ke kota Jakarta hanya sekitar 192 km, sangat dekat dan sepertinya ancaman tsunami sedang “mengincar” kota Jakarta, ini tidak jauh beda dengan kota Meksiko melalui durasi kegempaan yang terus menerus di Pantai Barat Amerika dan penumbukan antar lempeng benua dan penggerakan Lempeng Juan de Fuca dan Patahan San Andreas yang terus mengalami gangguan akibat gerak Lempeng Pasifik-Carolina di Amerika Serikat. 
Bila Terjadi lagi gempa disekitar Selat Sunda, dapat dipastikan akan menghasilkan gempa yang lebih besar, gempa yang terjadi dalam kurun 2 bulan ini dimulai dari gempa Yogya hingga ke Selat Sunda adalah awal dari gempa berskala lebih besar, dan kini telah mendesak kea rah Selatan di Selat Sunda diantara dua pulau besar Indonesia. Dapat menghasilkan gempa strategis bagi kawasan Propinsi Banten dan DKI Jakarta.
Strategis tsunami di Selat Sunda ke Jawa Barat bagian Tenggara melalui berbagaitekanan terhadap dua lempeng di bumi Indonesia (Sumber Dongeng Geologi)

GEMPA SELAT SUNDA 
Bahwa subduksi dapat menyebabkan gempa bumi bisa saja segera diikuti oleh gempa lainnya yang berlokasi dekat dalam patahan regional, yang kini baru saja terjadi di Selatan Jawa dengan tiga kali gelombang yang cukup kuat dan dua hari kemudian terjadi lagi gempa di Selat Sunda yang dapat menekan kestabilan dapur magma gunung berapi super Krakatau yang telah berumur 123 tahun dapat menghasilkan gempa bumi strategis pada kawasan subduksi dengan ketebalan lempeng yang sangat tipis dan daerah yang sering mengalami gempa adalah daerah kerentanan geologis yang tinggi. 
Kondisi gempa seperti ini sedang mengancam wilayah Jakarta hingga Baratl Laut Jawa, yang harus diwaspadai Jakarta, Sumatera Selatan serta Banten dan Lampung. Doprediksi gempa di Selat Sunda dapat mencapai kekuatan diatas 8.0 SR dengan pola sesar geser vertikal dan disertai tsunami dahsyat. Faktor kondisi strategis geologi seperti ini dapat saja terjadi yaitu : Pertama, belum stabilnya kondisi batuan dari gempa-gempa terdahulu dalam kurun 2 tahun terakhir di Pantai Barat Sumatera hingga ke Selatan Blok Patahan Jawa, efek gempa besar telah dimulai tahapan I di Aceh-Nikobar dan telah mendesak Lempeng Daratan Sumatera dan memicu 11 dari 21 lembah tektonik dengan konsentrasi pada patahan besar Sumatera pada segmen di Patahan Renun-Toru-Toba-Sumpur dengan adanya gempa di wilayah Tapanuli serta pada segmen di Patahan Semangko dan Selat Sunda yang embujur sepanjang Pulau Sumatera dengan terjadinya gempa berskala sedang di Lampung dan Bengkulu selama dua bulan terakhir ini. 
Kedua, penekanan Lempeng Samudera terhadap Lempeng Jawa dapat menambah tekanan energi gempa yang berada di sesar aktif Jawa akibat aktivitas dua lempeng di ujung Sumatera di Selat Sunda yang saling menumbuk dengan menimbulkan patahan naik di ujung Lempeng Eurasia, dapat menggangu dapur magma gunungapi Krakatau yang dapat menyebabkan instabilitas pada kawasan subduksi yang berjarak dekat. Dan jarak sesar di Jawa seperti Sesar Opak, Sesar Cimandiri dan Sesar Baribis antara 40-60 km. 
Ketiga, gempa tsunami masih berlangsung di wilayah Indonesia di Selat Sunda, dengan berbalik gerak tekanan energi seismik menuju ke Utara Laut Jawa dapat membangkitkan energi gempa terdahulu terutama pada patahan di Selat Sunda, hal ini dapat diketahui oleh pola pergerakan sesar geser naik di 2 (dua) ujung pulau, merupakan kelanjutan dari gempa disebelah Selatan Jawa dengan model penunjaman lempeng, dari Barat Lempeng Sumatera kearah Tenggara Selat Sunda menuju Selatan Pulau Jawa ke Timur arah Bali selanjutnya menuju NTT dan NTB, lalu berbalik arah lagi kearah Timur yang datang dari Lempeng Samudera Pasifik ke arah Lempeng Eurasia untuk melakukan tekanan lebih instensif di Selat Sunda, guna menekan blok batuan di wilayah Lampung dan Banten. 
Dengan mengalami deformasi patahan akan terus bergerak menimbulkan getaran gempa karena terus mencari keseimbangan baru. Syarat gempa tsunamis di Selat Sunda sudah memenuhi ketentuan gempa strategis karena adanya patahan hingga 4.000 m dengan palung dalam dengan kedalaman 6.500 meter serta pola sesar naik, fokus gempa dangkal dan magnitudo yang besar, terjadi dislokasi (perubahan arah pergerakan) di dasar laut, cukup untuk ”mengincar” Jakarta, lewat Tangerang dan Laut Jawa. 
Dipastikan Propinsi Banten belum mempersiapkan sistem peringatan dini dan memudahkan gelombang tsunami semakin jauh kedalam wilayah Jakarta. Dan diwilayah Jakarta itu banyak ditemukan kanal-kanal banjir yang berhubungan langsung dengan ke Teluk Jakarta, akan ada jalan tol bagi tsunami ke daerah dalam Jakarta.  
SIAPKAH JAKARTA 
Jakarta sudah harus mempersiapkan sistem pembangunan tata ruang wilayah yang berbasis kegempaan lokal dalam mengantisipasi kerawanan bencana gempa. Wilayah Jakarta termasuk kategori zonasi III bencana, bukan berarti aman terhadap bencana maut gempa dan terutama gempa tsunamis dari berbagai arah yang melingkupi daratan Jakarta yang terbuka dari arah Laut Jawa. Sudah siapkah Jakarta menghadapi ancaman bencana maut? 
Diterbitkan oleh Surat Kabar Harian ”WASPADA” Medan, tanggal 22 Juli 2006

No comments:

Post a Comment

Related Posts :