Jan 4, 2016

Renungan Bencana Geologi Mitigasi

RENUNGAN BENCANA AKHIR TAHUN DI INDONESIA
Oleh M. Anwar Siregar


Ada dua bencana yang sangat merugikan kondisi ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2015, yaitu bencana kabut asap selama enam bulan dan bencana banjir. Dua bencana ekologis itu kadang disertai juga bencana geologis, dengan tingkat kerugian cukup besar yaitu gerakan tanah atau longsor dan gempa bumi selama tahun 2015 mencapai 10 triliun rupiah.
Bencana banjir yang melanda Aceh, Bandung, Jakarta, Medan, dan bencana longsor di Sumatera Utara adalah gambaran sebuah tragedi ekologi hijau dan sumber daya ruang yang seharusnya tidak berulang setiap tahun. Introspeksi tata ruang, etika dan kebijakan dalam mengendalikan berbagai musibah bencana di Indonesia dan dunia perlu dibumikan dengan mengurangi bencana kekerasan yang biasanya melalui teror, radikalisme dan rasisme. Indonesia dan dunia perlu restorasi lingkungan yang lebih humanis.
Bencana Dunia
Indonesia memang saat ini perlu merenungkan, bahwa bencana saat ini telah mengalami “distorsi tubuh” akibat ulah manusia yang terus merusak segala ekosistim bumi, baik di darat, dilaut maupun di udara dan juga di dalam bumi. Eksplorasi yang berlebihan itu telah memberikan kepada manusia di muka bumi sebuah bencana yang sangat menakutkan.
Perlombaan persenjataan era perang dingin hingga perang bintang (star war) antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet (Rusia) itu terus berlanjut, dengan yang berubah namun tetap mengancam kehidupan manusia di bumi dengan munculnya kekuatan militer baru dengan mengusung senjata maut yang lebih mematikan alam semesta ini yaitu perang nuklir dan perang senjata kimia yang kini berdarah-darah di Timur Tengah dan berbagai pelosok permukaan bumi.
Setiap saat kondisi bumi dapat mengalami kerentanan, dan perlu kita ingat, Bumi adalah makhluk yang bergerak, dan kadang Bumi dapat berunjuk rasa dengan menebarkan bencana bagi kesombongan manusia yang lupa diri, bahwa mereka hadir di muka bumi ini sebagai pemimpin bagi makhluk tetapi bukan sebagai perusak, penghancur dan penindas sesamanya dan lingkungan tempat mereka berada, dibiarkan sebagai ladang pembantaian.
Pertanyaan renungan, sudah dimanakah peranan Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim global? Jika melihat kondisi lingkungan di Indonesia sejak era abad ke 21 ini, rentetan bencana silih berganti datang, mulai dari kabut asap lalu datang banjir, lalu banjir bergantian dengan longsor, begitu juga dengan gempa bumi diselang-selingi oleh letusan gunung api, sekali datang gelombang permukaan air laut, abrasi pantai dan suhu panas yang membara di berbagai kota di Indonesia.
Ada beberapa bencana alam di Indonesia belum mampu diatasi, kemampuan Indonesia dalam mengantisipasi bencana gempa bumi masih di bawah lima menit, sedangkan Jepang dan Amerika Serikat sudah diatas 15 menit hingga 1 Jam. Melihat perbandingan waktu tersebut, sudah saatnya membumikan mitigasi bencana geologi dan klimatologis yang komprehensif di seluruh wilayah tanah air.
Pertanyaan renungan kedua. Apakah negara di dunia ini perlu berlomba-lomba membangun kekuatan persenjataan nuklir? Sedangkan pemahaman tentang bencana alam dunia masih kedodoran, contoh kasus terjadinya bencana gempa bumi di Nepal, India, Philipina dan Indonesia serta Chili. Banyak negara berkembang belum mampu mengatasi berbagai persoalan bencana yang mengancam kehidupan dibandingkan berlomba memperkuat kekuatan militer hanya untuk menyerang negara lain. Kasus penembakan pesawat Rusia menewaskan semua penumpangnya, hilangnya sebuah pesawat, semua negara memiliki teknologi, namun mengatasi bencana kabut asap seperti di Indonesia dan sekarang giliran Tiongkok membutuhkan waktu yang lama, dan apakah tidak memiliki teknologi yang lebih canggih untuk masalah kabut asap atau tidak menghasilkan sumber kabut asap atau emisi?
Jangankan bencana kabut asap dan gempa bumi, bencana banjir dan longsor, Indonesia dan beberapa negara di muka bumi ini masih belum mampu mengantisipasinya. Bencana gerakan tanah atau longsor di Banjarnegara, Aceh dan Sumatera Utara adalah gambaran bagaimana manajemen bencana itu diimplementasikan dalam bentuk pola tata ruang. Dalam pengendalian banjir seharusnya daerah sudah mampu mengurangi intensitas bencana, karena Indonesia sudah memiliki teknologi, harusnya sudah diterapkan ke daerah yang sering mengalami musibah banjir seperti wilayah Aceh, Bandung dan Manado. Untuk mendeteksi  banjir di sungai-sungai yang banyak membelah tata ruang kota besar di Indonesia, perlu di renungkan bagi kota-kota yang berlangganan banjir termasuk Medan dan Jakarta. 
Pertanyaan renungan ketiga. Apa yang menyebabkan munculnya tragedi hutan belum pernah terjadi? Seharusnya manusia mampu mengendalikan kerusakan hutan dalam hal ini mencegah kabut asap seperti di Indonesia dan Tiongkok dengan mengurangi standar penggunaan materi energi yang berlebihan.
Kearifan Peta
Bencana alam seperti gempa bumi masih belum mampu diprediksi secara tepat waktu, bencana hanya dapat dikurangi jika memanfaatkan segala ilmu yang telah terangkum melalui media kearifan lokal dan fakta empiris dari peta yang sebagai lintasan sejarah dimasa lalu dan masa kini dan masa mendatang.
Memang, tidak bisa dipungkiri, bahwa populasi manusia saat ini lebih besar daripada bumi, oleh sebab itu tantangan bencana dan sumber daya adalah bagaimana menjaga keseimbangan kebutuhan konsumsi yang terdiri sumber daya, terutama sumber daya materi agar tidak berada dalam kondisi kritis, sebab seperempat populasi dunia saat ini menggunakan 75 persen sumber daya global dalam upaya mencegah bencana ekologi daya dukung lingkungan.
Peranan peta sangat penting dalam mendukung bencana lingkungan, yaitu masyarakat harus memahami zonasi-zonasi lingkungan yang sudah tersusun dalam bentuk peta, yang menghadirkan semua rangkuman kondisi dan sumber daya setiap wilayah dengan dipadukan dengan kearifan budaya lokal yang banyak hadir di Bumi Indonesia.
Renungan Bencana
Upaya yang harus dilakukan oleh semua komponen adalah membangun dan membumikan edukasi/pendidikan/pembelajaran mitigasi dari tingkat pra dasar hingga ke perguruan tinggi dan pemerintah harus memiliki sistim mitigasi yang komprehensif dan seragam dan ringkas serta rentang kendali pengambilan keputusan harus singkat dan memiliki tim bergerak cepat dalam keadaan tidak darurat sekalipun selalu ada dan semua harus terdapat pada setiap jenjang terendah dalam hirarki pemerintahan.
Karena itu Indonesia harus memiliki contigensy planning ketika bencana terjadi, negara harus siap, tanggap dan siaga mengatasinya. Dan pembelajaran mitigasi yang perlu dikuasai oleh masyarakat sebagai wujud pembelajaran mitigasi keruangan yang berbasis masyarakat yaitu : pendidikan mitigasi kearifan alam sebagai mitigasi non struktural, masyarakat diperkenalkan berbagai jenis bencana alam beserta karakter yang menyebabkannya, antisipasi yang mengendalikan bencana dan kesesuaian keadaan daerah elemen/bangunan dan masyarakat dengan kondisi alamiah. Pola perencanaan pembangunan ketataruangan harus bertekstur alamiah dengan lingkungan. Masyarakat harus mengetahui semua kondisi tersebut sebelum melanjutkan pembangunan fisik. Disini faktor utama yang harus dimulai sebelum pembangunan ketataruangan agar ada keselarasan dengan lingkungan, bertujuan meminimalisasikan bencana karena keduanya ada hubungan sebab akibat.
Bencana tahun 2015 merupakan gambaran bencana dan tata ruang 2016, dimana tiap daerah sudah harus mengantisipasi, daerah yang sudah mengalami bencana tata ruang perlu “mengobati” tata ruang tersebut dengan meninjau ulang peta-peta yang sudah dibuat.***
Penulis adalah Enviromentalist Geologist. Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan, Energi Geosfer. 
Sudah di publikasi di HARIAN ANALISA MEDAN
http://analisadaily.com/opini/news/renungan-bencana-akhir-tahun-di-indonesia/200829/2015/12/28

No comments:

Post a Comment

Related Posts :