Jan 5, 2016

Evolusi Sinabung : Geologi Disaster :



EVOLUSI ERUPSI SINABUNG
Oleh M. Anwar Siregar

Belajar dari rangkaian bencana alam geologis di Indonesia merupakan suatu kebutuhan yang sangat muklat untuk kita jadikan landasan bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia, kerena bencana alam di Indonesia merupakan bagian dari risiko yang harus ditanggung, karena Indonesia menjadi tempat berintraksinya tiga lempeng berukuran benua, yaitu Lempeng Hindia-Australia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Eurasia, serta terdapat 214 gunung api yang menbentang di wilayah Republik Indonesia, dan semua lempeng ini telah mengubah deformasi fisik suatu ruang permukaan bumi.
Seperti kita telah ketahui, ruang tempat manusia beraktivitas adalah suatu sumber daya yang paling berisiko mengalami bencana lingkungan. Karena itu, jika tak ada pengaturan tata ruang maka akan terjadi apa yang disebut tragedy of common. Contoh yang paling aktual dan tak terlupakan masyarakat pada tiap negara yang rawan bencana alam dan mengalami bencana tragedi of common hampir setiap tahun di Asia Tenggara, misalnya Aceh, gempa tektonik dan tsunami 2004, Thailand, banjir maut bandang tahun 2011, Philipina, Super Badai Hayhan 2013. Semua negara tersebut telah mengalami perubahan fisik tatanan lingkungan dan pola tata ruang wilayah juga telah mengalami eksploitasi secara massal dampak dari bencana unirversal oleh perubahan iklim dan cuaca global.
EVOLUSI RUANG
Ruang yang telah tereksploitasi habis-habisan akan memberikan suatu ”pelajaran”, melampaui daya dukung dan daya lentingnya sehingga tidak ada manfaat yang dapat dinikmati bersama lagi sehingga kita selalu dan akan selalu melihat tragedi bencana yang diakibatkan peningkatan sikap sekulurisme yang menjunjung egoisme sehingga alam memberikan suatu perasaan ”sentimen” seperti yang layaknya sikap yang dimiliki oleh manusia, mendatangkan bencana yang dahsyat terhadap komunitas dan lingkungannya.
Karena meningkatnya evolusi dan dinamika bumi, maka perlu diingatkan bencana pasti akan selalu terjadi di Indonesia yaitu gunung api, angin puting beliung, badai tropis dan gerakan tanah. Sering terjadinya peristiwa bencana kebumian di Indonesia perlu disikapi dengan semakin mempertajam peramalan dengan bantuan teknologi.
Alm Prof John Ario Katili, pakar dan Bapak Geologi Indonesia, pernah mengatakan bahwa memandang perlu terus diperdalamkan pengetahuan yang mempelajari evolusi sifat fisika bumi, termasuk evolusi sehingga dapat meramalkan dengan presisi yang baik tentang kejadian-kejadian kebumian yang akan datang. Metoda prognosis dan diagnosis dalam menyelidiki dinamika bumi ini perlu terus dipertajam. Namun demikian, Katili menyadari, betapa sulit dan tak terduganya kejadian alam, seperti letusan gunung api dan gempa bumi, sebab masih ada peristiwa alam di luar kontrol manusia.
Sama dengan gambaran Sinabung, erupsi yang masih terus berlangsung merupakan evolusi dari dinamika perubahan deformasi yang lama berlangsung selama 400 tahun lebih, sehingga Sinabung terus mengeluarkan erupsi tanpa waktu periode yang belum diketahui. Belajar dari bencana yang telah berlangsung lima tahun ini seharusnya pemahaman eksistensi kebencanaannya harus di tingkatkan kepada tingkatan bencana yang lebih tinggi, yaitu status bencana Nasional, karena apa yang telah di upayakan oleh Pemkab Karo dan Pemprov Sumut belum maksimal mengatasi bahaya dan kerusakan erupsi Sinabung dan telah menghabiskan biaya yang besar.
Perlu pembelajaran tentang evolusi ruang lingkungan. Kita mengalami kerawanan lingkungan maka kita harus belajar memahami evolusi sejarah lingkungan Sinabung di bumi demi masa depan manusia, untuk ini kita tidak cukup mewaspadai dengan perencanaan tata ruang, tetapi juga harus memperbanyak informasi-informasi kebutuhan pengetahuan lingkungan terutama dalam pengadaan peta-peta yang belum memadai dan belum banyak masyarakat melek tentang pengetahuan peta di lokasi keberadaan tempat beraktivitas. Misalnya Hot Spot (efek daerah panas bahaya)


Evolusi letusan sinabung dari tahun 2010 ke 2015 
Sumber : PVMBG- Badan Geologi Kemeterian ESDM

HOT SPOT SINABUNG
Mencermati beberapa fenomena bencana erupsi gunung api Sinabung sejak tahun 2010 hingga tahun 2015, diprediksi masih akan terus mengeluarkan erupsi setiap tahun disertai dampak perubahan evolusi fisik ketataruangan akan terjadi bencana maut berulang lagi, mengingat evolusi erupsi membutuhkan lebih 400 tahun, maka Sinabung membutuhkan waktu periode lama untuk istirahat, maka perlu diwaspadai dampak yang diakibatkan oleh hot spot Sinabung dan pembelajaran bagi semua untuk memberikan dukungan rehabilitasi dengan peningkatan status bencana menjadi bencana nasional agar ada upaya meredam eskalasi kebencanaan yang ditimbulkan baik untuk lingkungan, sumber daya dan tata ruang kehidupan.
Yang penulis maksudkan daerah hot spot Sinabung, adalah daerah radius bencana yang selalu berubah dan daerah areal bencana yang telah ditimbulkan dan memberikan efek stimulus ke zona yang telah diidentifikasi kerentanannya, contoh dampak lahar dingin dan panas ke lokasi daerah yang rawan gerakan tanah, banyak terjadi di wilayah Tanah Karo dan Deli Serdang maupun ke arah zona patahan ke Aceh Tenggara. Sinabung merupakan gunung api patahan, dan tata ruang Karo dilingkupi berbagai zona patahan.
Jika pemahaman bencana ketataruangan dan infrastruktur fisik tidak ditindak lanjuti akan menyebar lebih luas dari daerah yang telah dipetakan sebagai kawasan rawan bencana (KRB), hot spot Sinabung selalu menyertai perubahan kondisi lingkungan yang sering berlangsung di wilayah Tanah Karo, yang diapit oleh berbagai zona kerentanan bencana geologis, perubahan cuaca atau pun anomali kemagnetan bumi, letusan gunungapi setiap saat meledak dan gerakan tanah menahun akan selau berlangsung, kadang terjadi gempa kuat. Kondisi bencana ini berdampak luas pada kehidupan masyarakat dan aktivitas pemerintahan kadang mengalami hambatan.

Sumber : PVMBG – Badan Geologi Kementerian ESDM

NASIONAL SINABUNG
Kenapa bencana erupsi Sinabung ditingkatkan menjadi bencana Nasional? Dapat dilihat dari dampak yang telah ditimbulkan dan membuat ironi bagi Pemerintah Pusat. Dampak tersebut antara lain : pertama, lamanya erupsi. Erupsi Sinabung yang telah berlangsung selama 5 tahun tanpa istirahat hingga ke saat ini, status level bahaya gunungapi belum berubah, status Awas. Kedua, ego sektoral dalam penanganan bantuan selalu tidak tepat sasaran, tidak tuntas, tidak melihat efek radius bahaya yang terus ditimbulkan dan evolusi fisik yang masih berlangsung, penekanan laju bencana infrastruktur fisik tidak pernah tuntas dan bersifat sektoral sehingga daerah sering kali kelabakan untuk mengatasi mengingat sumber daya terbatas.
Ketiga, dukungan pemerintah pusat hanya setengah hati, pemerintah seharusnya memberikan dukungan yang kuat dan prima, bukan terjadi di saat bencana erupsi freatik, hanya memberikan waktu darurat hanya sebulan, karena sesungguhnya Sinabung masih ”marah”, terus memberikan penderitaan kepada masyarakat Karo dan Sumut, pemerintah pusat jangan suka atau tidak suka, karena ini mengingatkan penulis pada kejadian Gempa Nias tahun 2005, hanya dijadikan status bencana ”lokal” padahal efeknya saat luas bukan terjadi di Sumut, tetapi juga daerah tetangga merasakan. Tetapi, jika terjadi bencana di Jawa maka status bencana Nasional sudah pasti melekat, padahal areal bencana tidak terlalu luas, mungkin sebentar lagi longsoran yang terjadi di Pangalengan menjadi bencana nasional.



Gambar : Penataan ruang di G. Sinabung agar menggunakan prinsip mitigasi bencana erupsi G. Sinabung, dengan tidak mendirikan bangunan permanen/infrastruktur publik/pemukiman dalam radius 4 – 5 km dari Puncak G. Sinabung. Seperti disajikan pada gambar dibawah ini (sumber : PVMBG)



Keempat efek evolusi bahaya, evolusi erupsi Sinabung masih terus berlangsung, telah memberikan bencana tambahan (sekunder), yaitu terjangan banjir lahar dan panas telah mengisolasi dua kecamatan hingga tulisan ini ditulis, juga memberikan efek kerugian infrastruktur fisik dan sumber daya manusia terus merosot. Kelima, kondisi tata ruang kehidupan masyarakat Sinabung tidak bisa lagi beraktivitas karena hampir seluruh areal lahan dan pertanian serta rumah-rumah sudah hancur, dan belum lagi debu panas yang menyelimuti daerah radius 5 km selama lima tahun terakhir.
Dukungan peningkatan bencana nasional perlu mengingat kemampuan daerah terbatas, gambaran evaluasi lahan rehabilitasi saja Pemkab Karo ternyata terbatas maka pemerintah pusat harus mengalokasikan dana APBN 2016 bagi bencana nasional Sinabung dalam upaya meredam eskalasi bencana.

M. Anwar Siregar
Enviromentalis Geologist, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer

No comments:

Post a Comment

Related Posts :