27 Feb 2012

SDM GEOLOGI DALAM MENGELOLA SDA : Geologi Society

SDM GEOLOGI DALAM MENGELOLA SDA
Oleh : M. Anwar Siregar

Peningkatan sumber daya manusia (SDM) bukanlah suatu pekerjaan yang ringan dalam mempercepat kemajuan bangsa dalam era globalisasi ini. Sebab, upaya untuk meningkatkan kualitas SDM banyak dimensi yang harus dirangkum dalam meningkatkan kualitas jati diri bangsa. Karena untuk menciptakan SDM yang berkualitas di Indonesia menjadi sangat kompleks sekali, diperlukan etos kerja keras, etika moral dan visi negara serta tatanan kehidupan dan bernegara melalui pendidikan dari dasar hingga perguruan tinggi dan terutama kemampuan Pemerintah menyediakan kebutuhan hidup bagi masyarakat yaitu kebutuhan ekonomi, sandang-pangan dan pendidikan-kesehatan.
Implikasi peningkatan dan kualitas SDM terutama bidang geologi bagi Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun disegala bidang ini maknanya sangat luas, terangkai, yang memiliki arti yang sangat beragam dan kadangkala muncul perlawanan dari keadaan/kondisi dari masyarakat yang ada. Peningkatan kualitas SDM Geologi sangat diperlukan bagi bangsa Indonesia dalam mengatasi krisis pengelolaan sumber-sumber daya mineral/alam (SDA) terutama dalam mengendalikan kerusakan ekosistem lingkungan akibat penambangan illegal dan legal, penataan pola keruangan penambangan yang berbasis mitigasi lingkungan, pengendalian produksi penambangan di zona daerah rawan bencana geologis. Penemuan sumber-sumber energi terbarukan dan potensi-potensi pengembangannya di Indonesia yang sangat kompleks dengan jumlah SDM geologi yang terbatas.

Sumber Daya Manusia

Secara umum, SDM dapat dibagi dua kelompok yaitu SDM yang berasal dari masyarakat dan SDM dari birokrat (aparatur pemerintah), keduanya mempunyai bobot yang sama dalam menunjang keberhasilan pengelolaan sumber daya alam di era pemerintahan desentralisasi. Masyarakat dalam kapasitasnya sebagai penentu kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah, sedang birokrat sebagai pelaksana akan kebijakan yang ditetapkan oleh masyarakat dan motor penggerak dalam pengembangan SDM.

Kedua kelompok SDM ini dapat saling melengkapkan dalam usaha kemandirian yang kuat dalam menjalankan roda pemerintahan untuk pengelolahan sumber-sumber daya alam lokal di era otonomi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Khususnya SDM geologi aparatur diperlukan dan dituntut kesiapan serta ketersediaan SDM geologi aparatur dan individu dibidang geologi yang banyak dalam era pembangunan di Indonesia untuk memberi pelayanan yang baik terhadap rakyat dalam menunjang penyelenggaraan pemerintahan baik kuantitatif maupun kualitatif yang akan berperan dan berfungsi motor penggerak dalam mengantisipasi eskalasi perubahan sosial lingkungan terutama dalam mengupayakan pemberdayaan kualitas pengelolaan lingkungan sumber daya alam geologi pertambangan daerah didalam kerangka ruang dan waktu, yang kuat, efisien, efektif dan akuntabilitas serta profesional.

Diperlukan kebijakan pemerintahan dalam membuka akses SDM geologi ke Pemerintahan karena jumlah kualitas SDM aparatur geologi masih terbatas, upaya dalam pengendalian kebencanaan geologi masih terkendala dalam memberikan pelayanan yang optimal karena tiap daerah di Indonesia belum banyak terdapat ahli geologi, bukti ini dapat dilihat pada daerah kabupaten-kota di Sumatera Utara, Madina, Tapsel, Paluta dan Nias-Nisel termasuk salah satunya daerah yang rawan bencana dan jumlah ahli bidang pertambangan juga sangat sedikit, potensi SDA yang ada belum terkelola dengan baik dan optimal.

Pemanfaatan SDA

Secara eksplisit, dapat dikatakan juga bahwa otonomi daerah merupakan suatu kesempatan bagi SDM geologi daerah untuk memposisikan diri sebagai motor pembangunan didaerahnya dan dapat juga mengetahui atau mengoptimalkan semua sumber daya alam secara maksimal untuk pembangunan daerah masing-masing dengan meningkatkan kapasitas dan kualitas SDM. Mengingat, bahwa SDA ada batas-batasnya atau mungkin suatu saat ada yang habis, apalagi tidak bisa diperbaharui dalam jangka pendek seperti minyak dan gas bumi (migas).



Gambar 24 : Peta Cebakan Mineral Logam di Indonesia, terdapat 13 Jalur cebakan, memerlukan kemampuan SDM geologi dalam mengelola sumber daya alam (Sumber : Warta Geologi, 2007).
 
Pemanfaatan SDA, selain seiring dengan kemajuan dan kualitas SDM yang meningkat harus juga memperhatikan aspek lingkungan dan sosial dimana lokasi sumber pengelolaan SDA itu mungkin akan terjadi, ini dikarenakan menyangkut pengelolaan SDA harus profesional dan tidak melanggar etika perencanaan pola keruangan yang sudah ditetapkan, pemanfaatan hasil produksi penambangan SDA juga memperhatikan kemampuan lokasi pembuangan sampah akhir yang terbatas. Hasil-hasil pengelolaan penambangan itu diperlukan kemampuan SDM geologi berkualitas untuk menciptakan peralatan teknologi dan tata ruang yang ramah lingkungan. SDM geologi harus mampu memperhitungkan dan memperhatikan sumber daya yang terkandung/kapasitas cadangan yang dimiliki suatu daerah di Indonesia dalam mencegah atau mengurangi dampak terhadap lingkungan sebagai upaya kesinambungan pengelolaan dan pemanfaatan SDA bagi generasi berikutnya.

Peningkatan SDM Geologi

Faktor-faktor peningkatan SDM geologi dari manusia, yaitu berkaitan dengan strategi, langkah, metode, lembaga, baik dari swasta ataupun pemerintah serta kemampuan dana untuk mewujudkan kualitas SDM yang unggul. Ada beberapa elemen yang dapat menghasilkan SDM individu geologi yang berkualitas dalam menjalankan roda pemerintahan dan pengelolaan sumber daya alam. Pertama, pengembangan kualitas individu, baik birokrat maupun masyarakat, yaitu suatu langkah untuk mengembangkan kualitas dari cara melihat potensi yang ada didalam diri, baik kelebihan maupun kelemahan. Melalui jenjang pendidikan dan ilmu serta pengalaman yang dapat dijadikan dasar untuk melangkah ke depan. Pengamatan potensi diri untuk pengelolaan SDA secara komprehensif dengan pola berpikir proaktif, dengan cara harus melalui suatu tahapan/proses dan kerja keras, bermental kuat dalam menghadapi persaingan di era globalisasi.

Faktor ini dikarenakan penguasaan kemampuan geologi harus memiliki karakter kerja keras, wawasan ilmu dan kemauan untuk maju. Menguasai ilmu geologi tidak cukup melalui teoritis tetapi juga pengalaman dilapangan dan masalah-masalah lingkungan yang dihadapi sangat kompleks dan rumit. Contohnya pada daerah kaya energi tapi juga kaya dengan berbagai bencana geologi. Keduanya saling berhubungan erat dalam mengendalikan dampak yang terjadi.

Kedua, membuat perencanaan kurikulum pendidikan di perguruan tinggi di daerah secara matang, sesuai dengan karakteristik geologi yang menyusun bentang alam daerah tersebut, memuat kurikulum geologi lokal yang menjadi andalan dalam penguasaan IPTEK terutama dalam mengelola SDA, mengembangkan tradisi keilmuan pada kalangan civitas akademika sebagai basis keilmuan bagi kehidupan masyarakat untuk memahami lingkungan geologi.

Ketiga, idealisme dari individu untuk mencapai cita-cita yang tinggi sehingga mendorong elemen dan komponen dari berbagai masyarakat untuk mencapainya. Hanya bisa dipacu melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan-pelatihan serta pengembangan pemikiran melalui literatur-literatur yang bermutu hingga pada upaya penerapan keilmuan untuk kepentingan masyarakat luas.

Keempat, perencanaan kehidupan dimasa depan, yaitu berupa visi, tujuan ataupun cita-cita yang dilandasi dengan disiplin tinggi, etos kerja keras, etika moral dan team work, agar dapat mewujudkan visi daerah dan nasional dimasa depan.

Kelima, ditunjang dengan kepemimpinan yang baik, yang merumuskan visi dengan semangat kerja keras dan membentuk organisasi kerja yang rapi. Serta keenam, mengembangkan jiwa "team work". Sebab dengan kemampuan team work yang rapi akan menghasilkan sinergi yang mampu menyatukan kekuatan manusia Indonesia untuk mewujudkan tujuan visi kehidupan daerah dalam mengelola SDA yang berkelanjutan dimasa depan.

Kualitas Hidup

Sebagai perbandingan, pengalaman negara-negara didunia, yang terbatas SDA lebih banyak ditentukan kualitas pendidikan yang secara langsung menghasilkan SDM yang andal dalam mengelola SDA yang terbatas, misalnya Jepang yang memiliki karakteristik kerentanan geologis yang tinggi mampu meningkatkan kualitas hidup rakyatnya melalui pengelolaan SDA dengan kemampuan kualitas SDM yang unggul karena tingkat penyediaan kebutuhan pendidikan yang gratis dan berkesinambungan melalui pelayanan aparatur pemerintah yang akuntabilitas dan kerja keras sehingga bangsa Jepang mampu bangkit dari kekalahan perang dunia ke dua (PD II) sebagai kekuatan ekonomi dunia yang tangguh dengan mampu menciptakan peralatan teknologi salah satunya mengekspor peralatan sistem peringatan dini di Samudera Pasifik.

Ironisnya, di tengah kelimpahan SDA ternyata perguruan tinggi di Indonesia yang seharusnya menjadi subyek dalam mengelola sumber daya alam, belum mampu berperan sebagaimana mestinya. Ini dibuktikan penciptaan teknologi kebencanaan? Salah satu upaya peningkatan kualitas SDM geologi, dapat dilihat dari mutu dan jumlah institusi PT. Jumlah Perguruan Tinggi (PT) yang membuka jurusan keilmuan geologi di Indonesia juga sangat sedikit sekali yaitu berjumlah 14 PT dan tiap daerah berlomba-lomba membuka jurusan non teknik atau sosial, sedangkan kebencanaan alam setiap saat datang menghancurkan negara ini!

Untuk mewujudkan visi yang baik adalah yang sesuai dengan realitas serta disesuaikan pada kehidupan daerah dan bangsa dimasa lalu maupun dimasa depan atas dasar mengenai berbagai hal, salah satunya mengembangkan pengelolaan SDA yang berkesinambungan dan pengurangan dampak kebencanaan lingkungan geologi yang harus menjadi fokus utama pembangunan yang dicita-citakan. Kemampuan untuk mendefinisikan visi diperlukan komitmen yang kuat terutama individu bermental kuat kearah yang tepat untuk merealisasikan pembangunan yang telah terprogram dengan sistematis.

Pelaksanaan otonomi pengelolaan SDA yang diserahkan kepada pemerintahan daerah harus memberikan suatu bentuk pemerintahan yang bersih, memiliki akuntabilitas publik yang tinggi serta kapabilitas dalam penyelenggaraan otonomi daerah yang sesuai diamanahkan oleh konstitusi nasional. Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan SDM geologi atau kebumian yang profesional yang akan mampu memanfaatkan, mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Didukung oleh kemampuan manajemen SDM untuk memanfaatkan SDA daerah yang optimal dan terencana untuk kepentingan masyarakat agar mewujudkan visi yang dicita-citakan.***

Penulis adalah Geologist-Enviromentalist, Pemerhati Masalah Tata Ruang-Lingkungan dan Energi-Geosfer. Tulisan ini dapat juga di baca di HARIAN ANALISA MEDAN, TGL 25 PEBRUARI 2012


27 Jan 2012

Ironi Panas Bumi di Negeri Gunung Api : Geologi Recources


IRONI PANAS BUMI DI NEGERI GUNUNG API
Oleh M. Anwar Siregar

Sepanjang sejarah kehidupan manusia di Bumi, pertumbuhan penduduk dan perkembangan teknologi telah dituntutnya persediaan energi. Untuk memenuhi kebutuhan energi maka diperlukan eksploitasi dan eksplorasi energi yang terus menerus. Energi panas bumi adalah solusi yang tepat dalam mengatasi krisis energi listrik di Indonesia dan momentum untuk penghematan pengeluaran negara serta menekan menaikkan tarif dasar listrik.
NEGERI GUNUNG API
Potensi panas bumi Indonesia ada dikarenakan posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan tiga lempeng besar, yaitu lempeng Hindia Australia, Eurasia, dan Pasifik, menjadikan Indonesia memiliki tatanan tektonik yang kompleks. Subduksi antar lempeng benua dan samudra menghasilkan suatu proses peleburan magma dalam bentuk partial melting batuan mantel dan magma mengalami diferensiasi pada saat perjalanan ke permukaan. Proses tersebut membentuk kantong-kantong magma berkomposisi asam hingga basa yang berperan dalam pembentukan jalur gunung api yang dikenal sebagai lingkaran api Pasifik (ring of fire). Keberadaan rentetan gunung api beserta aktivitas tektoniknya ini yang dijadikan dasar dalam penyusunan model konseptual pembentukan sistem panas bumi Indonesia.
Dengan posisi penumbukan lempeng bumi memungkinkan Indonesia memiliki sebaran gunung api terbesar dan terbanyak serta terpanjang di dunia yaitu 400 gunungapi, 130 gunung api aktif tetap dan panjang mencapai 7.000 km, lebar 50-200 km, yang memperlihatkan kegiatan sejak Kwarter, jalur pembentukan panas bumi di Indonesia dari ujung barat Sumatera sampai ke pulau Nusa Tenggara, kemudian melengkung ke Maluku dan Sulawesi Utara di bagi tiga tipe karakteristik sehingga memungkinkan seluruh wilayah Indonesia memiliki potensi panas bumi yaitu vulkanik, graben (vulkano-tektonik), dan non vulkanik sehingga Indonesia pantas disebut negara panas bumi terbesar di muka bumi namun potensinya masih terabaikan dan laju investasi yang sangat lambat, dan menimbulkan sebuah ironi, negeri kaya sumber daya alam namun kedodoran dalam melegitimasi potensi yang ada.
IRONI POTENSI
Sebagai negeri yang berada di ring of fire, membuat Indonesia memiliki potensi cadangan sumber energi panas bumi mencapai 28.000 MW hingga tahun 2009. Potensi sebesar itu merupakan 40% dari sumber panas bumi dunia. Jika bisa dimanfaatkan selama 30 tahun, energi tersebut setara dengan 12 miliar barel minyak bumi untuk mengoperasikan pembangkit listrik. Kenyataan saat ini menimbulkan sebuah ironi, baru bisa memanfaatkan sumber energi panas bumi sebesar 2.000 MW, meski sudah sejak 36 tahun lalu mengembangkannya.
Disini ada kesenjangan yang menimbulkan ironi dalam pemanfaatan kelebihan panas bumi, jika dalam penemuan lapangan panas bumi Indonesia selalu ada peningkatan yaitu ditemukan potensi panas bumi yang berprospek, tercatat sejak tahun 1998 jumlah panas bumi adalah 217 lapangan eksplorasi, pada tahun 2005 ditemukan lagi prospek lapangan bumi menjasdi 251 serta pada tahun 2011 naik menjadi 265 lapangan antara lain terdapat di NAD 17 lokasi, Sumatera Utara 16 lokasi, Riau 1 lokasi, Jambi 8 lokasi, Sumatera Selatan terdapat 8 lokasi, Sumatera Barat terdapat 16 lokasi, Bengkulu 6 lokasi, Lampung 13 lokasi, Banten 5 lokasi, Jawa Barat 40 lokasi, Jawa Tengah 14 lokasi, Yogyakarta 1 lokasi, Jawa Timur 11 lokasi, Nusa Tenggara Barat 3 lokasi, NTT 18 lokasi, Bali 5 lokasi, Sulawesi Tenggara 13 lokasi, Sulawesi Tengah 14 lokasi, Sulawesi Utara 5 lokasi, Sulawesi Selatan 16 lokasi, Gorontalo 2 lokasi, Maluku 15 lokasi, dan Papua terdapat 2 lokasi dengan total potensi 28,5 GW atau 220 juta BOE/28,5 Mega Watt (MW)
Namun, dalam penggunaan potensi panas bumi sebagai energi listrik dari tahun 1998 hingga 2011 Indonesia bukanlah negara pengguna energi panas bumi (pabum) terbesar di dunia yaitu baru sebesar 1.189 Mega Watt energi (MWe) atau setara 4,2 % dari cadangan panas bumi Indonesia pada tahun 1998. Dan lebih tragis lagi, sebagai perbandingan dalam penggunaan energi pabum, Indonesia kalah dari Filipina telah menggunakan energi pabum hingga 1.839,95 Mwe pada tahun 1998, sekarang sudah mencapai 3.000 MWe (2011) dengan kapasitas 4.700 MWe, Amerika Serikat dari 4.000 Mwe menjadi 5.000 MWe (2011) dari 17.000 MWe, Islandia 6.800 MWe, menjadi 7.000 MWe. Sedangkan Indonesia baru mencapai 2.000 MWe tahun 2011 dari 28.500 MW. Atau 40 % cadangan panas bumi dunia.
Yang membuat semakin ironi dari potensi yang ada adalah jumlah lapangan eksplorasi panas bumi yang telah berproduksi sekitar 35 lapangan eksplorasi dengan tingkat produksi mencapai 240 MW. Salah satu lapangan panas bumi di Sumatera Utara yang berprospek namun masih terabaikan adalah panas bumi Sarulla dan Sipirok, nasibnya mengambang tragis akibat investor tidak melanjutkan akibat krisis dan pajak yang besar.
TARGET
Sejalan dengan itu, target pemerintah untuk pemasokan dari pemanfaatan panas bumi sebesar 6.000 MW sampai tahun 2020 yang masuk dalam program pembangunan pembangkit listrik 10 ribu MW tahap II baru terealisasi penambahan 200 MW hingga tahun 2006 menjadi total energi yang termanfaatkan sekarang 2.000 MWe (2011). Sedang target antara dalam lima tahun sejak tahun 2011 ke tahun 2015 pemerintah mengupayakan penambahan daya listrik dari sumber energi panas bumi 4.000 MW.
Apakah target ini akan terealisasi? Jika melihat pertumbuhan pasokan energi panas bumi tersebut, rasanya akan berat terealisasi, begitu juga kemampuan Perusahaan Pertamina Energi Geothermal dalam meningkatkan produksi 3.500 MW hingga tahun 2012, dan produksi yang dihasilkan baru 240 MW, sedangkan pada tahun 2014 target sumber energi panas bumi yang bisa dihasilkan diperkirakan 2.000 MW dan tahun 2020 hanya akan meningkat menjadi 5.800 MW.
 INVESTASI
Bagaimana mau memenuhi target investasi panas bumi di Indonesia jika pemerintah tidak memberikan keringanan insentif terutama pajak bagi investor sehingga laju investasi pengembangan panas bumi sangat lambat dibandingkang dengan penemuan cekungan minyak dan gas bumi di Indonesia. Ini sangat tragis sekali bagi Indonesia sebagai negeri gunung api yang kaya panas bumi sehingga potensi tersebut seperti terabaikan, sedangkan dilain pihak kebutuhan energi listrik sudah sangat mendesak bagi kalangan industri dan masyarakat untuk mengejar ketertinggalan bangsa.
Laju kedatangan investasi panas hanya 4% total dari investasi untuk sumber daya listrik di Indonesia. Biaya untuk membangkitkan listrik dari panas bumi ini sekitar 3 juta dollar AS per 1 MW dari total mencapai 7 juta dollar AS sejak dari penemuan hingga berproduksi. Investasi awal itu kerap dianggap sebagai biaya yang besar karena mencapai 43 persen yang berlaku sejak investor memulai kegiatan eksplorasi dengan harga listrik yang diberikan oleh pemerintah adalah 4,5 sen dollar per kWh. Jauh dari harga layak bagi energi panas bumi adalah 6-10 sen dollar di pasaran dunia. Salah satu penyebab kenapa investor tak mau mengeluarkan uang, maka produksi listrik dari panas bumi masih kisaran dibawah 250 MW dalam 10 tahun.
Bandingkan dengan Philipina membebaskan pajak selama 6 tahun begitu juga China memberikan keringanan pajak sampai 8 tahun sehingga kedua negara ini paling agresif dalam mengejar investor dalam meningkatkan  pemanfaatan panas bumi.
Panas bumi harus dijadikan sebagai energi andalan masa sekarang, mengingat pengembangan energi listrik dari panas bumi semakin kuat menjadi energi global karena bahan bakar minyak semakain mahal dan terbatas. Sehingga panas bumi perlu investasi yang lebih intensif sebagai sumber ketahanan listrik bagi Indonesia, sehingga tidak akan ada cerita tentang kelangkaan energi dan tidak ada daerah belum dialiri listrik.
Tulisan ini sudah di muat atau diterbitkan pada Harian "ANALISA" Medan tanggal 14 Januari 2012

21 Des 2011

Tentang Gempa Tsunamis Jepang : Geologi Gempa


Tentang Gempa Tsunami Jepang
Oleh M. Anwar Siregar
Jepang mengalami 20 persen gempa bumi terbesar di dunia karena terbentuk pada paparan pinggiran lempeng benua
Bumi merupakan bola besar dengan garis tengah lebih kurang 12.740 km, lapisan kerak bumi yang berupa lempeng-lempeng bergerak merayap dengan kecepatan orde sentimeter per tahun. Le Pichon membagi tataan geologis lempeng dunia menjadi 6 lempeng, antara lain Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, Lempeng Antartika, Lempeng Pasifik, Lempeng Afrika dan Lempeng Amerika. Sebagian lempengan itu bergeser membawa dasar samudera dan sebagian lempeng membawa lempeng benua.
Lempeng Australia dan Lempeng Pasifik merupakan jenis lempeng samudera dan bersifat lentur dan pergerakan paling aktif diantara lempeng besar yang ada di permukaan bumi. Sedangkan Lempeng Eurasia berjenis Lempeng Benua, bersifat rigid atau kaku, dan bergerak lambat. Pergerakan lempeng itulah yang menyebabkan sering terjadinya gempa di Jepang dan Indonesia.
Dan kini giliran Jepang mengalami bencana maut tsunami, dengan kekuatan menghancurkan dua kota Prefektur di Utara Jepang atau terletak di Pulau Besar Honshu yang telah mengalami pergeseran sumbu bumi. Dalam sejarahnya telah berulang kali mengalami tsunami besar, dan gempa yang terjadi hari jumat (11/3/2011) dengan kekuatan 8,9 skala richter terbesar dalam sejarah gempa yang tercatat pernah berlangsung di Jepang dalam kurun 140 tahun.
Rawan gempa
Komite Riset gempa Jepang (10/3/2011) memperkirakan 70 persen kemungkinan gempa besar berkekuatan 8 skala richter akan terjadi kembali dalam 30 tahun ke depan. Namun kenyataannya terjadi gempa berkekuatan 8,9 SR dua hari kemudian setelah gempa kuat dengan kekuatan 7,3 SR. Berarti ada efek yang sangat mengganggu ”isi perut” bumi Jepang.

Gambar : Tanda merah ’x’ menunjukkan pusat gempa berkekuatan 9 magnitude di timur
Jepang, (sumber : Sidik Permana, Institute for Science and Technology Studies Chapter Japan, Inovasi, 2011).
Sebab, Jepang berada di kawasan lingkar api Pasifik dan ibukota pemerintahan Tokyo berada di lokasi rawan gempa yang paling berbahaya. Tokyo berada di atas pertemuan tiga lempeng benua, yaitu Lempeng Eurasia, Pasifik dan Laut Philipina sehingga tidak mengherankan jika wilayah Jepang banyak ditemukan gunung api dan mengalami 1.000 gempa setiap tahun .
Tokyo termasuk dalam daerah struktur geologi Kanto yang secara aktif berinteraksi dengan Lempeng Filipina, Pasifik, dan Eurasia. Sejarah gempa Kanto pernah meluluhlantakan Tokyo tahun 1855 dan 1923 memakan korban jiwa 142,807 orang, Gempa besar lainnya menghantam wilayah Jepang adalah gempa Kobe berkekuatan 7,3 SR tanggal 17 Januari 1995. Guncangan gempa di kota Kobe itu berlangsung 20 detik mampu menelan 5,500 orang tewas karena hancurnya tiang sanggahan jalur kereta Hanshin Expressway yang menghubungkan kota Kobe dengan Osaka, deretan pilar beton sepanjang 600 meter terbalik. Gempa bumi terbesar di Kobe merupakan salah satu yang paling mematikan yang melanda sebuah kota moderen.
Daerah rawan gempa di wilayah Jepang Utara merupakan sebagai bagian dari Lempeng Filipina. Jepang mengalami 20 persen gempa bumi terbesar di dunia karena terbentuk pada paparan pinggiran lempeng benua. Pulau besar di Jepang merupakan hasil interaksi pembenturan antar lempeng yang membentuk pulau-pulau vulkanik antara Lempeng Pasifik-Lempeng Laut Filipina dengan Lempeng Eurasia terletak di Utara seperti halnya pulau vulkanik di Pantai Barat Sumatera akibat pembenturan Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng Eurasia dan membentuk zona benioff dan prisma akresi yang bergeser dengan deformasi vertikal sehingga dapat menyebabkan tsunami di sekitar kegempaan megatrust Nias dan Menrawai.
Efek samurai tsunami
Deformasi vertikal akibat gempa 26 Desember 2006 telah memberikan indikasi adanya longsoran-longsoran lokal pada struktur antiklin yang telah mengubah kondisi batimetri kelautan di kawasan Pantai Barat Sumatera akibat pembenturan antar Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng Eurasia memberikan indikasi bahwa setiap terjadi gempa besar diatas 8.5 SR akan ada perubahan deformasi kerak bumi di dasar laut berupa rupture (robekan). Kekuatan terjangan gempa Aceh telah memberi efek kondisi anomali kemagnetan bumi telah mengubah koordinat beberapa pulau vulkanik di kawasan pantai Barat Sumatera.
Gempa di Jepang 11 Maret 2011 hampir mendekati kekuatan kedahsyatan gempa Aceh dengan magnitude 8,9 SR, dengan menerjang ke pulau-pulau vulkanik di Pasifik Selatan. Dipastikan wilayah geologis Jepang mengalami deformasi yang kuat. Efek gempa Miyagi telah mengubah sumbu bumi (aksis) di lokasi gempa sejauh 25 sentimeter dan menggeser pulau besar di Jepang yaitu Pulau Honshu sejauh 2,5 meter dari posisi sebelum gempa. Hal ini akan menyebabkan ada pembentukan kulit bumi yang baru, yaitu dapat saja berupa robekan baru ataupun ada zona pembentukan “bisul” pada perut bumi di Negeri Sakura, apabila ada gempa di atas 8.5 skala Richter.
Dan apabila hal ini terjadi dapat membahayakan dan meningkatkan intesitas pengumpulan energi pada zona pinggiran perbatasan lempeng bumi menjadi perubahan singkat pelepasan energi seismik. Deformasi jalur-jalur tumbukan baru disekitar dekat pantai, dan umumnya kejadian tsunami dahsyat yang berlangsung di Jepang berada tidak jauh dekat pantai (tsunami near-field).
Gempa susulan yang masih berlangsung dengan kekuatan di atas 6.0 SR akan berdampak pada perubahan tatanan geologis kerak Lempeng Filipina danpasifik akibat pergeseran tersebut, efek yang perlu diwaspadai bagi Indonesia karena pergeseran akan ada pendesakan ke zona lain, sebab dua pulau Indonesia berada dalam aktivitas ancaman gempa di zona subduksi patahan Jepang yang telah memberikan tanda berupa terjangan tsunami dengan ketinggiannya mencapai 2,5 meter di Jayapura dan Halmahera.
Kondisi ini mengingatkan kita pada pantai Barat Sumatera, hampir setiap tahun mengalami gempa kuat merusak karena faktor deformasi kerak bumi mengalami “pendesakan” dan memerlukan suatu ruang untuk berinteraksi dan menunjukan jati diri misalnya pembentukan gunungapi baru seperti disebelah baratdaya Bengkulu karena wilayah laut Indonesia yang luas dianggap tepat untuk ditekan sebagai bagian dari dinamika proses menuju keseimbangan/isostatis di permukaan bumi yang menyebabkan relaksasi bumi belum berhenti dan gempa sampai detik ini terus berlangsung.


Gambar : kecepatan gelombang tsunami Jepang 2011.
(Sumber : diakses dari Dongen Geologi, Internet)
Lempeng Jepang
Seorang ahli geologi dari Jepang menyatakan bahwa dirinya menemukan satu lempeng tektonik baru di bawah Tokyo. Jika temuan ini benar, pemerintah Jepang harus mengevaluasi rencana penanggulangan gempa bumi yang telah dibuat sebelumnya. Temuan ini di umumkan pada tahun 2010, demikian dilansirkan kantor Berita Kyodo Oktober 2010 lalu dan diperkirakannya bahwa Jepang mungkin mengalami guncang-guncangan gempa yang hebat dan terbukti pada tahun ini di bulan Maret, Jepang dua kali mengalami kekuatan gempa kategori kuat sampai dengan sangat kuat
Hasil penelitian Dr. Shinji Toda berpendapat bahwa struktur geologi Kanto di Pulau Honshu dimana kota Tokyo berdiri sebenarnya merupakan lempeng independen. dan diapit oleh ke empat lempeng besar (Filipina dan Pasifik di selatan serta Amerika Utara dan Eurasia di utara) sehingga wilayah dari utara hingga selatan Jepang terus mengalami pendesakan dan pembenturan.
Dr. Shinji Toda, kepala peneliti di Active Fault Research Center di National Institute of Advance Industrial Science and Technology mengaku telah menganalisa data 150 ribu gempa bumi dengan kekuatan di atas 2 SR antara tahun 1979 hingga 2004 di daerah Kanto. Jika penemuan Toda terbukti, Jepang harus mengevaluasi kebijakan mengenai penanganan gempa bumi di sekitar Tokyo karena sebelumnya menggunakan asumsi bahwa daerah tersebut menjadi bagian Lempeng Tunggal Filipina. "Kami membutuhkan gambaran dasar untuk memahami mekanisme terjadinya gempa bumi, termasuk struktur lempeng tektonik," kata Toda sebagaimana dilaporkan oleh lembaga penelitian tersebut.
Renungan dan pelajaran bagi bangsa Indonesia untuk mempersiapkan tata ruang yang berketahanan bencana karena gempa yang terjadi di Jepang mampu meredam bangunan yang rusak dan mereka mampu mengurangi dampak buruk yang terjadi dari bangunan raksasa yang ada dan tidak menyebabkan terjadi efek ground shaking dan jikapun ada bangunan yang rusak, lebih di faktor oleh kondisi geologis air tsunami yang membawa berbagai bahan yang berat untuk tekanan bagi bangunan yang rapat. Sampah-sampah bawaan tsunami ini lebih menghancur dan merobohkan bangunan di Jepang, bukan akibat tekanan goyangan gempa. ***** 
( M. Anwar Siregar : Penulis adalah Geologist, Pemerhati Masalah Lingkungan Dan Geosfer ) Tulisan ini sudah dimuat pada harian WASPADA Medan 23 Maret 2011

30 Nov 2011

Mentawai Terkoyak Gempa : Geologi Gempa


MENTAWAI TERKOYAK GEMPA
Oleh : M. Anwar Siregar

Kerak bumi terbentuk oleh batuan-batuan yang bergerak diatas suatu litosfera itu telah mengalami proses daur ulang, dan batuan baru yang akan membentuk permukaan bumi juga rentan mengalami penghancuran. Terbentuk suatu lapisan yang diskontinuitas dan memudahkan energi seismik bergerak cepat ke lapisan batuan yang tidak homogen dan meneruskan penghancuran yang jauh dari pusat terjadinya gempa.
Seiring dengan diterimanya anomali magnetik bumi yang ditunjukkan dengan lajur-lajur sejajar yang simetris dengan magnetisasi yang sama di dasar laut pada kedua sisi mid-oceanic ridge, tektonik lempeng menjadi diterima secara luas. Pemahaman terhadap pembentukan daur ulang batuan-batuan di litosfera pada kedua sisi mid oceanic ridge membuka tabir misteri proses terjadinya gempa bumi.
Kemajuan iptek kebumian yang pesat, terutama dalam teknik pencitraan seismik dan kemampuan ahli kebumian membedah tubuh dalam bumi seperti seorang dokter yang membedah tubuh manusia melalui USG, ahli kegempaan bumi juga menggunakan teknik ini dengan teknik geotomografi yang dikembangkan pertama kali ahli geofisika Indonesia Sri Widiantoro yang dapat mengamati lekuk gerak lempeng di dalam dan sekitar zona Wadati-Benioff dan beragam observasi geologis untuk memperkuatkan tektonik lempeng sebagai teori yang memiliki kemampuan yang luar biasa dalam segi penjelasan dan prediksi.
RELAKSASI BUMI INDONESIA
Tekanan yang kuat dari berbagai arah kawasan yang melingkupi wilayah Indonesia oleh empat lempeng raksasa telah mengompres wilayah Indonesia untuk menghasilkan gelombang seismik transversal pada pertemuan lempeng karena gempa paling merusak di Indonesia rata-rata disebabkan oleh gelombang transversal dengan model pergerakan tumbukan yang difaktorkan oleh perbedaan kondisi tatanan geologi antara lain 1. Terjadi perbedaan kesenjangan seismik antara di Kepulauan Mentawai dengan Nias-Simeulue. Kepulauan Maluku-Sulawesi dengan Kepulauan Biak-Papua, 2. Perbedaan pergerakan blok-blok patahan ditiap titik lemah yang ada dipermukaan bumi Indonesia yaitu blok gempa di Pantai Barat Sumatera cenderung ke arah Baratlaut dan memotong ke arah Tenggara ke daratan Sumatera, blok gempa di patahan Laut Jawa bagian Utara dan Selatan bergerak ke Timur Laut lalu ke arah Baratdaya dan blok patahan naik di Nusa Tenggara hingga ke Laut Arafuru bergerak ke Timur ke Utara atau Timur ke Tenggara dan tertekan akibat ada penekanan dari Lempeng Eurasia yang bergerak ke Selatan dan Lempeng Philipina ke Tenggara ke arah Utara blok patahan pulau burung Irianjaya Barat. Lempeng Pasifik menekan blok patahan Sorong-Rassikin di daratan Papua dan pulau-pulau kecil Pasifik kearah Barat untuk mengompreskan wilayah Indonesia dibatas pertemuaan Lempeng Australia di Laut Patahan Banda/Maluku yang bergerak ke Utara lalu memotong ke arah Barat-Baratdaya di Pantai Barat Sumatera, Patahan di Utara Sulawesi di Lempeng Sangihe menekan dengan bergerak ke Timur parit Halmahera sehingga ada pemekaran laut di blok patahan Sulawesi dengan menekan daratan Sulawesi Barat-Gorontalo dengan mendorong tekanan energi pengompresan lagi ke Teluk Tomini Sulawesi Tengah ke Laut Maluku.
Bisa dibayangkan bagaimana gerak relaksasi bumi itu bergerak menekan bumi ruang Indonesia disegala arah di zona patahan tersebut diatas, seperti gelombang yang memancar dengan datang bertubi-tubi untuk saling mendesak zona patahan yang ada di bumi Indonesia. Satu blok patahan mengalami perumukan maka akan ada gerak gelombang sebagai gerak relaksasi bumi untuk mencari keseimbangan.
Jika pergerakan lempeng terjadi di Samudera Pasifik maka akan kita rasakan ada pendesakan kiri kanan diantara pendesakan ataupun pemisahan dalam tubuh lempeng, maka energi gerak gelombang gempa bumi dari batuan akan memerlukan ruang ke zona lainnya, sehingga akan ada pembalikan energi ke zona yang rentan kesenjangan energi (seismik gap) ke wilayah Samudera lain, misalnya Samudera Hindia, maka wilayah Indonesia akan merasakan suatu goncangan yang kuat, difaktorkan zona subduksi yang terdekat saling terpicu, berakhir pada kehancuran dan keremukan batuan yang menghimpun suatu tata ruang, hal inilah menyebabkan relaksasi bumi belum berhenti di Pantai Barat Sumatera terutama di Propinsi Sumatera Barat dengan terjadinya gempa kuat disertai tsunami ke daratan pantai Kepulauan Mentawai dengan pusat gempa di sebelah baratdaya pulau Pagai Selatan dengan kekuatan 7.2 Skala Richter dengan kedalaman 10 kilometer, gempa yang cukup dangkal dan tidak mengherankan menghasilkan tsunami dan menewaskan lebih 120 jiwa. (artikel ini ditulis tanggal 26 Oktober 2010).
KONDISI GEOLOGI
Kondisi geologi gempa di sekitar pulau Mentawai pasca gempa Sumatera Barat pada tahun 2007 dan 2009 masih terus melakukan penyesuaian dan deformasi kekuatan patahan di Mentawai juga masih dalam keadaan tidak stabil sejak terjadi gempa dahsyat Aceh-Andaman pada tahun 2004, yang diperlihatkan oleh intensitas pelepasan kekuatan energi seismik semakin meningkat, pada tahun 2006 energi seismik yang dilepaskan sebesar 5.1 Skala Richter (SR), pada tahun 2007 ketika terjadi gempa Bengkulu, patahan Mentawai melepaskan energi ketegangan dengan kekuatan 5.3 SR, tahun 2008 terjadi pelepasan energi gempa mencapai 5.5 SR dan tahun 2009 zona seismik melepaskan energi gempa 5.8 SR serta tahun 2010 dengan kekuatan 7.2 SR.
Kondisi tatanan geologi tektonik Kepulauan Mentawai berada didaerah pertemuan dua lempeng yakni Lempeng Samudera Indo-Australia dan Lempeng Sunda. Lempeng Indo-Australia menabrak dan menunjam kebawah Lempeng Benua Sunda dengan kecepatan relatif sebesar 7 cm per tahun. Penunjaman kebawah dari lempeng samudera dikarenakan oleh struktur batuan yang lebih padat dibandingkan dengan lempeng benua. Bidang pertemuan dari dua lempeng ini disebut sebagai subduction interface (zona subduksi pertemuan perbatasan antar dua lempeng).
Dalam rentang perioda interseismic terjadi pengumpulan dan akumulasi energi di subduction interface di patahan Mentawai. Gempa Bengkulu yang terjadi tahun 2000, dan 2007 berepicenter di Pulau Enggano sehingga transfer energi akan terdesak ke zona patahan Mentawai, begitu juga gempa yang terjadi di Aceh tahun 2004 dan Nias-Simeulue tahun 2005 dan 2010 “mengirimkan” energi ke patahan Mentawai, selanjutnya energi di Patahan Mentawai dilepaskan setengah-setengah dari tahun 2006 berkekuatan 5.1 SR hingga ke tahun 2009 mencapai 5.8 SR. Energi penyerapan yang selama ini terkumpul dalam sepuluh tahun atau sekitar 177 tahun dari gempa dahsyat yang terakhir terjadi tahun 1833 pada akhirnya dilepaskan melalui gempa ketika batuan tidak dapat menampung energi lagi disertai tsunami setinggi 3-12 meter.
TERKOYAK GEMPA
Sumatera Barat pada tiga tahun berturut-turut mengalami gempa kuat dan merusak dan disertai tsunami maut. Gempa Mentawai terjadi akibat penumbukkan Lempeng Indo-Australia ke Lempeng Eurasia yang menyebabkan tsunami naik akibat ada diskolasi pergerakan turun dan naik pada ujung pertemuan lempeng sehingga naiknya permukaan air laut.
Gempa Mentawai merupakan bagian dari pembenturan dua lempeng yang saling menekan sehingga akumulasi energi yang selama ini ditanggung oleh patahan Mentawai melampaui batas elasitas, namun energi yang dilepaskan baru 1/3 karena biasanya zona subduksi yang tertekan ditengah dua blok patahan kegempaan besar di blok patahan Aceh-Nias di utara dan blok patahan di selatan ujung Patahan Besar Sumatera-Jawa di Selat Sunda seharusnya mampu melepaskan energi yang lebih keras.
Dan tatanan kondisi geologi di dasar laut di Pantai Barat Sumatera masih belum stabil oleh rentetan gempa-gempa besar di Bengkulu dan Sumatera Barat serta Aceh dalam kurun 10 tahun terakhir ini, seharusnya ada tsunami dahsyat walau tidak sedahsyat tsunami Aceh masih lebih “mematikan” dibandingkan tsunami Pangadaran di Jawa Barat tahun 2007. Andaikan terjadi maka tsunami Mentawai “mungkin” mendekati Pantai Teluk Padang dan Muko-muko.
Dalam sejarahnya, Mentawai dua kali mengalami gempa besar pada tahun 1797 berkekuatan 8.3 SR di Pulau Sipora dan gempa dengan kekuatan 8.5 SR tahun 1833 di Pulau Pagai. Diprediksi masih akan melepaskan energi gempa lebih keras daripada tahun ini karena kondisi anomali lempengan bumi masih melepaskan relaksasi ketegangan dan menjadikan Sumatera Barat masih terkoyak gempa khususnya Mentawai masih melepaskan energi gempa yang sangat mematikan disebabkan oleh beberapa faktor kondisi geologi.
 Gambar : Pagai After Shock (sumber Danny Hilman, LIPI)

1. Anomali medan stress di perbatasan pertemuan antar lempeng masih dalam kondisi labil, sehingga mengakibatkan terjadi pergeseran koordinat pulau-pulau oleh dampak pecahan lempengan Aceh-Andaman yang menggeserkan kerak bumi sejauh 40 cm dalam sepuluh tahun dan merupakan salah satu sumber utama akan penyebab bencana gempa-gempa dalam enam tahun terakhir dengan fokus pendahuluan pada gempa Bengkulu dengan transfer medan stress energi ke Pagai Selatan.
2. Energi yang dilepaskan sebenarnnya masih tersimpan besar, kondisi ini mengingatkan pada kejadian gempa Aceh-Andaman pada tahun 2004, sebelum terjadi bencana besar itu ada gempa-gempa pendahuluan yang cukup kuat di mulai pada gempa Bengkulu tahun 2000, lalu 2002 di Simeulue dan puncaknya tahun 2004 gempa Aceh. Energi gempa Bengkulu telah melepaskan energi yang kuat sebanyak 3 kali kejadian gempa setelah gempa Aceh, sedangkan gempa Mentawai baru sepotong-sepotong, dan mungkin energi di Pagai Selatan ini sedang mendorong ke utara dimana juga terdapat patahan gempa, diperkirakan masih ada energi yang lebih dahsyat sebelum tahun 2033 atau sekitar 23 tahun lagi.
 Sumber  : Mentawai Terkoyak gempa (Sumber : Internet)

Mentawai kini telah terkoyak, Sumatera Barat berkabung lagi, dan dipastikan dimasa mendatang deformasi siklus gempa di Pantai Barat Sumatera akan berlangsung cepat dan akan selalu ada gempa beruntun berlangsung. Kita sudah harus mempersiapkan diri, teknologi dini dan tata ruang yang berketahanan bencana serta berbasis masyarakat.

M. Anwar Siregar
Geolog, Pemerhati Masalah Lingkungan dan Geosfer, Tulisan ini sudah dimuat pada Harian WASPADA Tanggal 28 Oktober 2010
http://waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=7555:

RELAKSASI GEMPA BUMI BELUM BERHENTI DI SUMATERA BARAT : Geologi Gempa


RELAKSASI GEMPA BUMI BELUM BERHENTI DI SUMATERA BARAT
Oleh : M. Anwar Siregar

Belum juga selasai musibah gempa Jawa Barat datang lagi goyangan maut gempa bumi ke ranah minang, dengan kekuatan yang hampir sama di Jawa Barat yaitu 7,6 Skala Richter, dipastikan beberapa daerah akan merasakan guncangan tersebut, penulis merasakan langsung ketika sedang menulis tulisan artikel tentang gempa di Kepualuan Samoa yang disertai tsunami telah menewaskan lebih 100 jiwa, sehingga mendorong penulis mendikripsi dan menginterprestasikan citra foto geologi sejak gempa Tasikmalaya dan Kepulauan Samoa yang nampak terekam pada satelit Google Earth tentang akan terjadi polarisasi relaksasi gelombang gempa ke kawasan Indonesia.
Kejadian gempa di Peru-Chili dan Kepulauan Solomon yang disertai tsunami pada tahun 2007, sebelumnya sudah terjadi gempa di Pangadaran dan Yogyakarta lalu energi seismik membalikkan responsibilitas energi ke kawasan Samudera Pasifik dengan terjadi gempa pemanasan yang cukup kuat di Kepulauan Tonga dan puncak gempa di Peru-Chili Agustus 2007. Kejadian ini telah mengingatkan akan ada relaksasi energi keseimbangan maka blok batuan yang merangkum suatu tata ruang wilayah dapat mencapai radius ribuan kilometer akan mengalami pendesakan sehingga akan ada suatu pergeseran kekuatan blok batuan di kawasan Pasifik sehingga Samudera Hindia yang luas akan memerlukan tempat yang cukup untuk menjaga keseimbangan kembali sehingga wilayah perairan Indonesia yang luas dapat ditekan karena telah diketahui blok batuan dikawasan lempeng Indonesia telah mengalami dislokasi/pergeseran sejauh 100 cm ke daratan benua Asia yang telah mengalami perapuhan karena baru terjadi gempa besar di Jawa Barat, lalu secara beruntun terjadi gempa pemanasan yang cukup kuat di Kepulauan Maluku dan Utara Sulawasi dan energi penerapan kekuatan gempa masih tetap di kawasan Kepulauan Mentawai. Dengan memblok serta mendorong energi kembali ke selatan Jawa dengan terjadi gempa di Nusa Penida-Bali dan Laut Timor pada dua bulan terakhir ini sehingga muncul gempa-gempa di patahan Sorong yang masih berhubungan dengan patahan parit Tonga di Pasifik.
RELAKSASI PERGERAKAN BLOK PATAHAN
Perbedaan relaksasi pergerakan blok-blok patahan ditiap titik lemah yang ada dipermukaan bumi Indonesia yaitu blok gempa di Pantai Barat Sumatera cenderung ke arah Baratlaut dan memotong ke arah Tenggara ke daratan Sumatera, blok gempa dipatahan Laut Jawa bagian Utara dan Selatan bergerak ke Timur Laut lalu ke arah Baratdaya dan blok patahan di Nusa Tenggara hingga ke Laut Arafuru bergerak ke Timur ke Utara atau Timur ke Tenggara dan tertekan akibat ada penekanan dari Lempeng Eurasia yang bergerak ke Selatan dan Lempeng Philipina ke Tenggara ke arah Utara blok patahan pulau burung Irian Jaya.
Lempeng Pasifik menekan blok patahan daratan Papua dan pulau-pulau kecil Pasifik kearah Barat untuk mengompreskan wilayah Indonesia oleh batas pertemuaan Lempeng Benua Australia di Laut Patahan Banda/Maluku atau disekitar palung pulau Seram dan laut Timor, yang bergerak ke Utara lalu memotong ke arah Barat-Baratdaya di Laut blok patahan Sulawesi.
Misteri pergerakan ini telah menimbulkan dampak yang tidak bisa ditebak, rumit dan saling menekan dan kadang-kadang memotong dan membebani blok-blok yang sudah hancur seperti pada lempeng yang telah terlumatkan yaitu lempeng Maluku sehingga pergerakan lempeng Pasifik dan Philipina semakin leluasa melibaskan gerakan untuk menekan dan mengompreskan kondisi blok batuan di Paparan Sahul.
Efek perjalaran gempa terdahulu sepanjang tahun 2009 telah memicu gerakan tambahan pada lempeng Samuedra Indo-Australia didasar laut yang saling tekan dengan lempeng Euro-Asia di darat dengan kecepatan 6 cm/tahun. Gempa pendahuluan itu telah di mulai dengan terjadinya gempa Tasikmalaya dan di Selat Sunda sehingga menekan kembali zona subduksi kegempaan di Pantai Barat Sumatera yaitu di dahului dengan terjadi gempa Mentawai pada September 2009 diatas 5.0 SR.
Ada periodesasi singkat gempa di zona patahan Sumatera Barat,  sedangkan kondisi gempa yang terjadi di Bengkulu dan Sumatera Barat pada kejadian tahun 2008 belum sepenuhnya stabil, mengakibatkan semakin tertekannya patahan Semangko, dari amatan satelit GPS jelas ada pergeseran kerak bumi pada ruas patahan Sianok dan patahan Sumani, telah mengalami pergerseran 80 cm dan semakin bertambah pada kejadian gempa sekarang.
RUAS-RUAS PATAHAN SUMATERA
Sumatera memang di kenal Pulau yang paling rawan gempa bumi. Pergerakan patahan Sumatera ini merupakan manifestasi dari pergerakan lempeng Australia yang menyusup ke dalam lempeng Eurasia dimana sebagian besar energi dari pergerakan lempeng-lempeng tersebut dipindahkan ke pergerakan patahan Sumatera. Pemindahan energi dari lempeng yang bertumbukan tersebut dimaksudkan untuk mengakomodasikan tumbukan bersudut (oblique convergent) dari lempeng Australia dan lempeng Eurasia.
Akibat tumbukan bersudut dari lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia akan terdapat suatu bentuk permukaan di ujung pertemuan lempeng berupa kerucut terpancung yang membentuk suatu rangkaian pegunungan bawah laut. Terekamnya suatu penemuan gunung di bawah laut sepanjang batas Palung Sumatera hingga Trench Jawa disebabkan akumulasi tekanan kuat dari lempeng Indo-Australia yang menimbulkan fenomena kegempaan terbesar di Sumatera diabad 21 dalam kurun 10 tahun ini yaitu gempa Bengkulu di tahun 2000, gempa Simeulue 2002, gempa Aceh-Nikobar tercatat gempa dahsyat terbesar dunia di tahun 2004, lalu gempa Nias-Simeulue 2006, Gempa Bengkulu tahun 2007, Gempa Sumatera Barat-Bengkulu 2007 dan Gempa Sumatera Barat 2009. (lihat digambar dibawah ini), yang salah satu sumber penyebab gempa Sumatera Barat dan Bengkulu dalam kurun 2005- 2009 sejak gempa Aceh 2004 lalu berasal dari sumber pemicu gempa Aceh 2004.
Rangkaian gempa itu telah mengubah posisi letak koordinat wilayah beberapa pulau-pulau di sepanjang Pantai Barat Sumatera karena ada perubahan batimetri/topografi kelautan oleh pengangkatan kerak batuan yang muncul seperti tudung, ketinggian gunung baru ini bisa mencapai ratusan meter.
Zona patahan didaratan Sumatera bersentuhan dengan jalur magmatik, pembentukan gunung yang menyebabkan perubahan kondisi geologi kekuatan material batuan menjadi retak-retak. Memicu suatu perubahan lapisan kerak bumi pada batuan oleh efek persentuhan dinding magma lebih cepat, penjalaran energi seismik akan menggetarkan lebih cepat penguraian dari keretakan kekuatan batuan dan memudahkan gelombang seismik melewati beragam lapisan diskontinuitas batuan yang tidak homogen di bawah bumi Pulau Sumatera dengan gerak tidak beraturan didaerah ruas-ruas patahan yang telah terbentuk sebelumnya sehingga memungkinkan akan ada perubahan topografi geologi bawah permukaan.
Data tersebut dapat dilihat dari hasil rekaman seismograf dan seismik pada rekaman gelombang gempa yang terdiri gelombang primer dan gelombang sekunder. Pulau Sumatera terdapat sejumlah ruas patahan yang menyebar sepanjang bujur tubuh Pulau Sumatera yaitu Aceh, Seulimeum, Tripa, Renun, Toru, Angkola, Asik, Barumun, Sumpur, Sumani, Sianok, Suliti, Siulak, Dikit, Ketaun, Musi, Manna, Kumering, Semangko dan Sunda. Panjang tiap ruas berbeda dari 35 km hingga 220 km. Memerlukan suatu renungan pembangunan kota yang berketahanan bencana.
BERBASIS KEGEMPAAN
Hancurnya kota di Sumatera Barat dapat disebabkan oleh beberapa aspek perencanaan pembangunan tidak bertumpuk pada peta kerentanan geologis lokal yang tinggi terutama karakteristik geologi yang menyusun morfologi daerah terhadap ancaman bencana alamiah dimasa mendatang. Sejarah kegempaan masa lalu penting untuk bahan kajian perencanaan tata ruang wilayah kota, dan umumnya kehancuran itu karena kota berada dalam radius 12 kilometer dari zona kehancuran dari ruas patahan lokal.
Penentuan zonasi kerentanan geologis muklat diperlukan untuk perencanan pembangunan infrastruktur dan desain bangunan harus memenuhi Standar Nasional Indonesia, terutama menyangkut kekuatan bangunan terhadap guncangan gempa maksimal 8.0 SR. Memperhitungkan maksimal percepatan gelombang puncak batuan dasar sudah harus disesuaikan dengan perhitungan probabilitas periodesasi gempa yang semakin cepat berubah. Hal ini belum terlaksana hingga sekarang pada kota-kota di Indonesia.


M. Anwar Siregar
Geologist. Pemerhati masalah lingkungan dan geosfer.

Diterbitkan Harian “ANALISA” MEDAN, Tgl 9 Oktober 2009

Populer

Laut Indonesia darurat sampah

  LAUT INDONESIA DARURAT SAMPAH Oleh M. Anwar Siregar   Laut Indonesia banyak menyediakan banyak hal, bagi manusia terutama makanan ...