21 Sep 2015

Bisakah Indonesia Hidup Tanpa Menghasilkan Emisi

Bisakah Indonesia Hidup Tanpa Menghasilkan Emisi

Oleh: M. Anwar Siregar
Isu lingkungan hidup selama ini lebih banyak dilihat sebagai persoalan struktural, me-nyangkut politik pembangu-nan, terutama pemahaman kebijakan perencanaan tata ruang dan lingkungan, menguraikan konflik-konflik tanah. Perusakan lingkungan hutan yang terus muncul ke permukaan adalah akibat tidak konsistensi mempertahankan aturan, memunculkan berbagai ancaman bencana kini menjadi “penyakit modern” berupa peningkatan emisi CO2  dunia meningkat tajam sejak kebakaran hutan terbesar kembali terulang dari tahun 2011 naik sekitar 3 persen daripada tahun 2010, lalu melonjak kembali 5 persen pada tahun 2013 setelah hutan-hutan di Indonesia menginjeksi CO2 juga terus meningkat.
Sumber Gambar : http://analisadaily.com/opini/news/bisakah-indonesia-hidup-tanpa-menghasilkan-emisi/170826/2015/09/15 
Bisakah dunia khususnya Indonesia dapat mengurangi CO2 dengan menekan beberapa aspek penggunaan CO2 dari beberapa lahan atau barang buatan manusia selain “merusak kondisi hutan”?
Sumber Injeksi
Dampak kebakaran hutan telah menimbulkan fenomena asap hitam yang membubung tinggi jauh menembus batas antara negara, sehingga menjadi monster hitam yang membentuk kabut di langit bumi negara tetangga, dan Indonesia adalah negara disebut sebagai “biang kerok” polutan udara dunia. Fakta yang menyebabkan adalah injeksi sawit dan merupakan salah satu monster Asia Tenggara.
Perluasan perkebunan kelapa sawit yang siginifikan di Pulau Sumatera terdapat di empat Provinsi yaitu Jambi, Sumatera Selatan, Riau dan Sumatera Utara, perluasan perkebunan sejalan dengan progran transmigrasi yang dilaksanakan oleh pemerintah sejak tahun 1990. Dampak dari perubahan lahan hutan di empat provinsi dan menjadikan Indonesia penghasil devisa crude oil terbesar dunia dapat mencapai puluhan hektar per provinsi. Perluasan inilah mengapa kebun kelapa sawit menjadi sorotan masyarakat, sebab dari ke empat provinsi “petro dollar” ini setengah wilayahnya merupakan penghasil kandungan bahan bakar tambang strategis dan vital.
Bersama empat provinsi di Sumatera ternyata belum cukup, hutan-hutan di Indonesia terus memproduksi emisi ke langit dunia mencapai lebih 490 juta ton ppm hingga ke tahun 2012, Indonesia penghasil emisi gas karbon terbesar di bumi setelah hutan di Kalimantan tergerus dengan perluasan kebun sawit mencapai 31.000 kilometer persegi. Meningkat setiap tahun dan mencapai puncaknya sebanyak 350 persen pada tahun 2012.
Laporan media dan jurnal ilmiah internasional menyebutkan hutan Indonesia di Kalimantan sepertinya tidak mau dunia bebas emisi dengan terlihat fakta dilapangan, ditemukan sejumlah perubahan yang menakutkan bagi kehidupan dan kelestarian bumi karena hutan bumi Indonesia merupakan paru-paru dunia dengan kehilangan hutan penyerap emisi seluas 53 persen, dibagi masing-masing 22 persen untuk hutan primer yang masih perawan, 21 persen hutan skunder dan 10 persen dari non hutan namun daerah hijau. Berkurangnya luasan ini berujung pada emisi karbon sebanyak 0.41 gigaton, dan perlu upaya untuk mengatasi sebelum tahun 2020, karena sepertiga hutan di luar wilayah konservasi di Kalimantan akan menjadi perkebunan sawit dan menghasilkan lebih banyak lagi emisi sebanyak empat kali dari yang ada sekarang.
Sebuah pengurangan hutan yang sangat dramatis dan peningkatan emisi yang mengerikan serta memunculkan sebuah pertanyaan ”masih pantaskah Indonesia disebut negeri zamrud khatulistiwa jika menghasilkan berton-ton emisi dari hasil jerabu hutan-hutannya?”
Mana Keberlanjutan
Indonesia merupakan negara yang memproduksi gas emisi rumah kaca ke tiga terbesar setelah Tiongkok dan Amerika Serikat dengan 85 persen emisi berasal dari kerusakan dan berkurangnya jumlah luas hutan di Indonesia sebagai hutan alam Indonesia. Hutan alam merupakan penyimpan karbon terbesar di bumi.
Menimbulkan pertanyaan kita, apakah Indonesia dapat hidup dengan tidak menghasilkan emisi? Jangankan tidak menghasilkan emisi ke lingkungan menguranginya saja belum sanggup.
Faktor utama dari semua itu adalah dalih peningkatan ekonomi pembangunan, sehingga fungsi hutan diabaikan dan baru dipikirkan jika telah mengalami perusakan yang menimbulkan bencana dahsyat, sedangkan pemikiran tentang pembangunan hijau berkelanjutan itu sebenarnya apakah ada? Jika ada, kemanakah keberlanjutan hijau itu? Yang justrunya kita kita lihat adalah keberlanjutan bencana kabut asap sepanjang tahun, kadang muncul seminggu atau dua mingu, lalu muncul masalah banjir klasik, dampak dari berkurangnya daya dukung lingkungan, didasarkan pada tingkat pemanfaatan sumber daya alam hutan yang berlebihan sehingga menimbulkan intensitas dan beban buangan limbah banjir dari kerusakan hutan ke lingkungan, inilah yang terlihat di beberapa kota-kota besar di Indonesia pada akhir tahun lalu dan berlanjut lagi ke akhir tahun ini.
Moratorium Emisi
Perlu sebuah moratorium untuk pengurangan emisi, mengingat daya dukung lingkungan di beberapa kota di Indonesia saat ini mengalami tingkat degradasi yang sangat tinggi, laju penurunan daya dukung tanah di beberapa kota di Indonesia melaju dengan penurunan rata-rata mencapai 1.5-2 c, per tahun, kecuali Jakarta bisa mencapai 5 cm per tahun.
Dampak dari alih fungsi hutan, pengurangan taman hijau dan tidak terpenuhinya amanah UU tata ruang hijau yang mengamanahkan sekitar 30 persen dari total luas wilayah.
Bukti lainnya dapat kita lihat, penggunaan energi fosil seperti batubara dan migas secara besar-besaran mendorong Indonesia lupa untuk melakukan “pembaharuan energi” dalam jangka waktu tertentu sehingga menimbulkan efek kerusakan alam. Terlihat dari peningkatan CO2 yang dihasilkan penggunaan bahan bakar minyak di Indonesia tidak mengalami penurunan permintaan.
Selaras tersebut dengan diatas, polusi udara kota-kota besar di Indonesia kini sudah diambang kritis, udara panas menyengat itu salah satu dari dampak kerusakan hutan, dengan tingginya konsumsi pemakaian BBM mencapai 240 juta kilo liter dari kendaraan, dimana terkandung unsur kimia seperti timbal yang melewati ambang batas 0.03 ug/l dan saat ini sudah diatas 0.09 ug/l dari total lebih 45 juta kendaraan secara Nasional hilir mudik di jalan-jalan kota di Indonesia yang mencapai 60 persen buangan emisi dari knalpot yang mengandung sulfur dioksida, nitrogen oksida dan timbal menghasilkan konsentrasi emisi hingga 2 juta ton part per million (ppm) setiap tahun, lalu disusul penggunaan bahan bakar rumah tangga dari energi fosil mencapai 1.900 juta kilo liter di tingkat Nasional. Penggunaan batubara dan tumpahan minyak adalah pencemar dan penghasil emisi terbesar ke udara merupakan produksi unggulan dari usaha pertambangan dan perminyakan perlu sebuaj moratorium emisi penggunaan BBM konvensional.
Sangat berbading terbalik dari keinginan pemerintah untuk menurunkan laju emisi dunia. Di tingkat Nasional, Pemerintah berkomitmen penurunan emisi Gas rumah Kaca sebesar 26 persen pada tahun 2020 dengan upaya sendiri dan sebesar 41 persen dengan bantuan dunia internasional. Penurunan emisi GRK menuntut arah pembangunan yang rendah karbon seiring dengan produksi dan konsumsi BBM dan daerah hijau berkelanjutan.
Membaca data tersebut, seperti keniscayaan, menimbulkan ironis. Mengingat kondisi lingkungan hutan dan udara Indonesia semakin rusak, laut sebagai penyerap oksigen terbesar kini telah mengalami penghancuran ekosistem terumbu karang dan hutan mangrove akibat ekspansif wisata hotel dipinggir pantai, serta begitu juga banyaknya tumpahan minyak dan jutaan ton plastik tersebar di laut Indonesia, laju kerusakan hutan mencapai 460.000 hektar per tahun sehingga daya serap emisi laut dan hutan semakin berkurang dan menimbulkan hujan asam.
Agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap keberlanjutan pembangunan, tingkat pemanfaatan sumber daya alam dan buangan limbah beracun dan penghasil emisi lainnya harus ada tujuan pengendalian melalui perencanaan kegiatan pembangunan secara tepat, dalam pencapaian kualitas hidup yang ditentukan secara tepat, salah satunya adalah moratorium emisi dan pengendalian konsumsi BBM non hijau dan izin pembatasan pembukaan perkebunan di lahan hutan. ***
Penulis adalah Enviromental Geologist, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer
http://analisadaily.com/opini/news/bisakah-indonesia-hidup-tanpa-menghasilkan-emisi/170826/2015/09/15

TRAGEDI HUTAN DI HARI HUTAN : Geologi Lingkungan





TRAGEDI HUTAN DI HARI HUTAN
Oleh M. Anwar Siregar

 Ironisnya hutan Indonesia saat ini, ketika seorang nenek yang diduga mengambil 2-3 pohon jati milik Perhutani hukum mendadak ditegakan, tetapi begitu kehidupan manusia berhadapan dengan bahaya ketidakseimbangan ekologis akibat maraknya penggundulan dan pencurian pohon di hutan oleh perusahaan besar yang melebihi batas areal konsesi yang diberikan mencapai ratusan hektar mendadak hukum tumpul, ada apa? Inikah yang menyebab negeri ini sering mengalami bencana? Sehingga memerlukan mitigasi tata ruang hutan yang berbasis hijau terbuka di bumi dan harus bersifat global, dan merupakan tuntutan yang sangat mendesak bagi Indonesia dalam mengurangi kerugian akibat bencana alam yang hadir setiap saat.

Saat ini, hamparan perkebunan sawit lebih mendominasi permukaan bumi Sumatera dan Kalimantan daripada hutan jati dan merupakan cermin semakin buruknya pengelolaan tata guna lahan di hutan-hutan tropis di Indonesia. Setiap tahun, sumber daya hutan mengalami perusakan serempangan dan melampaui batas kerusakan, terus mengalami deforestasi akibat penghancuran, pembakaran dan memunculkan bencana baru bagi masyarakat, asap beracun berupa emisi karbon akibat pembakaran lahan menjadi ancaman nyata bagi kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan di Bumi yang diakibatkan oleh manusia. Selain itu, juga menghancurkan sumber ketahanan bencana yang berupa zona sanggahan bencana dari kawasan hijau itu sendiri dan terjadi tidak mengenal waktu serta menimbulkan sebuah ironi, sebab kadang kejadian pembakaran itu terjadi pada hari “raya” hijau seperti pada hari lingkungan, hari hutan ataupun hari menanam pohon.
IRONI HARI HUTAN
Salah satu pertanyaan yang sering kita dengar adalah apa yang menjadi sebab munculnya aktivitas tragedi hutan yang belum pernah terjadi sebelumnya? Ada beberapa fakta yang bisa dikemukakan untuk menjelaskan hal tersebut dan sering kita sudah mengetahui namun masih ada juga yang tetap melakukan demi pencapaian ekonomi, kontradiktif dari jargon pembangunan yang berwawasan ekonomi hijau berkelanjutan, namun yang berkelanjutan itu adalah bahaya yang merugikan kesehatan bumi hingga ke detik ini masih berlangsung antara lain : 1. Menyusutnya tata ruang hutan yang menimbulkan efek bencana, 2 Aturan Undang-undang yang menimbulkan ironis, 3. Lucunya hukuman yang tidak memberi efek jera, 4. Konsitensi izin aturan zonasi yang indah diatas kertas, namun hancur di depan mata dunia.
Menyusutnya tata ruang hutan akibat dampak perubahan tata ruang hutan yang menyebabkan jumlah cadangan luasan hutan berkurang, sehingga juga memutuskan atau mungkin juga mengurangi aspek ketergantungan sumber daya hidup/mata rantai makanan yang banyak hidup dihutan, menimbulkan tragedi bencana, terjadi akibat deforestasi, kebakaran hutan, alih fungsi untuk pembukaan perkebunan yang luas serta illegal logging kadang mencapai angka 450.000 hektar per tahun dan terjadi di berbagai ruang daratan, baik dikawasan hutan lindung maupun hutan produktif serta hutan non produktif.
Aturan undang-undang justrunya menimbulkan sebuah tragedi kebencanaan, terlihat dengan keluarnya undang-undang panas bumi maka sekitar 6.157 mw atau 21,5 persen total potensi panas bumi berada dalam wilayah hutan konservasi, selanjutnya sekitar 6.391 mw atau 22,33 persen potensi berada dalam wilayah hutan lindung. Dengan tidak lagi masuk kategori pertambangan maka panas bumi bisa dioptimalisasi diwilayah hutan konservasi, bisa dibayangkan betapa banyaknya lahan hutan akan dibabat habis hanya untuk membuka lapangan eksplorasi panas bumi seluas 2 hektar, dan perlu diketahui Indonesesia memiliki sebaran potensi panas bumi sebanyak 147 sumur eksplorasi dan sekitar 22 persen berada dalam kawasan hutan lindung yang menyebar di 34 Propinsi.
Tidak salah, serta tidak mengherankan jika Anda berpikir bahwa suatu saat Indonesia adalah negara terbesar penghasil emisi karbon terbesar dan negara terkencang dalam hal laju deforestasi dimuka bumi ini adalah benar, karena apa mau dipertahankan dalam aturan perundang-undangan jika pembakaran dan penghancuran hutan tetap berlanjut dan menghasilkan kabut asap tiap tahun sehingga Presiden bangsa ini harus minta maaf kepada negara tetangga, padahal semua sudah tahu bahwa pemerintah RI sudah banyak mengeluarkan peraturan perundangan agar dapat menekan laju kehancuran hutan Indonesia, yang terbaca dari beberapa peraturan undang-undang yang sudah berulangkali dilanggar oleh para pengusaha yang membuka akses ke hutan-hutan Indonesia antara lain : Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Larangan Pembakaran Hutan dan Lahan, Undang-undang Lingkungan Hidup dan Undang-undang Kehutanan. Selain itu diperketat dengan moratorium penebangan hutan dengan keluarnya Inpres Nomor 10 Tahun 2011 yang bertujuan menekan angka deforestasi dan degradasi hutan serta dilanjutkan oleh intruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2013 tentang Penundaan Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Gambut. Memberi efek jerakah aturuam UU ini? Dan apa yang kita rasakan sekarang? Ya, tragedi hutan yang menimbulkan bencana di berbagai kota di Indonesia dan dunia.
TRAGEDI HUTAN
Indonesia saat ini “memang” harus menikmati musibah banjir tahunan, longsor dan kabut asap akibat tidak terjeranya para pelaku pembakaran hutan yang justrunya menyebabkan gagalnya banyak program hijau yang menumbuh suburkan bahaya laten bencana hijau seperti sekarang yang kita rasakan, sebuah tragedi hutan yang tidak lucu.
Terlihat dari tidak konsistensinya peraturan zonasi yang harus ditegakan sebagai perangkat operasional pengendalian pemanfaatan ruang, sebagai acuan dalam pemberian izin pemanfaatn ruang hutan termasuk pemanfaatan air permukaan dan air bawah tanah untuk menjamin kualitas karakteristik zonasi air dan meminimalkan ganguan atau dampak negatif terhadap perubahan zonasi tata guna ruang hutan.
Tragedi hutan dan pemanfaatan tata ruang hijau di perkotan semakin parah yang disebabkan oleh aspek hukum. Terlihat dari banyaknya pelaku kejahatan lingkungan khususnya pembakaran hutan lolos dari efek jera hukuman akibat ketidakpahaman penyelidik hukum dan hakim dalam memberikan vonis tuntutan hukum serta implikasi yang ditimbulkan suatu tindakan pidana lingkungan bagi makhluk hidup di bumi.
Format hukum yang dipakai belum mampu menyeret pelaku perusakan dan pencemaran lingkungan ke pengadilan karena hanya pihak kepolisian saja yang bergerak untuk mengatasi kompleksitas permasalahan hukum. Para pelaku yang ditangkap “Cuma kulitnya” aktor intelektual masih bergerak bebas untuk melakukan pembalakan liar seperti “binatang liar”. sehingga tidak terkejut jika berkabut lagi dimana-mana.
SELAMATKAN HUTAN
Perlu dirubah dengan melibatkan berbagai pihak pada semua rantai penindakan dan penegakan hukum lingkungan untuk menguraikan kompleksitas kebuntuhan penindakan pidana lingkungan. Contoh masalah kabut asap adalah salah satu dan merupakan kelemahan penindakan hukum karena melibatkan satu pihak yang menindak pidanakan hukum yang dibebankan kepada pihak berwajib dalam hal ini aparat kepolisian sehingga masalah kabut asap selalu muncul setiap tahun dan memberikan efek jera kepada pelaku. Untuk itu, maka perlu pihak pemerintah dalam hal ini kementerian kehutanan, lingkungan dan kejaksaan serta kepolisian terlibat satru tim untuk merumuskan cara kerja yang tepat, setiap pihak wajib membentuk satuan tindak pidana hukum lingkungan, dan bagaimana merumuskan pasal-pasal hukuman khususnya untuk lingkungan dan perlu kontinuitas pelatihan pemahaman konseptual  terkait teknik penindakan dan pengawasan terhadap bahaya lingkungan dilpangan maupun di pengadilan yang harus dikuasai oleh anak-anak bangsa dibidang hukum lingkungan dan kehutanan serta mendidik pihak perusahaan dan masyarakat dalam masalah hukum-hukum lingkungan hidup dan kehutanan agar ditemukan keserasian dalam penegakan hukum pidana pembakaran dan penghancuran lingkungan hidup khusus mengatasi tragedi hutan.
Untuk menyelamatkan hutan di bumi, Pemerintah harus tegas dalam menghentikan laju alih fungsi hutan terutama hutan primer menjadi perkebunan dan pertambangan, harus tegas menegakan moratorium izin pembukaan lahan perkebunan, morotorium jeda tebang pohon, atau juga melarang izin HPH. Semua demi menjaga keseimbangan alam di Bumi.
M. Anwar Siregar
Enviromental Geologist, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer

http://analisadaily.com/opini/news/tragedi-hutan-di-hari-hutan/117628/2015/03/20 

18 Agu 2015

Prestasi Bulutangkis : Tidak Gelap, Tidak Terang

Bulutangkis, Tidak Gelap, Tidak Terang

Oleh: M. Anwar Siregar
Dalam beberapa tahun terakhir ini, prestasi bulutangkis nasional menjadi prestasi abu-abu, sejak kegagalan mempertahankan Piala Thomas terakhir tahun 2006, medali emas lepas tahun 2014, susah menyabet gelar juara perorangan.
Sejak dilengsernya Chairul Tanjung sebagai Ketua Umum PBSI, banyak prestasi emas dilepaskan secara beruntun dan Indonesia menjadi negara yang mudah ”dipecundang” oleh negara yang bukan disegani dalam dunia olahraga bulutangkis, baik dalam tingkat regional (kawasan Asia dan Asia Tenggara) maupun global (rangkaian kejuaraan perorangan dan beregu dunia). Indonesia kadang kandas sebelum masuk partai puncak dan lebih tragis lagi, gagal ke semifinal dalam beberapa kejuaraan beregu dan ditekuk oleh negara yang sebenarnya berpotensi untuk dikalahkan.
Lebih ironis lagi, orang yang di balik kemenangan lawan adalah putra Indonesia sendiri sebagai pelatih, lihat di Jepang, Taiwan, Singapura dan Inggris, dan kini semakin sulit melawan Thailand, bukti itu lihat saja dalam beregu Axiata, Indonesia mengalami antiklimaks.
Jaya Dulu
Penulis masih sempat menyaksikan kehebatan Rudi Hartono Kurniawan dalam menjegal pemain urakan dan temperemental Denmark, gerak permainan Rudi Hartono cepat, tenang dan penuh perhitungan matang, begitu juga sepak terjang King Smash, yang diperagakan oleh Liem Swie King, dia tidak pernah habis untuk jump smesh. Kedua pemain ini membangkitkan minat generasi untuk menjadi pebulutangkis, tahun 70-an hingga ke era 80-an Indonesia sebagai raksasa bulutangkis yang disegani, Tiongkok ketika itu sudah ada, tetapi belum sehebat sekarang.
Tiap kali menyaksikan siaran bulutangkis, masyarakat kita sudah yakin Indonesia sudah pasti membawa beberapa gelar juara perorangan, semua pemain hanya berkonsentrasi penuh pada pertandingan, tidak ada istilah jalan-jalan dan mengeluh. Semua pikiran dan stamina hanya untuk tujuan pertandingan, tidak mengenal hedonisme dan selfie seperti sekarang, tugas utama harus diprioritaskan dulu, baru lakukan selfie atau yang lain.
Bakat-bakat alam ketika itu dilatih dengan sederhana penuh disiplin tinggi, semangat berkobar untuk menghasilkan prestasi tinggi. Prestasi bulutangkis Indonesia sangat cemerlang, dan banyak masyarakat menyebutkan andaikan bulutangkis olimpiade sudah dimainkan tahun 70-an dipastikan Indonesia tidak perlu menunggu lama untuk mendapat medali emas olimpiade pertama. Medali emas di dapat melalui pasangan sejoli yang kini menjadi pasangan suami istri, yakni Alan Budi Kusumah dan Susi Susanti di olimpiade Barcelona tahun 1990, kota yang akan selalu diingat masyakarat Indonesia, bukan prestasi tim sepakbolanya yang baru kampiun La Liga 2014-2015, tetapi awal priode Indonesia mendapatkan tradisi emas olimpiade.
Itu adalah gambaran prestasi bulutangkis nasional Indonesia pada era 70an hingga tahun 2004, perjalanan panjang prestasi Indonesia kini berubah secara pelan tapi pasti sejak Indonesia mulai memasuki priode kritis moneter, lemahnya pengawasan, dan kurangnya inovasi pembinaan, mudahnya menerima pemain luar untuk berlatih bersama, gampangnya memberikan cara pembinaan kepada pihak luar, kurangnya rutinitas pembinaan pertandingan terukur tingkat lokal setiap bulan di berbagai daerah, dan manajemen sponsor pribadi atlet dan tim nasional yang kaku, alergi kritikan pembinaan khusus manajemen sponsor yang tidak memberikan keleluasaan untuk peningkatan taraf ekonomi pribadi atlet dan buntutnya komunikasi sehingga memperparah keadaan olahraga bulutangkis  ke era sekarang.
Mundur Masa Kini
Saat ini, prestasi dunia bulu tangkis kita seperti harus diberi suntikan ”doping” yang lebih keras agar bangkit, pembinaan dan metode pelatihan dan penguasaan iptek bukan harus dikuasai oleh pelatih tetapi seorang atlet juga harus menguasai dan mengembang daya ukur analitis kemampuan logika yang berhubungan dengan bioritma fisik, bioritma emosi dan bioritma intelektual, agar mampu bersaing ketat dengan atlet luar negeri, agar kegagalan di Piala Sudiman 2015 maupun awal rangkaian Grand Prix tahun ini tidak menjadi bayang-bayang ketakutan, menghantui perjalanan prestasi bulutangkis ke era sekarang,
Medali multi even seperti Sea Games saja atlet kita mulai susah merebutnya, adalah Thailand dan Malaysia mulai bangkit dan mampu menghasilkan para juara dunia, khususnya dibagian putri mereka seperti selangkah ke depan di bandingkan Indonesia.
Sebaliknya, Indonesia mengalami pemunduran prestasi di zaman teknologi canggih, ini membuat tanda tanya, seharusnya kita maju ke depan ketika era teknologi semakin maju, justru terbalik. Negara lain malah yang maju pesat, kita malah seperti mundur ke belakang, jika tidak, seharusnya kita mampu menguasai dunia “persilatan jurus tepok bulu angsa” di era millennium ke tiga abad 21 ini. Berarti ada yang salah dalam pembinaan untuk regenerasi atlet.
Ubah Produk
Mau tahu kenapa kita jadi pecundang dari sebelumnya adi luhung? Lihat sistim pembinaan yang dilakukan PBSI, sudah terbacakan oleh pihak luar, terutama Tiongkok dan Malaysia serta Korea dan sebentar lagi Thailand dan Singapura menyusul untuk mempencundang Indonesia tanpa bangkit, yaitu pembinaan tingkat dini sangat jarang, kalau pun ada hanya bergema sebentar, lalu redup lagi.
Produk kita kalah canggih, begitu pendapat sebagian masyarakat, lihatlah negeri tirai bambu itu terus mengekspor atlet juara tanpa bosan. Hal ini tidak pernah dilakukan pembinaan bulutangkis Indonesia ketika masih berjaya, pemain-pemain yang dikirim itu sudah diketahui lawan dengahn sisipan sedikit pemain yunior yang masih segan mengalahkan seniornya. Pelan tapi pasti Indonesia mulai redup, karena beberapa pemain berpotensi memilih cabut ke negara lain yang memberi peluang berkembang.
Sebabnya, pembinaan di Pelatnas Cipayung itu tidak memberikan pengiriman atlet secara adil, tapi berdasarkan peringkat latihan, peringkat tidak bisa diukur, perekrutan juga berdasarkan peringkat, padahal banyak atlet yang gagal dalam meraih juara nasional justrusnya berkembang di negara lain, dan memungkinkan mereka batu sandungan bagi atlet Indonesia sekaligus tamparan para pelatih nasional jika bertemu.
Sebab lainnya, produk unggulan Bulutangkis mudah dihajar oleh mereka adalah dengan mengawasi dan mendata semua atlet negara kita, lalu disesuaikan dengan pola standar permainan untuk menghentikan laju kemajuan atlet. Dalam hal ini atlet kita sudah diamati, makanya kenapa kita susah bangkit, karena produk kita sarat dengan masalah yang belum teruji secara canggih, baik permainan, mental dan analisis fisik, intelektual dan emosi harus selaras, dan pihak lawan sering memproduksi pemain muka baru yang sudah mengenal produk itu-itu saja dari Indonesia.
Pembinaan ujian masuk Pelatnas harus diubah sistimnya untuk menghasilkan produk berkualitas, yaitu melihat jam terbangnya, sejak umur berapa dia mulai mengembangkan bakatnya, jauh tidak kejuaraan yang dikutinya dengan umur dia, bagaimana kemauan dia (atlet) itu ketika kejuaraan yang jauh dari diri dan keluarga. Faktor ini berhubungan dengan kekuatan mental dia, biasanya atlet seperti ini lebih memfokuskan diri ke olahraga yang ditekuni, atau sebutan kerennya dilahirkan untuk jadi juara bulutangkis.
Ada inovasi latihan dilakukan, adakah metode cara latihan baru dilakukan atau setidak-tidaknya metode latihan sama dengan yang lain namun dilakukan dengan penuh disiplin tanpa bergantung latihan dari pelatih, melihat juga kondisi fisik, intelektual dan emosi.
Datanya harus di dapat dari berbagai pertandingan sebelum masuk Pelatnas untuk diolah melalui sistim algoritma komputer, tujuan untuk mengetahui prospek daya tahan lama produk bermain di masa depan. Namun gambaran mencari atlet seperti ini di Indonesia saat susah.
Mengingat semakin dekatnya Kejuaraan Dunia Bulutangkis 2015 di Jakarta, atlet kita harus cepat mengantisipasi teknik permainan lawan, selain tetap menjalankan latihan fisik dan teknik rutin, pelatih juga wajib mempelajari dan mencari data-data lawan yang terbarukan sehingga tidak membuat kaget pemain kita jika berhadapan muka lama maupun baru.
Penulis adalah penggemar cabang olahraga bulutangkis. Tulisan ini sudah dipublikasi di Harian Analisa Medan  Tgl 29 Mei 2015

http://analisadaily.com/opini/news/bulutangkis-tidak-gelap-tidak-terang/137444/2015/05/29 

8 Jul 2015

GEMPA MEGATHRUST NEPAL, BERIKUTNYA KEMANA? : Geologi Gempa

GEMPA MEGATHRUST NEPAL, BERIKUTNYA KEMANA?
Oleh : M. Anwar Siregar
 
Setelah hampir 10 tahun gempa Kahsmir-Pakistan dengan magnitudo gempa mencapai 7.8 Skala Richter, terjadi lagi gempa di kaki Himalaya, kali ini yang mendapat hantaman gempa di wilayah Nepal, kekuatan mencapai 7.9 SR. Kekuatan terasa sampai ke India Utara dan Tibet yang masih berada dalam cengkeraman kaki pegunungan Himalaya.
Gempa sekarang ini, terjadi di wilayah Pokhara dengan kedalaman 31 km dengan jarak gelombang sesimik ke wilayah Kathmandu mencapai 50 mil, sehingga guncangan yang diakibatkan dapat merusak bangunan gedung yang tidak dirancang berketahanan gempa seperti yang ada negara tangguh gempa seperti Jepang.
Wilayah gempa megathrust Himalaya meliputi areal yang sangat luas, dan kadang mendesak wilayah zona patahan gempa di negara rawan gempa seperti Tiongkok, Burma atau pun wilayah diperbatasan lempeng Eurasia dengan Indo-Australia.
Gempa megathrust Asia merupakan wilayah paling rawan di muka bumi, diwilayah terpisah-pisah oleh zona tumbukan lempeng, setiap lempeng memiliki kompleksitas pergerakan, gempa di Nepal masuk dalam wilayah megathrust Himalaya bersama gempa yang sering berlangsung di India, Afghanistan, Burma, Pakistan, Bangladesh serta Tiongkok.
Ada beberapa megathrust yang mengancam warga Nepal dan Asia setiap detik bisa meledak lebih dahsyat dibandingkan perang yang berkecamuk, antara lain megathrust Sunda atau megathrust Arab-Himalaya. Perlu sebagai warning tata ruang kehidupan.
MEGATHRUST SUNDA
Megathrust Sunda sudah melepaskan tahapan energi mega gempa yang terjadi pada tahun 2004 di Pantai Barat Sumatera sekaligus awal rentetan gempa besar berlangsung di Asia di abad ke 21, Gempa 2004 itu meliputi areal lempengan yang pecah mencapai radius 600 km persegi sehingga menyebabkan deformasi kerak bumi di perbatasan lempengan dan menyambungkan patahan lempengan yang sudah ada menjadi ribuan kilometer menuju ke daratan Benua Asia oleh kompleksitas anomali relaksasi pergerakan lempengan semakin tidak beraturan, dapat memicu zona-zona subduksi terdekat di Semenanjung Asia, seperti yang diperlihatkan pada gempa Jepang tahun 2011, gempa Longsmen shan Tiongkok 2013, Gempa Iran 2014, lalu gempa Nepal 2015.
Lempeng Sunda adalah sebuah lempeng tektonik kecil yang berlokasi di Asia Tenggara dan umumnya dianggap sebagai bagian dari Lempeng Eurasia, Lempeng Sunda berbatasan di Timur dengan Sabuk Bergerak Filipina, di selatan dan Barat dengan Lempeng Australia dan di Utara dengan Lempeng Burma, Lempeng Eurasia dan Lempeng Yangtze.
Warga Asia khusus Indonesia harus memahami bahwa gempa besar sering berlangsung di Lempeng Sunda, dari Sumatera menerus ke Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan ke subduksi Banda di Laut Banda, menerus ke zona tumbukan Maluku dan Papua. Sehingga wilayah lempeng Sunda merupakan penghasil megathrust di Asia Tenggara hingga ke Asia Selatan dan Asia Pasifik karena wilayah Indonesia di kepung beberapa lempeng besar seperti Lempeng Australia, Lempeng India, Lempeng Pasifik dan lempeng kecil Philipina dan Burma, menghasil seismik yang sangat aktif dan menimbulkan kegempaan besar. Bukti abad 21 adalah gempa Aceh-Nikobar 2004, Nias-Simeulue 2005 dan Sumatera Barat 2009. 
Gempa Nepal kadang bisa memberi stimulus responsibilitas seismik ke patahan terdekat, dan gambarannya bisa dilihat pada kejadian gempa Aceh yang menerus ke Andaman-Nikobar


CosmosPatahan Mahendra Highway dan segmen-segmennya
(Sumber : Cosmos dan berbagai sumber)

MEGATHRUST HIMALAYA
Gempa yang sering berlangsung di Himalaya disebabkan oleh tekanan kuat dari gerak Lempeng India menekan ke Utara, sehingga membuat tubuh tinggi Himalaya terus mengalami longsoran, mencengkeram wilayah enam negara besar umumnya bagian dari Himalaya, sedang disebelah Baratnya terjadi tekanan kuat Lempeng Arab ke tubuh Lempeng Eurasia, desakan ini perlu dicermati kearah mana berikutnya gempa “bekerja”, mengingat pengalaman gempa Pakistan yang terjadi Oktober 2015 itu terjadi setelah gempa kuat di megathrust Sunda di subduksi Aceh-Nikobar Desember 2004.
Di megathrust Himalaya banyak di temukan zona patahan subduksi daratan yang dapat menghancurkan wilayah daratan beberapa negara seperti patahan Longmen Shan di lembah Sichuan Tiongkok, Patahan Sagaing di Burma, Patahan Postdam di India serta Bhuj Gujarat di daratan tinggi Tibet dan Mongolia.
Wilayah Nepal terdapat patahan Mahendra Highway yang dibagi menjadi tiga segmen patahan, yaitu Timur dari Kathmandu, Tengah Kathmandu dan Barat Kathmandu, semua segmen memiliki durasi kegempaan mencapai 80 tahun lebih, gempa tahun 1255 ke tahun 1344 berlangsung 89 tahun dan gempa 1934 ke 2015 berlangsung 81 tahun.
Dikawasan ini, masih berkorelasi dengan patahan yang ada di daratan Asia Tenggara dan sebagian Asia Timur, difaktorkan oleh elastic rebound bagi daerah yang kulitnya telah hancur maka akan ada zona perlu ditambal sulam sehingga mendekatkan antar lembah dan membentuk pegunungan tinggi namun rawan longsoran maut yang menghasilkan tsunami rombakan tanah daratan bercampur dengan sungai-sungai besar yang membelah beberapa patahan yang berdekatan serta merupakan zona terkunci.
MEGATHRUST PASIFIK
Struktur megathtrust gempa di wilayah Jepang dan Philipina juga sebagai pusat perhatian, karena antara keduanya merupakan lempeng yang berbeda dan berbatas dengan lempeng besar namun wilayah energi seismik mereka berada dijalur kawasan Pasifik, selain itu terdapat pusat patahan dan palung raksasa yang terdapat diwilayah Mindanao, yang dapat memberikan hantaran seismik lebih super kencang. Palung Mindanao memiliki kedalamanan lebih 10 ribu km itu tempat berkumpulnya energi seismik gap.
Megathrust Pasifik terdapat di wilayah Jepang dengan bukti gempa 2011, yang mengguncang wilayah Pasifik dan memberikan stimulus perubahan sumbu bumi yang bergeser 2.5 cm dari pusat rotasi. Philipina dapat memberikan tekanan ganda bagi wilayah Indonesia jika megathrust yang menekan Lempeng Philipina dari tekanan Lempeng Pasifik, wilayah Utara kepulauan Maluku adalah ruang terbuka bagi serangan gempa Philipina di selatan dan tekanan palung Pasifik di Tonga ke arah barat Papua.
Hal ini dapat menimbulkan efek domino dan pergeseran lantai samudara mencapai 1000 km dan mengangkatnya ke permukaan bumi.



Sumber CNN : Peta lokasi episenter dan gempa susulan Gempa Nepal

MEGATHRUST ARAB
Megathrust Arab sering terjadi di dua negara berlanggangan gempa dan sering bergejolak perang kekerasan yaitu Iran dan Turki. Hal ini bisa terjadi karena kedua negara ini berada dalam satu lempeng yaitu Lempeng Arab yang bergerak ke Utara ke tubuh Lempeng Eurasia sehingga menimbulkan kompleksitas segmen patahan yang berjumlah puluhan, merupakan zona seismik gap serta rangkaian pegunungan tinggi dari Eropa Selatan hingga Himalaya serta Pegunungan Jayawijaya di Indonesia.
Megathrust Arab dapat terjadi disebabkan oleh adanya sesar transform fault di Laut Mati yang terletak di Barat dengan Lempeng Afrika, lalu tekanan kuat dibatas divergen dengan Afrika yang membentuk Lembah Patahan Jordan yang membentang sepanjang Laut Merah di Utara serta dipisahkan batas konvergen dengan patahan Anatolia Timur dan Utara di Turki dan bersambung dengan Lempeng Eurasia. Tekanan Lempeng Arab mendorong terbentuknya pegunungan Zagros di Iran di Timur dan Selatan, seperti halnya gerakan takanan Lempeng India ke Eurasia yang membentuk tinggian Himalaya menyebabkan sering terjadinya longsoran dan gempa vulkanik,
Evolusi megathrust lempeng Arab inilah penyebab sering terjadinya gempa kuat merusak di wilayah Iran dan Turki setiap tahun seperti juga halnya yang terjadi di lembah Sichuan di Tiongkok. Maka kemanakah gempa berikutnya dari lempeng Arab dan Pasifik?
BERIKUTNYA
Megathrust yang perlu diwaspadai antara lain dari megathrus Sunda, yang di takuti saat ini adalah megathrust Mentawai, merupakan salah satu gempa yang ditunggu “tanggal mainnya” anak manusia di muka bumi, lokasi berikutnya adalah megathrust Maluku, dapat menghancurkan pulau-pulau kecil di Pasifik, mempercepat perubahan patahan besar di Amerika Utara. Atau mungkin juga patahan daratan Burma ke patahan Mergui ke Semananjung Asia Tenggara di Selat Malaka.
Ataukah gerak Lempeng Philipina ke kawasan Asia Timur dan gerak Lempeng Arab yang berjalan dalam 100 juta tahun ke era sekarang menekan serta mengubah kondisi Semenanjung Arab dan Patahan Anatolia, sering memunculkan kekuatan gempa di atas 7.0 SR dalam lima tahun terakhir di Turki dan Iran. Ada yang lain? Kemana? Tetaplah waspada.
M. Anwar Siregar
Enviromentalist Geologist, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer, Dipublikasi di HARIAN ANALISA MEDAN, Mei 2015

http://analisadaily.com/opini/news/gempa-megathrust-nepal-berikutnya-kemana/129677/2015/05/02 

Populer

Laut Indonesia darurat sampah

  LAUT INDONESIA DARURAT SAMPAH Oleh M. Anwar Siregar   Laut Indonesia banyak menyediakan banyak hal, bagi manusia terutama makanan ...