HARI PILKADA, HARI PEMIMPIN “BERJANJI”
Oleh : M. Anwar Siregar
Masyarakat Indonesia memiliki kadar kemajemukan dan resolusi
konflik yang tinggi, memiliki potensi pembenturan antara elemen cukup besar,
diperlukan kebijakan dan kearifan dari para pemimpin bangsa untuk
mengakomodasikan aspirasi rakyat dalam meredam berbagai konflik sosial
kultural, menghilangkan diskriminasi sosial, mempersempit atau menghilangkan
disintegrasi pendidikan, meredam kesenjangan kemiskinan, memadukan semangat
interaksi lingkungan dan sosial kultural.
Kemerdekaan berpendapat di Indonesia sudah cukup baik, namun
dalam pelaksanaan atau implementasinya di lapangan masih banyak terdapat
friksi-friksi tajam yang harus dihilangkan agar demokrasi yang sudah berjalan 18
tahun di era reformasi ini harus dapat menumbuhkembangkan semangat demokrasi
yang eganliter dalam usaha meredam gejolak sosial budaya yang ditimbulkan
akibat euforia demokrasi, dengan memahami kaidah-kaidah kekerakyatan yang
bertumpuk pada azas semangat kebersamaan untuk menuju kehidupan demokrasi yang
lebih baik.
BUDAYA
DEMOKRASI PILKADA
Resolusi konflik sosial kultural dalam budaya demokrasi
pilkada di Indonesia sangat rentan budaya identitas sosial kultural seperti di
Kalimantan Timur, Sumatera Utara, NTT, Papua dan Papua Barat, bahwa masyarakat
Indonesia mengandung unsur-unsur primordial, yaitu terbagi dalam beberapa
kelompok menurut sifat-sifat suku bangsa dan agama. Dengan jumlah penduduk
sekitar 215 juta jiwa dan lebih 400 kelompok etnis yang mendiami Nusantara
dalam berbagai identitas sosial kulutral dengan aneka kesenjangan dan
keterbelakangan yang kompleks penanganannya, memerlukan perhatian yang tinggi
untuk memperkuat persatuan dan kesatuan dalam meredam pertentangan kepentingan
sesaat yang dapat menimbulkan eksistensi politik kultural yang berlebihan.
Primordialisme yang berlebihan dan penghilangan kemurnian kultural
bangsa dari ragam budaya etnis akibat arus globalisasi budaya demokrasi yang
tidak berazas budaya bangsa dapat mengakibatkan terjadinya konflik horizontal
etnis yang tinggi, dan eskalasi suhu politik serta unjuk kekuasaan dapat
membawa pengaruh budaya negatif dalam berdemokrasi di Indonesia pada akhirnya
dapat meruntuhkan integrasi nasional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.