Membumikan Mitigasi Hijau Bumi : Geologi Lingkungan
MEMBUMIKAN MITIGASI
HIJAU DI BUMI
Oleh M. Anwar Siregar
Sudah
selayaknya semua merenungkan sejenak untuk melihat secara jernih
persoalan-persoalan yang ada, bagaimana masa depan tata ruang jika tidak
melakukan tindakan mitigasi tata ruang hijau terhadap bumi bagi generasi dalam
menghadapi tantangan bencana di masa mendatang, bahwa banyaknya terjadi bencana
alam adalah salah satu penyebab dari krisis ekologi hijau, krisis etika
lingkungan, krisis moral pemanfaatan sumber daya alam dalam pembangunan.
Membumikan
mitgasi dalam pembangunan tata ruang hijau harus memahami berbagai elemen kehidupan
lingkungan. Prinsip etika lingkungan hidup dan pemerataan pembangunan ekonomi
dan sosial harus dimulai dipakai sebagai dasar pertimbangan utama yang sejajar
sebagai parameter yang penting dalam melakukan pengendalian kebencanaan tata
ruang khususnya pengendalian ruang-ruang hijau sebagai upaya mencegah kerusakan
yang lebih global dipermukaan bumi.
ETIKA LINGKUNGAN
Sonny
Keraf [2003], dalam bukunya Etika Lingkungan, menyebutkan 9 prinsip etika
lingkungan sebagai upaya yang
harus dilakukan oleh semua komponen manusia Indonesia dalam membangun dan
membumikan pembangunan hijau di Indonesia, meliputi : 1. Hormat terhadap alam.
2. Bertanggungjawab kepada alam. 3. Solidaritas kosmis. 4. Tidak merugikan. 5. Peduli
kepada alam. 6. Hidup selaras dengan alam. 7. Keadilan. 8. Demokrasi. 9.
Integritas moral.
Semua prinsip etika tersebut harus dipahami dalam
perencanaan pembangunan fisik, agar daya dukung dan keseimbangan ekologis lingkungan
di bumi tetap terjaga untuk memberikan rasa aman dan harmonisasi dalam
aktivitas kehidupan manusia dalam lingkungan kota yang sedang berkembang,
menekan multikrisis dimensi lingkungan global dengan tetap memperhatikan dan
tidak mengabaikan kepentingan dan kearifan budaya masyarakat lokal sehingga
keseimbangan ekosistim akan menghasilkan esensi dari keberlanjutan pembangunan
[sustainable development] terutama faktor manajemen pembangunan sumber daya
alam sebagai yang utama dengan pertimbangan lingkungan,
Artinya, bagaimana memanfaatkan sumberdaya yang sesuai
dengan memperhatikan daya dukung lingkungan untuk di rumuskan dalam pembangunan
fisik di permukaan bumi karena berbagai kasus lingkungan yang akhir-akhir ini
telah menimbulkan berbagai bencana beruntun dan menimbulkan kerugian yang luar biasa
baik oleh faktor alam maupun juga oleh faktor manusia.
Selain etika lingkungan, meminjam istilah Eko Budihardjo,
dalam bukunya Kota Yang Berkelanjutan untuk pembangunan ada 7 prinsip plus dua
tambahan yang perlu dihayati oleh berbagai kalangan antara lain, Pertama, aspek environment atau ekology
yang merupakan faktor penting tetapi sering terabaikan dalam perencanaan dan
pembangunan kota. Kedua, aspek emplyoment atau economy, harus memperhatikan
semua ruang yang ada dalam kota sehingga tidak terjadi penggusuran terhadap
masyarakat marginal. Ketiga,
engagement atau partisipasi, paradigama dalam pembangunan yang memperioritaskan
keikutsertaan berbagai elemen untuk menujukan sinergis dan dinamika yang kompak. Keempat, equity atau persamaan hak, kesetaraan dan keadilan, yang berkaitan dengan penggunaan sumber-sumber daya kota, dapat dimanfaatkan secara posistif oleh segala lapisan masyarakat kota.
Kelima, energy conservation terhadap penggunaan infrastruktur transportasi. Keenam, etika membangun, memahami fungsi daya dukung
lingkungan terhadap pembangunan fisik. Ketujuh, estetika atau keindahan serta tambahan
untuk pengendalian kerusakan lingkungan yaitu enforcement atau penegakan hukum
yang semakin terabaikan dalam menegakan aturan tata ruang serta enjoyment atau
kenikmatan dan kenyamanan dalam lingkungan sekitarnya.
Faktor alam,
sesungguhnya tak bisa dihindarkan, akan tetapi apabila kita memiliki kesadaran budaya atas
kepentingan hidup kolektif baik untuk hari ini dan masa depan bagi generasi
kita maka bencana alam tak akan membawa banyak kerugian. Kerugian itu justru
paling banyak diakibatkan oleh manusia dari kecerobohan dan keserakahan manusia
sendiri. Alam bukan
merupakan sesuatu hal yang misterius. Alam telah terbukti menjadi sahabat
sejati yang tidak pernah berbohong jika manusia bersahabat dan mengakrabinya.
Alam akan selalu memberikan penanda tentang apa yang akan terjadi. Kita telah
menganiaya alam dan alam telah memberikan respons seperti sekarang.
POLITIK
BUMI
Pembangunan
‘environmental justice’ merupakan suatu landasan moral sekaligus
landasan epistemologis dalam menyusun metode pembangunan sosial yang
berkelanjutan jika ingin membumikan mitigasi hijau di bumi, bukan hanya sekedar
pembangunan ekonomi. Pembangunan sosial memiliki karakter yang mengintegrasikan
seluruh aktivitas produktif manusia dengan pelembagaan sistem nilai dan norma
yang mengutamakan distribusi keadilan khususnya bagi kesejahteraan warga
masyarakat dengan harmonisasi lingkungan alam.
Hal ini dapat
tercapai apabila perumusan kebijakan pembangunan yang mengutamakan keseimbangan
pemanfaatan sumber daya alam dengan keuntungan, mempertimbangkan aspek
distribusi kesejahteraan untuk meminimalisasi jurang perbedaan ekonomi dan
sosial yang terlalu dalam (jauh) agar ada kondisi harmonisasi pemanfaatan hasil
sumber daya alam. Tetapi, karena kita telah banyak meninggalkan pengetahuan
lokal tentang alam, isyarat alam itu kurang atau bahkan tidak ditangkap.
Seandainya kita masih mengakrabi pengetahuan tradisional tentang cuaca laut,
mungkin korban dapat diminimalkan serta mengakomodasi bentuk-bentuk kearifan
budaya lokal bangsa yang menyebar merata di Nusantara dalam berekonomi dan
beraktivitas lainnya dalam kaitannya dengan eksploitasi alam.
Politik
Lingkungan harus meletakan pondasi kuat dalam membangun mitigasi hijau untuk
membatasi emisi CO2 sebagai syarat utama dalam pembangunan di berbagai negara
di dunia khususnya Indonesia yang merupakan paru-paru utama dunia harus berperan
kuat untuk mendorong negara-negara maju seperti Amerika Serikat meratifikasi
protokol Kyoto bersama negara berkembang dalam membatasi emisi CO2.
Pembangunan
politik terhadap lingkungan bumi harus memuat kebijakan keadilan terhadap
kemampuan daya dukung ekologi bumi, memuat unsur keadilan sebagai berikut : 1.
Keadilan Distributif untuk menjaga keseimbangan pengelolaan sumber-sumber daya lingkungan
dari berbagai eksploitasi dan langkah-langkah perlindungan yang aman dari
dampak bencana eksploitasi pembangunan ekonomi misalnya pencemaran alam oleh
aktivitas limbah industri, aktivitas kegiatan pertambangan yang sering
memberikan beban bagi lingkungan yang tidak dikehendaki oleh masyarakat
sehingga menjadi beban yang harus ditanggung oleh warga masyarakat sekitarnya.
2. Kebijakan regulasi merupakan kebijakan politik
terhadap aspek transparansi peraturan-peraturan kebijakan lingkungan yang tidak
boleh bertentangan dengan isu-isu lingkungan keadilan prosedural dan terutama
akses masyarakat dalam mendapatkan informasi dalam pengambilan keputusan yang
memiliki dampak pada lingkungan. 3. Keadilan Korektif, upaya menerapkan aturan
legal formal melalui legislasi, aturan dan regulasi atau proses hukum yang
memungkinkan upaya-upaya untuk mendapatkan keadilan formal sebagai dampak
lingkungan, misalnya melalui perwujudan kompensasi bagi warga masyarakat yang
dirugikan dan hukuman bagi mereka yang terbukti melakukan kerusakan lingkungan
alam. (sumber : politik bumi dalam pembangunan lingkungan).
4. Keadilan Sosial, mengupayakan keadilan
pembangunan bagi semua segenap sosial masyarakat yang difokuskan pada upaya
pembangunan kesejahteraan dengan memberikan pengertian dan pengetahuan tentang
kemampuan daya dukung sumber daya alam melalui mekanisme keadilan partisipasi
masyarakat dalam pembangunan dan perencanaan tata ruang kota yang berkelanjutan
oleh berbagai kepentingan ekonomi dan bisnis untuk menghindari eksploitasi
secara berlebih-lebihan, penerapan kajian dampak lingkungan, penerapan
pertambangan dan ekonomi ramah lingkungan untuk di distribusikan dalam
memberikan berbagai peluang dan akses kesempatan hidup bukan saja hanya
mempertimbangkan keselarasan antara manusia dengan alam tetapi sekaligus
keselarasan didalam berhubungan aktivitas produktif memanfaatkan sumber daya
alam sebagai tanggung jawab sosial bagi kesejahteraan masyarakat, yang
diakomodasi melalui sistem demokrasi yang menghargai nilai-nilai budaya yang
bersifat multikultur.
M. Anwar Siregar
Enviroment-Geologist, Pemerhati Masalah Tata Ruang
Lingkungan dan Energi Geosfer, Tulisan ini sudah dipblikasi pada HARIAN ANALISA MEDAN, Bulan April 2014
Komentar
Posting Komentar