Jun 23, 2014

Relevankah Hari Lingkungan

MASIHKAH RELEVAN HARI RAYA LINGKUNGAN?
Oleh : M. Anwar Siregar
Berbagai kasus kejadian bencana lingkungan dimasa lalu hingga ke masa sekarang, sudah harus dijadikan pembelajaran agar pemerintah lebih optimal menyampaikan data dan informasi bencana ketataruangan lingkungan. Pemerintah wajib terus memberikan pemahaman edukasi bencana lingkungan bukan saja pada hari-hari peringatan lingkungan seperti Hari Air, Hari Bumi, Hari Hutan, Hari Lingkungan dan Hari Tata Ruang sejak dini kepada masyarakat, agar dapat mereduksi efek kerugian dan jumlah kehancuran fisik akibat bencana lingkungan.
Pemerintah belum optimal memanfaatkan data dan informasi geologi spatial sebagai dasar pembangunan fisik, seharusnya menjadi fokus utama pembangunan ketataruangan wilayah yang berketahanan bencana,meredam trauma psikologis bencana di Indonesia karena eskalasi bencana lingkungan tidak pernah berhenti. Pemerintah dan masyarakat tidak perlu merenung terus tetapi mengimplementasikan secepatnya karena bencana maut hadir setiap saat.
KESADARAN SEMU
Rakyat Indonesia perlu ditanamkan kesadaran tentang pentingnya siaga bencana lingkungan terutama bencana lingkungan yang disebabkan oleh bencana oleh banjir, longsor dan angin puting beliung yang sering terjadi di Indonesia, bahwa Indonesia berada di daerah rawan bencana alam dan merupakan ancaman konstan yang dapat hadir dan menghancurkan setiap saat bukan dalam arti teoritis dalam sehari, tetapi dalam implementasi yang lebih luas, memahami dalam arti yang arif dan beretika lingkungan disertai gerakan moral berbagai komponen, bukan kesadaran semu yang tergambarkan dalam acara seremonial, habis mengikuti acara lantas kembali ke sikap semula, tidak malas mengikuti aturan yang sudah dibuat, misalnya membuang puntung rokok sembarang saja tidak merasa bersalah, itu baru contoh kecil.
Bila dianologikan lebih luas, maka lihatlah di hutan-hutan Indonesia, menganggap kebakaran dan kebanjiran itu hal biasa, reboisasi setengah hati karena kesadaran komoditas yang lebih utama atau pencapaian finasial ekonomi yang lebih berbicara, berakhir konflik kepentingan dan bencana kesengsaraan rakyat. Keduanya selaras dan tak terpisahkan sehingga penurunan kualitas sumber daya manusia dan sumber daya finansial.
Akibat rendahnya tingkat kesadaran dalam memahami bencana lingkungan, maka kita sering mendengar suara nyanyian duka yang sahdu mengiris kalbu, di timur kita bertemu korban bencana banjir, lalu di barat kita bersua kesedihan bencana kematian tsunami dahsyat lalu di utara bumi Indonesia kita lihat bencana kekotoran alam akibat kebakaran hutan dan sumber daya hayati dan di selatan terjadi suara gemuruh di dalam perut gunung yang memancarkan hawa panas kemarahan sehingga Bumi Pertiwi menangis tiada henti.
Apakah pemerintah harus bertindak atau masyarakat yang malas? Jika melihat fakta dilapangan, Pemerintah sangat lamban sedangkan masyarakat sekarang tidak mengharapkan pemerintah karena sudah mengetahui kinerja birokrasi, masyarakat lebih peka dibanding pemerintah sehingga berinisiatif bergerak mengusahakan evakuasi tanpa harus menunggu bantuan. Contoh sederhana, bila terjadi gempa masyarakat langsung berlari ke daratan tinggi, sedang informasi baru tiba setengah jam.
SEPERTI MANUSIA
Bumi, jika di gambar dari sudut karikatur, akan nampak seperti manusia nenek tua yang penuh dengan perban akibat luka-luka yang ditanggungnya, mulai dari kepala hingga ke kaki, akibat penghancuran dan penembakan unsur radioaktif nuklir, baik ke dalam tubuh bumi maupun ke luar angkasa, namun kenapa manusia belum sadar akibat dampak yang ditimbulkan sedang manusia itu telah diberi akal sehat untuk memahami kondisi “sakit” yang ditanggung Bumi?
Seperti manusia yang sudah tua dan membungkuk serta duduk di atas kursi roda karena dia telah kehilangan sumber daya-tenaga yang habis terkuras ketika di masa muda atau masih segar terus memfosir tenaga tanpa ada istirahat sejenak, menganggap hal ini akan kembali ke wujud semula, dampak dari keegoisan masa muda yang tidak menganggap perawatan [reklamasi-reboisasi-diverfisikasi] tidak terlalu penting, kenapa manusia masih serakah hanya untuk mengejar pencapaian kekayaan ekonomi tanpa memperhitungkan segala  hal yang akan terjadi di masa mendatang sedangkan manusia tahu bahwa dia telah diajarkan atau belajar serta memahami lingkungan?
Seperti manusia, Bumi juga adalah makhluk yang diciptakan Allah demi keselarasan alam semesta, jika Bumi diganggu atau disakiti, maka bumi juga seperti makhluk lainnya akan melampiaskan kemurkaannya, seperti manusia, Bumi juga bersujud di hadapan Sang Khalik, menjaga hukum-hukum alam yang telah ditentukan oleh Maha Pencipta, namun kenapa masih ada pelanggaran etika moral dan hukum demi lingkungan?
Seperti manusia, Bumi juga membutuhkan waktu untuk memulihkan diri, membutuhkan bernapas agar kondisi selalu sehat, tidak merusak dirinya dengan penghancuran tenaga, jika tidak menemukan keseimbangan maka lingkungan di Bumi akan mengalami gangguan keseimbangan yang berakhir pada kerugian serta penderitaan hidup yang panjang, dan mungkin saja berakhir dengan malapetaka kiamat kecil tanpa menunggu kiamat besar dari Sang Pencipta. Namun kenyataan yang terjadi sampai ke detik ini, masih juga ada perbedaan pandangan hidup, baik politik, hukum dan kehormatan demi mengejar sebagai yang terunggul, menghancurkan kondisi lingkungan dengan berbagai macam cara yang telah terbukti membuat bumi murka dan diambang lamunankah?
MASIHKAH RELEVAN?
Hari hutan selalu dirayakan bulan Maret, hari Bumi di bulan April, dan hari Lingkungan di Bulan Juni setiap tahun sekali dengan acara seremonial. Namun pembalakan, penggundulan dan pembakaran hutan serta penghancuran maupun pemborosan sumber daya energi yang tidak dapat diperbaharui terus berlangsung sehingga lapisan geosfer bumi setiap hari masih mengalami kerusakan dan ini banyak berlangsung diwilayah Indonesia dalam kurun waktu 20 tahun terakhir telah menimbulkan bencana baru, yaitu sebagai negeri penghasil polutan nomor tiga di dunia. Indonesia dikenal juga sebagai negeri bencana, tidak salah jika menambahkan predikat bencana lagi yakni negeri bencana penghasil bencana kabut asap “terbaik” di Asia Tenggara, sedang upaya meregulasi pemakaian sumber-sumber daya hijau belum optimal sebagai salah satu upaya untuk mencegah kerusakan kondisi bumi. Jadi masihkah relevan perayaan hari Lingkungan itu jika dimana-mana masih berlangsung penghancuran kondisi lingkungan Bumi?
Bahwa kita sudah mengatahui bersama, hutan merupakan sumber daya terbatas, bahwa tanah di Taman Hutan itu memiliki karakteristik umum adalah tanah pembawa air, tumbuh-tumbuhannya merupakan tumbuhan keseimbangan daya serap udara dan memiliki kemampuan keseimbangan penataan pola dan distribusi air yang teratur bagi berbagai makhluk hidup didalamnya, berfungsi sebagai penjaga keseimbangan alam, sebagai paru-paru bumi tetapi kenapa masih ada penghancuran hutan bumi? Masih pentingkah acara seremonial itu?     
HARUS SADAR SEKARANG
Peristiwa bencana lingkungan tidak mungkin dihindari, tetapi yang dapat kita lakukan adalah memperkecil terjadinya korban jiwa, harta maupun lingkungan. Banyaknya korban jiwa maupun harta benda dalam peristiwa bencana lingkungan yang selama ini terjadi di Indonesia, lebih sering disebabkan kurangnya kesadaran dan pemahaman pemerintah maupun masyarakat terhadap potensi kerentanan bencana serta upaya mitigasinya di daerah rawan bencana.
Dengan tingkat pemahaman bencana lingkungan geologi dan hidrometeorologi, maka Indonesia dapat menekan angka jumlah korban di dalam negeri serta mengurangi efeknya terhadap dunia global maupun dapat juga menekan biaya rehabilitasi dan rekonstruksi lingkungan di daerah rawan bencana. Implementasi hari raya lingkungan harus benar-benar dibumikan dalam kehidupan masyarakat, agar masyarakat mengerti daerah-daerah yang mana lebih baik dikembangkan untuk sarana aktivitas kehidupan dalam ruang dan waktu, sehingga masyarakat telah membentuk zona ketahanan bencana yang berbasis masyarakat.
M. Anwar Siregar
Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan-Energi Geosfer, Tulisan ini sudah dipublikasi di Harian ANALISA MEDAN, JUNI 2014

http://analisadaily.com/lingkungan/news/masih-relevankah-perayaan-hari-lingkungan/36306/2014/06/08 

No comments:

Post a Comment

Related Posts :