Apr 17, 2017

Republik Industri Asap Udara (RIAU)


REPUBLIK INDUSTRI ASAP UDARA (RIAU)
Oleh M. Anwar Siregar
Pelaku pembakaran hutan dan lahan kumat lagi penyakitnya, sejak lama kasus kebakaran sudah terpetakan dari tahun 1997-2015, namun belum juga menuntaskan masalah kebakaran lalu datang lagi musim bakar hutan, sehingga sumatera dan kalimantan mampu mengekspor asap pekat ke negeri tetangga, kebetulan salah satu perusahaannya berinvestasi di negeri ini ikut sebagai dalang kebakaran hutan dan lahan selain tidak becusnya pemerintah menghentikan kebakaran hutan.
Yang menjadi pertanyaan masyarakat di era pemerintahan Jokowi-JK adalah kenapa kebakaran berulang untuk kali ketiga selama periode kepemimpinan Jokowi-JK? Ada apa? Apakah ini tidak menimbulkan sebuah ironi dari janji-janji pemerintahannya. Dan sumatera saat ini sebagian telah berkabut kembali dan kabarnya asap itu sudah mulai masuk udara Singapura dan menyusul berikutnya di Malaysia dan Thailand, itu berarti sebentar lagi kita menikmati kabut asap bersama di udara masing-masing negara.
Tindakan tegas terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan sepertinya manis dibibir, karena sebelumnya pemerintah sudah berkomitmen untuk menghentikan namun apa yang terjadi sekarang? Lihat dan rasakan dalam beberapa hari ini Medan dan kota lainnya di Sumatera merasakan ekspor kebakaran asap Riau telah membuat gelap udara dan kondisi ini semakin parah karena telah memasuki musim kemarau dan pemerintah harus bertanggung jawab atas kebijakan terhadap izin industri perkebunan yang banyak terdapat di Riau.
LUCUNYA PEMIMPINKU
Bencana kebakaran di negeri ini masih dianggap sepi oleh pemimpin negeri ini, ketika rakyatnya mengalami musibah pemimpin negeri ini lebih bersafari  ke luar negeri dengan alasan mengembangkan kerjasama investasi, pemimpin ini memberi alasan bahwa takdir bencana itu terjadi tidak diduga makanya tetap menjalankan keinginan keluar negeri, contoh kasus kejadian  ketika terjadi bencana dari negeri Mentawai (gempa Mentawai, Sumatera Barat) dan kebakaran hutan di Riau era SBY.
Mantan Presiden SBY pernah melontarkan ancaman akan menindak perusakan hutan terutama perusahaan-perusahaan asing sebenarnya berasal dari negara terkena getahnya, siapa yang bermain asap, bersiap juga terima dampaknya, ancaman serupa telah berulangkali terlontar namun kenapa berulang kali terjadi kabut asap itu terjadi lagi sekarang? Lucunya, di era penggantinya justrunya kebakaran lebih sering juga berulang dan lembaga yang seharusnya mengatasi kebakaran dan deferostasi hutan di bubarkan dan lembaga yang dibubarkan itu sekarang bergantung pada ketiak pemerintah.
Dan lagi-lagi diperparah oleh para pemimpin di negeri lancang kuning yang menghasilkan kabut asap itu tidak mampu mengatasi ekspor jerabu yang kini muncul dimana-mana. Apakah kondisi kebakaran ini justrunya akan membuat pemerintahan Jokowi mengikuti jejak SBY dengan terburu-buru meminta maaf kepada negara tetangga. Kalau mau jujur, Riau sekarang identik sebagai Republik Industri yang banyak menghasilkan Asap kabut karena sebuah ironi dari kebijakan izin-izin pembukaan industri perkebunan swastas dan asing.
RIAU IDENTIK ASAP
Riau identik sebagai Raja Industri Asap Udara atau Riau identik sebagai Republik Ironi Asap sUap , mampu mengekspor jutaan kubik emisi ke udara ke atmosfir Asia Tenggara, hal itu dapat dilihat dengan lebih cepatnya negeri jiran masuk di malam hari dari waktu yang sebenarnya sehingga menimbulkan dampak bagi berbagai aktivitas kehidupan dan juga bagi pelaku industri itu sendiri
Tidak mungkin bermunculan titik-titik api yang jumlahnya mencapai ratusan dan ribuan jika digabung dari periode bulan Maret hingga ke bulan ini, sekumpulan api kecil saja sudah membuat situasi asap bermunculan. Titik api bermunculan tidak jauh dari lokasi pemain lama bukan faktor teknis penanganan bencana namun kelemahan pada konsesi uang bukan ruang dari suatu perusahaan industri perkebunan menjadi sumber injeksi titik api dan sebagai permulaan panas yang menyebar kemana-mana, lalu disusul adanya sumber daya gambut dan batu bara, yang berada dikawasan hutan serta lemahnya dalam penindakan pelaku pembakaran hutan dan lahan.
Bila terjadi bencana dan menelan korban jiwa dan lingkungan hidup akibat kebakaran asap di Provinsi Riau, kita selalu terkaget-kaget dan mengatakan kecolongan. Pengalaman telah terbukti bahwa bencana kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh pengelolaan kebakaran hutan dan lahan akibat rambatan industri yang menyalahi prosedur standar tidak menutup kemungkinan akan terjadi lagi di kawasan Kalimantan Timur, tetapi hal itu sudah dimulai di Kalimatan Barat.
Riau identik sebagai Raja Industri Antek Uang asing, disebut demikian, karena mudahnya para pemimpin melakukan regulasi tata ruang hutan, korupsi dari konsesi lahan dan hutan telah mengantarkan negeri ini tidak mampu mengatasi dan menuntaskan kebakaran hutan, belum lagi masukan dari industri pertambangan dan perminyakan juga turut memperparah situasi sosial disana.
Disadari atau tidak, kita perlahan-lahan berparadigma dominan status sosial para pemimpin dinegeri itu turut juga membuat situasi Riau sebagai pusat industri ekspor kabut asap, yang hanya mencari untung besar saja, menguras kekayaan alam dan menyebabkan munculnya berbagai persoalan sosial seperti kemiskinan, konflik sosial, diskriminasi, dan memunculkan berbagai persoalan lingkungan seperti banjir, polusi dan lain sebagainya. Pengambil kebijakan bersekutu dengan pengusaha memberikan izin dan mengubah peraturan agar bisnis bisa berjalan. Tegasnya antek uang asing.
Uraian di atas adalah suatu penyederhanaan konstruksi sosial dominan yang terjadi dewasa ini dinegeri-negeri menghasilkan sumber kabut asap. Persoalan kebakaran dan persoalan sosial lingkungan lokal lainnya tidak bisa diatasi dengan sains atau teknologi digunakan saat ini dan kearifan lokal tidak dipedulikan lagi di era modern.
Riau identik sebagai Raja Ispa Udara karena mampu menghasilkan berbagai penyakit akibat asap yang menyebar di udara dalam bentuk polutan yang pekat menyeramkan. Karena kabut asap akhir-akhir ini menjadi masalah lagi dalam minggu ini dan pemerintah sepertinya tidak serius mengatasi masalah ini. Jika tidak, kenapa bisa berulang kembali situasi kebakaran yang menghasilkan bencana kabut asap.
Penyakit Inpeksi Saluran Pernapasan (Ispa) bisa terjadi lagi, dan berita sumber daya manusia akan bertumbangan kembali seperti pada kejadian lalu, belum dijadikan pembelajaran yang berharga, maka akan ada cerita memilukan, isap tangis keluarga dan sejumlah angka-angka akan tercetak dalam versi baru yang merekam jejak kebodohan serta kemiskinan akibat pembakaran hutan dan lahan.
Sumber Ispa di negeri kabut asap disebabkan oleh dua faktor yaitu sebagai raja uang yang mampu meregulasi izin tata ruang demi penataan sejumlah rekening uang dan ironi target dalam dua edisi pemerintah dari dua presiden yang berbeda, dan jawaban ini lebih tepat untuk menjawab ribuan pertanyaan dari berbagai kalangan masyarakat.
Padahal, banyak agenda dalam negeri yang harus selesai untuk penanganannya. Misal dengan membekukan izin perusahaan yang telah berkali-kali ketahuan melakukan pembakakaran hutan dan lahan.
Bagaimana memenuhi target jika kebakaran berlanjut, ketika era SBY target penurunan emisi diberikan batas ke tahun 2020?, Lalu pemerintahan sekarang melakukan perubahan target penurunan emisi ke tahun 2030. apakah dengan perubahan penundahaan status emisi ini lantas justrunya mungkin dijadikan main-main bagi oknum yang tidak bertanggung jawab sehingga kabut asap masih berlangsung sepanjang tahun?
M. Anwar Siregar
Geologist.

No comments:

Post a Comment

Related Posts :