Republik Industri Asap Udara (RIAU)
REPUBLIK INDUSTRI ASAP UDARA
(RIAU)
Oleh M. Anwar Siregar
Pelaku
pembakaran hutan dan lahan kumat lagi penyakitnya, sejak lama kasus kebakaran
sudah terpetakan dari tahun 1997-2015, namun belum juga menuntaskan masalah
kebakaran lalu datang lagi musim bakar hutan, sehingga sumatera dan kalimantan
mampu mengekspor asap pekat ke negeri tetangga, kebetulan salah satu perusahaannya
berinvestasi di negeri ini ikut sebagai dalang kebakaran hutan dan lahan selain
tidak becusnya pemerintah menghentikan kebakaran hutan.
Yang
menjadi pertanyaan masyarakat di era pemerintahan Jokowi-JK adalah kenapa
kebakaran berulang untuk kali ketiga selama periode kepemimpinan Jokowi-JK? Ada
apa? Apakah ini tidak menimbulkan sebuah ironi dari janji-janji
pemerintahannya. Dan sumatera saat ini sebagian telah berkabut kembali dan
kabarnya asap itu sudah mulai masuk udara Singapura dan menyusul berikutnya di
Malaysia dan Thailand, itu berarti sebentar lagi kita menikmati kabut asap
bersama di udara masing-masing negara.
Tindakan
tegas terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan sepertinya manis dibibir,
karena sebelumnya pemerintah sudah berkomitmen untuk menghentikan namun apa
yang terjadi sekarang? Lihat dan rasakan dalam beberapa hari ini Medan dan kota
lainnya di Sumatera merasakan ekspor kebakaran asap Riau telah membuat gelap
udara dan kondisi ini semakin parah karena telah memasuki musim kemarau dan
pemerintah harus bertanggung jawab atas kebijakan terhadap izin industri
perkebunan yang banyak terdapat di Riau.
LUCUNYA PEMIMPINKU
Bencana
kebakaran di negeri ini masih dianggap sepi oleh pemimpin negeri ini, ketika
rakyatnya mengalami musibah pemimpin negeri ini lebih bersafari ke luar negeri dengan alasan mengembangkan
kerjasama investasi, pemimpin ini memberi alasan bahwa takdir bencana itu
terjadi tidak diduga makanya tetap menjalankan keinginan keluar negeri, contoh
kasus kejadian ketika terjadi bencana
dari negeri Mentawai (gempa Mentawai, Sumatera Barat) dan kebakaran hutan di
Riau era SBY.
Mantan Presiden SBY pernah
melontarkan ancaman akan menindak perusakan hutan terutama
perusahaan-perusahaan asing sebenarnya berasal dari negara terkena getahnya,
siapa yang bermain asap, bersiap juga terima dampaknya, ancaman serupa telah
berulangkali terlontar namun kenapa berulang kali terjadi kabut asap itu
terjadi lagi sekarang? Lucunya, di era penggantinya justrunya kebakaran lebih
sering juga berulang dan lembaga yang seharusnya mengatasi kebakaran dan
deferostasi hutan di bubarkan dan lembaga yang dibubarkan itu sekarang bergantung
pada ketiak pemerintah.
Dan lagi-lagi diperparah
oleh para pemimpin di negeri lancang kuning yang menghasilkan kabut asap itu
tidak mampu mengatasi ekspor jerabu yang kini muncul dimana-mana. Apakah kondisi kebakaran ini justrunya
akan membuat pemerintahan Jokowi mengikuti jejak SBY dengan terburu-buru
meminta maaf kepada negara tetangga. Kalau mau jujur, Riau sekarang identik sebagai Republik Industri yang
banyak menghasilkan Asap kabut karena sebuah ironi dari kebijakan izin-izin
pembukaan industri perkebunan swastas dan asing.
RIAU IDENTIK ASAP
Riau identik
sebagai Raja Industri Asap Udara atau Riau identik sebagai Republik Ironi Asap sUap , mampu mengekspor jutaan kubik emisi ke udara ke
atmosfir Asia Tenggara, hal itu dapat dilihat dengan lebih cepatnya negeri
jiran masuk di malam hari dari waktu yang sebenarnya sehingga menimbulkan
dampak bagi berbagai aktivitas kehidupan dan juga bagi pelaku industri itu sendiri
Tidak mungkin bermunculan titik-titik api yang
jumlahnya mencapai ratusan dan ribuan jika digabung dari periode bulan Maret
hingga ke bulan ini, sekumpulan api kecil saja sudah membuat situasi asap
bermunculan. Titik api bermunculan tidak jauh dari lokasi pemain lama bukan
faktor teknis penanganan bencana namun kelemahan pada konsesi uang bukan ruang
dari suatu perusahaan industri perkebunan menjadi sumber injeksi titik api dan
sebagai permulaan panas yang menyebar kemana-mana, lalu disusul adanya sumber
daya gambut dan batu bara, yang berada dikawasan hutan serta lemahnya dalam penindakan
pelaku pembakaran hutan dan lahan.
Bila terjadi
bencana dan menelan korban jiwa dan lingkungan hidup akibat kebakaran asap di
Provinsi Riau, kita selalu terkaget-kaget dan mengatakan kecolongan. Pengalaman
telah terbukti bahwa bencana kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh
pengelolaan kebakaran hutan dan lahan akibat rambatan industri yang menyalahi
prosedur standar tidak menutup kemungkinan akan terjadi lagi di kawasan Kalimantan
Timur, tetapi hal itu sudah dimulai di Kalimatan Barat.
Riau identik
sebagai Raja Industri Antek Uang asing, disebut demikian, karena mudahnya para
pemimpin melakukan regulasi tata ruang hutan, korupsi dari konsesi lahan dan
hutan telah mengantarkan negeri ini tidak mampu mengatasi dan menuntaskan kebakaran
hutan, belum lagi masukan dari industri pertambangan dan perminyakan juga turut
memperparah situasi sosial disana.
Disadari atau tidak, kita perlahan-lahan
berparadigma dominan status sosial para pemimpin dinegeri itu turut juga
membuat situasi Riau sebagai pusat industri ekspor kabut asap, yang hanya
mencari untung besar saja, menguras kekayaan alam dan menyebabkan munculnya
berbagai persoalan sosial seperti kemiskinan, konflik sosial, diskriminasi, dan
memunculkan berbagai persoalan lingkungan seperti banjir, polusi dan lain sebagainya.
Pengambil kebijakan bersekutu
dengan pengusaha memberikan izin dan mengubah peraturan agar bisnis bisa
berjalan. Tegasnya antek uang asing.
Uraian di atas adalah suatu penyederhanaan
konstruksi sosial dominan yang terjadi dewasa ini dinegeri-negeri menghasilkan
sumber kabut asap. Persoalan kebakaran dan persoalan sosial lingkungan lokal
lainnya tidak bisa diatasi dengan sains atau teknologi digunakan saat ini dan
kearifan lokal tidak dipedulikan lagi di era modern.
Riau identik sebagai Raja Ispa Udara karena mampu
menghasilkan berbagai penyakit akibat asap yang menyebar di udara dalam bentuk polutan
yang pekat menyeramkan. Karena kabut asap akhir-akhir ini menjadi masalah lagi
dalam minggu ini dan pemerintah sepertinya tidak serius mengatasi masalah ini.
Jika tidak, kenapa bisa berulang kembali situasi kebakaran yang menghasilkan
bencana kabut asap.
Penyakit Inpeksi Saluran Pernapasan (Ispa) bisa
terjadi lagi, dan berita sumber daya manusia akan bertumbangan kembali seperti
pada kejadian lalu, belum dijadikan pembelajaran yang berharga, maka akan ada
cerita memilukan, isap tangis keluarga dan sejumlah angka-angka akan tercetak
dalam versi baru yang merekam jejak kebodohan serta kemiskinan akibat
pembakaran hutan dan lahan.
Sumber Ispa di negeri kabut asap disebabkan oleh dua
faktor yaitu sebagai raja uang yang mampu meregulasi izin tata ruang demi
penataan sejumlah rekening uang dan ironi target dalam dua edisi pemerintah
dari dua presiden yang berbeda, dan jawaban ini lebih tepat untuk menjawab
ribuan pertanyaan dari berbagai kalangan masyarakat.
Padahal, banyak agenda dalam negeri yang harus
selesai untuk penanganannya. Misal dengan membekukan izin perusahaan yang telah
berkali-kali ketahuan melakukan pembakakaran hutan dan lahan.
Bagaimana memenuhi target jika kebakaran berlanjut,
ketika era SBY target penurunan emisi diberikan batas ke tahun 2020?, Lalu
pemerintahan sekarang melakukan perubahan target penurunan emisi ke tahun 2030.
apakah dengan perubahan penundahaan status emisi ini lantas justrunya mungkin
dijadikan main-main bagi oknum yang tidak bertanggung jawab sehingga kabut asap
masih berlangsung sepanjang tahun?
M. Anwar Siregar
Geologist.
Komentar
Posting Komentar