Inikah Indonesia Baru
INIKAH WAJAH INDONESIA BARU
Oleh M. Anwar Siregar
Eskalasi politik di Tanah Air kini mulai memanas
disebabkan isu-isu Radikalisme, pemberantasan korupsi, perseteruan kekuasaan
dan pengaruh parpol di parlemen, legitimasi lembaga hukum dan kredibilitas kekuasaan
pemerintahan dan serangan terorisme hingga masalah kemiskinan merupakan
lingkaran setan yang disebabkan oleh mentalitas pemerintahan dan parlemen yang
kotor semakin terabaikan serta reaktif bila mendapatkan kritikan tajam.
Pergantian pemerintahan dari rezim orde baru ke
reformasi ini belum ada tindakan perubahan yang memberikan kesejahteraan bagi
rakyat, janji-janji selama orasi kampanye pilpres, pilgub, pilbut, pilkot dan
legislatif terdengar bombatis, hanya memberi “pil pahit” karena kenyataan yang
ada sekarang : harga-harga masih melambung tinggi dengan lihatlah harga sembako
dan tidak pernah turun, antrian panjang BBM akibat kelangkahan disebabkan
bobroknya mentalitas pengawasan dan pengendalian masih ada di era reformasi ini.
pengangguran tidak pernah turun, hutang negara terus bertambah dengan diiringi
korupsi terus menggurita setiap saat berubah menjadi ”bom waktu” disebabkan
oleh lambannya rezim sekarang dalam mengentaskan kemiskinan dan pengangguran.
Final dari kondisi dari kejadian yang dialami
rakyat sekarang : akan ada selalu unjuk rasa, anarkis dan teror-teror kekerasan
dan mungkin berakhir dengan kekuatan rakyat untuk melakukan revolusioner,
Indonesia Baru akan kembali lagi diawal reformasi, menjadi bangsa barbar,
pertikaian-pertikaian etnis dan akumulasi ledakan ketidakpuasan ekonomi
pembangunan dan desintegrasi bangsa semakin mengancam keutuhan NKRI.
INIKAH INDONESIA BARU
Sumber permasalahan utama adalah ekonomi
pembangunan serta penyerapkan investasi dan menegakkan supremasi hukum.
Integritas para pemimpin kurang responsif dalam
mengatasi masalah dan dituntut untuk mengatasi masalahagar supremasi hukum tidak tumpul.
“Matinya”
supremasi hukum di Indonesia juga salah satu memperparah keadaan kondisi
kehidupan berbangsa karena aparatnya juga sudah terlibat tindak pidana korupsi
dan penyelewengan kekuasaan jabatan. Membecking orang-orang tertentu, karena
hukum di Indonesia bisa “diperdagangkan”, apalagi “kamar” hotel prodeo bisa di
sulap menjadi hotel “bintang”, bebasnya penjahat korupsi BLBI, ringannya
hukuman beberapa pemilik bank, bebas melancong pelaku kejahatan pajak dan
perusak hutan merupakan cermin buruknya supremasi hukum di Indonesia. Jika
rakyat kecil seperti maling sandal yang bersalah maka hukum ditegakkan,
sebaliknya kalau orang besar seperti drakula pajak mendadak hukum tumpul, merupakan cermin dari
wajah “bopeng” Indonesia Baru. Coba buka lembaran sejarah hari yang sudah
lewat. Gambarannya dapat dilihat dibeberapa LP (Lembaga Pemasyarakatan) yang
sempat terekspose beberapa media elektronik Nasional.
NEGARA KORUPSI
Sejak jatuhnya orde baru dan berlanjut ke era
reformasi, dalam menyerap investasi untuk membuka lapangan kerja tidak ada
perubahan signifikan untuk mengurangi dampak kemiskinan di Indonesia, melainkan
kebalikan munculnya ”gurita” yang menguras uang APBN dan APBD untuk kepentingan
pribadi dan kroni-kroninya. Penyebabnya, karena kekuasaan aparatur pemerintahan
terutama dibidang supremasi hukum masih lemah. Dan diperparah integritas
lembaga dewan rakyat yang lebih mementingkan kekuasaan parpol di parlemen,
sehingga apa yang diharapkan masyarakat semakin terpinggirkan.
Selain itu, korupsi masih menjadi penyakit politik
yang paling buruk di Indonesia, Indonesia tetap merupakan salah satu negara
paling korupsi dalam dua dasawarsa terakhir ini. Tercermin dari peringkat
Indonesia terutama kinerja aparatur pemerintahan karena masuk melalui “pintu
belakang” dan Anggota Parlemen karena “melakukan serangan fajar” sehingga
banyak melakukan korupsi, sebabnya sudah jelas “modal perut” harus kembali
secepatnya seperti monyet rakus makan pisang, karena kadangkala ada aparat dan
anggota Dewan yang ingin dilayani.
Hal itu dapat diketahui dari pembuktian bahwa
Indonesia negara korup adalah hasil pemantauan lembaga riset seperti
Transparancy International Indonesia, TII di Hongkong, rangkuman catatan
peringkat dalam 10 tahun terakhir ini menyebutkan Indonesia selalu berada dalam
peringkat 10 besar terkorupsi dari 133 negara yang disurvei sejak 2002 hingga
2011 ini. Posisi Indonesia termasuk terkorup ke urutan pertama bersama
Bangladesh pada tahun 2003 terdapat 143 negara, Indonesia berada diurutan ke 3
tahun 2004, selanjutnya tahun 2006 berada diurutan 5 dan posisi ke 7 pada tahun
2008 serta tahun 2009 berada di peringkat 8. Sebelumnya, pada tahun 2002,
posisi Indonesia menempati peringkat 4 terkorup dan peringkat 9 tahun 2010.
Perubahan status rezim tidak mampu mendongkrak
posisi Indonesia diluar 10 besar Negara terkorup di muka bumi, tetapi lebih
banyak menghasilkan aparatur dan legislatif yang bermental tikus serta
diperparah juga yudikatif mempermainkan hukum sebagai pedang “keuangan”. Tidak
ada upaya yang signifikan untuk memberantasnya, hal itu dapat diketahui karena
lembaga yang menangani korupsi terancam “kolaps” disebabkan tekanan dari para
legislatif dan parpol yang berteriak kencang karena mereka sebenarnya tidak
bersih.
Banyak skandal korupsi yang muncul seperti pada
kasus pengemplang dana BLBI, kasus raihnya uang 6,7 triliun Bank Century,
masalah Lapindo. Pengemplang pajak triliun rupiah, kasus wisma atlet dan pembubaran KPK dapat merusak kredibilitas
pemerintahan sekarang, pemberian pengampunan/remisi bagi para koruptor kelas
kakap pada tiap kemerdekaan RI dan hari raya tertentu menunjukan pemerintah
memang “setengah hati” memberantas korupsi. Dan ini bagian yang paling menonjol
dalam era wajah Indonesia Baru.
Kasus korupsi terbaru adalah E-KTP yang banyak
melibat para wakil rakyat dan jumlah nama-nama terkenal yang terlibat sangat
banyak dan hasil korpsi yang merugikan negara dapat 20 triliun dan belum lagi
beberapa Order Korupsi yang belum dibuka olek KPK dan korupsi di Indonesia
sepertinya sudah dianggap sebagai kebanggaan, tanpa ada rasa malu, dinegara ini
memang pejabatnya ataupun legislatif dan yudikatifnya lebih suka di ”layani
rakyat” dan terkenal dengan penggilan sebagai pejabat yang berwenang, yang
berkuasa atau penguasa suatu daerah.
Jadi negara ini memang pantas menyandang Negara
paling korupsi di dunia, dimana hasil skor (nilai) yang diberikan riset the
political and economic risk consultancy tahun 1999 sampai tahun 2009 memberikan
nilai terjelek yakni 9,91 dari nilai terjelek 10, dan nilai itu tidak pernah
beranjak dibawah 7 sampai tahun 2009, berarti seluruh kompenen bangsa ini
bermental ”tikus” atau sekitar 0,09 sampai 3.0 bagi orang-orang yang masih
bermental bersih di Indonesia. Jadi kesimpulannya pada era reformasi ini, Indonesia
Baru, begitu kita sebut adalah negara yang dipimpin sebagian besar bermental
tikus, maka munculnya isu-isu menyebut Indonesia adalah negara gagal alias
mundur bukan maju ke depan sesuai dengan cita-cita proklamasi, UUD 1945 dan
visi misi reformasi.
Kenapa Indonesia yang begitu kaya sumber daya alam
(SDA) masih harus mengimpor kebutuhan dari negara lain? Sekali lagi jawabnya
ada dalam mentalitas jiwa yang korup yang telah tertancap tajam dari beberapa
kelompok orang, kuli hingga atasan membawa Indonesia mendekati kehancuran di muka
bumi dan tak tahu malu, apalagi mampu “menjual beli” hukum.
Dengan tidak jelasnya kepastian supremasi hukum di
Indonesia yang menyebabkan dan mendorong aparatur, legislatif dan yudikatif
untuk melakukan tindakan korupsi, birokrasi yang tidak transparan yang
membentuk wajah pemerintahan dan parlemen yang buruk diakibatkan oleh
penyalagunaan kekuasaan kenegaraan yang tidak kondusif bagi iklim usaha,
investasi dan keadilan sosial di Indonesia dapat mendorong Indonesia menuju kehancuran
total.
Jadi inikah yang diinginkan dalam era reformasi
yang katanya akan membangun Indonesia lebih baik atau Indonesia Baru? Saya
sebagai rakyat sangat kecewa melihat kondisi ini. Para penegak anti korupsi
bangkitlah dan para penyelidik KPK tetap lah berjuang pantang menyerah walau
ada intimidasi dan ancaman-ancaman seperti telah terjadi sekarang.
Komentar
Posting Komentar